POTENSI CALON PERSEORANGAN DALAM PERUBAHAN KEDUA UU NO. 1 TAHUN 2015 Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 23 Maret 2016; disetujui: 4 April 2016

dokumen-dokumen yang mirip
PUTUSAN MK NO. 54/PUU-XIV/2016 DAN IMPLIKASI DI DALAM PILKADA Oleh Achmadudin Rajab* Naskah Diterima: 24 Juni 2017, Disetujui: 11 Juli 2017

RechtsVinding Online. Naskah diterima: 21 Januari 2016; disetujui: 27 Januari 2016

URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016

DINAMIKA PETAHANA DAN PENCALONANNYA DALAM PILKADA Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 04 Mei 2016; disetujui: 26 Mei 2016

RechtsVinding Online. Naskah diterima: 17 Februari 2016; disetujui: 25 Februari 2016

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 60/PUU-XIII/2015 Persyaratan Menjadi Calon Kepala Daerah Melalui Jalur Independen

RechtsVinding Online

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

RechtsVinding Online

RechtsVinding Online. RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu. bersikap untuk tidak ikut ambil bagian. dalam voting tersebut.

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

RechtsVinding Online

RechtsVinding Online

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 140/PUU-XIII/2015 Hak Konstitusional Untuk Dipilih Dalam Hal Pasangan Calon Berhalangan Tetap

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BAB V PENUTUP. penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Perkara Nomor 5/PUU-V/2007

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XV/2017. I. PEMOHON 1. Hadar Nafis Gumay (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I);

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H

DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA

PASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman *

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal)

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 37/PUU-XIV/2016 Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 24/PUU-XV/2017 Penyelesaian Perselisihan Kepengurusan Partai Politik

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 130/PUU-XII/2014 Pengisian Kekosongan Jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

BAB III KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH. A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sengketa Pilkada

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 46/PUU-XIII/2015

Urgensi Pemimpin Daerah Yang Bersih Guna Mewujudkan Good Governance Oleh: Achmadudin Rajab *

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 94/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 2/PUU-XV/2017 Syarat Tidak Pernah Melakukan Perbuatan Tercela Bagi Calon Kepala Daerah

Naskah diterima: 29 Desember 2015; disetujui: 11 Januari 2015

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah di Provinsi Aceh

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 115/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilukada Serentak Akibat Calon Tunggal

ANALISIS SITUASI KAJIAN HUKUM GUGATAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN PILKADA ACEH 2017 EDISI 15 TAHUN 2017 PRODUK JARINGAN SURVEY INISIATIF

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 103/PUU-XIII/2015 Penolakan Pendaftaran Calon Peserta Pemilukada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUU-XII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah

KUASA HUKUM Muhammad Sholeh, S.H., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Oktober 2014.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi No. 3/SKLN-X/2012 Tentang Sengketa Kewenangan Penyelenggaraan Pemilu Antara KPU dengan DPRP

BAB V KESIMPULA DA SARA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN Nomor 8/PUU-XIII/2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 89/PUU-XIV/2016 Bilangan Pembagi Pemilihan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI... KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI...

BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA

IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XV/2017 Kewajiban Pengunduran Diri Bagi Anggota DPR, DPD dan DPRD Dalam PILKADA

PUTUSAN Nomor 46/PUU-XIII/2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

KUASA HUKUM Heru Widodo, S.H., M.Hum., dkk berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 22 Januari 2015.

BEBERAPA MASALAH DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM 1

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 53/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Peserta Pemilu serta Syarat Pengusulan Presiden dan Wakil Presiden

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah:

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 62/PUU-X/2012 Tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KUASA HUKUM Dr. A. Muhammad Asrun, S.H., M.H., dan Vivi Ayunita Kusumandari, S.H., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Oktober 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 75/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 64/PUU-XV/2017 Keharusan Anggota DPR dan DPRD Mengundurkan Diri saat Menjadi Calon Kepala Daerah

Kuasa Hukum : - Fathul Hadie Utsman, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 20 Oktober 2014;

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 123/PUU-XII/2014 Pengisian Pimpinan DPRD

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

Kehadiran Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 100/PUU-XIII/2015 TENTANG CALON TUNGGAL DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH. Dari semua interaksi Pemohon 1

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 89/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan Badan Kelengkapan Dewan dan Keterwakilan Perempuan

PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah)

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 110/PUU-XIV/2016

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KENDAL. SALINAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KENDAL NOMOR: 11/Kpts/KPU-Kab-012.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 14 /PUU-VII/2009 tentang UU BHP (Pembebanan biaya pendidikan kepada masyarakat)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 136/PUU-XIII/2015 Pembagian Hak dan Kewenangan Pemerintah Kabupaten Dengan Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN (UUD NRI Tahun 1945) terutama pada Pasal 18 ayat (4) yang menyatakan,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 57/PUU-XV/2017

Transkripsi:

POTENSI CALON PERSEORANGAN DALAM PERUBAHAN KEDUA UU NO. 1 TAHUN 2015 Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 23 Maret 2016; disetujui: 4 April 2016 Rencana Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang- Undang (UU No. 1 Tahun 2015) dianggap oleh banyak pihak akan berpotensi mempersulit calon perseorangan dalam Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada). Hal ini sebagaimana dikatakan oleh para relawan pendukung calon perseorangan yang berkeinginan maju dalam Pilkada di Tahun 2017. Para relawan tersebut berasumsi bahwa rencana perubahan kedua UU No. 1 Tahun 2015 memiliki muatan politis untuk mengganjal calon yang didukungnya sehingga mengakibatkan syarat calon yakni sejumlah kartu tanda penduduk yang telah terkumpul menjadi sia-sia (https://m.tempo.co/read). Apakah benar revisi tersebut adalah upaya untuk menjegal atau mempersulit calon perseorangan dalam Pilkada? Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-V/2007 Selama lebih dari 1 (satu) dekade lamanya pengaturan mengenai Pilkada dijalankan berdasarkan pengaturan yang terdapat dalam Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU No. 32 Tahun 2004). Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 sebagaimana dinyatakan secara tegas dalam Pasal 59 ayat (1) disebutkan bahwa Peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah pasangan calon yang diusulkan Secara berpasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Hal ini menujukkan bahwa sejatinya dalam UU No. 32 Tahun 2004 mekanisme pengusulan pasangan calon Pilkada hanya dilakukan oleh parpol atau gabungan parpol yang diambil berdasarkan pertimbangan bahwa 1

mekanisme demokrasi yang dibangun di Indonesia adalah berdasarkan basis parpol dan bukan perseorangan. Adapun yurisprudensi lahirnya pengaturan mengenai calon perseorangan calam Pilkada adalah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-V/2007 (Putusan MK No. 55/PUU-V/2007) dimana Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa pencalonan secara perseorangan sebagaimana telah lebih dahulu diatur dalam Pasal 67 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UU Pemerintahan Aceh) tidaklah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945). Sehingga UU No. 32 Tahun 2004 perlu menyesuaikan dengan perkembangan terbaru yaitu memberikan hak kepada perseorangan untuk dapat mencalonkan diri dalam Pilkada tanpa harus melalui parpol atau gabungan parpol sebagaimana diatur dalam Pasal 67 Ayat (2) UU Pemerintahan Aceh. Lebih lanjut lagi, dalam poin [3.15.19] Putusan MK No. 55/PUU-V/2007, Mahkamah Konstitusi juga berpendapat bahwa terhadap perseorangan yang bersangkutan harus dibebani kewajiban yang berkaitan dengan persyaratan jumlah dukungan minimal terhadap calon yang bersangkutan. Hal demikian diperlukan agar terjadi keseimbangan dengan parpol yang disyaratkan mempunyai jumlah wakil minimal tertentu di DPRD atau jumlah perolehan suara minimal tertentu untuk dapat mengajukan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. Terkait kewajiban legilasi ini pun Mahkamah Konstitusi dalam poin [3.15.22} berpendapat penentuan syarat dukungan minimal bagi calon perseorangan sepenuhnya menjadi kewenangan pembentuk undang-undang, apakah akan menggunakan ketentuan sebagaimana yang dicantumkan dalam Pasal 68 UU Pemerintahan Aceh ataukah dengan syarat berbeda, hal inilah yang kemudian menjadi dasar pengaturan bagi calon perseorangan yang untuk pertama kalinya diberlakukan dalam pelaksanaan Pilkada yakni dalam perubahan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 32 Tahun 2004 (UU No. 12 Tahun 2008). Penyempurnaan Pengaturan Mengenai Calon Perseorangan Dalam Perubahan Atas UU No. 1 Tahun 2015 2

UU No. 1 Tahun 2015 pun membuka peluang bagi calon untuk dapat maju lewat jalur perseorangan. Namun terdapat penyempurnaan pengaturan mengenai calon perseorangan dalam perubahan atas UU No. 1 tahun 2015 yang kemudian menjadi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU No. 1 Tahun 2015 (UU No. 8 Tahun 2015), yakni syarat dukungan bagi pasangan calon perseorangan dalam Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2) dinaikkan sebesar 3,5% (tiga setengah persen) dari ketentuan aslinya pada UU No. 1 tahun 2015. Ratio legis perubahan dalam Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2) dikarenakan parliamentary threshold bagi pasangan calon yang maju melalui jalur Partai Politik atau Gabungan Partai Politik dalam UU No. 1 Tahun 2015 mengalami kenaikan sebesar 5% bila dibandingkan syarat sebelumnya dalam UU No. 32 Tahun 2004, sehingga hal inilah kemudian menjadi alasan mengapa syarat bagi calon perseorangan pun juga dinaikkan. Penyempurnaan Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2) yang dilakukan oleh pembentuk undang-undang dalam hal ini pun sejalan amanat Putusan MK No. 55/PUU-V/2007 yang menyatakan bahwa terhadap calon perseorangan harus dibebani syarat jumlah dukungan minimal yang seimbang dengan syarat yang diharuskan bagi calon yang maju lewat partai politik atau gabungan partai politik. Hal ini juga merupakan upaya untuk mendorong keseriusan calon perseorangan agar dapat membuktikan bahwa dirinya mendapatkan dukungan yang signifikan oleh masyarakatnya. Kebijakan ini diambil karena tidak jarang juga dalam praktik pelaksanaan Pilkada selama kurang lebih 1 (satu) dekade ini dukungan masyarakat yang didapat untuk maju sebagai calon diragukan keasliannya (sering terjadi dukungan ganda). Sehingga syarat yang tadinya diharapkan dapat menjadi dasar legitimasi dukungan bagi seseorang yang berniat untuk maju, justru berdampak sebaliknya. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XIII/2015 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XIII/2015 (Putusan MK No. 60/PUU-XIII/2015) diajukan oleh M. Fadjroel Rachman, Saut Mangatas Sinaga, dan Victor Santoso Tandjasa (Para Pemohon) dalam Perkara Nomor 60/PUU- XIII/2015 yang menguji Pasal 41 ayat (1) 3

dan ayat (2) UU No. 8 Tahun 2015 karena dianggap telah merugikan hak konstitusional yang dimiliki oleh Para Pemohon. Mahkamah Konstitusi pun pada akhirnya dalam putusannya mengubah norma terkait syarat dukungan calon perseorangan sebagaimana diatur dalam Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d yang semula menggunakan acuan jumlah penduduk menjadi berdasarkan daftar pemilih tetap. Adapun dalam Pertimbangan Hukum alinea terakhir dari Putusan ini, Mahkamah menyatakan sebagai berikut: Bahwa mengingat tahapan-tahapan pemilihan kepala daerah telah berjalan, sementara putusan Mahkamah tidak berlaku surut (non-retroactive), agar tidak menimbulkan kerancuan penafsiran maka Mahkamah penting menegaskan bahwa putusan ini berlaku untuk pemilihan kepala daerah serentak setelah pemilihan kepala daerah serentak Tahun 2015. Sehingga walaupun putusan ini diucapkan tanggal 29 September 2015, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa hal ini baru bisa berlaku untuk Pilkada serentak setelah 9 Desember 2015 yakni Pilkada serentak pada 15 Februari 2017. Rencana Perubahan Kedua Atas UU No. 1 Tahun 2015 Perubahan kedua atas UU No. 1 Tahun 2015 merupakan salah satu dari 40 (empat puluh) judul rancangan undangundang pada daftar Program Legislasi Nasional Prioritas Tahun 2016 (Prolegnas Prioritas Tahun 2016). Perubahan kedua atas UU No. 1 Tahun 2015 ini pun merupakan keniscayaan, hal ini dikarenakan pasca UU No. 8 Tahun 2015 diundangkan pada tanggal 18 Maret 2015 sampai terlaksananya Pilkada serentak untuk pertama kalinyapada tanggal 9 Desember 2015, telah terjadi 25 (dua puluh lima) gugatan untuk UU No. 8 Tahun 2015 ke Mahkamah Konstitusi dimana terdapat 7 (tujuh) gugatan diantaranya dikabulkan. Salah satu gugatan yang dikabulkan adalah terkait dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU- XIII/2015 yang juga oleh Mahkamah Konstitusi dinyatakan berlaku untuk Pilkada setelah 9 Desember 2015. Perubahan undang-undang dikarenakan Putusan Mahkamah Konstitusi pun sesuai dengan pengaturan dalam Pasal 10 ayat (1) huruf d yang menyatakan bahwa Materi muatan yang harus diatur dengan Undang-Undang berisi tindak lanjut atas 4

putusan Mahkamah Konstitusi. Perubahan undang-undang sebagai tindak lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi ini pun telah sesuai dengan amanat amanat Putusan MK No. 55/PUU-V/2007, yang mana dalam pendapat Mahakamah Konstitui yakni poin [3.15.16] menyatakan bahwa...mahkamah bukanlah pembentuk undang-undang yang dapat menambah ketentuan undang-undang dengan cara menambahkan rumusan kata-kata pada undang-undang yang diuji. Namun demikian, Mahkamah dapat menghilangkan kata-kata yang terdapat dalam sebuah ketentuan undang-undang supaya norma yang materinya terdapat dalam ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang tidak bertentangan lagi dengan UUD 1945. Sedangkan terhadap materi yang sama sekali baru yang harus ditambahkan dalam undang-undang merupakan tugas pembentuk undangundang untuk merumuskannya. Sehingga jika hal ini kembali dihubungkan dengan asumsi yang ada saat ini dikarenakan sudah semakin dekatnya perhelatan Pilkada serentak untuk tahun 2017, adalah tidak tepat jikalau dikatakan bahwa rencana revisi atau Perubahan Kedua atas UU No. 1 Tahun 2015 ini bukanlah dalam rangka untuk menjegal atau mempersulit tertentu dalam Pilkada. Perubahan Kedua atas UU No. 1 Tahun 2015 ini ada justru dikarenakan diperlukannya penyempurnaan UU No. 1 Tahun 2015 guna menghadapi pelaksanaan Pilkada selanjutnya demi mewujudkan pemilihan yang demokratis sebagaimana amanat Pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945. Perubahan Kedua atas UU No. 1 Tahun 2015 ini diperlukan karena salah satunya terdapat 7 (tujuh) putusan Mahkamah Konstitusi yang dikabulkan gugatannya di Mahkamah Konstitusi, selain juga amanat dari Putusan MK No. 55/PUU-V/2007 (yang juga kebetulan memberikan yurisprudensi untuk pertama kalinya mengenai calon perseorangan), dan bukan dikarenakan untuk mempersulit atau menjegal pasangan calon tertentu untuk maju dalam perhelatan Pilkada di Tahun 2017 nanti. * Penulis adalah Tenaga Fungsional Perancang Undang-Undang dengan pembidangan Politik, Hukum, dan HAM di Pusat Perancangan Undang-Undang pada Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. 5