JURNAL ILMU KEPERAWATAN

dokumen-dokumen yang mirip
JURNAL ILMU KEPERAWATAN

BAB I PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah penyakit

JURNAL ILMU KEPERAWATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit negara-negara industri (Antman

PREVALENSI FAKTOR RESIKO MAYOR PADA PASIEN SINDROMA KORONER AKUT PERIODE JANUARI HINGGA DESEMBER 2013 YANG RAWAT INAP DI RSUP.

JURNAL ILMU KEPERAWATAN

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama yang

JURNAL ILMU KEPERAWATAN

JURNAL ILMU KEPERAWATAN

ANGKA KEJADIAN SINDROMA KORONER AKUT DAN HUBUNGANNYA DENGAN HIPERTENSI DI RSUP H. ADAM MALIK, MEDAN PADA TAHUN 2011 KARYA TULIS ILMIAH

BAB 1 PENDAHULUAN. arrhythmias, hypertension, stroke, hyperlipidemia, acute myocardial infarction.

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis

BAB 1 PENDAHULUAN. tersering kematian di negara industri (Kumar et al., 2007; Alwi, 2009). Infark

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. secara global, termasuk Indonesia. Pada tahun 2001, World Health Organization

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mortalitas yang tinggi di dunia. Menurut data World Health Organization

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindrom Koroner Akut (SKA)/Acute coronary syndrome (ACS) adalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. negara-negara maju maupun di negara berkembang. Acute coronary syndrome

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler memiliki banyak macam, salah satunya adalah

DAFTAR ISI. Sampul Dalam... i. Lembar Persetujuan... ii. Penetapan Panitia Penguji... iii. Kata Pengantar... iv. Pernyataan Keaslian Penelitian...

BAB 1 PENDAHULUAN. SL, Cotran RS, Kumar V, 2007 dalam Pratiwi, 2012). Infark miokard

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia. Fenomena yang terjadi sejak abad ke-20, penyakit jantung dan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyakit jantung dan pembuluh darah telah menduduki peringkat pertama sebagai

JURNAL ILMU KEPERAWATAN

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. infark miokard akut (IMA) merupakan penyebab utama kematian di dunia.

ABSTRAK GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO PADA PASIEN GAGAL JANTUNG DI RUMAH SAKIT SANTO BORROMEUS BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2010

ABSTRAK GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2009

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015

HUBUNGAN JUMLAH LEUKOSIT TERHADAP KADAR TROPONIN I PADA PASIEN INFARK MIOKARD

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

BAB 1 PENDAHULUAN. angka morbiditas penderitanya. Deteksi dini masih merupakan masalah yang susah

BAB I PENDAHULUAN. utama pada sebagian besar negara-negara maju maupun berkembang di seluruh

Tatalaksana Sindroma Koroner Akut pada Fase Pre-Hospital

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian di bidang ilmu Kardiovaskuler.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ABSTRAK GAMBARAN FAKTOR RISIKO PENDERITA PENYAKIT JANTUNG KORONER DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014

HUBUNGAN ANTARA LUAS INFARK MIOKARD BERDASARKAN HASIL EKG DENGAN KADAR TROPONIN T PADA PENDERITA INFARK MIOKARD AKUT STEMI DAN NON STEMI DI RSUP H

ANALISIS FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PENDERITA RAWAT JALAN RUMAH SAKIT DOKTER PIRNGADI MEDAN

BAB I. Pendahuluan. I.1 Latar Belakang. Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh. berkurangnya aliran darah ke otot jantung.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jantung koroner yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian (Departemen

HEMAKANEN NAIR A/L VASU FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Arteri Perifer (PAP) adalah suatu kondisi medis yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecepatan pertolongan pada pasien dengan kasus kegawat daruratan menjadi elemen penting dalam penanganan pasien

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Informed Consent Penelitian

HUBUNGAN OBESITAS SENTRAL DENGAN PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PASIEN LAKI-LAKI. Oleh : THARMANTHIRAN THIRUCHELVAM

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung dimana otot

HUBUNGAN JENIS SINDROM KORONER AKUT DENGAN KUALITAS HIDUP ASPEK FISIK PASIEN PASCA SERANGAN JANTUNG YANG DIRAWAT DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Ns. Furaida Khasanah, M.Kep Medical surgical department

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskuler secara cepat di negara maju dan negara berkembang.

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan

Gambaran Profil Lipid pada Pasien Sindrom Koroner Akut di Rumah Sakit Khusus Jantung Sumatera Barat Tahun

SKRIPSI. Oleh : Ratna Murti Ariyani

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab terjadinya IMANEST dapat disebabkan oleh rupturnya plak. (Liwang dan Wijaya, 2014; PERKI, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan gangguan neurologis fokal maupun global yang terjadi

KARYA TULIS ILMIAH. Oleh : LORA INVESTISIA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

POLA PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI DAN KESESUAIANNYA PADA PASIEN GERIATRI RAWAT JALAN DI RSUD ULIN BANJARMASIN PERIODE APRIL

sebesar 0,8% diikuti Aceh, DKI Jakarta, dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 0,7 %. Sementara itu, hasil prevalensi jantung koroner menurut

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan oksigen miokard. Biasanya disebabkan ruptur plak dengan formasi. trombus pada pembuluh koroner (Zafari, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang utama adalah sesak napas dan rasa lelah yang membatasi

BAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut

JUMLAH PASIEN MASUK RUANG PERAWATAN INTENSIF BERDASARKAN KRITERIA PRIORITAS MASUK DI RSUP DR KARIADI PERIODE JULI - SEPTEMBER 2014

HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT JALAN DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM RSUD

BAB I PENDAHULUAN. segmen ST yang persisten dan peningkatan biomarker nekrosis miokardium.

KARAKTERISTIK PENDERITA INFARK MIOKARDIUM DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012

Gambaran Jenis dan Biaya Obat pada Pasien Rawat Inap dengan. Sindroma Koroner Akut di Rumah Sakit Umum Pusat. Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2011

Stroke merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak di Amerika Serikat. Pada 2002, stroke membunuh sekitar orang. Jumlah tersebut setara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit gagal jantung kongestif adalah suatu keadaan kelemahan fungsi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INTISARI GAMBARAN KUALITAS HIDUP DAN KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES MELITUS RAWAT JALAN DI RSUD ULIN BANJARMASIN

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan data

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi aorta dan cabang arteri yang berada di perifer terutama yang memperdarahi

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan pasien yang datang dengan Unstable Angina Pectoris. (UAP) atau dengan Acute Myocard Infark (AMI) baik dengan elevasi

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PERBEDAAN ANTARA TERAPI FIBRINOLITIK DAN HEPARINISASI TERHADAP PERUBAHAN ST-ELEVASI PADA PENDERITA INFARK MIOKARD AKUT DI RSUD MOEWARDI

PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Dewasa ini perilaku pengendalian PJK belum dapat dilakukan secara

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

ABSTRAK GAMBARAN USIA, JENIS KELAMIN, LINGKAR PERUT DAN BERAT BADAN PADA PENDERITA PENYAKIT JANTUNG KORONER DI RS IMMANUEL. Aming Tohardi, dr.

ANGKA KEMATIAN PASIEN GAGAL JANTUNG. KONGESTIF DI HCU DAN ICU RSUP dr. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

ABSTRAK... 1 ABSTRACT

ABSTRAK GAMBARAN PROFIL LIPID PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 YANG DIRAWAT DI RS IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI - DESEMBER 2005

BAB I PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah

SKRIPSI. Diajukan oleh : Enny Suryanti J

Profil lipid pada wanita dengan sindrom koroner akut

IDENTIFIKASI POTENSI INTERAKSI OBAT ANTIDIABETES PADA RESEP PASIEN DI APOTEK RAHMAT BANJARMASIN

STUDI PENGGUNAAN KOMBINASI ASPIRIN- CLOPIDOGREL DENGAN ASPIRIN TUNGGAL DAN CLOPIDOGREL TUNGGAL TUGAS AKHIR

Truly Dian Anggraini, Ervin Awanda I Akademi Farmasi Nasional Surakarta Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama kematian di dunia. Menurut organisasi kesehatan dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Infark miokard adalah nekrosis miokardial yang berkepanjangan yang

SKRIPSI PENGARUH SLOW-STROKE BACK MASSAGE

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi ditandai dengan peningkatan Tekanan Darah Sistolik (TDS)

BAB I PENDAHULUAN. ini, penyakit ini banyak berhubungan dengan penyakit-penyakit kronis di dunia

ABSTRAK PERBANDINGAN NILAI LOW-DENSITY LIPOPROTEIN CHOLESTEROL

Hubungan Asupan Lemak dan Asupan Kolesterol dengan Kadar Kolesterol Total pada Penderita Jantung Koroner Rawat Jalan di RSUD Tugurejo Semarang

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak

Transkripsi:

JURNAL ILMU KEPERAWATAN Volume 5 No. 1, Mei 017 SUSUNAN REDAKSI JURNAL ILMU KEPERAWATAN Penanggung Jawab Ns. Setyoadi, M.Kep., Sp.Kep.Kom Editor Kepala Ns. Bintari Ratih K, M.Kep Penyunting/Editor Ns. Tina Handayani, M.Kep Desain Grafis Ns. Ahmad Hasyim W., M.Kep, MN Sekretariat Ns. Annisa Wuri Kartika., M.Kep Alamat Redaksi Gedung Biomedik Lt. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Jalan Veteran Malang 65145 Telepon (0341) 551611, 569117, 56719 Pesawat 16; Fax (6) (0341) 564755 Email: jik@ub.ac.id Website: www.jik.ub.ac.id DAFTAR ISI PENGARUH TERAPI MUSIK MOZART TERHADAP PERUBAHAN POTENSI KREATIVITAS ANAK AUTIS USIA 5-6 TAHUN DI KLINIK TERAPI WICARA FASTABIKUL KHOIROT BEDALI LAWANG Ari Damayanti Wahyuningrum...1-5 PENINGKATAN KENYAMANAN LANSIA DENGAN NYERI RHEUMATOID ARTHRITIS MELALUI MODEL Comfort Food For The Soul Dhina Widayati, Farida Hayati...6-15 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG YANG BERHUBUNGAN DENGAN RESILIENSI ORANG TUA ANAK RETARDASI MENTAL (DOWN SYNDROME) STUDI DI SDLB-C YAYASAN BHAKTI LUHUR KOTA MALANG Dian Pitaloka Priasmoro, Nunung Ernawati...16-4 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGETAHUAN POLISI LALU LINTAS TENTANG BASIC LIFE SUPPORT (BLS) DI KABUPATEN PONOROGO Filia Icha Sukamto...5-33 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERSEPSI GEJALA NYERI DADA KARDIAKISKEMIK PADA PASIEN INFARK MIOKARD AKUT DI RSUD dr. SAIFUL ANWAR MALANG Ika Setyo Rini, Dini Widya Ayuningtyas, Retty Ratnawati...34-41 FENOMENOLOGI : PENGALAMAN CARING PERAWAT PADA PASIEN TRAUMA DENGAN KONDISI KRITIS (P1) DI IGD RSUD TARAKAN- KALIMANTAN UTARA Merry Januar F., Retty Ratnawati, Retno Lestari...4-56 HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI TERENCANA DI RSU DR. SAIFUL ANWAR MALANG Miftakhul Ulfa...57-60 ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMANDIRIAN PADA PASIEN CEDERA KEPALA YANG PERNAH DIRAWAT DI IGD RSUD DR. R. KOESMA TUBAN Moh. Ubaidillah Faqih, Ahsan, Tina Handayani Nasution...61-73 GAMBARAN PENGETAHUAN SAYUR ANAK USIA 5-1 TAHUN DI YAYASAN ELEOS INDONESIA DESA SUKODADI KECAMATAN WAGIR KABUPATEN MALANG Ronasari Mahaji Putri, Susmini, Hari Sukamto Hadi...74-80 STUDI FENOMENOLOGI: POST TRAUMATIC GROWTH PADA ORANG TUA ANAK PENDERITA KANKER Zidni Nuris Yuhbaba, Indah Winarni, Retno Lestari...81-95 PERBEDAAN KEBERHASILAN TERAPI FIBRINOLITIK PADA PENDERITA ST-ELEVATION MYOCARDIAL INFARCTION (STEMI) DENGAN DIABETES DAN TIDAK DIABETES BERDASARKAN PENURUNAN ST-ELEVASI Ni Made Dewi W., Djanggan Sargowo, Tony Suharsono...96-10 www.jik.ub.ac.id 1

Jurnal Ilmu Keperawatan - Volume 5, No. 1 Mei 017

PERBEDAAN KEBERHASILAN TERAPI FIBRINOLITIK PADA PENDERITA ST-ELEVATION MYOCARDIAL INFARCTION (STEMI) DENGAN DIABETES DAN TIDAK DIABETES BERDASARKAN PENURUNAN ST-ELEVASI Ni Made Dewi Wahyunadi 1, Djanggan Sargowo, Tony Suharsono 3 1 Program Studi Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya Malang Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya Malang 3 Jurusan Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya ABSTRAK ST-elevation myocardial infarction (STEMI) adalah kondisi yang terjadi akibat rupturnya plak aterosklerosis yang menyebabkan oklusi total pada arteri koroner. Salah satu tindakan reperfusi yang dapat dilakukan pada pasien STEMI adalah pmberian fibrinolitik yang sebaiknya diberikan dalam waktu <1 jam setelah munculnya nyeri dada. Keberhasilan terapi fibrinolitik dapat dipengaruhi oleh beberapa hal salah satunya adalah pasien menderita diabetes atau tidak. Tujuan penelitian ini adalah membedakan keberhasilan terapi fibrinolitik pada penderita STEMI dengan diabetes dan tidak diabetes berdasarkan penurunan ST-elevasi. Metode dalam penelitian ini analitik observasional dengan pendekatan cross sectional prospective. Jumlah sampel 34 responden diambil dengan pendekatan consecutive sampling. Pengukuran dilakukan dengan cara observasi langsung ke pasien dan mengobservasi catatan rekam medis pasien STEMI dengan diabetes dan tidak diabetes di emergensi jantung PJT RSUP Sanglah Denpasar, ICCU RSUD Badung dan ICU BRSU Tabanan. Uji analisis yang digunakan untuk membedakan keberhasilan terapi fibrinolitik pada penderita STEMI dengan diabetes dan tidak diabetes adalah uji Fisher. Hasil analisis uji Fisher menunjukkan bahwa terdapat perbedaan keberhasilan terapi fibrinolitik yang signifikan pada pasien diabetes dan tidak diabetes (p<0.000), dimana keberhasilan terapi fibrinolitik pada pasien diabetes (10%) lebih sedikit dibandingkan pada pasien yang tidak diabetes (79%). Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan keberhasilan terapi fibrinolitik yang signifikan pada pasien diabetes dan tidak diabetes, dimana dalam penelitian ini keberhasilan terapi fibrinolitik ini kemungkinan juga dipengaruhi oleh waktu pemberian fibrinolitik dan faktor resiko STEMI lain yang dialami oleh pasien seperti hipertensi, obesitas, hiperlipidemia dan merokok. Kata kunci: STEMI, terapi fibrinolitik, diabetes dan tidak diabetes, penurunan ST-elevasi ABSTRACT ST-elevation myocardial infarction (STEMI) is a condition that occurs due to rupture of atherosclerotic plaque causing total occlusion in the coronary arteries. One of the reperfusion actions that can be performed in STEMI patients is fibrinolytic therapy which should be administered within <1 hours after the onset of chest pain. The success of fibrinolytic therapy can be influenced by several things such as patient suffered from diabetes or not. The aim of this study was to differentiate the success of fibrinolytic therapy in STEMI patients with diabetes and non-diabetes based on decreased of STelevation. Method of the research was analytic observasional with cross sectional prospective approach. The sample number was 34 respondents which taken with consecutive sampling approach. Measurements were made by direct observation to the patient and medical records of STEMI patients with diabetes and non-diabetes in emergency jantung PJT Sanglah Denpasar Hospital, ICCU Badung Hospital and ICU BRSU Tabanan. The analisis that used to differentiate the success of fibrinolytic therapy in STEMI patients with diabetes and not diabetes was Fisher test. The results of Fisher s test analysis showed that there were significant differences in the success of fibrinolytic therapy in patients with diabetes and non-diabetes (p <0.000) which is the success of fibrinolytic therapy in diabetic patients (10%) was lower than in non-diabetic patients (79%). The conclusion is there are significant differences in the success of fibrinolytic therapy in diabetic and non-diabetic patients. In this study the success of fibrinolytic therapy may also be influenced by the time of fibrinolytic administration and other STEMI risk factors such as hypertension, obesity, hyperlipidemia and smoking. Keywords: STEMI, fibrinolytic therapy, diabetic and non-diabetic, ST-elevation resolution Jurnal Ilmu Keperawatan Vol. 5 No. 1, Mei 017. Korespondensi: Ni Made Dewi Wahyunadi. Email: ni.made.dewi.wahyunadi@gmail.com No. HP.0813046066 Jurnal Ilmu Keperawatan - Volume 5, No. 1 Mei 017 96

PENDAHULUAN ST-elevation myocardial infarction (STEMI) merupakan bagian dari Sindrom Koroner Akut (SKA) yang pada umumnya diakibatkan oleh rupturnya plak aterosklerosis yang mengakibatkan oklusi total pada arteri koroner dan disertai dengan tanda dan gejala klinis iskemi miokard seperti munculnya nyeri dada, adanya J point yang persistent, adanya elevasi segmen ST serta meningkatnya biomarker kematian sel miokardium yaitu troponin (ctn) (Baliga et al. 014; Daga et al. 011; O Gara et al. 013). Studi yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 38% pasien SKA merupakan pasien STEMI (Mozaffarian et al. 015). Sedangkan berdasarkan Jakarta Acute Coronary Syndrome (JAC) Registry pada tahun 013 jumlah pasien STEMI di Jakarta mencapai 1.110 orang (Dharma et al. 015). STEMI merupakan penyakit kardiovaskuler penyebab kecacatan dan kematian terbesar di seluruh dunia. STEMI menyebabkan kematian 6%-14% dari jumlah total kematian pasien yang disebabkan oleh SKA (Widimsky et al. 01). Reperfusi merupakan tatalaksana utama yang dilakukan pada pasien yang mengalami STEMI. Salah satu tindakan reperfusi yang dapat dilakukan adalah pemberian terapi fibrinolitik segera dalam waktu <1 jam setelah munculnya nyeri dada (Pourmousavi et al. 015). Pemberian fibrinolitik pada pasien STEMI bertujuan untuk memperbaiki aliran darah dan mencegah meluasnya kematian sel miokardium (Masoomi et al. 01). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan fibrinolitik tidak selalu berhasil yang salah satu penyebabnya adalah karena pada pasien yang mengalami STEMI juga mengalami diabetes. Kegagalaan penurunan ST elevasi pada pasien STEMI dengan diabetes kemungkinan diakibatkan karena adanya gangguan mikrovaskuler (Pourmousavi et al. 015). Pada penelitian yang dilakukan oleh Masoomi et al. (01) didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan keberhasilan terapi fibrinolitik yang signifikan pada pasien STEMI dengan diabetes dan yang tidak diabetes. Pada penelitian yang dilakukan oleh Pourmousavi et al. (015) juga didapatkan bahwa tidak ada perbedaan keberhasilan terapi fibrinolotik yang signifikan pada pasien diabetes dengan yang tidak diabetes. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Masoomi et al. (01) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan keberhasilan yang signifikan antara pasien yang diabetes dengan yang tidak diabetes. Berdasarkan pemaparan diatas maka peneliti ingin mengetahui lebih lanjut mengenai perbedaan keberhasilan terapi fibrinolitik pada penderita STEMI dengan diabetes dan non diabetes berdasarkan penurunan STelevasi. METODE Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional prospective yang dilaksanakan di ruang emergensi jantung instalasi PJT RSUP Sanglah Denpasar Bali (8 orang), ICCU RSUD Badung (14 orang), dan ICU BRSU Tabanan (1 orang) pada bulan Mei-Juni 016, dengan jumlah sampel penelitian sebanyak 34 orang yang diambil meggunakan pendekatan consecutive sampling. www.jik.ub.ac.id 97

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah 1) Pasien yang diagnosa STEMI yang disertai diabetes maupun tidak diabetes (pasien dikatakan diabetes jika GDA pasien saat masuk ke rumah sakit?00mg/dl dan memiliki riwayat diabetes. Sedangkan dikatakan tidak diabetes jika GDA pasien <00mg/dl dan tidak memiliki riwayat diabetes), ) Usia 45-65 tahun (Middle age), 3) Pasien yang diberikan terapi fibrinolitik Streptokinase 1.500.000 unit dalam 1 jam. Kriteria eksklusi pasien STEMI yang mengalami alergi terhadap fibrinolitik. Pengambilan data dilakukan dengan cara observasi langsung ke pasien dan mengobservasi catatan rekam medis pasien STEMI dengan diabetes dan tidak diabetes. Pengambilan data variabel keberhasilan terapi fibrinolitik dilakukan dengan mengukur persentase penurunan ST-elevasi dari rekaman EKG pasien yang dilakukan kali yaitu sebelum terapi fibrinolitik dan 60 menit setelah pemberian terapi fibrinolitik. Perhitungan keberhasilan terapi fibrinolitik berdasarkan selisih tinggi (penurunan) STelevasi = penjumlahan tinggi ST-elevasi tertinggi dari setiap lead sebelum terapi fibrinolitik - penjumlahan tinggi ST-elevasi tertinggi dari setiap lead sesudah terapi fibrinolitik). Persentase (%) penurunan ST elevasi = penurunan ST elevasi: penjumlahan tinggi ST-elevasi dari setiap lead sebelum terapi fibrinolitik x 100. Kemudian dikategorikan menjadi 50% (berhasil) dan <50% (gagal). HASIL Tabel 1. menunjukkan bahwa pada penelitian ini respnden dengan jenis kelamin pria lebih banyak dibandingkan dengan wanita, dimana pada pasien STEMI dengan diabetes 90%nya adalah pasien pria dan pada pasien yang tidak diabetes 79% adalah pria. Kemudian pada pasien STEMI dengan diabetes, terapi fibrinolitik paling banyak diberikan dalam rentang waktu >6-1 jam (90%) dan pasien STEMI yang tidak diabetes mendapatkan terapi fibrinolitik paling banyak dalam rentang waktu 3-6 jam (4%). Dari semua pasien STEMI dngan diabetes, 70% pasien memiliki faktor resiko STEMI ³3, sedangkan 30%nya memiliki faktor resiko STEMI <3. Pada pasien yang tidak diabetes 13% memiliki memiliki faktor resiko STEMI ³3, sedangkan 87% memiliki faktor resiko <3. Tabel 1. Karakteristik Pasien STEMI dengan Diabetes dan Tidak Diabetes Karakteristik Jenis kelamin Pria Wanita Waktu pemberian fibrinolitik <3 jam 3-6 jam >6-1 jam Tekanan darah Hipertensi Tidak hipertensi IMT Obesitas Tidak obesitas Kolesterol Hiperlipidemia Tidak hiperlipidemia Kebiasaan Merokok Merokok Tidak merokok Jumlah faktor resiko 3 Faktor resiko 3 Faktor resiko <3 Diabetes N=10 (%) 90 10 0 10 90 60 40 0 80 50 50 70 30 70 30 Tidak Diabetes N=4 (%) 79 1 37 4 1 4 58 4 96 9 71 9 71 13 87 Jurnal Ilmu Keperawatan - Volume 5, No. 1 Mei 017 98

Dari tabel. dapat dilihat bahwa dalam penelitian ini pasien tidak diabetes paling banyak mengalami STEMI anterior dan tidak ada yang mengalami STEMI anterolateral inferior. Sedangkan pada pasien yang diabetes paling banyak mengalami STEMI inferior dan yang paling sedikit adalah STEMI anterolateral inferior. Tabel. Letak STEMI pada Diabetes dan Tidak Diabetes Karakteristik Letak STEMI Anterior (V1-V6) Inferior (II, III, AVF) Anterolateral (V1-V6, I, AVL) Anterior Inferior (V1 -V6, II, III, AVF) Anterolateral inferior (V1 -V6, I, AVL, II, III, AVF) Berdasarkan uji Fisher pada tabel 3. dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan keberhasilan terapi fibrinolitik yang signifikan pada pasien diabetes dan tidak diabetes (p<0.000), dimana pada pasien STEMI yang tidak diabetes keberhasilan terapi fibrinolitik lebih banyak yaitu 79%, sedangkan pada pasien STEMI dengan diabetes tingkat kegagalannyalah yang lebih banyak yaitu 90%. PEMBAHASAN Diabe tes N=10 Tidak Diabetes N=4 Tabel 3. Perbedaan penurunan ST-elevasi pada Pasien Diabetes dan Tidak Diabetes 50% <50% p (berhasil) (gagal) Diabetes 10% 90% <0.000 Non Diabetes 79% 1% Dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan keberhasilan 3 1 13 8 1 0 terapi fibrinolitik yang signifikan pada pasien STEMI dengan diabetes dan tidak diabetes. Adapun penelitian yang mendukung hasil penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Saleem et al. (016) yang juga menunjukkan hal yang sama yaitu terdapat perbedaan keberhasilan terapi fibrinolitik yang signifikan (p<0.001) antara pasien STEMI dengan diabetes dan yang tidak diabetes. Sependapat dengan itu, dalam penelitian yang dilakukan oleh Bhat dan Carvalho (014) juga menunjukkan hal yang sama yaitu diabetes (p=0,05) berpengaruh terhadap kegagalan terapi fibrinolitik secara signifikan. Penelitian lain yang mendukung penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Masoomi et al. (01), dimana tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui perbandingan efek trombolitik streptokinase pada pasien STEMI dengan diabetes dan tidak diabetes. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terjadi perbedaan yang signifikan dalam penurunan ST elevasi pada pasien STEMI dengan diabetes dan yang tidak diabetes, dimana penurunan segmen ST secara komplit pada pasien diabetes sebesar 31,6% dan pada pasien tidak diabetes terjadi penurunan segmen ST secara komplit sebesar 51,0% (p<0,005). Sedangkan kegagalan penurunan segmen ST pada pasien dengan diabetes sebesar 7,8%, dan kegagalan penurunan segmen ST pada pasien tidak diabetes yaitu sebesar 9,0%. Hal ini menunjukkan bahwa persentase kegagalan terapi fibrinolitik terjadi lebih besar pada pasien dengan diabetes. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zahid et al. (01) yang www.jik.ub.ac.id 99

menunjukkan bahwa keberhasilan terapi fibrinolitik tidak berbeda secara signifikan antara pasien yang diabetes dengan yang tidak diabetes, dimana didapatkan bahwa pada pasien diabetes angka keberhasilan terapi fibrinolitik lebih rendah (45%) dibandingkan dengan angka kegagalannya (55%) namuntidak berbeda secara signifikan. Selain itu dalam penelitian yang dilakukan oleh Pourmousavi et al. (015) menunjukkan keberhasilan penurunan ST elevasi terjadi sebanyak 48,5% pada pasien diabetes dan 45,5% terjadi pada pasien yang tidak diabetes, dimana antara pasien yang diabetes dan yang tidak diabetes tidak memiliki perbedaan yang signifikan dalam merespon streptokinase. Lain halnya dengan hasil penelitian yang ditunjukkan oleh Sultana et al. (010), dimana tujuan penelitiannya adalah untuk mengukur besarnya penurunan ST elevasi setelah pasien diberikan fibrinolitik. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa diabetes (p<0,001) secara signifikan mempengaruhi keberhasilan terapi fibrinolitik, dimana pada pasien yang diabetes angka keberhasilan terapi fibrinolitik justru lebih tinggi dibandingkan pada pasien yang tidak diabetes. Beberapa penelitian menyatakan bahwa mekanisme diabetes dalam mempengaruhi keberhasilan reperfusi masih belum jelas, namun berdasarkan penelitian Pundolfi et al. yang dilakukan pada tikus dalam Kocas et al. (015) menunjukkan bahwa pada tikus yang mengalami hiperglikemia akut akan terjadi penurunan tissue plasminogen activator dan juga akan terjadi peningkatan level plasminogen activator-inhibitor sehingga resiko pembentukan trombus meningkat. Selama dilakukan uji toleransi glukosa oral pada tikus, hiperglikemia akut menyebabkan memendeknya waktu paruh fibrinogen, meningkatkan agregasi platelet, dan meningkatkan level fragmen protrombin dan juga meningkatkan faktor VII. Hal inilah yang diperkirakan menyebabkan disfungsi mikrovaskuler dan kemungkinan juga bertanggung jawab atas kegagalan terapi trombolisis. Mendukung pendapat tersebut Zarris et al. dalam Pourmousavi et al. (015) juga menyampaikan bahwa penurunan ST-elevasi akan terjadi lebih lama pada pasien yang menderita diabetes. Dimana Angela et al. dalam Pourmousavi et al. (015) juga menyatakan bahwa walaupun kepatenan arteri sama-sama terjadi pada pasien diabetes dan tidak diabetes yang diberikan fibrinolitik namun penurunan ST-elevasi lebih sedikit terjadi pada pasien yang menderita diabetes. Mereka menyimpulkan bahwa diabetes kemungkinan berkontribusi pada terjadinya kerusakan mikrovaskuler yang mengganggu perfusi miokard sehingga menyebabkan kegagalan penurunan STelevasi dan buruknya prognosis pada pasien STEMI yang memiliki diabetes. Bhat dan Carvalho (014) menambahkan bahwa pada pasien diabetes sensasi miokard akan berkurang terhadap adanya injuri yang menyebabkan pasien terlambat menyadari gejala sehingga waktu pain to needle pun semakin memanjang dan dalam hal ini kegagalan terapi fibrinolitik diperkirakan berhubungan dengan memanjangnya waktu onset nyeri sampai terapi fibrinolitik. Pada penelitian ini didapatkan bahwa keberhasilan terapi fibrinolitik lebih banyak Jurnal Ilmu Keperawatan - Volume 5, No. 1 Mei 017 100

pada pasien STEMI yang tidak diabetes dibandingkan dengan yang diabetes. Hal ini kemungkinan terjadi karena pasien yang tidak diabetes lebih banyak diberikan terapi fibrinolitik <3 jam (37%) dan 3-6 jam (4%), kemudian 87% pasien memiliki faktor resiko <3 dimana 58% pasien STEMI tidak diabetes tidak disertai hipertensi, 96% pasien tidak disertai obesitas, 71% pasien tidak disertai hiperlipidemia, dan 71% pasien tidak merokok. Serta letak STEMI pada pasien yang tidak diabetes lebih banyak pada anterior dan inferior. Sedangkan yang menyebabkan angka kegagalan lebih besar pada pasien diabetes adalah 90% pasien mendapatkan terapi fibrinolitik >6-1 jam, 70% pasien miliki faktor resiko 3, dimana 60% pasien disertai dengan hipertensi, dan 70% pasien disertai merokok. KESIMPULAN Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan bahwa terdapat perbedaan keberhasilan terapi fibrinolitik yang signifikan antara penderita STEMI dengan diabetes dan tidak diabetes berdasarkan penurunan ST-elevasi, dimana jumlah keberhasilan penurunan ST-elevasi pasien yang tidak diabetes lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang diabetes. DAFTAR PUSTAKA Baliga, R. R, Bahl, V. K, Alexander, T, Mullasari, A, Manga, P, Dec, G. W, & Narula, J. (014). Management of STEMI in Low- and Middle-Income Countries. Global Heart 9(4), 469-510 Bhat, S., & Carvalho, N. (014). Reperfusion failure: a study using electrocardiographic criteria. International Journal of Clinical Trials, 3 9. http://doi.org/10.5455/349-359.ijct014050 Daga, L. C., Kaul, U., & Mansoor, A. (011). Approach to STEMI and NSTEMI. J Assoc Physicians India, 59(Suppl), 19 5. Dharma, S., Andriantoro, H., Dakota, I., Purnawan, I., Pratama, V., Isnanijah, H., others. (015). Organisation of reperfusion therapy for STEMI in a developing country. Open Heart, (1), 1-7. Kocas, C., Abaci, O., Halil, G. S., Arslan, S., Cetinkal, G., Bostan, C., Ersanli, M. (015). Admission Hyperglycemia Is Associated with Failed Reperfusion Following Fibrinolytic Therapy in Patients with STEMI: Results of a Retrospective Study. American Journal of Cardiovascular Drugs, 15(1), 35 4. http://doi.org/ 10.1007/s4056-014-0097-9 Masoomi, M., Samadi, S., & Sheikhvatan, M. (01). Thrombolytic effect of streptokinase infusion assessed by STsegment resolution between diabetic and non-diabetic myocardial infarction patients. Cardiology Journal, 19(), 168 173. http://doi.org/10.5603/cj.01.009 Mozaffarian, D, Benjamin, E. J, Go, A. S, Arnett, D. K, Blaha, M. J, Cushman, M,... Turner, M. B. (015). Heart Disease and Stroke Statistics 015 Update: A Report From the American Heart Association. Circulation, 131, 9-3. doi: 10.1161/ CIR.000000000000015 O Gara, P.T., Kushner, F.G., Ascheim, D.D., Casey Jr, D.E., Chung, M.K., de Lemos, J.A.,... Zhao, D.X.. (013). ACCF/AHA www.jik.ub.ac.id 101

Guideline for the Management of ST- Elevation Myocardial Infarction. A Report of the American College of Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines. Journal of the American College of Cardiology, 61(4), 78-140. Pourmousavi, M. M., Tajlil, A., Rahimi Darabad, B., Pourmousavi, L., Pourafkari, L., & Ghaffari, S. (015). The impact of diabetes on electrocardiographic ST resolution and clinical outcome of acute ST elevation myocardial infarction following fibrinolytic therapy. Cor et Vasa. Saleem, S., Khan, A., & Shafiq, I. (1969). Post thrombolytic resolution of ST elevation in STEMI patients admitted to cardiology unit of a tertiary care hospital. Pakistan Journal of Medical Sciences, 3(1). http:/ /doi.org/10.1669/pjms.31.8974 Sultana, R., Sultana, N., Rasheed, A., Rasheed, Z., Ahmed, M., Ishaq, M., & Samad, A. (010). Door to needle time of streptokinase and ST segment resolution assessing the efficacy of reperfusion therapy at Karachi Institute of Heart Diseases. J Ayub Med Coll Abbottabad, (1), 66 69. Widimsky, Petr, Kala, Petr, and Rokyta, Richard. (01). Summary of the 01 ESC Guidelines for the management of acute myocardial infarction in patients presenting with ST-segment elevations. Prepared by the Czech Society of Cardiology. Cor et Vasa, 54(5), e73-e89. doi: http:// dx.doi.org/10.1016/j.crvasa.01.09.001 Zahid, S. A., Khan, H. S., Shehzad, K., Kayani, A. M., Javed, A., & Azad, A. S. (01). Door to Needle Time and its Impact on Successful Thrombolysis. Journal of Rawalpindi Medical College (JRMC), 16(1), 3 5. Jurnal Ilmu Keperawatan - Volume 5, No. 1 Mei 017 10