"...-.-.-... i ayal lqlg MAcALAH ----- KONVERSI DAN PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN PETAWI KELAPA SAWIT PESERTA PIR-NES V BANTEN SELATAN PROPINSI JAWA BARA'I Oleh LUHUT LIMBONG r FAKULTAS PASCA SARJANA INSTITUT PERTANlAN BOGOR
RINGKASAN LUHUT LIMBONG; Anal isis Masalah Konversi dan Pengaruhnya Terhadap Tingkat Pendapatan Petani Peserta PIR- NES V Kelapa Sawit Banten Selatan, Jawa Barat (Dibawah bimbingan Prof. D r I r AFFENDI ANWAR sebagai ketua, Dr. Ir. DUDUNG DARUSMAN, MA dan Dr. Ir. AGUS PAKPAHAN sebagai anggota). Penel itian ini bertujuan untuk mengetahui fak-tor- faktor yang mempengaruhi pelaksanaan konversi lahan/kebun petani plasma. Untuk maksud tersebut maka metoda analisa yang digunakan adalah analisa kualitatip dengan model binary choice dalam bentuk fungsi l inear probabi 1 i t y model. Disamping itu, penelitian ini juga'menelaah aspek institusi kelembagaan yang ada dalam sistim-pir-nes. Untuk maksud tersebut maka telaahan mengacu pada tiga aspek, yai tu (a) batas wewenang (jurisdictional boundary), (b) hak pemilikan (property rights) dan (c) aturan representasi (rules of representation). Hasi 1 penelitian diperoleh bahwa jumlah hari orang kerja berpengaruh nyata dan positip terhadap variasi peluang lahan/kebun plasma untuk dikonversi pada taraf nyata 1%. Ini berarti dengan semakin tinggi curahan tenaga kerja yang dilakukan dalam pengelolaan kebun akan semakin tinggi peluang lahan/kebun plasma bersangkutan untuk di konversi.
Pengaruh pemupukan terhadap peluang lahan/kebun untuk dikonversi berpengaruh negatip. Hal ini diduga karena jumlah pupuk yang diberikan pada kebun yang sudah di konversi tidak berbeda dengan jumlah pupuk yang di beri kan pada lahan kebun yang tidak dikonversi. Disamping itu, seberapa jauh pupuk yang diberikan petani tidak menjadi faktor/kriteria bagi fihak Bank (selaku penentu konversi) dalam menentukan lahan/kebun dikonversi atau tidak. Pengalaman petani dalam bertani berpengaruh nyata dan positip terhadap peluang lahan/kebun untuk dikonversi. Hal ini dimungkinkan karena pengalarnan bertani ini bersangkut paut dengan ti ngkat kemampuan petani di dal am pengelol aan kebun. Pendapatan bersih kepala keluarga berpengaruh nyata dan positip terhadap peluang lahan/kebun untuk dikonversi. Hal ini sangat dimungkinkan karena dengan rneningkatnya pendapatan petani, maka kernampuan petani untuk meningkatkan kondisi kebun menjadi rneningkat, misalnya dalam kegiatan penanibahan tenaga kerja dalam pernel i haraan kebun, pembel i an sarana produksi dan lain-lain. Persentase tanaman produktip sanyat berpengaruh nyata dan positip terhadap peluang lahan/kebun untuk dikonversi pada taraf 5%. Ini berarti dengan meningkatnya prosentase tanaman produkti p, maka peluang lahan/kebun untuk di konversi sernaki n meni ngkat. Hal i ni sangat memungki nkan karena salah satu kriteria penting dalam penentuan kebun
diknnvsrsi adalah kondisi kebun, dalam ha1 ini semakin baik profil kebun maka peluang untuk dikonversi akan semakin tinggi. Produktivitas kebun berpengaruh nyata dan positip terhadap peluang lahan/kebun untuk dikonversi. Hal ini memperkuat dugaan seperti yang disebutkan diatas bahwa profil kebun adalah salah satu kriteria penting penentuan konversi. Dalam ha1 ini apabi la produktivitas kebun tinggi, rnaka peluang kebun bersangkutan untuk dikonversi akan menjadi tinggi. Ti ngkat pendapatan petani setel ah konversi lebi h ti nggi di banding sebelum konversi sebesar Rp 56.019. Namun dari hasi 1 penguj ian statisti k ternyata perbedaan tersebut tidak nyata. Hal ini disebabkan karena setel ah konversi petani mulai membayar cici lan kredi t sebesar 30% dari total penerirnaan. Dilain fihak pencapaian produktivitas kebun belum mencapai seperti yang diharapkan, sehingga tambahan penerimaan bersi h sesudah konversi rnenjadi tidak berpengaruh. Tingkat penggunaan sarana produksi sesudah ltonversi berkurang dibanding sebelum konversi yaitu sekitar -59%. Salah satu penyebab berkurangnya penggunaan sarana produksi ini ialah karena tingkat penyediaan sangat minim. Disamping itu lokasi KUD cukup jauh dari pemukirnan petani, hingga mencapai 10 Km. Faktor-faktor inilah yang diduga pe berkurangnya penggunaan sarana produksi terseb
Batas wewenang petani dalam mengelola usahatani kebun sangat minim. Pada periode sebelum konversi, wewenang untuk menentukan harga jual, biaya angkut, biaya kelembagaan desa, biaya panen dan kewajiban lainnya berada ditangan inti, KUD dan kelembagaan desa. Dari aspek property rights, hak atas komoditas kelapa sawit belum sepenuhnya diterima petani. Demikian juga halnya terhadap hak atas harga jual tandan buah segar sawit (TBS), jumlah yang diterima petani sekitar 55%. Hal ini di sebabkan oleh biaya kelembagaan yang menjadi kewaj i ban plasma cukup besar, yaitu sekitar 14% dari harga jual. Dari aspek aturan representasi menunjukkan bahwa sebagian besar kegiatan yang bersangkut paut dengan hasil produksi berada dibawah keputusan kelembagaan desa. Keterlibatan kelembagaan desa seperti KUD, Kelompok Tani, Pemerintah Desa dan LKMD dalam proses produksi hingga pemasaran hasil dirasakan lebih besar beban dibanding manfaat yang di terima petani. Hal i ni disebabkan karena peran kelembagaan tersebut terbatas pada koordinasi pengangkutari hasil dan pembayaran hasil penjualan, sementara i tu kewaj i ban petani yang menjadi beban dalam rangka koordinasi ini cukup besar.