BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi bersifat arbitrer yang dipergunakan

BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Cara pengungkapan maksud dan tujuan berbeda-beda dalam peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan alat komunikasi sehari-hari yang digunakan oleh manusia.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Dalam penulisan proposal skripsi ini peneliti mengumpulkan data-data dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa pada prinsipnya merupakan alat untuk berkomunikasi dan alat

I. PENDAHULUAN. satu potensi mereka yang berkembang ialah kemampuan berbahasanya. Anak dapat

TINDAK TUTUR IMPERATIF DALAM BAHASA SIDANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi berfungsi sebagai hubungan antara seseorang dengan orang lain untuk mengetahui hal yang terjadi.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, 2003:588).

Merupakan salah satu bentuk konstruksi sintaksis yang tertinggi. Secara tradisional: suatu rangkaian kata yang mengandung pengertian dan pikiran yang

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai

BAB II KERANGKA TEORI. ini, yang berkaitan dengan: (1) pengertian pragmatik; (2) tindak tutur; (3) klasifikasi

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. bahasa tulis salah satu fungsinya adalah untuk berkomunikasi. Bahasa tulis dapat

Realisasi Tuturan dalam Wacana Pembuka Proses Belajar- Mengajar di Kalangan Guru Bahasa Indonesia yang Berlatar Belakang Budaya Jawa

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan

Kaidah Imperatif Bahasa Indonesia dalam Buku Imperatif dalam Bahasa Indonesia Karya Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum.

KESANTUNAN IMPERATIF DALAM PIDATO M. ANIS MATTA: ANALISIS PRAGMATIK SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

BAB I PENDAHULUAN. sarana mengungkapkan ide, gagasan, pikiran realitas, dan sebagainya. dalam berkomunikasi. Penggunaan bahasa tulis dalam komunikasi

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB 4 KESIMPULAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan serta temuan kasus yang telah

BAB I PENDAHULUAN. ucap yang bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi

BAB II LANDASAN TEORI. imperatif antara lain penelitian yang dilakukan oleh Entin Atikasaridari program studi

BAB I PENDAHULUAN. Media massa tidak hanya memberikan informasi kepada pembaca, gagasan, baik pada redaksi maupun masyarakat umum. Penyampaian gagasan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Frinawaty Lestarina Barus, 2014 Realisasi kesantunan berbahasa politisi dalam indonesia lawyers club

BAB I PENDAHULUAN. Definisi mengenai kalimat memang telah banyak ditulis orang.

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dibedakan menjadi dua sarana,

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antarpesona dan memelihara hubungan sosial. Tujuan percakapan bukan

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan manusia, karena melalui bahasa manusia dapat saling berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi, sebab bahasa adalah alat komunikasi yang sangat penting,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong.

I. PENDAHULUAN. lain, sehingga orang lain mengetahui informasi untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Adat istiadat merupakan suatu hal yang sangat melekat dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya kegiatan, peradaban kebudayaan manusia. Bahasa adalah alat

KESANTUNAN TUTURAN IMPERATIF DALAM KOMUNIKASI ANTARA PENJUAL HANDPHONE DENGAN PEMBELI DI MATAHARI SINGOSAREN

BAB II LANDASAN TEORI. Mandiraja, kabupaten banjarnegara (Kajian inferensi wacana) dengan penelitian

REALISASI TINDAK TUTUR DIREKTIF MEMINTA DALAM INTERAKSI ANAK GURU DI TK PERTIWI 4 SIDOHARJO NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dan kerjasama dalam kehidupan sehari-hari. Dengan berinteraksi,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejak diberlakukannya kurikulum 1984 dalam pembelajaran bahasa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Manusia menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan sesama.

I. PENDAHULUAN. sangat berperan penting di samping bahasa tulis. Percakapan itu terjadi apabila

BAB I PENDAHULUAN. situasi tutur. Hal ini sejalan dengan pendapat Yule (2006: 82) yang. menyatakan bahwa tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang

REALISASI KESANTUNAN BERBAHASA PADA PERCAKAPAN SISWA KELAS IX SMP NEGERI 3 GEYER

WUJUD KALIMAT IMPERATIF TUTURAN GURU TAMAN KANAK-KANAK KARYA PKK PACONGKANG KABUPATEN SOPPENG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia membutuhkan orang lain untuk saling

BAB 2 TINDAK TUTUR DAN SLOGAN IKLAN. Pandangan Austin (Cummings, 2007:8) tentang bahasa telah menimbulkan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Tindak tutur adalah bagian dari pragmatik yang digagasi oleh Austin

BAB II KAJIAN TEORI. Fraser dalam Irawan (2010:7) mendefinisikan kesopanan adalah property

BAB I PENDAHULUAN. Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun,

ANALISIS KALIMAT PERINTAH PADA CERITA ANAK DALAM SURAT KABAR SOLOPOS EDISI OKTOBER-DESEMBER 2012

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, harapan, pesan-pesan, dan sebagainya. Bahasa adalah salah satu

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu tuturan,

BAB I PENDAHULUAN. tetapi juga pada pemilihan kata-kata dan kalimat-kalimat yang digunakan,

BAB I PENDAHULUAN. pertimbangan akal budi, tidak berdasarkan insting. dan sopan-santun non verbal. Sopan-santun verbal adalah sopan santun

KESANTUNAN IMPERATIF DALAM BAHASA BATAK TOBA

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, mulai dari sarana untuk menyampaikan informasi, memberi perintah, meminta

I. PENDAHULUAN. Suatu kenyataan bahwa manusia mempergunakan bahasa sebagai sarana

TINDAK TUTUR DALAM BERCERITA SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 CIAMIS

diperoleh mempunyai dialek masing-masing yang dapat membedakannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial diharuskan saling berkomunikasi dan

BAB I PENDAHULUAN. digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Manusia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. mengekspresikan tulisanya baik lisan maupun tulisan dengan memanfaatkan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46). Untuk

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sarana bagi manusia untuk dapat berkomunikasi dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Tindak tutur dapat dikatakan sebagai suatu tuturan saat seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Jenis interaksi antarmanusia sangat beragam. Salah satu contoh interaksi terjadi pada

TINDAK TUTUR IMBAUAN DAN LARANGAN PADA WACANA PERSUASI DI TEMPAT-TEMPAT KOS DAERAH KAMPUS

TINDAK TUTUR DALAM DIALOG DRAMA KISAH CINTA 40 MENIT KARYA DIDI ARSANDI

TINDAK TUTUR EKSPRESIF PADA INTERAKSI PEMBELAJARAN GURU DAN SISWA KELAS 1 SD TAHUN AJARAN 2011/2012

BAB I PENDAHULUAN. arbitrer yang digunakan oleh suatu anggota masyarakat untuk bekerja sama,

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain. Mereka saling berinteraksi dengan orang di sekitarnya maupun

BAB I PENDAHULUAN. secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan digunakan dalam

TINDAK TUTUR DAN KESANTUNAN BERBAHASA DI KANTIN INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat adalah penerima informasi atau berita dari segala informasi

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa jurnalistik merupakan ragam bahasa tersendiri yang dipakai dalam

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. sikap terhadap apa yang dituturkannya. kegiatan di dalam masyarakat. Bahasa tidak hanya dipandang sebagai gejala

BAB I PENDAHULUAN. dengan usia pada tiap-tiap tingkatnya. Siswa usia TK diajarkan mengenal

ANALISIS KALIMAT PERINTAH PADA NOVEL PERAHU KERTAS KARYA DEWI LESTARI ARTIKEL PUBLIKASI. Guna Mencapai Derajat S-1

BAB I PENDAHULUAN. beberapa unsur. Unsur-unsur tersebut sengaja dipadukan pengarang dan dibuat

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Penggunaan bahasa

BAB I PENDAHULUAN. yaitu bahasa tulis dan bahasa lisan. Bahasa lisan dan bahasa tulis salah satu

TINJAUAN PRAGMATIK TINDAK TUTUR DIREKTIF DALAM SCRIP ADA APA DENGAN CINTA? KARYA RUDI SOEDJARWO

TINDAK TUTUR ILOKUSI DIREKTIF PADA TUTURAN KHOTBAH SALAT JUMAT DI LINGKUNGAN MASJID KOTA SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tiara Ayudia Virgiawati, 2014

TUTUR PUJIAN GURU DALAM INTERAKSI PEMBELAJARAN DI KELAS

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhubungan dengan bahasa.

ABSTRACT: Kata kunci: kesantunan, tuturan, imperatif. maksim penghargaan, maksim kesederhanaan,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya memerlukan komunikasi untuk dapat

Transkripsi:

5 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan 1. Skripsi berjudul Bentuk Imperatif Tindak Tutur Wacana Persuasif pada Fasilitas Umum oleh Desy Andriyani, NIM 0801040066, Tahun 2012. Penelitian tersebut menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian tersebut mendeskripsikan jenis tindak tutur dan bentuk-bentuk imperatif yang terdapat dalam wacana persuasif pada fasilitas umum. Data yang digunakan adalah tuturan pada papan larangan dan perintah di fasilitas umum. Tahap penelitian terdiri dari: penyediaan data, analisis data, dan penyajian hasil analisis data. Tahap analisis menggunakan metode agih. Teknik dasar dalam metode agih adalah teknik perluasan. Tahap penyajian data dalam penelitian ini menggunakan teknik informal. Penelitian tersebut menghasilkan jenis tindak tutur yaitu: tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung serta bentuk-bentuk imperatif berupa tuturan yang mengandung makna pragmatik perintah, tuturan yang mengandung makna pragmatik suruhan, tuturan yang mengandung makna pragmatik permintaan, tuturan yang mengandung makna pragmatik permohonan, tuturan yang mengandung makna pragmatik desakan, tuturan yang mengandung makna pragmatik bujukan, tuturan yang mengandung makna pragmatik imbauan, tuturan yang mengandung makna pragmatik persilaan, tuturan yang mengandung makna pragmatik ajakan, tuturan yang mengandung makna pragmatik permintaan izin, tuturan yang mengandung makna pragmatik mengizinkan, tuturan yang mengandung makna pragmatik larangan, tuturan yang mengandung makna pragmatik harapan, tuturan yang mengandung makna pragmatik umpatan, 5

6 tuturan yang mengandung makna pragmatik ucapan selamat, tuturan yang mengandung makna pragmatik anjuran, tuturan yang mengandung makna pragmatik ngelulu. 2. Skripsi berjudul Wacana Persuasif dalam Bahasa Spanduk Kampanye Pemilu Tahun 2004 di Kecamatan Bumiayu, oleh Eni Widiastuti, NIM 0001040008, tahun 2004. Penelitian tersebut menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian tersebut mendeskripsikan teknik-teknik persuasif, jenis tindak tutur dan aspek dan efek komunikasi pada wacana persuasif pada spanduk kampanye. Data yang digunakan adalah spanduk kampanye pemilu 2004. Teknik pengumpulan data menggunakan metode aksidental, metode simak, metode catat, metode cakap. Teknik analisis data menggunakan metode padan. Teknik padan yang digunakan adalah teknik padan pragmatik. Penelitian tersebut menghasilkan teknik persuasi yaitu: rasionalisasi, identifikasi, sugesti, konformitas, kompensasi, dan pengganti. Tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi serta aspek komunikasi yang berupa aspek sosial, moral, politik, geografis. Efek komunikasi berupa umpan balik positif dan negatif. Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut, maka penelitian yang berjudul Tuturan Imperatif dalam Wacana Spanduk Kampanye Pilcaleg Tahun 2014 di Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap, berbeda dengan penelitian yang sebelumnya yaitu pada data, sumber data dan hasil penelitian. Dalam penelitian ini, data yang diperoleh peneliti dari spanduk kampanye calon legislatif di Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap tahun 2014. Tahap analisis menggunakan metode padan dan metode agih. Penelitian ini menghasilkan wujud pragmatik imperatif dengan makna pragmatik imperatif perintah, makna pragmatik imperatif suruhan, makna pragmatik imperatif

7 permintaan, makna pragmatik imperatif permohonan, makna pragmatik imperatif desakan, makna pragmatik imperatif bujukan, makna pragmatik imperatif imbauan. Oleh karena itu, dapat dilihat kembali perbedaan yang dilakukan oleh peneliti dengan penelitian sebelumnya. B. Hakekat Bahasa Menurut Kridalaksana (dalam Aslinda dkk, 2010:1), bahasa merupakan satu sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer, yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat untuk berinteraksi dan mengidentifikasi diri. Keraf (2004: 2), mengidentifikasikan bahasa sebagai suatu sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer, yang dapat diperkuat dengan gerak-gerik badaniah yang nyata. Ia merupakan simbol karena rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia harus diberikan makna tertentu. Simbol adalah tanda yang diberikan makna tertentu, yaitu mengacu kepada sesuatu yang dapat diserap panca indera. Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan oleh suatu kelompok anggota masyarakat sebagai alat untuk berkomunikasi dan berinteraksi dan untuk mengidentifikasikan diri satu sama lain. C. Fungsi Bahasa Penganalisisan wacana berarti penganalisisan bahasa dan pemakainya. Seperti kita ketahui bahwa berbicara tak bisa dilepaskan dari faktor-faktor yang menyebabkan kita memilih kata-kata, frasa-frasa ataupun kalimat-kalimat yang kita gunakan dalam berkomunikasi itu tentu kita dasarkan atas fungsi bahasa tersebut. Fungsi bahasa yang kita gunakan didasarkan atas tujuan kita berkomunikasi. Berbeda tujuan maka akan

8 berbeda pula alat komunikasi, baik bentuk dan sifatnya. Fungsi bahasa yang digunakan untuk penganalisisan wacana berkaitan dengan fungsi bahasa, Keraf (2004: 3) mengatakan bahwa bahasa mempunyai empat fungsi yaitu: (1) sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri, (2) alat komunikasi, (3) alat mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, dan (4) alat mengadakan kontrol sosial. Menurut Geoffrey Leech (dalam Aslinda dkk, 2010: 90) fungsi bahasa ada 5, yakni: (1) Fungsi Informasional, (2) Fungsi Eksprefis, (3) Fungsi Direktif, (4) Fungsi aestetik, dan (5) Fungsi fatis. Lebih lanjut diungkapkan oleh Leech (dalam Aslinda dkk, 2010: 90) bahwa tiap-tiap fungsi berkorelasi dengan 5 unsur utama situasi komunikatif yakni: (1) Pokok persoalan (subject-matter) untuk fungsi informasional, (2) originator yaitu pembicara atau penulis untuk fungsi ekspresif, (3) Penerima yaitu pendengar atau pembaca untuk fungsi direktif, (4) Saluran Komunikasi diantara mereka untuk fungsi aestetik dan (5) Pesan Kebahasaan itu sendiri untuk fungsi fatis. D. Variasi atau Ragam Bahasa Ragam bahasa adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk menunjukkan salah satu dari sekian varian yang terdapat dalam pemakaian bahasa. Selanjutnya variasi itu timbul karena kebutuhan penutur akan adanya alat komunikasi yang sesuai situasi dalam konteks sosialnya. Adanya berbagai variasi menunjukkan bahwa pemakai bahasa (tutur) itu bersifat aneka ragam (heterogen). Terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa ini bukan hanya disebabkan oleh penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan sangat beragam atau (Chaer dan Agustina, 2004: 61). Ragam bahasa adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi, keadaan, atau untuk keperluan tertentu.

9 Ragam bahasa dari segi penggunaan berhubungan dengan kehidupan seharihari. Misalnya untuk situasi formal digunakan ragam bahasa yang disebut ragam baku atau ragam standar, untuk situasi yang tidak formal digunakan ragam yang tidak baku atau ragam nonstandar. Dari segi sarana yang digunakan dapat dibedakan adanya ragam lisan dan ragam tulisan. Juga ada ragam bahasa bertelepon, ragam bahasa bertelegram, dan sebagainya. Untuk keperluan pemakaiannya dapat dibedakan adanya ragam bahasa ilmiah, ragam bahasa jurnalistik, ragam bahasa sastra, ragam bahasa militer, dan ragam bahasa hukum (Chaer, 2007:56). Chaer dan Agustina (2004: 62) membagi variasi bahasa menjadi empat segi, yaitu 1) dari segi penutur terdiri atas idiolek, dialek, kronolek, sosiolek 2) dari segi pemakaian biasanya variasi bahasa itu digunakan berdasarkan bidang penggunaanya, 3) dari segi keformalan terdiri dari ragam baku, ragam resmi/ formal, ragam usaha, ragam santai atau kasual dan 4) dari segi sarana terdiri dari lisan dan tulisan. Dalam setiap tuturan nampak adanya beberapa unsur yang mengambil peranan antara lain: penutur, pendengar, tempat bicara, pokok pembicaraan, suasana berbicara dan lain sebagainya. Dalam pembicaraan seseorang penutur selalu mempertimbangkan pada siapa ia berbicara, dimana, tentang masalah apa, kapan dan dalam suasana bagaimana. Dengan adanya pertimbangan itu maka timbullah ragam atau variasi-variasi bahasa sesuai dengan fungsi dan situasinya. Ragam atau variasi bahasa terdapat pada masyarakat yang berbeda-beda profesi, bidang kegiatan, atau wilayah tempat tinggal meskipun masih berdekatan. Dalam hal ini bahasa dalam spanduk kampanye pemilu berupa bahasa Indonesia dan salah satu ragam bahasa Jawa. Bahasa Jawa adalah Bahasa yang digunakan penduduk suku bangsa jawa di Jawa Tengah, yaitu dialek Banyumas. Dialek Banyumas digunakan oleh pengguna

10 bahasa Jawa di wilayah Banyumas, Purbalingga, Cilacap dan Banjarnegara (http://id.wikipedia.org/wiki/bahasa_jawa - diakses tanggal 28 Februari 2014). E. Wacana dan Analisis Wacana 1. Wacana Kesatuan bahasa yang lengkap sebenarnya bukanlah kata atau kalimat, sebagaimana dianggap beberapa kalangan dewasa ini, melainkan wacana atau discourse. Sebab itu, penyelidikan dan diskripsi sintaksis tidak boleh dibatasi pada satuan kalimat saja, tetapi harus dilanjutkan ke kesatuan yang lebih besar, yaitu wacana (Lubis, 2010: 23). Kata wacana banyak digunakan oleh berbagai bidang ilmu pengetetahuan mulai dari ilmu bahasa, psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, sastra, dan sebagainya. Menurut Cook (dalam Badara, 2012: 16-17) wacana adalah suatu penggunaan bahasa dalam komunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. Kata wacana merupakan kata serapan yang digunakan sebagai pemadan kata dari bahasa Inggris discourse yang berarti lari kian-kemari, yang diturunkan dari dis- dari, dalam arah yang berbeda, curere lari, (Sobur, 2009: 9). Istilah discourse ini selanjutnya digunakan oleh para ahli bahasa dalam kajian linguistik, sehingga kemudian dikenal istilah discourse analyse atau dalam bahasa Perancis dikenal dengan istilah l Analyse du discourse. Menurut Marwoto dkk (1987: 151) wacana adalah paparan penyampaian ide atau pikiran secara teratur, baik lisan maupun tertulis. Wacana (discourse) adalah satuaan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis)

11 atau pendengar (dalam wacana lisan), tanpa keraguan apa pun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, berarti wacana itu dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan kewacanaan lainnya (Chaer, 2007: 267). Menurut Alwi dkk (2003: 419), wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain dan membentuk kesatuan. Tarigan (2009: 24) mengemukakan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang paling lengkap, lebih tinggi dari klausa dan kalimat, memiliki kohesi dan koherensi yang baik, mempunyai awal dan akhir yang jelas, berkesinambungan, dan dapat disampaikan secara lisan atau tertulis. Wacana lisan disampaikan secara lisan, melalui media lisan yang berupa pidato, ceramah, khotbah, kuliah dan deklamasi. Wacana tulis disampaikan secara tertulis, melalui media tulis yang dapat ditemui dalam koran, buku dan lain-lain. Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap atau terbesar dalam hierarki gramatikal, merupakan satuan gramatikal tertinggi yang terdiri dari seperangkat kalimat yang berkaitan satu sama lain, dan membentuk suatu jaringan yang berupa pertalian semantik, dilengkapi dengan kohesi dan koherensi. 2. Analisis Wacana Menurut Cook (dalam Arifin & Rani, 2004: 9), analisis wacana merupakan kajian yang membahas tentang wacana sedangkan wacana adalah bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi. Senada dengan itu, Stubbs (dalam Arifin & Rani, 2004: 9), menyatakan bahwa analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis

12 maupun lisan. Penggunaan bahasa secara alamiah tersebut berarti penggunaan bahasa seperti dalam komunikasi sehari-hari. Stubbs juga menambahkan bahwa analisis wacana menekankan penggunaan bahasa dalam konteks sosial, khususnya dalam interaksi antar penutur. Sementara itu, Sobur (2009: 48) mendefinisikan analisis wacana sebagai studi tentang struktur pesan dalam komunikasi. Lebih tepatnya lagi, telaah mengenai aneka fungsi (pragmatik) bahasa. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi serta menelaah berbagai fungsi (pragmatik) bahasa dan berusaha mencapai makna yang sangat dekat dengan makna yang dimaksud oleh pembicara dalam wacana lisan atau penulis dalam wacana tulisan. Selanjutnya analisis wacana iklan spanduk kampanye diartikan sebagai suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi serta menelaah berbagai fungsi (pragmatik) yang muncul dalam sebuah iklan kampanye. F. Pragmatik 1. Pengertian Pragmatik Bidang pragmatik dalam linguistik dewasa ini mulai mendapat perhatian para peneliti dan pakar bahasa di Indonesita yakni bagaimana bahasa itu digunakan dalam komunikasi. Pragmatik cenderung mengkaji fungsi ujaran atau fungsi bahasa daripada bentuk atau strukturnya. Perkembangan bahasa selalu mengikuti perkembangan kehidupan manusia, yaitu perkembangan pola pikir manusia, teknologi, kebudayaan dan pendidikan. Karena pragmatik mencakup penggunaan bahasa dalam interaksi maka pragmatik memperhatikan pula aspek-aspek lain dalam komunikasi seperti

13 pengetahuan dunia (world know-ledge), hubungan antara pembicara dengan pendengar atau orang ketiga, dan macam-macam tindak ujaran (speech acts) (Dardjowidjojo, 2010: 26). Menurut Yule (2006: 5), pragmatik adalah studi tentang hubungan antara bentuk-bentuk linguistik dan pemakaian bentuk-bentuk itu. Wijana (dalam Rohmadi, 2004: 2) menjelaskan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan digunakan dalam komunikasi. Jadi, makna yang dikaji pragmatik adalah makna terikat konteks atau dengan kata lain mengkaji maksud penutur. Firth (dalam Rohmadi, 2004: 1) mengemukakan bahwa kajian bahasa tidak dapat dilakukan tanpa mempertimbangkan konteks situasi yang meliputi partisipan, ciri-ciri situasi yang relevan dengan hal yang sedang berlangsung, dan dampakdampak tindak tutur yang diwujudkan dengan bentuk-bentuk perubahan yang timbul akibat tindakan partisipan. Dari pengertian pragmatik tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pragmatik adalah salah satu cabang ilmu yang mempelajari bahasa secara eksternal. Bahasa eksternal yaitu antara bahasa dan konteks situasi yang meliputi partisipan dan dampak-dampak tindak tutur yang diwujudkan dengan bentukbentuk perubahan yang timbul akibat tindakan partisipan. 2. Aspek Pragmatik Pragmatik merupakan kajian bahasa yang terikat konteks. Sebuah tuturan dapat digunakan untuk menyampaikan beberapa maksud dan sebaliknya satu maksud dapat disampaikan dengan beraneka ragam tuturan. Hal itu dipengaruhi oleh konteks yang melingkupi tuturan itu. Sehubungan dengan keanekaragaman maksud yang mungkin dikomunikasikan oleh penutur dalam sebuah tuturan. Leech (dalam

14 Rohmadi, 2004: 23-27) mengemukakan sejumlah aspek yang senantiasa harus dipertimbangkan dalam studi pragmatik, meliputi: (1) penutur dan lawan tutur, (2) konteks tutur, (3) tujuan tutur, (4) tuturan sebagai bentuk tindakan aktivitas, (5) tuturan sebagai produk tindak verbal. a. Penutur dan mitra tutur Penutur adalah orang yang bertutur, yaitu orang yang menyatakan fungsi pragmatis tertentu di dalam peristiwa komunikasi. Sementara itu, mitra tutur adalah orang yang menjadi sasaran sekaligus kawan penutur di dalam pertuturan. Di dalam peristiwa tutur peran penutur dan mitra tutur dilakukan secara silih berganti. Apabila seseorang semula berperan sebagai penutur, pada tahap tutur berikutnya dapat menjadi mitra tutur, demikian sebaliknya. Konsep ini juga mencakup penulis dan pembaca bila tuturan yang bersangkutan dikomunikasikan dengan media tulisan. Aspek-aspek yang terkait dengan komponen penutur dan mitra tutur antara lain usia, latar belakang sosial, ekonomi, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat keakraban, dan sebagainya. Mas Mamad : Hai, Mur! Kapan datang dari Yogyakarta? Murliwan : Kemarin sore. Saya datang ke Solo dengan Mas Agus. Mas mamad : Ok. Sekarang kita temui penulis Cenderamata Cinta from ABG to ABG di kampus UNS. Percakapan di atas dilakukan oleh penutur Mas Mamad dan lawan tutur Murliwan. Penutur dan lawan tutur nampaknya sudah saling kenal. Dikarenakan keduanya sudah saling mengenal sehingga kelihatan akrab. Penutur dan lawan tutur memiliki background knowledge yang sama dalam topik pembicaraan. Mas Mamad sebagai penutur. Murliwan bertindak sebagai lawan tutur. Tujuan utama dari

15 pembicaraan penutur dan lawan tutur di atas adalah untuk menemui penulis buku yang berjudul Cenderamata Cinta from ABG to ABG di kampus UNS Solo. b. Konteks tutur Istilah konteks didefinisikan sebagai situasi lingkungan dalam arti luas yang memungkinkan peserta pertuturan dapat berinteraksi dan yang membuat ujaran mereka dapat dipahami. Tujuan utama konteks ini adalah supaya mitra tutur dan lawan tutur saling memahami tuturan. Konteks tuturan penelitian linguistik adalah konteks dalam semua aspek fisik atau latar belakang sosial sesuai dari tuturan yang bersangkutan. Dalam pragmatik konteks itu pada hakekatnya adalah semua latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang dipahami bersama oleh penutur dan mitra tutur. Keberhasilan suatu komunikasi, di samping ditentukan oleh persamaan bahasa, juga ditentukan oleh adanya persamaan pengetahuan mengenai konteks yang melingkupi selama komunikasi tersebut berlangsung. Yuli : Mas Mamad, sekarang di mana? Mamad : Kleco. Yuli : Kok bisa. Sekarang tukang bakso kan sudah lewat depan rumah. Mamad : Ya. Sebentar lagi. Tuturan percakapan yang dlakukan oleh penutur Yuli dan lawan tutur Mamad terasa janggal ketika Yuli menjawab Kok bisa. Sekarang tukang bakso kan sudah lewat di depan rumah. Jawaban Yuli seolah-olah tidak sambung dengan apa yang dikatakan oleh mamad. Mengapa Yuli justru mengatakan tuturan tersebut? Hal itu dilakukan oleh Yuli karena Mamad dan Yuli sudah memahami konteks tuturan, yaitu tukang bakso lewat depan rumah. Berdasarkan background knowledge antara Yuli dan Mamad telah diketahui bahwa mamad biasanya pulang bersamaan dengan tukang bakso yang lewat di depan rumah.

16 c. Tujuan ujaran Tujuan tuturan adalah apa yang ingin dicapai penutur dengan melakukan tindakan bertutur. Komponen ini menjadikan hal yang melatarbelakangi tuturan karena semua tuturan memiliki suatu tujuan. Bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tuturan. Dalam hubungan ini bentuk-bentuk tuturan yang bermacam-macam dapat digunakan untuk menyatakan satu maksud atau sebaliknya satu maksud dapat disampaikan dengan beranekaragam tuturan. Bentuk-bentuk tuturan Pagi, selamat pagi, dan met pagi dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang sama, yakni menyapa lawan tutur yang ditemui pada pagi hari. Selain itu, Selamat pagi dengan berbagai variasinya bila diucapkan dengan nada tertentu, dan situasi yang berbeda-beda dapat juga digunakan untuk mengejek teman atau kolega yang terlambat datang ke pertemuan, atau siswa yang terlambat masuk kelas, dan sebagainya. ( Seorang siswa SMP sedang coret-coret tembok di kelas) Ibu : Andi, sedang apa kamu? Andi : Melukis. Ibu : Oh, melukis? Ya coba kamu melukis pada tembok tembok di kelas kita. Ibu akan melihat hasilnya. Andi : Maaf Bu. Tuturan antara bu guru dan Andi di kelas menunjukan antara penutur dan lawan tutur dalam memahami konteks dan tujuan tuturan. Bu guru merupakan penutur dan Andi merupakan lawan tutur. Andi dalam percakapan di atas dapat memahami maksud tuturan bu guru. Maksud tuturan bu guru Oh, melukis? Ya coba kamu melukis pada tembok-tembok di kelas kita. Ibu akan melihat hasilnya adalah untuk melarang Andi melukis di tembok kelas.

17 d. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas Tindak tutur sebagai bentuk tindakan atau aktivitas adalah bahwa tindak tutur itu merupakan tindakan juga. Jika tata bahasa berhubungan dengan unsur-unsur kebahasaan yang abstrak, seperti kalimat dalam studi sintaksis, proposisi dalam studi semantik, dan sebagainya, pragmatik berhubungan dengan tindak verbal yang lebih konkret yang terjadi dalam situasi tertentu. Tindak tutur sebagai suatu tindakan tidak ubahnya sebagai tindakan mencubit. Hanya saja, bagian tubuh yang berperan berbeda. Pada tindakan mencubit tanganlah yang berperan, sedangkan pada tindakan bertutur alat ucaplah yang berperan. Pragmatik menangani bahasa pada tingkatannya yang lebih konkret, dibanding tata bahasa, yaitu tuturan yang konkret jelas penutur dan mitra tuturnya, serta waktu dan tempat pengutaraannya. Iwan : Her, nilai rapotmu kok merah. Katanya kamu dibelikan playstation sebagai hadiah kenaikan kelas. Heru : Oh tentu dong. Rapotku memang merah, tapi itu kan sampulnya. Soal nilai aku juaranya. Iwan : Oh begitu. Tuturan antara Iwan dan Heru di atas sebagai penutur dan lawan tutur. Iwan sebagai penutur. Heru sebagai lawan tutur. Tuturan diatas sedang membicarakn topik playstation untuk Heru sebagai hadiah kenaikan kelas. Kekuatan tutur Heru terletak pada tuturan Rapotku memang merah, tapi itu kan sampulnya. Soal nilai aku juaranya. e. Tuturan sebagai produk tindak verbal Sebagai produk tindak verbal, tuturan itu merupakan hasil suatu tindakan. Tindakan manusia itu dibedakan menjadi dua, yaitu tindakan verbal dan tindakan

18 nonverbal. Berbicara atau bertutur itu adalah tindakan verbal. Karena tercipta melalui tindakan verbal, tuturan itu merupakan produk tindak verbal. Tindak verbal adalah tindak mengekpresikan kata-kata atau bahasa. Wujud tuturan dalam contoh di atas sebagai bukti produk tindak verbal yang dikeluarkan oleh Heru dan Iwan dalam berkomunikasi. Dengan demikian, tuturan sebagai produk tindak verbal akan terlihat dalam setiap percakapan lisan maupun tertulis antara penutur dan lawan tutur. Warno : Dik Lis, mau ke mana? Lisa : Saya mau ke UGM, Mas. Warno : Lho katanya mau ke Magelang. Lisa : Wah nggak jadi karena besok saya ada kuliah. Warno : Ya sudah. Aku ke kantor dulu, ya. Tuturan antara Warno dan Lisa menunjukkan produk tindak tutur verbal dalam berkomunikasi. Sebagai produk tindak verbal, tuturan itu merupakan hasil suatu tindakan. Warno bertindak sebagai penutur. Lisa sebagai lawan tutur. Penutur dan lawan tutur saling merespon apa, siapa, di mana, tujuan, dan bagaimana sebuah tuturan terjadi dalam situasi tutur. Kelima aspek tersebut menurut Leech (dalam Rohmadi, 2004: 23-27) harus selalu diperhatikan dalam mengkaji setiap tuturan karena setiap tuturan selalu terikat pada konteks dan situasi yang melingkupinya. Jadi, aspek-aspek di atas tidak dapat terlepas dari bagian suatu tuturan. Dari uraian diatas dapat diketahui bahwasannya dalam melakukan ujaran ada beberapa aspek yang harus diperhatikan. Aspek-aspek tersebut akan berpengaruh pada keberterimaan dan keefektifan ujaran yang dilakukan. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa dalam memaknai suatu ujaran faktor-faktor di luar ujaran itu sendiri tidak dapat diabaikan.

19 G. Bentuk Tuturan Imperatif Kalimat dipahami sebagai rentetan kata yang disusun secara teratur berdasarkan kaidah pembentukan tertentu. Setiap kata dalam rentetan itu memiliki makna sendiri-sendiri dan urutan kata-kata itu menentukan jenis kalimatnya. Pada bentuk tuturan imperatif ini, diuraikan secara singkat perihal aneka kalimat dalam bahasa Indonesia yaitu kalimat deklaratif, kalimat interogatif, dan kalimat imperatif. Kalimat deklaratif dalam bahasa Indonesia dapat merupakan tuturan langsung dan dapat pula merupakan tuturan tidak langsung. Kalimat interogatif apabila seorang penutur bermaksud mengetahui jawaban terhadap suatu hal atau suatu keadaan, penutur akan bertutur dengan menggunakan kalimat interogatif kepada si mitra tutur. Kalimat impertaif dalam bahasa Indonesia dapat berkisar antara suruhan yang sangat keras atau kasar sampai dengan permohonan yang sangat halus atau santun. 1. Kalimat Berita (Deklaratif) Kalimat deklaratif adalah kalimat yang isinya menyampaikan pernyataan yang diajukan kepada orang lain (Chaer, 2009:187). Menurut Putrayasa (2009: 19) kalimat berita merupakan kalimat yang mendukung suatu pengungkapan peristiwa atau kejadian.. Dilihat dari maksud penggunaannya, kalimat berita dibedakan atas lima kalimat, antara lain: (1) Hanya menyampaikan informasi faktual berkenaan dengan alam sekitar atau pengalaman penutur, (2) untuk menyatakan keputusan atau penilaian, (3) Untuk menyatakan perjanjian, peringatan, nasihat, (4) Untuk menyatakan ucapan selamat atas suatu keberhasilan atau ucapan perihatin atas suatu kemalangan, (5) Untuk memberi penjelasan, keterangan atau perincian kepada seseorang (Chaer, 2009: 188-189).

20 Menurut Rahardi (2000: 73) kalimat deklaratif dalam bahasa Indonesia mengandung maksud memberitakan sesuatu kepada si mitra tutur. Sesuatu yang diberitakan kepada mitra tutur itu lazimnya merupakan pengungkapan suatu peristiwa atau suatu kejadian. Pengungkapan suatu peristiwa atau suatu kejadian tersebut dapat berupa kejadian atau peristiwa yang sedang berlangsung, akan berlangsung maupun telah berlangsung. Kalimat deklaratif dalam bahasa Indonesia dapat merupakan tuturan langsung dan dapat pula merupakan tuturan tidak langsung. Berkaitan dengan pernyataan itu, tuturan-tuturan berikut dapat digunakan sebagai ilustrasi. (8) Ibu menyahut, Si Atik akan segera pulang dari Jepang bulan depan. (8a) Ibu menyahut dengan mengatakan bahwa si Arik akan segera pulang dari Jepang bulan depan. Dituturkan oleh Ibu Atik kepada suaminya ketika mereka bersama-sama duduk dengan santai di serambi rumah mereka sambil membaca Koran. Baik tuturan (8) maupun (8a) keduanya mengandung maksud menyatakan atau memberitahu sesuatu, dalam hal ini informasi bahwa seseorang yang bernama Atik itu akan segera pulang dari Negara Jepang. Dengan demikian jelas bahwa kedua kalimat itu merupakan kalimat deklaratif. Dari segi bentuk kalimat deklaratif dalam bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi bermacam-macam, yakni kalimat deklaratif yang bersusun inverse, kalimat deklaratif yang berdiatesis pasif. 2. Kalimat Tanya (Interogatif) Menurut Rahardi (2000: 75) kalimat interogatif adalah kalimat yang mengandung maksud menanyakan sesuatu kepada si mitra tutur. Dengan perkataan lain apabila seorang penutur bermaksud mengetahui jawaban terhadap suatu hal atau suatu keadaan, penutur akan bertutur dengan menggunakan kalimat interogatif kepada

21 si mitra tutur. Di dalam bahasa Indonesia, terdapat paling tidak lima macam cara untuk mewujudkan tuturan interogatif. Kelima macam cara itu dapat disebutkan satu persatu sebagai berikut: (1) dengan membalik urutan kalimat, (2) dengan menggunakan kata apa atau apakah, (3) dengan menggunakan kata bukan atau tidak, (4) dengan mengubah intonasi kalimat menjadi intonasi tanya, dan (5) dengan menggunakan kata-kata tanya tertentu. Kalimat deklaratif bahasa Indonesia dapat diubah menjadi kalimat interogatif dengan menambahkan kata apa atau apakah. (9) a. Apakah itu sudah hamper lulus ASMI. b. Apa anak itu sudah hamper lulus ASMI? c. Apakah anak itu sudah hamper lulus ASMI? Konteks tuturan : Tuturan ini dituturkan oleh seorang pimpinan perusahaan yang sudah mengenal mahasiswa ASMI tertentu dan bermaksud akan mempekerjakannya setelah lulus. Apabila dibandingkan antara tuturan (b) dengan tuturan (c) diatas, tampak bahwa tuturan (c) bermakna lebih halus dibandingkan dengan tuturan (b). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa partikel -kah yang ditambahkan pada kata apa di dalam kalimat interogatif dapat berfungsi sebagai pemerhalus tuturan. Dengan perkataan lain, partikel -kah yang diletakkan pada kata tanya apa itu dapat dianggap sebagai salah satu penanda kesantunan. 3. Kalimat Perintah (Imperatif) Menurut Cook (dalam Putrayasa, 2009: 31) kalimat perintah (imperatif) adalah kalimat yang dibentuk untuk memancing responsi yang berupa tindakan atau perbuatan. Sedangkan menurut Alwi dkk (2003: 353), perintah atau suruhan dan permintaan jika ditinjau dari isinya, dapat diperinci menjadi enam golongan:

22 1) Perintah atau suruhan biasa jika pembicara menyuruh lawan bicaranya berbuat sesuatu, 2) Perintah halus jika pembicara tampaknya tidak memerintah lagi, tetapi menyuruh mencoba atau mempersilakan lawan bicara sudi berbuat sesuatu, 3) Permohonan jika pembicara, demi kepentingan, minta lawan bicara berbuat sesuatu, 5) Larangan atau perintah negatif, jika pembicara menyuruh agar jangan dilakukan sesuatu, 6) Pembiaran jika pembicara minta agar jangan dilarang. Menurut Rahardi (2000: 77-83), kalimat imperatif mengandung maksud memerintah atau meminta agar mitra tutur melakukan suatu sebagaimana diinginkan si penutur. Kalimat imperatif dalam bahasa Indonesia dapat berkisar antara suruhan yang sangat keras atau kasar sampai dengan permohonan yang sangat halus atau santun. Kalimat imperatif dapat pula berkisar antara suruhan untuk melakukan sesuatu sampai dengan larangan untuk melakukan sesuatu. Maka kalimat imperatif dalam bahasa Indonesia sangat kompleks dan bervariasi. Kalimat imperatif dapat diklasifikasikan menjadi sebagai berikut. a. Kalimat Imperatif Biasa Di dalam bahasa Indonesia, kalimat imperatif biasa lazimnya memiliki ciri-ciri berikut: (1) berintonasi keras, (2) didukung dengan kata keja dasar, dan (3) berpartikel pengeras lah. Kalimat imperatif jenis ini dapat berkisar antara imperatif yang sangat halus sampai dengan imperatif yang sangat kasar. Imperatif yang sangat halus memiliki kadar suruhan lebih halus. Sedangkan imperatif yang sangat kasar memiliki kadar suruhannya cenderung lebih kasar. Kalmat imperatif itu dapat dilihat pada contoh tuturan berikut.

23 (10) Monik, lihat! Konteks Tuturan: Dituturkan oleh teman Monik pada saat ia ingin menunjukkan buku yang baru saja dibelinya dari toko buku kepada Monik. Keduanga adalah teman satu kos. b. Kalimat Imperatif Permintaan Kalimat imperatif permintaan adalah kalimat imperatif dengan kadar suruhan sangat halus. Lazimnya, kalimat imperatif permintaan disertai dengan sikap penutur yang lebih merendah dibandingkan dengan sikap penutur pada waktu menuturkan kalimat imperatif biasa. Dalam Kalimat imperatif perintah, penutur sebagai pihak yang membutuhkan. Sedangkan lawan tutur sebagai pihak yang dibutuhkan. Kalimat imperatif permintaan tersebut ditandai dengan pemakaian penanda kesantunan tolong, coba, harap, mohon, dan beberapa ungkapan lain seperti sudilah kiranya, dapatkah seandainya, diminta dengan hormat, dan dimohon dengan sangat. Contoh : (11) Sudilah kiranya Bapak menanggapi surat kami secepatnya! Disampaikan oleh seorang pelamar pekerjaan dalam sebuah suratlamaran yang disertai berkas-berkas kelengkapan lamaran. c. Kalimat Imperatif Pemberian Izin Kalimat Imperatif yang dimaksudkan untuk memberikan izin ditandai dengan pemakaian penanda kesantunan silahkan, biarlah, dan beberapa ungkapan lain yang bermakna mempersilakan seperti diperkenankan, dipersilahkan, dan diizinkan. Kalimat imperatif pemberian izin guna mempersilahkan lawan tutur untuk melakukan sesuatu. Secara pragmatik, imperatif dengan maksud atau makna pragmatik

24 mengizinkan dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Lazimnya diwujudkan dalam tuturan nonimperatif. Contoh tuturan berikut dapat dicermati untuk memperjelas pernyataan ini. Contoh : (12) Ian Silakan ambil buah duku itu kalau kau mau! Tadi nenek belikan buah duku untuk cucuku di pasar. Ayo! Konteks tuturan : Dituturkan oleh seorang nenek kepada cucunya yang sedang berkunjung kerumahnya. Di meja makan terdapat beberapa buah duku yang sengaja disiapkan oleh sang cucu yang sudah mengatakan mau datang mengunjungi sang nenek. d. Kalimat Imperatif Ajakan Kalimat Imperatif ajakan biasanya digunakan dengan penanda kesantunan ayo (yo), biar, coba, mari, harap, hendaknya, hendaklah. Kalimat imperatif ajakan dimaksudkan jika pembicara mengajak lawan bicara berbuat sesuatu. Ketujuh macam penanda kesantunan itu masing-masing memiliki makna ajakan. Tidak semua kalimat ajakan diwujudkan dengan tuturan imperatif atau tuturan langsung. Kalimat ajakan dapat pula diwujudkan dengan tuturan nonimperatif atau tuturan tidak langsung. Penanda kesantunan mari atau ayo di dalam tuturan dapat dilihat pada contoh tuturan berikut Contoh : (13) Nang Coba keraskan sedikit radio itu! Dalangnya siapa itu? Dituturkan oleh seorang kakek kepada cucunya yang saat itu bersama-sama sedang mendengarkan siaran wayang kulit dari radio.

25 (14) Harap diselesaikan dulu tugas berat ini bersama-sama! Dituturkan oleh seorang direktur kepada para pembantunya yang saat itu sudah akan pulang ke rumah masing-masing sedangkan pekerjaan yang harus dikerjakan bersama masih banyak. e. Kalimat Imperatif Suruhan Kalimat imperatif suruhan biasanya digunakan bersama penanda kesantunan ayo, biar, coba, harap, hendaklah, hendaknya, mohon, silakan, dan tolong. Berdasarkan fungsinya dalam hubungan situasi, suruhan berarti mengharapkan tanggapan yang berupa tindakan dari orang yang diajak bicara. Kalimat imperatif suruhan berarti lebih halus daripada perintah. Kalimat imperatif suruhan tidak saja diwujudkan dengan tuturan imperatif. Tuturan imperatif dapat pula diwujudkan dengan tuturan nonimperatif. Tuturan-tuturan berikut dapat dipertimbangkan untuk memperjelas pernyataan ini. (15) Biar kamu menunggu rumah saja bersama Joko, nanti malam! Bapak akan berangkat sendiri saja. Dituturkan oleh Ayah kepada anaknya yang saat itu ingin ikut pergi bersamanya. Karena keduanya bersikeras ingin ikut, akhirnya sang Ayah menyuruh keduanya tinggal dirumah saja dan tidak ada yang ikut acara malam itu. (16) Silakan dibuka dulu bingkisan itu! Silakan Yan buka dulu yang itu! Dituturkan oleh seorang Ibu kepada anaknya yang saat itu menerima hadiah ulang tahun dari temannya. Dengan sangat gembira anak itu ingin segera membuka bingkisan-bingkisan yang disampaikan oleh teman-temannya. H. Wujud Imperatif Menurut Rahardi (2000: 87) wujud imperatif mencakup dua macam hal, yakni (1) wujud imperatif formal atau struktural dan (2) wujud imperatif pragmatik atau

26 nonstruktural. Wujud formal imperatif adalah realisasi maksud imperatif dalam bahasa Indonesia menurut ciri struktural atau ciri formalnya. Sedangkan wujud pragmatik imperatif adalah realisasi maksud imperatif menurut makna pragmatiknya. Makna yang demikian dekat dengan konteks situasi tutur yang melatarbelakangi munculnya tuturan tuturan imperatif itu. Dengan demikian wujud pragmatik imperatif dalam bahasa Indonesia itu dapat berupa tuturan yang bermacam-macam sejauh di dalamnya terkandung makna pragmatik imperatif. 1. Wujud formal imperatif Wujud formal berkaitan dengan jenis kalimat perintah (imperatif). Secara formal, tuturan imperatif dalam bahasa Indonesia meliputi dua macam perwujudan, yakni imperatif aktif dan imperatif pasif. Imperatif aktif dibentuk dengan penggunaan awalan men- pada verbanya, dan dapat juga menghilangkan subjek yang lazimnya berupa persona kedua, mempertahankan bentuk verba yang dipakai dalam kalimat deklaratif itu seperti apa adanya, serta menambahkan sufiks lah pada bagian tertentu. Sufiks lah tersebut untuk memperhalus maksud imperatif tersebut. Sedangkan imperatif pasif digunakan pada kadar suruhan yang didalamnya cenderung rendah. a. Imperatif Aktif Kalimat imperatif memiliki ciri formal seperti intonasi yang ditandai nada rendah di akhir tuturan, pemakaian pertikel penegas, penghalus, dan kata tugas ajakan, harapan, permohonan, dan larangan. Berdasarkan penggolongan verbanya, imperatif aktif dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni imperatif aktif yang bercirikan tidak transitif dan imperatif aktif yang bercirikan transitif. Imperatif aktif tidak transitif. digunakan dengan tidak menyertakan objek pada tuturannya. Imperatif transitif

27 digunakan dengan menyertakan objek pada tuturannya. Pada bagian berikut kedua macam tipe imperatif tersebut diuraikan terperinci. 1) Imperatif aktif tidak transitif Menurut Rahardi (2000, 88), imperatif aktif tidak transitif dapat dibentuk dari tuturan deklaratif, yakni dengan menetapkan ketentuan-ketentuan berikut: (a) menghilangkan subjek yang lazimnya berupa persona kedua seperti Anda, Saudara, kamu, kalian, Anda sekalian, Saudara sekalian, dan kalian-kalian; (b) mempertahankan bentuk verba yang dipakai dalam kalimat deklaratif itu seperti apa adanya; (c) menambahkan sufiks lah pada bagian tertentu untuk memperhalus maksud imperatif tersebut. Imperatif aktif tidak transitif dibentuk dari kalimat deklaratif (taktransitif) yang dapat berpredikat dasar, frasa adjektival, dan frasa verbal yang berprefiks ber- atau meng- ataupun frasa preposisional. Contoh tuturan di bawah ini dapat dengan jelas dilihat bahwa untuk membentuk imperatif aktif yang tidak transitif, verba tidak transitif yang berupa kata dasar seperti berdansa, berlibur, dan berteriak tidak perlu mengalami perubahan. Demikian pula apabila verba tidak transitif itu merupakan kata turunan yang didahului dengan men- seperti misalnya pada membisu dan menyeberang, unsur men- pada verba itu tidak perlu ditinggalkan terlebih dahulu untuk membentuk tuturan imperatif aktif tidak transitif. (17) Hei Kamu kemari kalau berani! (18) Hei Kemari kalau berani! (19) Hei Kemarilah kalau berani! Konteks Tuturan : Tuturan-tuturan tersebut disampaikan oleh anak-anak kecil pada saat mereka saling berdebat karena akan saling berkelahi

28 2) Imperatif aktif transitif Untuk membentuk tuturan imperatif aktif transitif, verbanya harus dibuat tanpa berawalan men-. Apabila verba kalimat deklaratif yang akan dibentuk menjadi kalimat aktif transitif itu memiliki dua unsur awalan, seperti misalnya memper dan member, hanya unsur men sajalah yang perlu ditanggalkan. Akhiran yang melekat pada verba tetap dipertahankan dan tidak perlu dihilangkan di dalam pembentukan tuturan imperatif aktif transitif. Perlu dicatat bahwa apabila verba kalimat deklaratif yang akan dibentuk menjadi imperatif akif transitif itu memiliki dua unsur awalan seperti misalnya memper- dan member-, hanya unsur men sajalah yang perlu ditinggalkan. Perlu dicatat pula bahwa akhiran melekat pada verba tetap dipertahankan dan tidak perlu dihilangkan di dalam pembentukan tuturan imperatif aktif transitif. Contoh : (20) Ambillah surat keterangan itu saja sekarang juga! (21) Kamu memperkecil suara radio itu. (22) Saudara memberhentikan pertengkaran itu. b. Imperatif pasif Di dalam komunikasi keseharian, maksud tuturan imperatif lazim dinyatakan dalam tuturan yang berdiatesis pasif. Digunakan bentuk tuturan yang demikian dalam menyatakan maksud imperatif karena pemakaian imperatif pasif itu, kadar suruhan yang didukung didalamnya cenderung menjadi rendah. Selain itu, bentuk imperatif pasif juga dapat mengandung konotasi makna bahwa orang ketigalah yang diminta melakukan sesuatu, bukannya orang kedua. Kadar permintaan dan kadar suruhan yang terdapat di dalam impertif itu tidak terlalu tinggi karena maksud dan tuturan itu tidak

29 secara langsung tertuju kepada orang yang bersangkutan. Pemasifan dalam bahasa Indonesia dapat dilakukan dengan dua cara yaitu (1) menggunakan verba prefiks didan (2) menggunakan verba tanpa prefiks di-. Contoh : (23) Surat itu diketik dan dikirim secepatnya! Konteks Tuturan : Tuturan ini disampaikan oleh seorang pemimpin kepada sekretaris atau pembantunya. Tuturan tersebut dituturkan dalam situasi yang agak tegang karena sang direktur marah. Tuturan (23) dapat menjadi semakin halus dan semakin tidak langsung apabila tuturan itu tidak diungkapkan dengan intonasi suruh. Selain itu, untuk mengurangi kadar kelangsungan tuturan seperti yang terdapat pada (23) dapat ditambahkan unsurusur lingual lain sehingga tuturan menjadi semakin panjang. Semakin panjang sebuah tuturan semakin tidak langsunglah maksud sebuah tuturan itu. Semakin langsung maksud sebuah tuturan menjadi semakin rendahlah kadar kesantunan. 2. Wujud Pragmatik Imperatif Wujud pragmatik imperatif dalam bahasa Indonesia tidak selalu berupa konstruksi imperatif. Dengan perkataaan lain, wujud imperatif dalam bahasa Indonesia berupa tuturan yang bermacam-macam, dapat berupa konstruksi imperatif dan dapat pula berupa konstruksi nonimperatif. Wujud pragmatik adalah realisasi maksud imperatif dalam bahasa Indonesia apabila dikaitkan dengan konteks situasi tutur yang melatarbelakanginya. Makna pragmatik imperatif tuturan itu sangat ditentukan oleh konteksnya. Konteks yang dimaksud dapat bersifat ekstralinguistik dan dapat pula bersifat intralinguistik. Menurut Rahardi (2000: 93) ada tujuh belas macam bentuk pragmatik imperatif dalam bahasa Indonesia.

30 1) Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Perintah Di dalam pemakaian bahasa Indonesia keseharian, terdapat beberapa makna pragmatik perintah yang tidak saja diwujudkan dengan tuturan imperatif. Tuturan imperatif dapat pula diwujudkan dengan tuturan nonimperatif. Imperatif yang demikian dapat disebut dengan imperatif tidak langsung yang hanya dapat diketahui makna pragmatiknya melalui konteks situasi tutur yang melatarbelakangi dan mewadaihnya. Banyak tuturan disekitar kita yang sebenarnya mengandung makna pragmatik tertentu, namun wujud konstruksinya bukan tuturan imperatif. Hanya konteks situasi tuturlah yang dapat menentukan kapan sebuah tuturan akan ditafsirkan sebagai imperatif perintah dan kapan pula sebuah tuturan akan dapat ditafsirkan dengan makna pragmatik imperatif yang lain. (24) Jika Nawaksara akan diseminarkan, silakan! Tuturan disampaikan seorang kepala Negara kepada masyarakat umum di dalam acara televise pada saat isu akan diseminarkannya pidato Nawaksara semakin merebak. Tuturan (24) Jika Nawaksara akan diseminarkan, silakan! yang dituturkan seorang kepala Negara itu akan dapat ditafsirkan menjadi bermacam-macam kemungkinan makna oleh warga masyarakat. Secara linguistik karena dibagian akhir tuturan itu terdapat kata silakan tuturan itu kemungkinan besar akan ditafsirkan sebagai sebuah imperatif yang bermakna persilaan. Oleh sementara orang lain, tuturan itu akan dapat ditafsirkan sebagai sebuah perintah. Tuturan tesebut di dalamnya terkandung maksud agar orang tidak perlu lagi mengadakan seminar pidato Nagaswara tersebut.

31 2) Tuturan yang Mengandung makna Pragmatik Imperatif Suruhan Berdasarkan fungsinya dalam hubungan situasi, suruhan berarti mengharapkan tanggapan yang berupa tindakan dari orang yang diajak bicara. Makna suruhan berarti lebih halus daripada perintah. Makna pragmatik imperatif suruhan tidak saja diwujudkan dengan tuturan imperatif. Tuturan imperatif dapat pula diwujudkan dengan tuturan nonimperatif. Secara struktural, imperatif yang bermakna suruhan dapat ditandai oleh pemakaian kesantunan coba. (25) Coba luruskan kakimu kemudian ditekuk lagi perlahan-lahan! (25a) Saya menyuruhmu supaya meluruskan kakimu kemudian ditekuk lagi perlahan-lahan. Tuturan ini disampaikan oleh seorang ahli pijat urat kepada seorang pasien.pasien itu terkilir kakinya sehingga sangat sulit untuk diluruskan seperti dalam keadaan normal. Tuturan diatas secara berturut-turut dapat diparafrasa sehingga menjadi tuturan (25a) untuk mengetahui secara pasti apakah benar tuturan tersebut merupakan imperatif dengan makna suruhan. Pada kegiatan bertutur yang sesungguhnya, makna pragmatik imperatif suruhan itu tidak selalu diungkapkan dengan konstruksi imperatif seperti yang disampaikan diatas. Seperti yang terdapat pada wujud-wujud imperatif lain, makna pragmatik suruhan dapat diungkapkan dengan tuturan deklaratif dan tuturan interogatif. 3) Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Permintaan Tuturan Imperatif yang mengandung makna permintaan mempunyai kadar suruhan yang sangat halus. Dalam tuturan ini sikap penutur lebih merendah

32 dibandingkan dengan penutur pada waktu berkomunikasi dengan kalimat imperatif perintah. Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif suruhan tidak saja diwujudkan dengan tuturan imperatif. Makna permintaan dapat pula diwujudkan dengan tuturan nonimperatif. Lazimnya terdapat ungkapan penanda kesantunan tolong atau frasa lain yang bermakna minta. (26) Totok : Tolong pamitkan, Mbak! Narsih : Iya, Sis. Selamat jalan, ya! Tuturan ini disampaikan oleh seseorang kepada sahabatnya pada saat ia akan meninggalkan rumahnya pergi ke kota karena ada keperluan yang tidak dapat ditinggalkan. Pada saat yang sama sebenarnya ia harus menghadiri sebuah acara rapat karang taruna di desanya. Tuturan yang disampaikan Totok pada (26), yakni Tolong pamitkan Mbak dapat berparafrasa menjadi Saya minta tolong supaya pamitkan, Mbak. Engan demikian dapat dikatakan bahwa tuturan-tuturan tersebut merupakan imperatif permintaan. Dari penelitian didapatkan bahwa makna pragmatik imperatif permintaan itu banyak diungkapkan dengan konstruksi nonimperatif. Sebagai contoh dapat dipertimbangkan tuturan-tuturan berikut. (27) Manajer personalia : Sebaiknya diperhatikan umur saya kalau mau adapenentuan manajer Personalia lagi. General Manager : Sebaiknya memang tidak lebih dari 60 tahun, kok. Tuturan ini disampaikan oleh dua orang pemimpin perusahaan pada saat mereka bersama-sama sedang menikmati minum dan makanan kecil selesai rapat membicarakan sesuatu berkenaan dengan kepegawaian di perusahaan itu.

33 4) Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Permohonan Secara struktural, imperatif yang mengandung makna permohonan biasanya, ditandai dengan ungkapan penanda kesantuan mohon. Selain ditandai dengan hadirnya penanda kesantunan itu, sufiks lah juga lazim digunakan untuk memperluas kadar tuturan imperatif permohonan. Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif permohonan pada umumnya diwujudkan dengan tuturan imperatif atau imperatif langsung. Tidak semua makna permohonan diwujudkan dengan tuturan imperatif tetapi dapat pula diwujudkan dengan tuturan nonimperatif. Makna permohonan ini biasanya permintaan kepada orang yang kedudukannya lebih tinggi. Tuturan (28) dapat diparafrasa menjadi tuturan deklaratif pada tuturan (28a). Sebagaimana didapatkan pada bentuk-benuk imperatif lainnya, dalam kegiatan bertutur sesungguhnya makna pragmatik imperatif tidak selalu dituangkan dalam konstruksi imperative. (28) Mohon tanggapi secepatnya surat ini! Tuturan seorang karyawan kepada karyawan lain dalam sebuah pekerjaan pada saat mereka bekerja. (28a) Saya memohon Saudara menanggapi secepatnya surat ini. (29) Tuhan, Engkau tahu segala kebutuhan dan permasalahan kami. Engkau pasti tidak pernah akan menegakan kami. Amin Tuturan seseorang yang sedang berdoa disebuah tempat perjiarahan di Yogyakarta. 5) Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Desakan Lazimnya, imperatif dengan makna desakan menggunakan kata ayo atau mari sebagai pemerkah makna. Selain itu, kadang-kadang digunakan juga kata harap atau

34 harus untuk memberi penekanan maksud desakan tersebut. Intonasi yang digunakan untuk menuturkan imperatif jenis ini, lazimnya cenderung lebih keras dibandingkan dengan intonasi pada tuturan imperatif lainnya. Makna pragmatik imperatif desakan ini tidak saja diwujudkan dalam tuturan imperatif. Makna desakan dapat pula diwujudkan dengan tuturan nonimperatif. Contoh : (30) Kresna kepada Harjuna : Ayo, Harjuna segera lepaskan pusakamu sekarang juga! Nanti keduluan kakakmu, Karna. Tuturan diungkapkan oleh Kresna kepada Harjuna pada saatmereka berada di medan laga bertempur melawan Karna dan Salya dalam sebuah cerita pewayangan. (31) Seorang suami kepada dokter : Dokter, kapan istriku bisa segera keluar dari Ruang ICU dan pindah ke bangsa! Tuturan diatas merupakan cuplikan percakapan yang terjadi di sebuah ruang dokter di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta antara seorang bapak dengan dokter. 6) Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Bujukan Imperatif yang bermakna bujukan di dalam bahasa Indonesia biasanya diungkapkan dengan penanda kesantunan ayo atau mari. Selain itu, imperatif tersebut diungkapkan dengan penanda kesantunan tolong. Makna pragmatik imperatif bujukan tidak saja diwujudkan dengan tuturan imperatif atau tuturan langsung. Makna bujukan dapat pula diwujudkan dengan tuturan nonimperatif atau tuturan tidak langsung. Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif bujukan ini ditandai dengan alasan yang mendukung atau ditandai dengan hadiah. Seringkali didapatkan bahwa imperatif yang mengandung makna pragmatik bujukan, tidak diwujudkan dalam

35 bentuk tuturan imperatif seperti contoh diatas. Maksud atau makna pragmatik imperatif bujukan dapat dwujudkan dengan tuturan yang berbentuk deklaratif ataupun introgatif. (32) Ibu guru kepada anak didiknya yang masih anak Taman Kanak-kanak : Kerjakan dulu, ayo! Nanti yang paling cepat ibu kasih permen. Tuturan ini disampaikan oleh seorang guru kepada anak didiknya yang masih anak Taman Kanak-kanak dan susah untuk mengerjakan tugas. Tuturan itu dimaksudkan untuk membujuk si anak didik agar mau mengerjakan soal. (33) Seorang penjual kepada calon pembeli: Mobiliini irit sekali dan masih kalengan dan tambahan lagi masih tangan pertama. Tuturan ini berlangsung dalam peristiwa tawar-menawar di sebuah show-room mobil bekas di Yogyakarta.Perlu dijelaskan bahwa kalengan adalah istilah lazim digunakan untuk menyebut mobil yang berkondisi baik mendekati sempurna. 7) Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Himbauan Imperatif yang mengandung makna imbauan, lazimnya digunakan bersama partikel lah. Selain itu, imperatif jenis ini sering digunakan bersama dengan ungkapan penanda kesantunan harap dan mohon. Makna pragmatik imperatif imbauan tidak saja diwujudkan dengan tuturan imperatif. Makna imbauan dapat pula diwujudkan dengan tuturan nonimperatif. Imperatif jenis ini mempunyai makna memperingatkan atau menghimbau. Maksud atau makna pragmatik imperatif jenis ini dapat pula diwujudkan dengan bentuk-bentuk tuturan nonimperatif. (34) Jagalah kebersihan sekolah! Tuturan peringatan di sebuah sekolah di Purwokerto.