6 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Penalaran Adaptif Menurut Depdiknas (Shadiq, 2009) ada dua hal yang sangat berkaitan dengan penalaran yaitu secara induktif dan deduktif, sehingga dikenal istilah penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif adalah proses berfikir yang berusaha menghubungkan fakta-fakta atau kejadian-kejadian khusus yang sudah diketahui menuju kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum. Sedangkan penalaran deduktif adalah proses berfikir untuk menarik kesimpulan tentang hal khusus dari fakta-fakta atau kejadian-kejadian umum atau hal yang sebelumnya telah dibuktikan kebenarannya. Pada tahun 2001, National Research Council (NRC) memperkenalkan satu penalaran yang penelitiannya mencakup kemampuan induksi dan deduksi, dan kemudian di perkenalkan dengan istilah penalaran adaptif. Menurut Killpatrik et.al (2001) Penalaran adaptif merupakan kapasitas berfikir secara logis mengenai hubungan antara konsep dan situasi. Dalam penalaran ini siswa tidak hanya cukup mempunyai konsep saja atau paham dengan rangkaian cerita saja melainkan siswa harus mampu merumuskan dengan memperkuat melalui representasi sehingga mampu mengaplikasikan pada situsai yang tepat dan yakin dalam setiap proses yang di lalui serta pengetahuan yang telah di peroleh kemudian terbukti atas argumen yang di simpulkannya. 6
7 Donovan & Bransford (2016) mengatakan bahwa penalaran adaptif merupakan kapasitas untuk berfikir logis, refleksi, penjelasan dan pembenaran. Penalaran adaptif dapat tumbuh dengan siswa yang berfikir secara logis, dimana memerlukan hasil dari penalaran deduktif suatu kegiatan, suatu proses atau suatu aktifitas untuk menarik kesimpulan dengan menggunakan logika. Siswa ketika proses pembelajaran di berikan suatu pemasalahan matematika harus mengerti cara untuk menyelesaikannya. Langkah awal yang harus dimiliki siswa yaitu siswa didorong untuk menemukan suatu ide atau membangun suatu ide, kemudian siswa merumuskan serta membuktikan dugaan yang muncul pada saat merespon masalah, setelah menjalani proses tersebut di harapkan siswa terbiasa mengolah nalarnya, selanjutnya siswa dituntut untuk mengajukan dugaan yang benar, memberi alasan mengenai jawaban yang benar dan memberi kesimpulan serta dapat memeriksa argumen. Berdasarkan hasil penelitian Killpatrick, Swafford & Findell (2001) terdapat lima kompetensi matematis yang perlu dikembangkan dalam pembelajaran matematika di sekolah, yaitu: conceptual understanding (pemahaman konsep), procedural fluency (kemahiran prosedural), strategic competence (kompetensi strategi), adaptif reasoning (penalaran adaptif), dan productive disposition (sikap produktif). a) Conceptual Understanding (Pemahaman Konsep) Conceptual understanding adalah kemampuan untuk memahami konsep, operasi dan relasi dalam matematika.
8 b) Procedural Fluency (Kemahiran Prosedural) Procedural Fluency merupakan kemampuan yang mencakup pengetahuan mengenai prosedural, pengetahuan mengenai kapan dan bagaimana menggunakan prosedur yang sesuai, serta kemampuan dalam membangun flekisibilitas, akurasi, serta efisiensi dalam menyajikan suatu masalah. c) Srategic Competence (Kompetensi Strategi) Srategic Competence merupakan kemampuan untuk memformulasikan, mempresentasikan, serta menyelesaikan permasalahan matematis. d) Adaptif Reasoning (Penalaran Adaptif) Adaptif Reasoning merupakan kapasitas untuk berpikir secara logis, merefleksikan atau memperkirakan jawaban, eksplanatif atau memberikan penjelasan mengenai sebuah konsep dan prosedur jawaban yang digunakan, dan jastifikasi atau menilai kebenarannya secara metematis. e) Productive Disposition (Sikap Produktif) Productive Disposition merupakan tumbuhnya sikap positif serta kebiasaan untuk melihat matematika sebagai sesuatu yang masuk akal, berguna dalam kehidupan yang nyata. Heinze, Star dan Verschaffel (2009) mengungkapkan bahwa kemampuan penalaran adaptif siswa merupakan kemampuan yang mendasar yang harus dikembangkan. Dalam penelitiannya menjelaskan bahwa siswa dalam mengerjakan soal cerita harus mampu merumuskan dengan memperkuat melalui representasi sehingga dapat mengaplikasikan dan dapat terbukti dalam argumen yang di simpulkannya. Menurut Ostler (2011) penalaran adaptif merupakan kapasitas berfikir logis, kemampuan
9 memberikan alasan dan menentukan solusi yang tepat berdasarkan masalah yang dihadapi. Dari uraian di atas, kemampuan penalaran adaptif adalah kemampuan yang dimiliki siswa yang paling dasar dimana cara berfikir siswa lebih kritis, logis dan sistematis kemudian dapat memperkirakan jawaban, memberi penjelasan mengenai konsep yang diberikan dan membuktikan secara matematis. Kemampuan penalaran adaptif memiliki beberapa indikator sebagaimana diungkapkan oleh Killpatrik (2001) yaitu ; a. Kemampuan dalam mengajukan dugaan Kemampuan dalam mengajukan dugaan adalah kemampuan siswa dalam merumuskan berbagai kemungkinan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. b. Mampu memberikan alasan mengenai jawaban yang diberikan Mampu memberikan alasan mengenai jawaban yang diberikan yaitu siswa mampu memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran. c. Mampu menarik kesimpulan dari suatu pernyataan Mampu menarik keimpulan dari suatu pernyataan adalah siswa dalam proses berpikir untuk dapat menghasilkan sebuah pemikiran. d. Mampu memeriksa kesahihan suatu argumen Mampu memeriksa kesahihan suatu argumen yaitu siswa memiliki kemampuan untuk menyajikan kebenaran suatu pernyataan dengan pedoman pada hasil yang diketahui, mengembangkan argumen matematika untuk membuktikan suatu pernyataan.
10 e. Mampu menemukan pola dari suatu gejala matematis Mampu menemukan pola dari gejala matematis yaitu kemampuan untuk menyusun suatu gejala-gejala dari permasalahan matematika sehingga membentuk suatu pola. Mengacu pada pengertian penalaran adaptif secara umum dan indikator kemampuan penalaran adaptif sesuai dengan penjelasan para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan penalaran adaptif merupakan bagian dari kemampuan penalaran matematis. Jadi,siswa yang memiliki kemampuan penalaran matematis pasti sudah memiliki kemampuan penalaran adaptif. Penalaran adaptif ini merupakan kemampuan paling dasar yang perlu dikembangkan. Pada penelitian ini peneliti akan menggunakan lima tahapan atau lima elemen indikator kemampuan penalaran adaptif. Lima elemen tersebut yaitu: 1) mengajukan dugaan, 2) memberikan alasan mengenai jawaban yang diberikan, 3) menarik kesimpulan dari suatu pernyataan, 4) memeriksa kesahihan suatu argumen, 5) menemukan pola dari suatu gejala matematis. 2. Rasa Percaya Diri Rasa percaya diri seseorang berbeda-beda, ada yang mempunyai rasa percaya diri yang tinggi ada pula yang rendah. Wibowo (2016) mengungkapkan Percaya diri adalah memiliki perasaan yang teguh pada dirinya, tabah apabila menghadapi masalah, kreatif dalam mencari jalan keluar dan ambisi dalam mencapai sesuatu.
11 Menurut Desmita (2009) percaya diri merupakan sejauh mana siswa mempercayai dirinya sendiri, tentang perasaannya, tindakan dan kemampuan yang ada pada dirinya. Kemudian sejauh mana kepercayaan orang lain dapat mempengaruhi hidupnya dan masa depan yang akan dijalaninya. Percaya diri merupakan kondisi psikologi seseorang yang berpengaruh terhadap kemampuan aktifitas fisik dan mental yang dimiliki dalam proses pembelajaran. Rasa percaya diri ini memiliki pemikiran yang baik dan memiliki aktifitas yang terarah. Seseorang yang mendapatkan suatu keberhasilan dalam suatu hal akan menumbuhkan rasa percaya diri yang semakin tinggi (Aunurrohman, 2011). Dariyo (2007) mengungkapkan percaya diri adalah kemampuan individu untuk dapat memahami dan meyakini seluruh potensi dirinya dan lingkungan yang dihadapinya. Seseorang yang mempunyai rasa percaya diri yang tinggi biasanya memiliki inisiatif, kreatif, dan optimis untuk menghadapi masa depan. Seseorang yang mempunyai rasa percaya diri yang tinggi pasti menyadari kelemahan dan kelebihan pada dirinya sendiri serta selalu berpikir positif dalam suatu hal. Sebaliknya orang yang mempunyai rasa percaya diri yang rendah cenderung selalu mempunyai rasa minder, pesimis dan apatis. Percaya diri merasakan tentang diri kita sendiri, tentang perilaku kita dan merefleksikannya. Seseorang dapat memahami tentang dirinya sendiri, paham bagaimana kondisi diri sendiri dan berani menetapkan tujuan hidup yang diharapkan (Leman, 2000).
12 Percaya diri yang dimiliki seseorang memiliki tingkatan yang berbeda, begitu pula dengan siswa, banyak siswa yang mempunyai rasa percaya diri yang tinggi banyak pula yang memiliki rasa percaya diri yang rendah. Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi rasa percaya diri setiap siswa. Kebanyakan siswa yang mempunyai kepercayaan diri yang tinggi aktif ketika prosos pembelajaran namun sebaliknya siswa yang mempunyai rasa percaya diri yang rendah cenderung pasif ketika proses pembelajaran. Perbedaan rasa percaya diri setiap siswa ketika proses pembelajaran dalam kelas akan berpengaruh pada hasil belajar mereka. Oleh karena itu, penelitian ini akan meneliti rasa percaya diri siswa yang dapat dilihat dari beberapa indikator yang telah peneliti tentukan, yaitu : a. Tidak bergantung pada orang lain Siswa dapat mengerjakan tugas atau menyelesaikan masalah dengan rasa percaya diri yang tinggi atas kemampuan yang dimilikinya tanpa mengharapkan atau meminta bantuan orang lain. b. Memberi pengaruh positif untuk orang lain Siswa dapat memberi pengaruh positif dan dampak yang baik untuk orang lain dengan membantu orang lain atau teman pada saat di mintai bantuan atau pertolongan. c. Keyakinan pada diri sendiri Siswa mampu mengerjakan tugas atau menyelesaikan permasalahan tanpa adanya keraguan dan memiliki keyakinan yang kuat pada dirinya.
13 Berdasarkan uraian di atas percaya diri yang dimaksud adalah perasaan seseorang dalam mempercayai kemampuan yang ada pada dirinya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dengan keyakinan yang tinggi dalam suatu aktifitas tertentu dan dapat merefleksikan dalam kegiatan yang dapat dilihat dengan indikator percaya diri, sebagai berikut: 1) tidak bergantung pada orang lain, 2) memberi pengaruh positif untuk orang lain, 3) keyakinan pada diri sendiri. 3. Pokok Bahasan SPLDV (Sistem Persamaan Linear Dua Variabel) a. Standar Isi (SI) Memahami SPLDV dan menggunakannya dalam dalam pemecahan masalah b. Kompetensi Dasar (KD) Menyelesaikan SPLDV Membuat model matematika dari masalah yang berkaitan dengan SPLDV Menyelesaiakan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan SPLDV dan menafsirkannaya B. Penelitian Relevan Hasil penelitian Muliasari tahun 2014 tentang kemampuan penalaran adaptif siswa kelas X SMK Negeri Kutasari menjelaskan bahwa kemampuan penalaran adaptif siswa yang mengikuti pembelajaran group investigasi lebih baik daripada siswa yang memiliki pembelajaran langsung. Pada penelitian ini
14 terlihat bahwa kemampuan penalaran adaptif pada siswa yang mengikuti pembelajaran group investigasi kemampuan berfikir secara logis, reflektif, eksplantif, jastifikatif dan penarikan kesimpulannya lebih baik dari pada siswa yang mengikuti pembelajaran langsung. Kemampuan penalaran adaptif pada siswa dalam penelitian ini adalah kemampuan berfikir secara logis, reflektif (memperkirakan jawaban), eksplantif (memberi penjelasan mengenai konsep atau jawaban yang digunakan), jastifikatif (menilai kebenaran secara matematik) dan menarik kesimpulan. Penelitian yang dilakukan oleh Febriani pada Januari 2016 tentang rasa percaya diri siswa SMP menyatakan bahwa dalam penelitiannya ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1) Siswa percaya diri tinggi mampu menguasai tiga indikator kemampuan representai yaitu mencatat dan mengkomunikasikan ide-ide ke dalam bentuk diagram, menyelesaikan masalah dengan melibatkan simbol matematik, dan menggunakan kata atau teks tertulis dalam menyelesaikan masalah. 2) Siswa percaya diri sedang mempu menguasai dua indikator kemampuan represntasi yaitu mencatat dan mengkomunikasikan ide-ide ke dalam bentuk diagram, menyelesaikan masalah dengan melibatkan simbol matematik. 3) Siswa percaya diri rendah mampu menguasai satu indikator kemampuan representai yaitu mencatat dan mengkomunikasikan ide-ide ke dalam bentuk diagram.
15 Penelitian yang dilakukan oleh Yanuarti, M dkk pada siswa SMP Negeri Kabupaten Sokaharjo pada tahun 2014 tentang profil karakter siswa yang memiliki rasa percaya diri dalam penelitiannya menunjukan bahwa potensi belajar matematika siswa dengan sikap percaya diri yang tinggi lebih baik dari pada siswa dengan sikap percaya diri sedang dan rendah, sedangkan hasil belajar matematika siswa dengan sikap percaya diri sedang sama dengan sikap percaya diri rendah. Dari penelitian-penelitian diatas hanya menganalisis hasil belajar siswa ditinjau dari rasa percaya diri siswa serta hanya menganalisa kemampuan penalaran adaptifnya, tidak dijelaskan tentang kemampuan penalaran adaptif ditinjau dari rasa percaya diri siswa. Untuk itu peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian untuk menganalisis kemampuan penalaran adaptif ditinjau dari rasa percaya diri. C. Kerangka Pikir Matematika adalah salah satu bidang stadi yang mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia, salah satunya dalam bidang pendidikan. Matematika juga dapat dikatakan sebagai salah satu bidang studi yang menjadi dasar dari berbagai mata pelajaran lainnya. Oleh karena itu dibutuhkan kemampuan pemahaman matematika sejak dini. Penalaran dapat membangun pemahaman matematis untuk menjelaskan apa yang mereka lihat, mereka pikirkan dan dapat menyimpulkan suatu permasalahan. Sedangkan penalaran adaptif merupakan penalaran yang memungkinkan untuk menghubungkan konsep dan prosedur bersama-sama dengan cara yang masuk diakal.
16 Menunjukan suatu kemungkinan dalam menyelesaikan suatu masalah dengan adanya perbedaan pendapat yang harus di selesaikan dengan cara yang beralasan. Pengintegritasan budaya dan karakter menjadi sebuah tuntutan dalam pembelajaran matematika pada jenjang sekolah menengah yang mengacu pada direktorat pembinaan SMP. Dalam pernyataan tersebut jelas terlihat bahwa siswa dituntut tidak mahir dalam bidang akademis saja, namun harus diimbangi dalam pendidikan karakter salah satunya rasa percaya diri. Rasa percaya diri adalah keyakianan yang di miliki seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan, merupakan sesuatu yang benar dan dapat mempengaruhi suatu hal dalam kehidupannya. Tingkat kepercayaan diri tiap siswa berbeda, siswa yang mempunyai tingkat percaya diri yang tinggi cenderung mempunyai kreatifitas yang lebih di bandingkan dengan siswa yang mempunyai tingkap percaya diri yang rendah. Dengan rasa percaya diri yang dimiliki siswa akan mengikuti pembelajaran matematika dengan baik dan apabila guru akan memberikan permasalahan kepada siswa maka siswa akan berani berpendapat, bertanya, dan menjawabnya. Kemudian apabila guru memberikan masalah kepada siswa tentang kemampuan penalaran adaptif misalnya pada latihan pemecahan masalah dalam operasi penjumlahan pada algoritma, mereka akan menemukan pengalaman baru dalam penjelasan dan pemeriksaan sendiri dengan berbagai jenis masalah maka siswa akan mampu menyelesaikan tugas-tugasnya dengan penuh rasa percaya diri.