APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

Jumlah desa, dusun dan luas Kabupaten Bantul per kecamatan dapat

6.padang lava Merupakan wilayah endapan lava hasil aktivitas erupsi gunungapi. Biasanya terdapat pada lereng atas gunungapi.

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB BENTUK MUKA BUMI. Gambar 8.1 Salah satu contoh peta topografi untuk penggambaran relief permukaan bumi.

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

GEOMORFOLOGI BALI DAN NUSA TENGGARA

III. METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

III. BAHAN DAN METODE

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

geografi Kelas X PEDOSFER II KTSP & K-13 Super "Solusi Quipper" F. JENIS TANAH DI INDONESIA

KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN SLOGOHIMO KABUPATEN WONOGIRI

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

By. Lili Somantri, S.Pd.M.Si

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BENTUK LAHAN (LANDFORM) MAYOR DAN MINOR

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB IV GEOLOGI PANTAI SERUNI DAERAH TAPPANJENG. pedataran menempati sekitar wilayah Tappanjeng dan Pantai Seruni. Berdasarkan

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Evaluasi Lahan. Evaluasi Kemampuan Lahan

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN

Batuan beku Batuan sediment Batuan metamorf

III. METODOLOGI PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

IDENTIFIKASI JENIS-JENIS TANAH DI INDONESIA A. BAGAIMANA PROSES TERBENTUKNYA TANAH

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK

Pemetaan Potensi Rawan Banjir Berdasarkan Kondisi Fisik Lahan Secara Umum Pulau Jawa

LOGO Potens i Guna Lahan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Penduduk di Kecamatan Sukaraja dan di Kecamatan Sukamakmur

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Geomorfologi Terapan INTERPRETASI GEOMORFOLOGI CITRA SATELIT SEBAGAI DASAR ANALISIS POTENSI FISIK WILAYAH SELATAN YOGYAKARTA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN UMUM

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN I. Luas Wilayah ** Km2 773, ,7864

Resiko Banjir Kabupaten Gresik Berdasarkan Citra Satelit (Wiweka)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

KLASIFIKASI BENTUKLAHAN

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN DATA Lampiran 1. Matriks Pendapat Gabungan Berdasarkan Kriteria Faktor Utama Penyebab Banjir

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), jumlah penduduk di

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

Klasifikasi Kemampuan Lahan

BAB III METODE PENELITIAN. adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO

2.3.7 Analisis Data Penginderaan Jauh

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.1.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

HIDROSFER III. Tujuan Pembelajaran

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) C78

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGANN PARIWISATA DENGAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT FELIK DWI YOGA PRASETYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia,

Transkripsi:

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2

Prosedur analisis citra untuk penggunaan tanah 1. Pra-pengolahan data atau pengolahan awal yang merupakan restorasi citra 2. Pemotongan (croping) citra untuk membuat batas dari daerah penelitian 3. Proses registrasi dan penajaman citra. 4. Transformasi koordinat dilakukan untuk menghitung matrik transformasi yang digunakan untuk rektifikasi citra dalam memasukkan GCP yang telah dipilih dan untuk menyamakan pixel antara SPOT Pankromatik dengan SPOT multispektral sehingga diperoleh ukuran pixel 10 m x 10 m, dengan tolerensi error < 0,5 pixel. Hal ini dilakukan agar overlay yang dilakukan pada citra SPOT multispektral yang ukuran pixelnya 20 m x 20 m dapat dilaksanakan dengan posisi yang lebih baik. 5. Membuat citra komposit dari SPOT multispektral untuk mendeteksi penutup lahan dengan gabungan saluran 2 (0,61-0,68) µm, saluran 3(0,79-0,89) µm, dan saluran 1 (0,50-0,59) µm, sedangkan citra SPOT pankromatik (0,51-0,73) µm hanya dilakukan penajaman setelah koreksi geometrik selesai. 6. Survei lapangan, untuk menentukan sampel dalam pemilihan kelas spektral dengan membawa citra komposit berwarna. Pengambilan training sampel berdasarkan kelas penutup dan penggunaan lahan perkotaan, yaitu dibedakan dalam 11 kelas, yaitu permukiman padat, permukiman campuran, lokasi perkantoran, lahan terbuka, taman / olah raga, rumah sakit, daerah industri, vegetasi dibedakan antara hutan bakau dan vegetasi lain), laut, tampungan air (danau, rawa) 7. Klasifikasi citra dilakukan secara unsupervised dan supervised. 8. Proses ulang mulai dari proses butir 1 (pra-pengolahan data) hingga butir 7 (klasifikasi) dilakukan pada setiap data yang digunakan, yaitu data SPOT multi temporal (1994, 1996, dan 1997). 9. Proses overlay hasil klasifikasi citra SPOT multi temporal (1994, 1996, 1997) untuk mendapatlkan informasi perubahan penutup / penggunaan lahan dan menghitung luas perubahannya. Perubahan jumlah pixel dari setiap kelas dilakukan pada hasil klasifikasi tahun 1994 dengan hasil tahun 1996, hasil tahun 1996 dengan hasil tahun 1997 dan hasil tahun 1994 dengan hasil tahun 1997.

CCT SPOT Peta topografi Koreksi Radiometrik dan Atmosferik Croping Titik kontrol tanah (GPS) Koreksi Geometrik dan Enhancement Survei lapangan Proses Ulang Multi Temporal Klasifikasi Penutup Lahan (Supervised) S I G Overlay Overlay Overlay Perubahan penutup lahan Urban Regional

Penggunaan Tanah Tahun 1994 No Kelas Jumlah Luas Warna Gambar Penggunaan lahan Pixel (Ha) (hasil klasifikasi) 1 Permukiman padat 1.874.540 18.745,40 pink (merah muda) 2 Permukiman Campuran 1.633.884 16.338,84 Merah gelap 3 Jasa / kantor 414.835 4.148,35 Biru cerah 4 Lahan terbuka 493.216 4.932,16 Orange 5 Taman/ Olah raga/ rekreasi 163.711 1.637,11 Kuning 6 Rumah sakit 7.907 79,07 Merah cerah 7 Industri 266.782 2.667,82 Kelabu 8 Vegetasi 1.688.074 16.880,74 Hijau gelap 9 Bakau 13.873 138,73 Hijau cerah 10 Laut 1.257.933 12.579,33 Biru ungu 11 Danau/Rawa/tampungan air 86.375 863,75 Biru Jumlah 7.901.130 79.011,30

Penggunaan Tanah Tahun 1996 No Kelas Jumlah Luas Warna Gambar Penggunaan lahan Pixel (Ha) (hasil klassifikasi ) 1 Permukiman padat 2.039.789 20.397,89 pink (merah muda) 2 Permukiman Campuran 1.898.728 18.987,28 merah gelap 3 Jasa / kantor 414.835 4.148,35 biru cerah 4 Lahan terbuka 541.896 5.418,96 orange 5 Taman/ Olah raga/ rekreasi 163.711 1.637,11 kuning 6 Rumah sakit 7.907 79,07 merah cerah 7 Industri 268.878 2.688,78 merah hati 8 Vegetasi 1.208.495 12.084,95 hijau gelap 9 Bakau 11.473 114,73 hijau cerah 10 Laut 1.254.849 12.548,49 biru ungu 11 Danau/Rawa/tampungan air 90.569 905,69 biru Jumlah 7.901.130 79.011,30

Penggunaan Tanah Tahun 1997 No Kelas Jumlah Luas Warna Gambar Penggunaan lahan Pixel (Ha) (hasil klassifikasi ) 1 Permukiman padat 2.274.601 22.746,01 pink (merah muda) 2 Permukiman Campuran 1.650.442 16.504,42 merah gelap 3 Jasa / kantor 414.835 4.148.35 biru cerah 4 Lahan terbuka 891.238 8.912,38 orange 5 Taman/ Olah raga/ rekreasi 163.711 1.637,11 kuning 6 Rumah sakit 7.907 79,07 merah cerah 7 Industri 268.878 2.688,78 merah hati 8 Vegetasi 860.267 8.602,67 hijau gelap 9 Bakau 8.581 85,81 hijau cerah 10 Laut 1.260.940 12.609,40 biru ungu 11 Danau/Rawa/tampungan air 99.730 997,3 biru Jumlah 7.901.130 79.011,30

Kesimpulan Citra SPOT multispektral (resolusi 20 m) dan SPOT pankromatik (resolusi10 m) dapat dilakukan transformasi koordinat sehingga diperoleh ukuran pixel 10 m x 10 m, dengan tolerensi error < 0,5 pixel. Citra SPOT hasil transformasi mampu mengklasifikasi penggunaan lahan perkotaan (DKI Jakarta) cukup rinci (detail), dengan pengelompokkan menjadi 11 kelas, yaitu permukiman padat, permukiman campuran, lokasi perkantoran dan jasa (pasar / pertokoan) lahan terbuka, taman/olah raga/ tempat rekreasi, rumah sakit, daerah industri, vegetasi (sawah, semak, dan kebun campuran), hutan bakau, laut, air (danau, rawa, tampungan air yang bukan laut). Perubahan penggunaan lahan 1994-1996 terbesar adalah penutup lahan vegetasi berkurang 4.795,79 ha. Perubahan bertambah pada perumahan padat 1.652,49 ha, untuk perumahan campuran bertambah 26.484,44 ha, lahan terbuka bertambah 486,80 ha, sedangkan tampungan air bertambah 41,94 ha. Perubahan penggunaan lahan 1996-1997 terbesar adalah perubahan bertambahnya lahan terbuka 3.493,42 ha, sedangkan perumahan padat bertambah 2.348,12 ha, perumahan campuran berkurang 2.482,86 ha. Perubahan penggunaan berbeda satu sama lain seperti perubahan dari permukiman padat yang berubah menjadi permukiman campuran sedangkan di lokasi lain terjadi sebaliknya dari permukiman campuran menjadi permukiman padat. Perubahan dari lahan terbuka menjadi permukiman, namun di tempat lain sebaliknya dari permukiman padat menjadi lahan terbuka

PREDIKSI POTENSI TANAH LONGSOR JAKARTA, BOGOR, PUNCAK, BEKASI Faktor penyebab lahan longsor sangat komplek. Variabelnya bentuk lahan, ketinggian, relief, dan tingkat erosi, kondisi tanah, vegetasi penutup lahan, dan penggunaan lahan. Variabel penyebab tersebut harus saling berintegrasi satu sama lain untuk maksud evaluasi, penilaian, dan analisis sehingga diperoleh prediksi daerah potensi lahan longsor.

CCT SPOT Peta Ketinggian Peta Lereng Peta Fisiografi Peta topografi Koreksi Radiometrik dan Atmosferik Titik kontrol tanah (GPS) Croping Koreksi Geometrik dan Enhancement Survei lapangan Konversi Vektor ke Raster Klasifikasi Penutup Lahan (Supervised) Klasifikasi Geomorfologi (Supervised) S I G Overlay / Integrasi Overlay Overlay / Integrasi / Integrasi Tanah Longsor Bencana Alam

Analisis Overlay dilakukan dengan proses signature manipulation untuk maksud penggabungan dengan data hasil dijitasi peta-peta tematik, dan hasil klasifikasi citra. Sebelum dilakukan overlay terlebih dahulu dilakukan recoding faktor pendukung (variabel) atau penentu berdasarkan indek terbobot. Kriteria pembobotan setiap variabel (bentuk lahan, ketinggian, relief, tingkat erosi, jenis tanah, vegetasi penutup, penggunaan lahan, dan curah hujan). Kriteria faktor terhadap potensi bahaya bencana alam suatu tempat, terutama oleh faktor pembatas dalam suatu area karena kondisi geografis. Analisis potensi tanah longsor berdasarkan indeks terbobot, menggunakan jumlah hasil perkalian antara nilai harkat (scoring) kategori setiap variabel. Perhitungan nilai bobot faktor adalah S = Σ Wi x Xj [Cj] di mana S = nilai potensial terhadap bencana tanah longsor; Wi = nilai bobot faktor i ; Xj = nilai harkat (scoring) kategori faktor pendukung ke i ; Cj = faktor pembatas dengan nilai 0 atau 1. Masingmasing unit pengukuran yang berbeda pada faktor pendukung, yang digunakan sebagai kriteria potensi tanah longsor, maka perlu dibuat suatu skala standar untuk kelas kategori faktor, dengan memberi nilai kelas (coding), diberikan nilai 0 hingga 100. Pemberian nilai record ini akan mempresentasikan kontribusi atribut dan kelas faktor terhadap tingkat potensi tanah longsor.

Nomor Variabel Kriteria Nilai Harkat 1. Bentuk lahan 2. Ketinggian, relief dan tingkat erosi - datar, kemiringan 0-3 % - landai, berombak sampai bergelombang, dengan kemiringan 3-15 % - agak curam, berbukit, kemiringan 15-30 % - curam s/d sangat curam, kemiringan 30 60 % - terjal s/d sangat terjal, kemiringan > 60 % - ketinggian 0-50 m, dataran, erosi angin, erosi air melebar dengan parit-parit dangkal - ketinggian 50-100 m, daerah cekungan, erosi air agak lebar - ketinggian 50-100 m daerah dataran, erosi air parit dalam - ketinggian 100-150 m, bergelombang, erosi air agak lebar - ketinggian > 150 m berbukit, pegunungan, erosi hebat 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 3. Tanah - alluvial muda, profil sedang (pasir, lempung, geluh halus), di dataran drainase terpengaruh aliran permukaan, jelek (air sangat terhambat) - alluvial tua, profil berat (lempung), di dataran drainase agak jelek (air agak terhambat) - batuan endapan, profil kasar (pasir, geluh), di daerah bergelombang, drainase agak baik - batuan terkonsolidasi, profil kasar (kerikil, pasir, geluh), di daerah berbukit dengan drainage agak baik - batuan induk beku dengan profil keras (pasir berbatu, lempung berbatu, geluh berbatu, di daerah pegunungan, drainage baik 4. Vegetasi - Hutan lebat - perkebunan (pohon-pohonan) - kebun campuran, tanaman pekarangan - rumput, semak, vegetasi sawah (padi, jagung) - tanpa vegetasi 5. Penggunaan lahan - sungai, danau, waduk, rawa (daerah cekungan) - hutan di pegunungan - kebun, perkebunan, di daerah bergelombang dan perbukitan - permukiman, sawah, tegalan - lahan terbuka 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

Interpretasi bentuk lahan Bentuk lahan marin, terbentuk oleh proses sedimentasi dan pengiikisan air laut, dan dijumpai di daerah rawa (Jakarta Utara dan sekitar Cengkareng), delta (di muara-muara sungai), dan laguna (cekungan) merupakan tempat tampungan air (waduk Pluit, waduk Sunter Barat, dan waduk Pademangan timur). Bentuk lahan fluvial, merupakan bentuk lahan yang dipengaruhi proses perkembangan dan terbentuknya sungai. Bentuk lahan ini dijumpai di sepanjang sungai Cisadane, sungai Ciliwung, dan sungai Bekasi. Bentuk lahan ini relatif datar, dengan kemiringan 0-3 % Bentuk lahan perbukitan dan kipas alluvial merupakan bentuk lahan yang pernah mengalami pengurangan relief atau telah mengalami proses pelapukan, transportasi dan deposisi material permukaan lahan. Perbukitan ini disebut perbukitan denudasional. Bentuk lahan ini banyak didapai di sekitar Bogor, Leuwiliang, yang merupakan kipas alluvial Gunung Salak. Bentuk lahan ini berombak atau bergelombang dengan kemiringan rata-rata 3-15 %. Bentuk lahan karst merupakan bentuk lahan khusus dari batuan kapur. Unit ini merupakan hasil akumulasi dan pengelompokan sedimen karbonat pada dasar laut. Bukit-bukit kapur ini dijumpai di daerah Bekasi dan Bogor bagian timur, yaitu Gunung Putri, bukit Jonggol, dan bukit Cikalong Kulon. Daerah karst ini tanahnya sangat porous, bentuk lahan bergelombang agak curam dengan rata-rata kemiringan lerengnya antara 15-45 % Bentuk lahan lereng vulkanis merupakan lahan yang mempunyai struktur khusus sebagai suatu gumuk, yang terletak di lereng daerah vulkan. Bentuk lahan ini dijumpai di lereng Gunung Salak atau di bagian barat daya kota Bogor. Bentuk lerengnya curam s/d sangat curam, dengan kemiringan 30-60 %. Bentuk lahan vulkan merupakan unit bentuk lahan yang dipengaruhi oleh proses gunung api (vulkan). Bentuk lahan ini dalam bentuk kerucut vulkan adalah Gunung Salak, Gunung Gede, dan Gunung Pangrango. Lereng vulkan atas dan bawah dijumpai di Puncak, daerah Rancamaya yang terletak di bagian selatan kota Bogor. Kerucut vulkan mempunyai lereng yang terjal s/d sangat terjal, dan kemiringan lerengnya lebih dari 60 %.

Potensi Tanah Longsor No Kelas Luas (Ha) Warna 1 Rendah 18,471.38 Biru tua 2 Kurang 61,888.31 Biru muda 3 Sedang 46,294.12 Hijau 4 Cukup 24,080.44 Kuning 5 Tinggi 28,665.75 Merah muda

Kesimpulan Analisis geomorfologi dapat dilakukan dari citra SPOT multispektral, sehingga menghasilkan kelas-kelas bentuk lahan yang mempunyai pengaruh sangat besar terhadap kelas potensi bahaya tanah longsor. Metode overlay indeks terbobot merupakan metode praktis untuk menentukan kelas potensi bahaya tanah longsor, karena dapat menggabungkan faktor-faktor pendukung dan pembatas. Tingkat kelas potensi bahaya tanah longsor diperoleh lima tingkatan yaitu (1) kelas bahaya rendah; (2) kelas bahaya kurang; (3) kelas bahaya sedang; (4) kelas cukup berbahaya; dan (5) kelas bahaya tinggi.