BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyaknya faktor-faktor yang dapat menurunkan kekebalan tubuh

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penggunaan obat-obat kemoterapi seperti doxorubicin memiliki efek

HASIL DAN PEMBAHASAN

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara empiris dapat mengobati berbagai macam penyakit. Tumbuh subur pada

BAB I PENDAHULUAN. yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja dibudidayakan. Sejak zaman

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting sehingga mampu menghadapi serangan zat asing seperti

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur

SEL SISTEM IMUN SPESIFIK

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. (Baratawidjaja & Rengganis, 2004). Sistem imun melindungi tubuh dari masuknya

BAB I PENDAHULUAN. Sistem imunitas didalam tubuh manusia merupakan satu kesatuan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray].

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan dan manfaat tanaman mahkota dewa. Sistematika tanaman mahkota dewa adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS

Tahapan Respon Sistem Imun Respon Imune Innate Respon Imunitas Spesifik

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas

7.2 CIRI UMUM SITOKIN

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tumbuhan Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tumbuhan Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

FIRST LINE DEFENCE MECHANISM

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age

BAB 5 PEMBAHASAN. Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cukup populer saat ini dan penggunaannya mulai meningkat. Salah satu

BAB PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Imunologi imunitas alami dan imunitas perolehan.

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam)

Sistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus

Respon imun adaptif : Respon humoral

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiki 2 sistem imun yaitu sistem imun bawaan. (innate immunity) dan sistem imun adaptif (adaptive

BAB I PENDAHULUAN. supaya tidak terserang oleh penyakit (Baratawidjaja, 2000). keganasan terutama yang melibatkan sistem limfatik (Widianto, 1987).

tua dan sel yang bermutasi menjadi ganas, merupakan bahan yang tidak diinginkan dan perlu disingkirkan. Lingkungan disekitar manusia mengandung

SISTEM PERTAHANAN TUBUH

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A)

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara menempati urutan pertama pada wanita setelah kanker leher

Imunisasi: Apa dan Mengapa?

BAB I PENDAHULUAN. maupun negara berkembang. Dewasa ini para sarjana kedokteran telah

Sistem Imun. Leukosit mrpkn sel imun utama (disamping sel plasma, 3. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar: Struktur Antibodi

Imunologi Agung Dwi Wahyu Widodo

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika dari tumbuhan Keladi Tikus adalah sebagai berikut : Spesies : Typhonium flagelliforme (Anonim, 2009)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Sistem Imun BIO 3 A. PENDAHULUAN SISTEM IMUN. materi78.co.nr

MATURASI SEL LIMFOSIT

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

MEKANISME RESPON IMUN TERHADAP KANKER PAYUDARA

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen,

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Alergi terjadi akibat adanya paparan alergen, salah satunya ovalbumin.

Mekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. obat-obatan kimiawi. Dewasa ini, pemberian agen kemoterapi masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. patogen di lingkungan, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit yang dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

2 Sebutkan macam-macam klas sel limfosit dan apa fungsi dasar masingmasing limfosit tersebut

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebetulnya secara alami tubuh mempunyai sel-sel yang dapat memelihara sistem

BAB I PENDAHULUAN. infeksi setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Berdasarkan hasil Survei

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 3 penyakit menyular setelah TB dan Pneumonia. 1. Diare dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, salah satunya infeksi bakteri.

BAB I PENDAHULUAN. mengenai saluran cerna. Diagnosis demam tifoid bisa dilakukan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sirih merah merupakan salah satu tanaman yang sudah dikenal luas di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sirih merah (Piper crocatum) termasuk dalam famili Piperacae,

RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem imun berfungsi dalam pertahanan tubuh untuk melawan mikroba

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ketika tubuh terpajan oleh suatu antigen atau benda asing,

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009).

HASIL DAN PEMBAHASAN

RPKPS Rencana Program Kegiatan Pembelajaran Semester Dan Bahan Ajar IMUNUNOLOGI FAK Oleh : Dr. EDIATI S., SE, Apt

Pengobatan yang menggunakan bagian tertentu dari sistem imun untuk menyembuhkan penyakit. Sering disebut juga biologic therapy atau biotherapy.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyaknya faktor-faktor yang dapat menurunkan kekebalan tubuh seseorang, seperti tingginya tingkat polusi, perubahan gaya hidup dan pola makan, banyaknya wabah penyakit, dan perubahan cuaca meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatan (Suhirman & Winarti, 2010). Tidak hanya faktor-faktor tersebut, banyaknya unsur patogen, seperti bakteri, virus, fungi, protozoa, dan parasit di lingkungan sekitar dapat memicu terjadinya infeksi pada tubuh manusia. Makhluk hidup di bumi berevolusi dan berkembang menghasilkan berbagai macam sistem pertahanan tubuh untuk menghindari serangan dari berbagai macam agen penginfeksi, seperti bakteri, fungi, protozoa, dan virus (Shen & Louie, 2005). Oleh karena itu, dibutuhkan suatu mekanisme pertahanan tubuh yang mampu melawan agen penginfeksi dengan suatu sistem imun (Roitt, 2001). Sistem imun tubuh berfungsi sebagai pertahanan saat menghindar dari serangan mikroorganisme patogen dan kanker. Selain itu, sistem imun juga mampu mengenali dan mengeliminasi berbagai sel dan molekul yang dianggap asing bagi tubuh. Secara umum, sistem imun bekerja dengan dua cara, yaitu mengenali dan merespon. Setelah mengenali senyawa atau mikroorganisme asing yang masuk ke dalam tubuh, sistem imun akan mengeliminasi sel dan molekul yang sesuai untuk 1

merespon yang disebut respon efektor. Respon efektor berfungsi untuk mengenali dan memusnahkan senyawa atau mikroorganisme asing tersebut (Kindt dkk., 2006). Obat yang dapat mempengaruhi sistem imun tubuh digunakan sebagai terapi penyakit imunologi, seperti alergi, defisiensi imun, dan transplantasi (Shen & Louie, 2005). Indonesia merupakan negara megabiodiversitas kedua setelah Brazil. Keanekaragaman hayati bisa dimanfaatkan sebagai sumber obat-obatan, terutama pengobatan tradisional. Suatu tanaman terdiri atas berbagai macam senyawa kimia yang belum ataupun telah diketahui khasiatnya. Senyawa kimia tersebut merupakan dasar dalam komposisi suatu obat yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, dan peningkatan kesehatan (Suhirman & Winarti, 2010). Di antara berbagai macam tumbuhan yang terdapat di Indonesia, umbi keladi tikus (Typhonium flagelliforme (Lodd.) Blume) dan meniran (Phyllanthus niruri L.) berpotensi sebagai senyawa imunomodulator. Umbi keladi tikus mengandung flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan (Farkas, 2014; Sukardi, 2011). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap ekstrak umbi keladi tikus dengan penggunaan obat kemoterapi cyclophosphamide (CPA) pada tikus menunjukkan bahwa ekstrak keladi tikus mampu meningkatkan proliferasi limfosit, meningkatkan jumlah makrofag, dan meningkatkan aktivitas makrofag dalam memfagositasi lateks (Nurrochmad dkk., 2015).

Tumbuhan meniran mengandung senyawa fenolik yang berperan penting dalam menghambat invasi, migrasi, dan adhesi sel kanker bersama dengan induksi apoptosis sehingga meniran berpotensi sebagai agen imunomodulator (Lee dkk., 2011). Pengaruh meniran pada respon imun nonspesifik, yaitu mampu meningkatkan kemotaksis makrofag (Barbour dkk., 2004). Pada penelitian yang menguji pengaruh pemberian meniran pada mencit Balb/c yang diinfeksi Salmonella typhimurium, dapat diketahui bahwa pada hewan uji yang dipejankan dengan meniran memiliki indeks fagositosis yang lebih tinggi daripada yang tidak dipejankan meniran (Galuh, 2008). Pemberian meniran mampu meningkatkan respon imunitas seluler, yaitu meningkatkan sekresi IL-2 dan IL-10 sehingga terjadi peningkatan proliferasi sel limfosit. Pada respon imunitas humoral, meniran mampu meningkatkan produksi IgM dan IgG (Sunarno, 2009). Pada penelitian yang dilakukan oleh Aldi dkk. (2013) dengan parameter uji kecepatan fagositosis, peningkatan jumlah sel limfosit, dan peningkatan bobot limpa, diketahui bahwa meniran pada dosis 100 mg/kg BB memiliki aktivitas imunostimulan yang tinggi. B. Rumusan Masalah 1. Apakah kombinasi ekstrak umbi keladi tikus (Typhonium flagelliforme (Lodd.) Blume) dan meniran (Phyllanthus niruri L.) dapat memberikan efek imunomodulator dengan parameter fagositosis makrofag, proliferasi limfosit, dan titer antibodi?

2. Berapa dosis optimum yang dibutuhkan kombinasi ekstrak umbi keladi tikus (Typhonium flagelliforme (Lodd.) Blume) dan meniran (Phyllanthus niruri L.) agar memberikan hasil maksimal terhadap fagositosis makrofag, proliferasi limfosit, dan titer antibodi? C. Tujuan penelitian 1. Tujuan Umum Mengevaluasi efek imunomodulator yang dihasilkan dari kombinasi ekstrak keladi tikus (Typhonium flagelliforme (Lodd.) Blume) dan ekstrak meniran (Phyllanthus niruri L.) terhadap proliferasi limfosit, fagositosis makrofag, dan titer antibodi. 2. Tujuan Khusus Mengetahui dosis optimum yang dihasilkan dari kombinasi ekstrak umbi keladi tikus (Typhonium flagelliforme (Lodd.) Blume) dan ekstrak meniran (Phyllanthus niruri L.) terhadap proliferasi limfosit, fagositosis makrofag, dan titer antibodi. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi efek imunomodulator yang dihasilkan dari kombinasi ekstrak keladi tikus (Typhonium flagelliforme (Lodd.) Blume) dan ekstrak meniran (Phyllanthus niruri L.) terhadap proliferasi limfosit,

fagositosis makrofag, dan titer antibodi. Selain itu, dengan penelitian ini diharapkan akan diketahui dosis yang dapat menghasilkan efek imunomodulator secara optimal dari kombinasi ekstrak keladi tikus dan ekstrak meniran. E. Tinjauan Pustaka 1. Sistem Imun Tubuh dilindungi dari berbagai agen infeksi dan senyawa berbahaya lainnya seperti toksin oleh berbagai sel efektor dan molekul yang bekerja bersama-sama dalam suatu sistem yang disebut sistem imun (Murphy, 2011). Sistem imun mampu menghasilkan berbagai sel dan molekul yang mampu mengenali dan mengeliminasi mikroorganisme dan senyawa asing dalam jumlah yang tak terbatas (Kindt dkk., 2006). Sistem imun terdiri atas sistem imun nonspesifik/alami/nonadaptif/innate dan sistem imun spesifik/adaptif/acquired. Mekanisme imunitas spesifik bekerja lebih lambat dibandingkan dengan imunitas nonspesifik. a. Sistem imun nonspesifik Sistem imun nonspesifik adalah komponen normal yang dimiliki oleh tubuh yang berfungsi sebagai pertahanan pertama untuk mencegah mikroba masuk ke dalam tubuh serta dengan cepat menyingkirkannya. Semakin tinggi infeksi yang

menyerang, maka jumlahnya akan semakin meningkat, misalnya selama fase akut suatu penyakit akan meningkatkan jumlah sel darah putih. Sistem imun nonspesifik telah dimiliki oleh manusia sejak lahir dan tidak memiliki spesifisitas terhadap mikroba tertentu. Sistem imun nonspesifik terdiri atas pertahanan fisik/mekanik serta kimia, sel fagositik (sel makrofag, monosit, sel NK, dan neutrofil), sel-sel yang melepaskan mediator inflamasi (basofil, sel mast, dan eosinofil), dan sistem komplemen serta sitokin (Abbas dkk., 2012). b. Sistem imun spesifik Sistem imun spesifik merupakan suatu sistem dimana hospes bereaksi terhadap benda asing yang mencakup rangkaian interaksi seluler yang diekspresikan dengan penyebaran produk-produk sel spesifik. Hal yang membedakannya dari sistem imun nonspesifik adalah spesifisitas, heterogenitas, dan memori (Flaherty, 2012). Sistem imun spesifik mampu mengenali objek yang dianggap asing saat pertama kali masuk ke dalam tubuh. Masuknya objek yang dianggap asing tersebut akan memicu sensitisasi, sehingga ketika antigen yang sama masuk ke dalam tubuh untuk kedua kalinya akan dikenal lebih cepat dan dihancurkan. Sistem imun spesifik terdiri atas sistem humoral dan sistem selular. Sistem imun spesifik humoral diperantarai produksi sel limfosit B dan antibodi, yaitu protein yang disekresi oleh sel B saat antigen berikatan dengan reseptor sel B. Antibodi merupakan campuran heterogen globulin serum yang bekerja sama dalam mengikat antigen spesifik. Semua globulin serum yang memiliki aktivitas antibodi

disebut immunoglobulin. Strukur immunoglobulin yang mampu mengenal serta mengikat antigen secara spesifik dinamakan epitop (Baratwidjaja & Rengganis, 2010). Gambar 1. Fase respon imun spesifik Respon imun spesifik terdiri atas fase pengenalan antigen, aktivasi limfosit (limfosit mengalami proliferasi dan diferensiasi menjadi sel efektor), eliminasi antigen, fase homeostatis (sistem imun dikembalikan seperti kondisi sebelum terinduksi), dan fase memori (Abbas dkk., 2012). Sistem imun spesifik selular berperan dalam pertahanan melawan bakteri yang hidup secara intrasel, virus, jamur, dan parasit dengan perantara sel T. Sel T mengekspresikan T-cell receptor (TCR), yaitu reseptor antigen yang identik dan bersirkulasi di sisi aktif antigen. Sel T terdiri atas beberapa subset sel yang memiliki fungsi yang berbeda, diantaranya adalah sel CD4 + yang mengaktifkan makrofag untuk menghancurkan mikroba dan sel CD8 + untuk memusnahkan sel yang terinfeksi (Abbas dkk., 2012).

2. Makrofag Makrofag merupakan fagosit yang terpenting dan mampu merespon mikroba yang masuk dengan cepat. Sel ini diproduksi di sumsum tulang dari sel induk myeloid melalui stadium promonosit. Sel yang matang akan masuk ke dalam aliran darah sebagai monosit dan apabila sel tersebut meninggalkan sirkulasi dan sampai di jaringan, maka akan mengalami berbagai perubahan tambahan kemudian menetap di jaringan sebagai makrofag. Sel-sel tersebut terdapat di paru-paru sebagai makrofag alveolar, di hati sebagai sel Kupfer, sel mikroglia di otak, dan osteoklas di dalam tulang. Masa hidup makrofag dapat mencapai beberapa bulan bahkan tahun (Flaherty, 2012). Makrofag berfungsi sebagai sel efektor, yaitu menghancurkan mikroorganisme serta sel-sel ganas dan benda asing. Fungsi ini dimungkinkan karena sel ini mempunyai lisosom di dalam sitoplasma yang mengandung hidrolase dan peroksidase yang merupakan enzim perusak. Makrofag juga mempunyai reseptor terhadap fragmen IgG1 dan IgG3 serta IgE dan reseptor terhadap komplemen. Dengan adanya reseptor tersebut, maka dapat meningkatkan kemampuan sel untuk menghancurkan benda asing yang dilapisi antibodi atau komplemen (Flaherty, 2012). Makrofag mengekspresikan MHC kelas II pada permukaannya dan apabila makrofag diaktivasi, maka ekspresi MHC II meningkat. Hal ini dikarenakan makrofag berfungsi untuk menyajikan antigen kepada sel T yang dilakukannya bersama ekspresi MHC kelas II (Kresno, 2001). Makrofag diaktifkan oleh berbagai

rangsangan, dapat menangkap, memakan, dan mencerna antigen eksogen, seluruh mikroorganisme, partikel tidak larut, dan bahan endogen. Aktivasi makrofag diawali dengan proses fagositosis, yaitu proses memakan (fagositasi) antigen (Flaherty, 2012). Fagositosis merupakan salah satu mekanisme utama dalam sistem imun nonspesifik (Abbas dkk., 2012) Makrofag dapat diaktivasi oleh lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri, IFN- yang diproduksi sel NK, dan TLR oleh ligan yang dinamakan PAMPs (Pathogen Associated Molecular Patterns). Makrofag yang aktif akan menghasilkan NO (Nitric Oxide), TNF (Tumor Necrosis Factor), dan IL-12 yang mampu menangkap, mencerna, dan membunuh mikroba, antigen eksogen, dan partikel tak larut (Abbas, dkk,2012; Flaherty, 2012). Proses fagositosis diawali dengan adanya partikel asing, seperti sel bakteria yang diperantarai interaksi spesifik atau nonspesifik terikat di membran fagosit. Selanjutnya, interaksi antara permukaan partikel dan fagosit menginduksi terbentuknya pseudopods di sekitar partikel. Peleburan pseudopods mencakup pembentukan phagosome dari partikel di sitoplasma fagosit. Phagosome bermigrasi ke perinuclear region dari fagosit dan berfusi dengan lisozim untuk membentuk phagolysosome. Di dalam phagolysosome, partikel akan dibunuh oleh oksigen reaktif, NO, dan enzim proteolitik (Shen & Louie, 2005; Abbas dkk., 2012). Aktivitas fagositosis makrofag dapat diuji dengan menentukan indeks fagositosis dan kapasitas fagositosis sehingga dapat diketahui seberapa responsif sistem imun

nonspesifik. Indeks fagositosis adalah jumlah rata-rata partikel yang difagositasi tiap 100 makrofag dan kapasitas fagositosis adalah persentase makrofag yang memfagosit partikel tiap 100 makrofag (Lu dkk., 2007; Kusmardi dkk., 2007). 3. Limfosit Limfosit merupakan salah satu dari tipe sel darah putih yang diproduksi di sumsum tulang belakang melalui proses hematopoiesis. Limfosit meninggalkan sumsum tulang belakang melalui sirkulasi darah dan sistem limfatik hingga akhirnya tersimpan di organ limfoid. Sel limfosit bertanggungjawab dalam mengenal dan merespon antigen asing secara spesifik dan sebagai mediator respon imun. Limfosit terdiri atas sel T, sel B, dan sel NK (Flaherty, 2012). Sel NK berperan penting dalam melawan bakteri dan virus intrasel. Sel NK mampu membunuh berbagai sel tanpa memerlukan bantuan untuk diaktivasi. Apabila sel NK diaktifkan, maka akan berkembang menjadi sel limfosit dengan granul besar. Sel NK merupakan sumber IFN- yang mengaktifkan makrofag dan berfungsi dalam imunitas nonspesifik terhadap virus dan sel tumor (Baratawidjaja & Rengganis, 2010). Sel B diproduksi di sumsum tulang belakang serta bertugas menghasilkan antibodi yang dapat mengenali epitop dari antigen. Antibodi adalah suatu glikoprotein yang dapat berikatan dengan antigen dengan spesifisitas dan afinitas tertentu. Ketika sel B naïve (sel B yang belum bertemu dengan antigen) bertemu

pertama kali dengan antigen yang cocok dengan membran antibodi, ikatan antigen dengan antibodi akan mengakibatkan sel terbagi dan berdiferensiasi menjadi sel B memori dan sel B efektor yang disebut sel plasma. Sel B memori memiliki jangka waktu umur yang lebih panjang daripada sel B naïve dan akan mengekspresikan membran antibodi yang sama dengan parent B cell (Flaherty, 2012). Sel T diproduksi di sumsum tulang belakang yang kemudian akan bermigrasi ke timus untuk proses maturasi. Selama proses maturasi di dalam timus, sel T mengekspresikan TCR pada bagian membran sebagai bagian yang akan berikatan dengan antigen. Dalam proses pengenalannya dengan antigen, sel T reseptor tidak dapat bekerja seperti sel B yang mampu mengenali antigen tanpa bantuan sel lain. Sel T reseptor hanya mampu mengenali antigen yang berikatan dengan molekul Major Histocompatibility Complex (MHC). Molekul MHC terdiri atas dua tipe utama, yaitu molekul MHC kelas 1 dan molekul MHC kelas 2. Molekul MHC kelas 1 terdiri atas rantai berat yang terhubung dengan 2- mikroglobulin. Sedangkan, molekul MHC kelas 2 terdiri atas rantai glikoprotein alfa dan beta serta hanya diekspresikan oleh Antigen-Presenting Cells (APC). Ketika sel T naïve bersama-sama molekul MHC bertemu dengan antigen, sel T berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel T memori dan sel T efektor. Sel T terdiri atas sel T helper (TH) dan sel T sitotoksik (TC). Keduanya bisa dibedakan dengan adanya membran glikoprotein CD4 + atau CD8 + pada bagian permukaannya. Sel T dengan CD4 + berfungsi sebagai sel TH dan sel T dengan CD8 + sebagai sel TC. Setelah sel TH mengenali dan berinteraksi dengan molekul kompleks antigen-mhc

kelas 2, sel akan diaktivasi dan menjadi sel efektor yang mensekresi sitokin yang berperan penting dalam aktivasi sel B, sel TC, makrofag, dan sel lainnya yang terlibat dalam respon imun (Kindt dkk., 2006). Perubahan respon imun dengan menguji daya proliferasi limfosit dapat menggunakan MTT assay. MTT assay merupakan uji laboratorium menggunakan prinsip kolorimetri yang mampu mengukur pertumbuhan sel sebagai manifestasi respon adanya mitogen, stimulasi antigen, growth factor, dan reagen lain yang digunakan untuk studi sitotoksisitas dan kurva pertumbuhan sel. Pelarut yang biasanya digunakan dalam MTT assay adalah DMSO. Sel hidup yang terdapat di dalam mitokondria memiliki enzim suksinat dehidrogenase yang mampu memotong cincin tetrazolium pada MTT (3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5- diphenyltetra-zolium bromide) sehingga menghasilkan perubahan warna dari kuning menjadi kristal ungu formazan yang tidak larut dalam larutan. Absorbansi warna ungu diukur pada panjang gelombang 500-600 nm (Coligan, 2008; Kronek dkk., 2013). 4. Imunomodulator Imunomodulator adalah senyawa, baik biologis maupun sintetis, yang dapat menstimulasi, menekan, atau memodulasi komponen sistem imun, mencakup respon imun nonspesifik dan spesifik (Agarwal & Singh, 1999). Imunomodulator bekerja dengan dua cara, yaitu memacu fungsi sistem imun (imunostimulasi) dan menekan respon imun (imunosupresi) (Shen & Louie, 2005).

Imunostimulan terdiri atas dua golongan, yaitu imunostimulan biologi dan sintetik. Contoh imunostimulan biologi adalah sitokin, antibodi monoklonal, jamur, dan tanaman obat (herbal). Sedangkan, contoh imunostimulan sintetik terdiri atas levamisol, isoprinosin, dan muramil peptidase (Suhirman & Winarti, 2010). Imunostimulator bekerja dengan mempengaruhi aktivitas sel T, sel NK, makrofag, dan melepaskan interferon serta interleukin (Tan & Rahardja, 2007). Agen imunostimulator digunakan untuk pengobatan infeksi, kanker, dan penyakit imunodefisiensi (Abbas dkk., 2012). Agen imunosupresan terdiri atas lima kelompok, yaitu agen alkilasi, tiopurin, antimetabolit, produk fungi (misalnya, siklosporin), dan golongan kortikosteroid. Imunosupresan dapat bekerja dengan menghambat transkripsi sitokin dan memusnahkan sel T (Tan & Rahardja, 2007).. Agen imunosupresan dapat dimanfaatkan untuk pengobatan transplantasi dan penyakit autoimun sehingga tidak terjadi penolakan terhadap organ yang ditransplantasi, terutama apabila organ tersebut tidak berasal dari individu sendiri (Abbas dkk., 2012).

5. Meniran (Phyllanthus niruri L.) (a) (b) Gambar 2. Contoh senyawa polifenol Keterangan: (a) adalah quercetin dan (b) adalah katekin Meniran mengandung senyawa flavonoid dan polifenol, seperti quercetin, rutin, dan katekin (Anuar dkk., 2012; Colpo dkk., 2014). Senyawa flavonoid diduga memiliki efek imunostimulan terhadap respon imun spesifik dan nonspesifik karena berdasarkan penelitian yang dilakukan terdahulu pada ekstrak buah mahkota dewa, senyawa flavonoid meningkatkan fagositosis makrofag melalui peningkatan aktivitas IL-2 dan proliferasi limfosit (Nopitasari, 2006). Quercetin merupakan senyawa yang berpotensi sebagai antikanker dan antioksidan (Alia dkk., 2006; Anuar dkk., 2012). Meniran mampu meningkatkan proliferasi sel limfosit melalui sekresi IL-2 dan IL-10 dan meningkatkan produksi IgM serta IgG (Sunarno, 2009). Meniran mampu meningkatkan kemotaksis, fagositasi makrofag, dan sitotoksis sel (Radityawan, 2005). Ekstrak etanolik meniran menunjukkan adanya aktivitas imunomodulator dan anti HIV (Narendra et al., 2012).

6. Keladi tikus (Typhonium flagelliforme (Lodd.) Blume) Keladi tikus mengandung senyawa flavonoid. Aktivitas antioksidan umbi keladi tikus dipengaruhi oleh gugus hidroksil yang terdapat pada flavonoid (Farkas, 2014; Sukardi, 2011). Ekstrak umbi keladi tikus berperan sebagai imunomodulator terhadap IL-10 dan menaikkan TNF- pada tikus dengan dosis 250 mg/kgbb (Daulay, 2012). Pada dosis 250 mg/kg BB, ekstrak umbi keladi tikus mampu meningkatkan kapasitas dan indeks fagositosis makrofag secara optimal dibandingkan dengan dosis lain yang diteliti (Sriyanti, 2012). Selain itu, ekstrak umbi keladi tikus dengan dosis 250 mg/kg BB juga memiliki proliferasi limfosit tertinggi dibandingkan dosis uji lain (Handayani, 2012). Tumbuhan keladi tikus diketahui bersifat antivirus dan antibakteri serta dapat mengobati ambeien, sakit kulit, kanker payudara, dan kanker rahim. Keladi tikus juga dikenal mampu menekan efek negatif kemoterapi, seperti rambut rontok, hilangnya nafsu makan, rasa mual, dan nyeri di tubuh (Hariana, 2008). 7. Susut Pengeringan Susut pengeringan adalah pengurangan berat bahan setelah dikeringkan dengan cara yang telah ditetapkan. Suhu pengeringan yang digunakan adalah 105 o C (Anonim, 2008). Susut pengeringan digunakan untuk penetapan jumlah semua jenis bahan yang mudah menguap dan hilang pada kondisi tertentu (Anonim, 1995).

F. Landasan Teori Terapi dengan agen imunomodulator mampu menstimulasi, menekan, atau memodulasi komponen sistem imun, mencakup respon imun nonspesifik dan spesifik (Agarwal & Singh, 1999). Keladi tikus dan meniran terbukti dapat digunakan sebagai agen imunomodulator (Nurrochmad, 2015; Sunarno, 2009). Kandungan antioksidan yang terdapat pada keladi tikus juga diduga berpotensi dalam menyembuhkan penyakit kanker (Syahid, 2007). Efek imunosupresan yang diinduksi oleh CPA dapat dikurangi dengan pemberian ekstrak umbi keladi tikus (Nurrochmad dkk., 2015). Ekstrak umbi keladi tikus dengan dosis 250 mg/kg BB mampu meningkatkan indeks fagositosis, kapasitas fagositosis, dan proliferasi limfosit (Handayani, 2012; Sriyanti, 2012). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ekstrak meniran dengan dosis 100 mg/kg BB dapat meningkatkan aktivitas imunostimulan pada mencit jantan dengan parameter uji kecepatan fagositosis dan peningkatan jumlah sel limfosit (Aldi dkk., 2013). Pada mencit Balb/c yang diinfeksi Salmonella typhii, meniran juga mampu meningkatkan produksi nitrit oksida dan aktivitas fagositosis (Ash, 2012). Nitrit oksida diproduksi oleh makrofag saat makrofag teraktivasi. Nitrit oksida merupakan agen mikrobisidal kuat terhadap mikroorganisme sehingga mampu menghancurkan mikroba (Abbas dkk., 2012). Meniran mampu meningkatkan produksi antibodi IgG (Sunarno, 2009).

Kombinasi dari ekstrak yang berpotensi sebagai agen imunomodulator mampu mengoptimalkan fungsi sistem imun. Berdasarkan penelitian yang terdahulu, Alliums dan Ipomoea batata masing-masing berperan sebagai agen imunomodulator dan kombinasi dari kedua ekstrak mampu meningkatkan respon imun nonspesifik dan spesifik (Hanieh dkk., 2011). G. Hipotesis Pemberian kombinasi ekstrak umbi keladi tikus (Typhonium flagelliforme (Lodd.) Blume) dan ekstrak meniran (Phyllanthus niruri L.) akan memberikan efek imunomodulator pada subjek uji tikus galur Sprague-Dawley dengan parameter proliferasi limfosit, fagositosis makrofag, dan titer antibodi.