1/6 OPTIMASI ECONOMIC DISPATCH PEMBANGKIT SISTEM 150 KV JAWA TIMUR MENGGUNAKAN METODE MERIT ORDER SURIYAN ARIF WIBOWO 07100044 Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Keputih-Sukolilo, Surabaya-60111, email: iyan.e47@gmail.com Abstrak : Economic Dispatch adalah suatu permasalahan untuk mengoptimalkan besarnya pembangkitan sehingga bisa memenuhi kebutuhan beban dengan biaya seminimal mungkin dalam suatu operasi sistem tenaga listrik. Permintaan beban yang berubah-ubah setiap jamnya dalam sistem tenaga listrik, sehingga diperlukan penjadwalan pembangkit untuk memenuhi beban dengan biaya yang optimal. Sebuah pendekatan menggunakan metode merit order diformulasikan untuk penjadwalan pembangkit. Dalam tugas akhir ini, metode merit order diaplikasikan untuk menyelesaikan masalah pada sistem tenaga listrik 150 kv Jawa Timur, dan selanjutnya akan dibandingkan dengan metode brute force dan penjadwalan pada real system. Hasil simulasi menunjukkan metode merit order memberikan solusi lebih baik pada sistem tenaga listrik 150 kv Jawa Timur. Hal ini ditunjukkan oleh hasil simulasi metode merit order mampu memberikan biaya total pembangkitan selama satu hari lebih rendah dibandingkan metode brute force dan real system. Metode merit order mampu menghemat biaya produksi sebesar Rp.505.91.44,- atau 11.59% dibandingkan dengan real system, jika dibandingkan dengan metode brute force mampu menghemat biaya pembangkitan sebesar Rp 71.95.574,- atau 0.37% Kata kunci : Economic Dispatch (ED), Penjadwalan, Merit Order, Brute Force 1. PENDAHULUAN Kemajuan dan perkembangan teknologi memberikan kontribusi besar dalam peningkatan kebutuhan tenaga listrik. Akan tetapi peningkatan kebutuhan tenaga listrik tidak bisa secara langsung diatasi melalui penambahan jumlah pembangkit listrik. Oleh karena itu, para produsen tenaga listrik harus mengelola pembangkitannya dengan bijak supaya semua beban masih bisa terpenuhi dan pengelola tenaga listrik tidak mengalami kerugian karena biaya operasional yang sangat besar Sasaran dari masalah Economic Dispatch pada pembangkitan energi listrik adalah untuk mengatur pembagian output pada sejumlah unit pembangkit sesuai beban yang diminta dengan biaya operasional minimum namun tetap memenuhi persamaan dan pertidaksamaan kendala pada semua unit dan sistem. Permintaan daya dari konsumen setiap jamnya dalam satu hari selalu berubahubah sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu diperlukan penjadwalan pengoperasian pembangkit dalam pemenuhan kebutuhan beban. Pada tugas akhir ini, simulasi dilakukan pada tujuh pembangkit thermal yang terhubung langsung dengan sistem 150 kv Jawa Timur. Untuk penjadwalan pembangkit menggunakan metode Merit Order dan akan dibandingkan dengan metode Brute Force, yang kemudian dihitung Economic Dispatchnya dengan iterasi lambda.. DASAR TEORI.1. Economic Dispatch (ED) Pada optimisasi permasalahan ED, yang dilakukan adalah optimisasi dari segi biaya bahan bakar pembangkitan atau fuel cost yang memiliki karakteristik tidak linear. Bentuk typical dari persamaan cost function pembangkit adalah persamaan polynomial orde dua dan direpresentasikan sebagai berikut : F i ( Pi ) = ai + bi Pi + ci Pi (.1) Dengan, F i = Besar biaya pembangkitan pada unit ke-i P i = output dari pembangkit ke-i Variabel a, b, dan c adalah koefisien biaya operasi produksi dari suatu pembangkit. Koefisisien c juga merepresentasikan biaya operasi pembangkit ketika tidak memproduksi energi listrik. Kombinasi daya output yang dibangkitkan oleh tiaptiap generator pada sistem harus memenuhi kebutuhan daya dari sistem tenaga listrik (equality constraint) dan memenuhi batas minimum serta maksimum dari daya yang dapat dibangkitkan oleh generator (inequality constraint) [1]. i i = i + i i + i i Min F ( P ) Min ( a b P c P ) P min P P Gi G Gi max (.) (.3) dengan P Gi adalah besar daya yang dibangkitkan generator ke-i atau disebut dengan inequality constraint. Pada Tugas Akhir kali ini penghitungan enonomic dispatch mengabaikan rugi-rugi transmisi, sehingga persamaan yang digunakan persamaan.4 PP ii = PP dd (.4).. Penjadwalan (Unit Commitment) Penjadwalan pembangkit menentukan unit mana yang aktif dan unit mana yang tidak aktif dalam melayani beban sistem selama siklus waktu tertentu. Dalam membuat penjadwalan tersebut menggunakan pertimbangan teknis dan ekonomis. Dari sejumlah unit pembangkit yang ada, maka untuk menentukan unit mana saja yang beroperasi dan tidak beroperasi pada jam tertentu dapat diperhitungkan
/6 dengan membuat kombinasi operasi dari unit-unit yang ada...1 Metode Brute force `Metode ini memilih kombinasi yang menghasilkan total biaya bahan bakar paling murah pada setiap level beban sebagai solusi optimalnya [6]. Jumlah kemungkinan kombinasi yang diperiksa tergangtung pada jumlah unit yang tersedia dengan jumlah kombinasi N -1 Pada setiap perubahan level beban, metode ini mampu mencari kombinasi biaya termurah dengan memenuhi constraint. Algoritma metode brute force untuk penjadwalan pembangkit sebagai berikut : 1. Menentukan kombinasi pembangkit (feasible state) yang dapat digunakan untuk mensuplai beban sistem pada setiap stage.. Menghitung ED dari setiap kombinasi unit yang feasible pada setiap stage tersebut dengan metode iterasi lambda. 3. Menghitung biaya produksi untuk tiap-tiap state, berdasarkan pada pembagian beban untuk setiap unit ON yang dihasilkan, kemudian dipilih kombinasi yang menghasilkan total biaya produksi paling murah pada stage tersebut. 4. Menghitung biaya total dengan memperhatikan biaya start-up bila terdapat unit yang baru ON. 5. Mengulangi langkah ke-1 sampai ke-4 mulai dari stage selanjutnya sampai dengan stage terakhir... Metode Merit order Daftar merit order disusun berdasarkan biaya bahan bakar perjam setiap unit yang beroperasi pada output maksimumnya. Selanjutnya disusun urutan pembangkit sesuai dengan prioritasnya mulai unit yang termurah sampai dengan unit yang termahal. Selanjutnya dapat disusun kombinasi pembangkit berdasarkan daftar merit order yang telah ditentukan untuk mensuplai beban [6]. Algoritma merit order pada penjadwalan pembangkit adalah : 1. Menyusun daftar merit order berdasarkan biaya produksi rata-rata setiap unit,.. Menyusun kombinasi unit berdasar daftar urutan merit order untuk mensuplai beban. 3. Jika pada tiap-tiap jam ketika beban turun, tentukan unit mana yang drop berikutnya pada daftar merit order dengan total pembangkitan yang cukup untuk mesuplai beban. Jika lama unit ON lebih besar dari minimum up time lanjut langkah ke-4, jika tidak unit commitment tidak berubah. 4. Dari kombinasi yang direncanakan untuk dipilih, tentukan berapa lama untuk unit yang dilepas (OFF) kemudian dioperasikan lagi (ON) saat beban naik, misal H jam. 5. Jika H lebih kecil dari minimum down time, maka unit tersebut tidak boleh dilepas dan tetap menggunakan kombinasi sebelumnya, Jika H lebih besar dari minimum down time maka unit tersebut boleh dilepas. 6. Menghitung ED dari setiap kombinasi unit pada level beban tersebut dengan metode iterasi lambda dengan memperhatikan constraint. 7. Menghitung biaya produksi untuk tiap-tiap state, berdasarkan pada pembagian beban untuk setiap unit ON yang dihasilkan pada langkah sebelumnya. 8. Menghitung biaya total dengan memperhatikan biaya start-up bila terdapat unit yang baru ON. 9. Mengulangi langkah ke-3 sampai ke-8 mulai dari stage selanjutnya sampai dengan stage terakhir. 3. SISTEM TENAGA LISTRIK 150 KV JAWA TIMUR 3.1 Thermal yang Terhubung Sistem 150kV Jawa Timur Terdapat 17 unit pembangkit thermal yang beroperasi pada sistem 150 kv jawa Timur. Data-data dari setiap unit selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.1 dan Tabel 3. Tabel 3.1 Batasan daya dan fungsi biaya unit No 1 3 4 5 6 7 PLTGU Gresik Blok1 PLTU Gresik 3&4 PLTU Gresik 1& PLTU Perak 3&4 PLTG Gili Timur 1& PLTG Grati Blok PLTG Gresik 1& Pmin Pmax 50 480 160 400 80 00 40 8 10 3 10 300 10 3 Fcost (Rp/h) 3.43 P + 187150.1 P + 4565898.9 47,4 P + 1009681,75 P + 71369,43 4,3 P + 1148893,98 P+ 5058613,93 1076,9 P + 675185,8 P + 718308,99 1648.69 P +47784.09P + 03997.01 39,31 P + 6516,3 P + 15834,71 157,15 P + 3010731,67P + 175805,5 Tabel 3. Minimum up / down time dan biaya start unit No 1 3 4 5 6 7 PLTGU Gresik Blok1 PLTU Gresik 3&4 PLTU Gresik 1& PLTU Perak 3&4 PLTG Gili Timur 1& PLTG Grati Blok PLTG Gresik 1& Min Up Time () *) catatan : + = ON; - = OFF Min Down Time () Kondisi Awal () Biaya Start 7 48 +48 73.30.000 36 8 +48 115.910.000 48 8 +48 68.600.000 38 8 +48 48.600.000 6-48 8.600.000 36 8-3 68.500.000 6-4 30.00.000 3. PLTA di Jawa Timur Terdapat total 1 blok PLTA di Jawa Timur. Untuk beberapa blok PLTA terdiri beberapa pembangkit seperti pada blok PLTA Sutami yang terdiri dari tiga pembangkit. kemampuan daya PLTA di Jawa Timur sebesar 78.60 MW. Dalam tugas akhir ini PLTA dioptimasikan secara terpisah dengan pembangkit thermal. 3.3 Inter Bus Transformer 500/150 KV di Jawa Timur IBT 500/150kV dalam konfigurasi sistem 150 KV Jawa Timur dianggap sebagai suatu sumber generator yang menyuplai sistem 150 KV dengan kapasitas daya
3/6 00.00-01.00 01.00-0.00 0.00-03.00 03.00-04.00 04.00-05.00 05.00-06.00 06.00-07.00 07.00-08.00 08.00-09.00 09.00-10.00 10.00-11.00 11.00-1.00 1.00-13.00 13.00-14.00 14.00-15.00 15.00-16.00 16.00-17.00 17.00-18.00 18.00-19.00 19.00-0.00 0.00-1.00 1.00-.00.00-3.00 3.00-4.00 tertentu. Terdapat 1 IBT 500/150kV di region jawa timur dengan daya maksimum setiap IBT 500 MVA. 4. SIMULASI DAN ANALISIS 4.1 Penjadwalan pada Real System Penjadwalan dan penghitungan economic dispatch dilakukan pada unit thermal yang terhubung pada sistem 150 kv di Jawa Timur. Data realisasi beban dan daya yang digunakan adalah data pada tanggal 6 Oktober 011. Berdasarkan data yang diperoleh, penjadwalan pembangkit yang digunakan oleh PLN dapat dilihat pada Tabel 4.1 Tabel 4.1 Penjadwalan pembangkit pada real system Biaya 458 06 84 50 0 0 0 798 500.85.15 410 06 84 50 0 0 0 750 490.865.644 413 06 84 50 0 0 0 753 491.484.948 411 06 84 50 0 0 0 751 491.07.031 409 06 84 50 0 0 0 749 490.659.303 404 06 84 50 0 0 0 744 489.68.300 41 06 84 50 0 0 0 75 491.78.466 407 06 84 50 0 0 0 747 490.46.761 460 350 159 50 0 0 0 1019 737.370.95 45 350 16 50 0 0 0 1014 739.189.489 453 350 16 50 0 63 0 1078 1.058.95.87 395 350 16 50 0 64 0 101 91.575.844 399 350 16 50 0 64 0 105 913.398.865 449 350 16 50 0 39 0 150 1.389.97.69 45 350 16 50 0 90 0 1304 1.56.90.688 453 350 16 50 0 57 0 17 1.438.896.84 457 350 16 50 0 19 0 111 1.66.188.795 455 353 16 50 0 56 7 1303 1.553.16.943 458 353 16 50 0 56 7 1306 1.53.55.574 456 353 16 50 0 46 7 194 1.496.415.930 45 353 16 50 0 105 0 1095 1.030.909.101 406 353 16 50 0 0 0 971 73.784.85 407 353 16 50 0 0 0 97 73.991.05 408 37 9 50 0 0 0 877 64.933.573 Biaya 1.614.1.905 4. Simulasi dengan Metode Merit order Setelah diketahui biaya produksi rata-rata untuk daya output maksimumnya maka dapat disusun urutan pembangkit sesuai dengan prioritasnya mulai dari unit pembangkit yang termurah sampai yang termahal seperti yang terlihat pada Tabel 4.. Selanjutnya dapat disusun kombinasi pembangkit untuk penjadwalan pembangkit dengan melihat daftar merit order tersebut. Karena unit thermal pada sistem 150 kv Jawa Timur yang beroperasi ada tujuh pembangkit, maka kombinasi pembangkit yang dapat disusun ada sebanyak tujuh kombinasi. Kombinasikombinasi pembangkit berdasarkan aturan merit order dapat dilihat pada Tabel 4.3 Tabel 4. Urutan Merit Order Prioritas Ke No. Nama Biaya Produksi Rata-Rata (Rp/MWh) 1 1 PLTGU Gresik Blok 1 09. 644,93 PLTU Gresik 3&4 1.047.60,15 3 3 PLTU Gresik 1& 1.165.788,38 4 4 PLTU Perak 3&4.360.61,16 5 5 PLTG Gili Timur.58.800,69 6 6 PLTG Grati.675.803,5 7 7 PLTG Gresik 3.00.789,7 Tabel 4.3 Kombinasi pembangkit dengan metode Merit Order Unit Pmin Pmax 1 1 0 0 0 0 0 0 50 480 1 1 0 0 0 0 0 410 880 3 1 1 1 0 0 0 0 490 1080 4 1 1 1 1 0 0 0 530 116 5 1 1 1 1 1 0 0 540 1194 6 1 1 1 1 1 1 0 660 1494 7 1 1 1 1 1 1 1 670 156 Kombinasi Hasil simulasi penjadwalan pembangkit dengan merit order dapat dilihat pada Tabel 4.4 Tabel 4.4 Penjadwalan pembangkit dengan merit order 00.00-01.00 01.00-0.00 0.00-03.00 03.00-04.00 04.00-05.00 05.00-06.00 06.00-07.00 07.00-08.00 08.00-09.00 09.00-10.00 10.00-11.00 11.00-1.00 1.00-13.00 13.00-14.00 Biaya 480 318 0 0 0 0 0 798 43.794.768 480 70 0 0 0 0 0 750 38.991.577 480 73 0 0 0 0 0 753 386.097.874 480 71 0 0 0 0 0 751 384.06.914 480 69 0 0 0 0 0 749 381.956.334 480 64 0 0 0 0 0 744 376.781.543 480 7 0 0 0 0 0 75 385.06.347 480 67 0 0 0 0 0 747 379.886.133 480 400 139 0 0 0 0 1019 75.551.669 480 400 134 0 0 0 0 1014 678.149.547 480 400 198 0 0 0 0 1078 75.576.19 480 400 141 0 0 0 0 101 686.73.109 480 400 145 0 0 0 0 105 690.917.003 480 400 00 40 10 10 0 150 1.33.317.54
4/6 14.00-15.00 15.00-16.00 16.00-17.00 17.00-18.00 18.00-19.00 19.00-0.00 0.00-1.00 1.00-.00.00-3.00 3.00-4.00 Lanjutan Tabel 4.4 Penjadwalan pembangkit dengan merit order Biaya 480 400 00 8 10 0 1304 1.97.995.179 480 400 00 6 10 10 0 17 1.4.533.197 480 400 161 40 10 10 0 111 1.141.16.018 480 400 00 8 1 10 0 1303 1.95.447.001 480 400 00 8 4 10 0 1306 1.303.101.48 480 400 00 8 1 10 0 194 1.7.661.781 480 365 80 40 10 10 0 1095 1.010.7.504 480 41 80 40 10 10 0 971 881.958.41 480 4 80 40 10 10 0 97 88.990.999 467 160 80 40 10 10 0 877 795.91.418 Biaya 19.108.91.481 Berdasarkan hasil simulasi dapat kita lihat kombinasi yang dipilih berdasarkan merit order, untuk jam 00.00 sampai jam 08.00 di mana sistem berada pada kondisi beban rendah dan cukup hanya disuplai oleh PLTGU Gresik dan PLTU Gresik 3&4 sebagai solusi yang optimal pada jam tersebut. Pada saat jam 08.00-13.00 sistem mulai mengalami kenaikan beban yang mengharuskan untuk menyalakan unit baru (PLTU Gresik 1&) untuk mensuplai beban, dan pada saat penyalaan PLTU Gresik 1& jam 08.00 terdapat penambahan biaya start up dari PLTU Gresik 1&.Pada jam 13.00 sistem mulai mengalami peningkatan beban lagi yang mengharuskan sistem menambah jumlah unit baru untuk dioperasikan, berdasarkan metode merit order ditentukan 3 unit baru yang dioperasikan untuk mensuplai beban yaitu PLTU Perak 3&4, PLTG Gili Timur 1&, dan PLTG Grati, pada jam 13.00 terlihat kenaikan biaya yang cukup tinggi dikarenakan penambahan biaya start up dari ketiga pembangkit tersebut. Dari hasil simulasi dengan metode merit order didapatkan hasil dari penjadwalan optimalnya menghasilkan total biaya pembangkitan selama satu hari sebesar Rp 19.108.91.481,- 4.3 Simulasi dengan Metode Brute force Metode brute force menggunakan semua kemungkinan kombinasi yang ada untuk diperiksa dalam pemilihan kombinasi yang feasible dan paling optimal untuk memenuhi beban pada setiap stage. Jumlah kombinasi yang tersedia sesuai dengan persamaan N -1, dengan N adalah jumlah pembangkit. Untuk kombinasi brute force pada pembangkit thermal yang terhubung pada sistem 150 kv Jawa Timur dengan tujuh pembangkit mempunyai jumlah kombinasi sebanyak 17 buah kombinasi. Hasil simulasi penjadwalan pembangkit dengan brute force dapat dilihat pada Tabel 4.5 Tabel 4.5 Penjadwalan pembangkit dengan brute force 00.00-01.00 01.00-0.00 0.00-03.00 03.00-04.00 04.00-05.00 05.00-06.00 06.00-07.00 07.00-08.00 08.00-09.00 09.00-10.00 10.00-11.00 11.00-1.00 1.00-13.00 13.00-14.00 14.00-15.00 15.00-16.00 16.00-17.00 17.00-18.00 18.00-19.00 19.00-0.00 0.00-1.00 1.00-.00.00-3.00 3.00-4.00 Biaya 480 318 0 0 0 0 0 798 43.794.768 480 70 0 0 0 0 0 750 38.991.577 480 73 0 0 0 0 0 753 386.097.874 480 71 0 0 0 0 0 751 384.06.914 480 69 0 0 0 0 0 749 381.956.334 480 64 0 0 0 0 0 744 376.781.543 480 7 0 0 0 0 0 75 385.06.347 480 67 0 0 0 0 0 747 379.886.133 480 400 139 0 0 0 0 1019 75.551.669 480 400 134 0 0 0 0 1014 678.149.547 480 400 198 0 0 0 0 1078 75.576.19 480 400 141 0 0 0 0 101 686.73.109 480 400 145 0 0 0 0 105 690.917.003 480 400 00 0 0 170 0 150 1.90.651.898 480 400 00 0 0 4 0 1304 1.366.06.507 480 400 00 0 0 19 0 17 1.80.867.44 480 400 00 0 0 131 0 111 1.118.64.606 480 400 00 0 0 10 0 1303 1.363.616.678 480 400 00 0 0 6 0 1306 1.371.559.056 480 400 00 0 0 14 0 194 1.339.61.110 480 400 95 0 0 10 0 1095 967.084.904 480 91 80 0 0 10 0 971 836.1.670 480 9 80 0 0 10 0 97 837.151.463 480 197 80 0 0 10 0 877 739.005.699 Biaya 19.180.17.056 Berdasarkan hasil simulasi dapat kita lihat kombinasi yang dipilih dengan metode brute force, pada jam 00.00 sampai jam 08.00 pada saat di mana sistem berada pada kondisi beban rendah dan cukup hanya disuplai oleh PLTGU Gresik dan PLTU Gresik 3&4 sebagai solusi yang optimal dengan biaya produksi paling murah pada jam tersebut. Pada jam 13.00 saat sistem mulai mengalami kenaikan beban lagi yang mengharuskan sistem memerlukan penambahan jumlah unit baru yang harus dioperasikan untuk mesuplai beban, dengan metode brute force menggunakan satu unit baru yang dioperasikan untuk mencukupi permintaan beban yaitu PLTG Grati yang berkapasitas 300 MW sebagai pilihan kombinasi pembangkit yang menghasilkan biaya produksi total paling murah pada jam 13.00. Selanjutnya kombinasi
5/6 pembangkit tidak berubah sampai jam 4.00 karena kapasitas daya unit masih mampu mensuplai beban. Berdasarkan hasil simulasi dengan metode brute force dapat diketahui hasil dari penjadwalan optimalnya menghasilkan total biaya pembangkitan selama satu hari sebesar Rp 19.180.17.056,- 4.4 Perbandingan Hasil Metode Merit order dengan Brute force dan Real System Perbandingan hasil biaya produksi yang dihasilkan oleh simulasi penjadwalan dan penghitungan economic dispatch metode merit order, metode brute force, dan pada real system akan diperlihatkan pada grafik Gambar 4.1 1800000000.00 1600000000.00 1400000000.00 100000000.00 Real System Merit Order Brute Force 1000000000.00 800000000.00 600000000.00 400000000.00 00000000.00 0.00 Gambar 4.1 Grafik Perbandingan Harga Setiap Dengan melihat grafik Gambar 4.1, saat jam 00.00 sampai jam 08.00 dimana beban sistem rendah kombinasi pembangkit yang digunakan oleh PLN adalah PLTGU Gresik dan PLTU Gresik 1,,3,4. Untuk metode merit order dan brute force menggunakan kombinasi yang sama yaitu PLTGU Gresik dan PLTU Gresik 3&4 untuk mensuplai beban dengan biaya produksi paling murah. Pada saat jam 00.00 sampai jam 08.00 metode brute force dan merit order menghasilkan biaya produksi yang sama, namun tetap lebih murah daripada kombinasi yang digunakan PLN. Pada saat jam 08.00 sistem mengalami kenaikan beban, sehingga pada metode merit order dan brute force menambahkan unit baru yang sama yaitu PLTU Gresik 1& untuk memenuhi permintaan beban. Sedangkan pada kombinasi pembangkit dari PLN tidak mengalami perubahan. Pada jam ini kombinasi yang digunakan oleh PLN lebih murah dibandingkan dengan metode merit order danbrute force, hal ini dikarenakan tidak adanya penambahan biaya start up seperti pada kombinasi yang digunakan metode merit order dan brute force akibat pengoperasian PLTU Gresik 1&. Pada jam 10.00 kombinasi pembangkit yang dingunakan oleh PLN mengalami perubahan dengan penambahan unit baru yang beroperasi yaitu PLTG Grati, sedangkan kombinasi pembangkit yang digunakan pada metode merit order dan brute force tidak mengalami perubahan karena kombinasi yang sebelumnya masih mampu mensuplai beban. Hal ini mengakibatkan penaikan biaya produksi pada kombinasi PLN dan penambahan biaya start up akibat pengoperasian PLTG Grati. Pada jam 13.00 sistem mengalami kenaikan beban, pada kombinasi pembangkit yang digunakan PLN tidak mengalami perubahan kombinasi, karena pada jam 10.00 PLN telah menyalakan PLTG Grati sehingga mampu mensuplai beban pada jam 13.00. Untuk kombinasi pembangkit pada merit order mengalami perubahan dengan penambahan unit baru yang beroperasi yaitu PLTU Perak 3&4, PLTG Gili Timur dan PLTG Grati. Sedangkan pada metode brute force hanya menambah satu pembangkit baru yang beroperasi yaitu PLTG Grati sebagai kombinasi yang optimal. Pada jam 13.00 kombinasi pembangkit dengan metode brute force menghasilkan biaya produksi yang lebih murah dibandingkan dengan metode merit order, hal ini dikarenakan pada merit order terdapat tiga unit baru yang dioperasikan, sedangkan pada metode brute force hanya ada satu pembangkit baru yang dioperasikan, sehingga biaya strat up pada metode merit order lebih mahal daripada metode brute force yang berpengaruh pada total biaya produksi. Pada Gambar 4.1 dapat dilihat biaya produksi antara jam 13.00 sampai jam 4.00 antara metode merit order dan brute force terdapat variasi biaya produksi, pada jam 14.00 sampai 19.00 dimana pada saat sistem berada pada beban tinggi, kombinasi pembangkit yang digunakan metode merit order mampu menghasilkan biaya produksi yang lebih murah dibandingkan dengan kombinasi yang digunakan metode brute force, sedangkan pada jam 0.00 sampai jam 4.00 dimana beban pada sistem mulai menurun, biaya produksi yang dihasilkan metode merit order lebih mahal dibandingkan dengan metode brute force. Hal ini karena dipengaruhi jumlah pembangkit yang dioperasikan dan karakteristik heat rate pembangkit thermal, dimana suatu pembangkit thermal akan menghasilkan increamental cost paling rendah pada saat daya maksimum. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.4 saat beban tinggi antara jam 13.00 sampai jam 19.00 pembangkit yang dioperasikan pada metode merit order bekerja mendekati daya maksimumnya dan menghasilkan
6/6 biaya yang lebih murah daripada metode brute force, sedangkan saat beban rendah mulai jam 0.00 sampai jam 4.00 kombinasi dengan metode merit order pada PLTU Gresik 1&, PLTU Perak 3&4, PLTU Gili Timur 1& dan PLTG Grati beroperasi pada daya minimum yang menyebabkan biaya produksinya lebih mahal dibandingkan metode brute force. Pada real system saat jam 17.00 sampai dengan jam 0.00 dioperasikan PLTG Gresik 1& untuk memenuhi beban puncak. Pada jam 1.00 ada perubahan kombinasi pembangkit yang dilakukan oleh PLN saat beban sistem menurun dengan mematikan PLTG Grati sehingga mengurangi total biaya produksi. Pada tahap ini terjadi pelanggaran batasan minimum up time, dimana PLTG Grati tidak boleh dimatikan dari sistem sebelum beroperasi selama 36 jam,sedangkan dalam real system PLTG Grati baru beroperasi selama 11 jam. Pada real system total biaya produksi yang dihasilkan selama satu hari sebesar Rp 1.614.1.905,-. Hasil perhitungan dengan metode merit order total biaya produksi yang dihasilkan selama satu hari sebesar Rp 19.108.91.481,-. Untuk hasil perhitungan dengan metode brute force total biaya produksi yang dihasilkan selama satu hari sebesar Rp 19.180.17.056,- Dari hasil simulasi dapat dianalisa bahwa optimasi penjadwalan dan economic dispatch dengan metode merit order mampu menghasilkan solusi yang lebih optimal dibandingkan dengan real system dan metode brute force. Metode merit order mampu menghemat biaya produksi sebesar Rp.505.91.44,- atau 11.59% dibandingkan dengan real system, jika dibandingkan dengan metode brute force mampu menghemat biaya pembangkitan sebesar Rp71.95.574,- atau 0.37% Dibandingkan dengan metode brute force, metode merit order memiliki waktu yang lebih singkat dalam proses pencarian kombinasi dan perhitungan economic dispatch karena hanya ada tujuh buah kombinasi yang diperiksa, sedangkan pada metode brute force terdapat 17 buah kombinasi pembangkit yang harus diperiksa. Metode merit order memiliki effisiensi biaya yang baik pada saat unit dibebani mendekati daya maksimumnya, karena urutan dari merit order disusun berdasarkan biaya produksi rata-rata saat daya maksimum. Metode merit order lebih mudah dan effisien bila diaplikasikan untuk kondisi beban real system di Jawa Timur. 5. KESIMPULAN Dari hasil analisis aplikasi penjadwalan unit pembangkit thermal pada sistem kelistrikan 150 kv di Jawa Timur dengan metode merit order dan metode brute force, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Kombinasi pembangkit yang digunakan metode merit order lebih sedikit dengan mengurutkan operasional pembangkit dari pembangkit yang termurah sampai pembangkit yang termahal, sehingga proses perhitungan lebih cepat.. Kombinasi merit order akan menghasilkan biaya produksi pembangkitan paling murah pada saat unit dibebani mendekati daya maksimumnya, karena penyusunan daftar merit order berdasarkan harga produksi rata-rata setiap unit saat beban maksimum. 3. biaya produksi pada real system selama satu hari sebesar Rp 1.614.1.905, untuk total biaya produksi yang di hasilkan metode merit order sebesar Rp 19.108.91.481, sedangkan metode brute force menghasilkan total biaya produksi sebesar Rp 19.180.17.056. Dengan metode merit order mampu menghasilkan solusi yang lebih optimal dibandingkan dengan real system dan metode brute force. Metode merit order mampu menghemat biaya produksi sebesar Rp.505.91.44,- atau 11.59% dibandingkan dengan real system, jika dibandingkan dengan metode brute force mampu menghemat biaya pembangkitan sebesar Rp 71.95.574,- atau 0.37% DAFTAR PUSTAKA [1] Saadat Hadi, Power System Analysis, McGrowHill Companies, Singapura 1999 [] Allen J.W. dan Bruce F.W., Power Generation, Operation and Control, John Willey & Sons Inc, America, 1996 [3] Murty P.S.R., Operation and Control in Power System, BS Publication, Berlin, 008 [4] Zhu Jizhong, Optimization of Power System Operation, IEEE press series on Power Engineering, OPSO, John Willey & Sons Inc, America, 009 [5] Penangsang Ontoseno, Diktat Kuliah Pengoperasian Optimum Sistem Tenaga, Jurusan Teknik ELektro ITS. [6] Ongsakul W., Real-Time Economic Dispatch Using Merit Order Loading for Linear Decreasing and Staircase Incremental Cost Functions, ElectricPower Systems Research, 1999 [7] Dieu VN, Ongsakul W., Enhanced merit order and augmented Lagrange Hopfield network for unit commitment, Proceedings of the 15th power systems computation conference,005 [8] G. B. Sheble, Real-Time Economic Dispatch and Reserve Allocation Using Merit Order Loading and Linear Programming Rules, IEEE Transactions on Power Systems, 1989 RIWAYAT HIDUP PENULIS Suriyan Arif Wibowo, lahir di Gresik pada tanggal 1 Januari 1990. Memulai pendidikannya di TK Kartini Paiton, kemudian melanjutkan ke tingkat dasar di SDN Sukodadi Paiton. Setelah lulus tingkat dasar tahun 001, melanjutkan ke tingkat menengah pertama di SMPN 1 Kraksaan. Tiga tahun kemudian melanjutkan ke SMA Taruna Dra. Zulaeha di Probolinggo. Setelah lulus dari bangku sekolah, penulis melanjutkan ke perguruan tinggi di Jurusan Teknik Elektro ITS Surabaya pada tahun 007, yang kemudian mengambil bidang studi Teknik Sistem Tenaga. Penulis bisa dihubungi melalui alamat email: iyan.e47@gmail.com