I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Ketela pohon atau ubi kayu dengan nama latin Manihot utilissima merupakan salah satu komoditas pangan penting di Indonesia selain tanaman padi, jagung, kedelai, kacang tanah, dan kacang hijau. Hal ini dikarenakan ketela pohon dapat digunakan sebagai bahan pangan, pakan ternak, serta bahan baku industri baik hulu maupun hilir. Menurut Lingga (1986) ketela pohon memiliki beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan tanaman lain yaitu ketela pohon dapat tumbuh di lahan kering dan kurang subur, memiliki daya tahan terhadap penyakit yang relatif tinggi, memiliki masa panen yang tidak terlalu diburu waktu sehingga bisa dijadikan lumbung hidup yakni dibiarkan pada tempatnya untuk beberapa minggu, selain itu daun dan umbinya juga dapat diolah menjadi aneka makanan. Ketela pohon merupakan salah satu sumber energi karena kaya akan karbohidrat. Selain karbohidrat kandungan gizi yang terdapat di ketela pohon antara lain protein, lemak, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B1, vitamin C, serta air. Dengan demikian ketela pohon juga dapat digunakan sebagai bahan substitusi padi yang merupakan bahan makanan pokok sebagian besar masyarakat di Indonesia. Selain itu ketela pohon juga dapat digunakan sebagai bahan diversifikasi pangan yang akhir-akhir ini digalakan oleh pemerintah, yang salah satu tujuannya untuk mewujudkan ketahanan pangan serta sebagai usaha untuk menurunkan tingkat konsumsi beras. Dengan demikian apabila komoditas ketela pohon tersebut dikembangkan dengan baik maka dapat membuka lapangan pekerjaan sehingga dapat mengurangi pengangguran dan dapat meningkatkan pendapatan petani, daerah, maupun nasional. Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu kabupaten di Indonesia dengan produksi ketela pohon yang cukup melimpah. Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Kabupaten Gunungkidul, Supriyadi, mengatakan bahwa produksi ketela pohon dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2013 produksi ketela pohon mencapai sekitar 1 juta ton dengan luas lahan sekitar 55.000 hektar. Berdasarkan data dari BPS Kabupaten Gunungkidul diperoleh produksi tiap komoditas pertanian dari setiap kecamatan ditunjukkan pada tabel 1.1. 1
Tabel 1.1. Produksi Komoditas Pertanian Menurut Kecamatan Tahun 2012 (ton) di Kabupaten Gunungkidul Sumber : BPS Kabupaten Gunungkidul, 2012 Produktivitas yang tinggi tersebut tidak sebanding dengan pendapatan yang akan diterima petani, hal ini dikarenakan harga ketela pohon yang fluktuatif dan cenderung rendah, tidak adanya kepastian harga pasar, serta posisi tawar petani yang lemah. Harga ketela pohon jika dijual dalam keadaan segar berkisar antara Rp 1.000,00 hingga Rp 1.200,00 tiap kilogram. Nilai ekonomis ketela pohon perlu ditingkatkan sebagai suatu upaya untuk meningkatkan nilai tambah (added value) ketela pohon menjadi berbagai macam produk olahan. Salah satu alternatif produk pengolahan dari ketela pohon yang akhir-akhir ini digalakan oleh pemerintah yaitu pengolahan ketela pohon menjadi tepung yang disebut dengan mocaf. MOCAF atau Modified Cassava Flour merupakan produk tepung yang berasal dari ketela pohon yang diproses menggunakan prinsip memodifikasi sel ketela pohon secara fermentasi. Tepung mocaf juga mempunyai beberapa keunggulan antara lain kandungan serat terlarut (soluble fiber) lebih tinggi daripada tepung gaplek, kandungan mineral (kalsium) lebih tinggi jika dibandingkan 2
dengan padi dan gandum, oligasakarida penyebab flatulensi sudah terhidrolisis, mempunyai daya kembang yang setara dengan gandum tipe II (kadar proteinnya menengah), serta mempunyai daya cerna yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tepung tapioka gaplek (Nelson, 2013). Tepung mocaf dapat digunakan sebagai bahan baku baik substitusi maupun secara keseluruhan untuk berbagai produk bakery misalnya kue kering, kue basah, dan roti tawar. Selain itu tepung mocaf juga dapat digunakan dalam pembuatan bihun, mie, dan campuran produk lain berbahan baku gandum atau tepung beras. Tepung mocaf dapat digunakan sebagai bahan pengganti tepung terigu atau sebagai campuran tepung terigu sebesar 30%-100%. Selain itu juga dapat menekan biaya konsumsi terhadap tepung terigu sebesar 20%-30%. Usaha yang biasanya mengolah bahan baku menjadi suatu produk yang mempunyai nilai tambah biasanya dapat berupa usaha kecil yang skala produksinya rumahan hingga usaha dengan skala produksi yang besar. UKM merupakan salah satu jenis usaha yang mengolah bahan baku menjadi suatu produk dan merupakan jenis usaha yang paling banyak jumlahnya di Indonesia. UKM dapat didefinisikan sebagai sebuah perusahaan baik berbadan hukum maupun tidak yang memiliki tenaga kerja 1-100 orang bahkan lebih, milik WNI (Warga Negara Indonesia), dengan total penjualan maksimal 1 milyar per tahun. Kriteria UKM menurut Undang-Undang No 1. Tahun 1995 yaitu : a. Kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,00. c. Milik Warga Negara Indonesia (WNI). d. Berdiri sendiri, bukan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki atau dikuasai perusahaan besar. e. Bentuk usaha orang per orang, badan usaha berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum, termasuk koperasi. f. Usaha sektor industri memiliki total asset maksimal Rp 5.000.000.000,00. g. Untuk sektor yang bukan industri memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 600.000.000,00 ( tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) atau 3
memiliki hasil penjualan tahunan Rp 3.000.000.000,00 pada usaha yang dibiayai. Peran UKM bagi perekonomian nasional sangat besar antara lain yaitu sebagai penyedia barang dan jasa, penyerap tenaga kerja, pemerataan pendapatan, nilai tambah bagi produk daerah, serta peningkatan taraf hidup. Berdasarkan paparan I Wayan Dipta Deputi Bidang Pengkajian Sumber Daya UMKM Kementerian Koperasi dalam (Kompas, 2013) mengatakan bahwa pertumbuhan UMKM pada kurun waktu tahun 2009-2013 sebesar 2,3% per tahun. Usaha mikro, kecil, dan menengah di Indonesia memiliki peran strategis. Per akhir tahun 2012, jumlah UMKM di Indonesia 56,53 juta unit dengan kontribusi terhadap produk domestik bruto sebesar 59,08%. Kontribusi UMKM terhadap penyerapan tenaga kerja sekitar 97,16% atau 107 juta orang. Namun dengan segala peran strategis tersebut hanya 20% dari total UMKM yang sudah terakses kredit bank (Caksamsul, 2013). Salah satu UKM yang terdapat di Kabupaten Gunungkidul yang bergerak dalam industri pengolahan ketela pohon menjadi produk yang bernilai lebih tinggi yaitu UKM Putri 21 yang berlokasi di Kecamatan Playen. UKM Putri 21 merupakan salah satu UKM yang mengembangkan dan memanfaatkan ketela pohon sebagai bahan baku local yang kemudian dengan berbagai inovasi dan kreatifitasnya ketela pohon tersebut diubah menjadi produk yang bernilai lebih tinggi. Setiap bulannya produksi yang dihasilkan oleh UKM Putri 21 antara lain : tepung mocaf 1,5 ton per bulan, tepung pisang 300 kg per bulan, tepung ubi jalar 200 kg per bulan, serta tepung jagung dan yang lainnya dengan rata-rata 100-150 kg per bulan. Kegunaan dari tepung mocaf tersebut sebagai pengganti tepung terigu dan juga sebagai bahan baku untuk membuat roti basah, mie, kerupuk, dan lain sebagainya. Mie merupakan produk unggulan yang diproduksi oleh UKM Putri 21. Hal ini dikarenakan produk mie menggunakan tepung mocaf sebagai bahan baku sehingga mempunyai ciri khas dibandingkan dengan produk mie yang lain. Mie merupakan salah satu makanan yang digemari oleh masyarakat Indonesia, terutama untuk produk mie instan. Tingginya permintaan akan mie yang berbahan baku tepung terigu tidak sesuai dengan bahan baku yang tersedia. Semakin meningkat permintaan mie maka semakin meningkat pula permintaan impor akan tepung terigu, oleh karena itu agar impor dapat dikurangi maka perlu adanya substitusi terhadap 4
tepung terigu menjadi tepung mocaf sebagai bahan bakunya. Berdasarkan pada uraian sebelumnya maka dapat diketahui bahwa adanya peluang usaha bagi UKM untuk mengembangkan usaha terutama produk mie, sehingga perlu adanya suatu strategi pengembangan dari UKM tersebut agar usahanya dapat lebih luas dan berkembang yang dapat ditinjau dari segi biaya dan pendapatannya serta aspek kekuatan, kelemahan, peluang dan ancamannya. 2. Rumusan Masalah UKM Putri 21 merupakan salah satu UKM di Kabupaten Gunungkidul yang bergerak dalam industri pengolahan makanan yang menggunakan ketela pohon sebagai bahan bakunya yang diolah menjadi produk yang bernilai lebih tinggi. Hasil olahan UKM Putri 21 yang dijual di pasaran antara lain : mie dari tepung mocaf dengan berbagai macam rasa sayuran sebagai produk yang diunggulkan, tepung mocaf, tiwul instan, gatot instan, aneka kue kering dan kue basah yang semuanya berbahan dasar tepung mocaf. Bahan baku yang berupa tepung mocaf diperoleh dari beberapa kelompok tani dan gabungan kelompok tani yang berada di Kabupaten Gunungkidul. Dalam pemasaran produknya terutama untuk produk mie biasanya dipasarkan di rumah produksi, beberapa toko dan penjualan melalui online. Pemasaran dari produk ini hingga ke luar kota. Selain itu dengan penggunaan tepung mocaf sebagai bahan bakunya maka terdapat beberapa keunggulan dibandingkan dengan bahan baku yang berasal dari tepung terigu yaitu produk ini rendah gluten. Dengan demikian produk mie ini lebih aman untuk dikonsumsi para penderita diabetes dan anak-anak penderita autis. Dengan adanya keunggulan produk tersebut maka UKM Putri 21 berpotensi untuk dikembangkan yang dilihat dari berbagai aspek baik dari lingkungan internal yang berupa aspek finansial maupun lingkungan eksternalnya. Berdasarkan uraian tersebut, timbul beberapa pertanyaan antara lain : a. Bagaimana tren penjualan produk mie pada UKM Putri 21 terutama untuk produk mie? Apakah tren nya meningkat atau menurun sehingga produk tersebut layak untuk dikembangkan atau tidak? b. Bagaimana dengan nilai tambah untuk produk mie pada UKM Putri 21? 5
c. Bagaimana dengan nilai BEP untuk produk mie pada UKM Putri 21? Apakah usaha produk mie tersebut layak untuk dikembangkan? d. Bagaimana kinerja keuangan UKM Putri 21 terutama pada produk mie? e. Bagaimana kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dihadapi oleh UKM Putri 21 dalam pengembangan usahanya? 3. Tujuan Penelitian a. Mengetahui tren penjualan produk mie pada UKM Putri 21 b. Mengetahui nilai tambah produk mie yang diproduksi oleh UKM Putri 21 c. Mengetahui nilai BEP pada produk mie UKM Putri 21 d. Mengetahui kinerja keuangan produk mie pada UKM Putri 21 e. Menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dihadapi oleh UKM Putri 21 dalam pengembangan usahanya 4. Manfaat Penelitian a. Bagi instansi terkait penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan dalam upaya pengembangan usaha khususnya yaitu pada UKM Putri 21. b. Bagi masyarakat dan pihak lain sebagai tambahan informasi bagi penelitian mengenai analisis pendapatan dan strategi pengembangan usaha menggunakan analisis SWOT. c. Bagi peneliti sebagai pemenuhan syarat dalam mencapai derajat Sarjana Pertanian Strata 1 (S1) di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada serta untuk mengembangkan kemampuan akademik dan menambah pengetahuan mengenai analisis pendapatan dan strategi pengembangan usaha menggunakan analisis SWOT di UKM Putri 21 Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul. 6