B A B IV HASIL DAN ANALISIS

dokumen-dokumen yang mirip
B A B III GPS REALTIME UNTUK PENGAMATAN TROPOSFER DAN IONOSFER

B A B I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. bab 1 pendahuluan

BAB IV ANALISIS. Gambar 4.1 Suhu, tekanan, dan nilai ZWD saat pengamatan

ANALISA NILAI TEC PADA LAPISAN IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGAMATAN GPS DUA FREKUENSI PEMBIMBING EKO YULI HANDOKO, ST, MT

BAB I PENDAHULUAN. Halaman Latar Belakang

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB III PENENTUAN ZENITH TROPOSPHERIC DELAY

BAB III PENGAMATAN GPS EPISODIK DAN PENGOLAHAN DATA

ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL. 3.1 Data yang Digunakan

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc

STUDI TENTANG CONTINUOUSLY OPERATING REFERENCE STATION GPS (Studi Kasus CORS GPS ITS) Oleh: Prasetyo Hutomo GEOMATIC ENGINEERING ITS

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS) Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS

B A B II ATMOSFER DAN GPS

BAB 3 PEMBAHASAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik

Komputasi TEC Ionosfer Mendekati Real Time Dari Data GPS

PENGEMBANGAN SISTEM GPS REALTIME UNTUK PENGAMATAN TROPOSFER DAN IONOSFER

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PENGUJIAN PROGRAM

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

Analisis Ketelitian Penetuan Posisi Horizontal Menggunakan Antena GPS Geodetik Ashtech ASH111661

On The Job Training PENGENALAN CORS (Continuously Operating Reference Station)

BAB IV ANALISIS. Lama Pengamatan GPS. Gambar 4.1 Perbandingan lama pengamatan GPS Pangandaran kala 1-2. Episodik 1 Episodik 2. Jam Pengamatan KRTW

GEOTAGGING+ Acuan Umum Mode Survei dengan E-GNSS (L1)

PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK

BAB Analisis Perbandingan Hasil LGO 8.1 & Bernese 5.0

PENGUKURAN GROUND CONTROL POINT UNTUK CITRA SATELIT CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE GPS PPP

GEOTAGGING+ Acuan Umum Mode Survei dengan E-GNSS (L1)

PEMANTAUAN POSISI ABSOLUT STASIUN IGS

PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM

PENGARUH DATA METEOROLOGI TERHADAP NILAI KOORDINAT HASIL PENGAMATAN GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG

ANALISA PERUBAHAN KARAKTERISTIK TEC AKIBAT LETUSAN GUNUNG MERAPI TAHUN 2010

GEOTAGGING+ Acuan Umum Mode Survei dengan E-GNSS (L1)

Studi Kinerja Perangkat Lunak Starpoint untuk Pengolahan Baseline GPS Irwan Gumilar, Brian Bramanto, dan Teguh P. Sidiq

BAB II SISTEM SATELIT NAVIGASI GPS

Analisa Perubahan Ionosfer Akibat Gempa Bumi Sumatra Barat Tanggal 2 Maret 2016

BAB II GPS DAN ATMOSFER

Analisa Perubahan Ionosfer Akibat Gempa Bumi Sumatra Barat Tanggal 2 Maret 2016

Jurnal Geodesi Undip April 2016

RANCANG BANGUN SISTEM MONITORING POSISI PUSKESMAS KELILING DENGAN MENGGUNAKAN GPS DAN JARINGAN GSM UNTUK APLIKASI TELEMEDIKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Varuliantor Dear Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, Pusat Sains Antariksa, LAPAN RINGKASAN

IMPLEMENTASI PROGRAM APLIKASI UNDUH FILE DATA REAL TIME INDEKS T GLOBAL UNTUK MENDUKUNG KEGIATAN PENELITIAN

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

PERBANDINGAN ANTARA MODEL TEC REGIONAL INDONESIA NEAR-REAL TIME DAN MODEL TEC GIM (GLOBAL IONOSPHERIC MAP) BERDASARKAN VARIASI HARIAN (DIURNAL)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISA NILAI TEC (TOTAL ELECTRON CONTENT) PADA LAPISAN IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGAMATAN GPS DUA FREKUENSI

BAB III RANCANG BANGUN

RANCANGAN PEMANFAATAN DATA TEC PADA SISTEM PPP NEAR REAL TIME DENGAN GPS FREKUENSI TUNGGAL

GEOTAGGING+ Acuan Umum Mode Survei dengan E-GNSS (MULTI)

Temporal Variation Analysis From Troposphere Delay Using GPS (Study: Bandung, Indonesia)

PERBANDINGAN PERUBAHAN TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) IONOSFER AKIBAT GEMPA BUMI DAN LETUSAN GUNUNG API

BAB III DATA DAN METODOLOGI

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PPK RTK. Mode Survey PPK (Post Processing Kinematic) selalu lebih akurat dari RTK (Realtime Kinematic)

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB 4 EVALUASI DAN IMPLEMENTASI

BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS

URUTAN PENGGUNAAN E-GNSS SECARA UMUM

BAB 4 PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN :

PENGARUH GEOMETRI SATELIT DAN IONOSFER DALAM KESALAHAN PENENTUAN POSISI GPS

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu alat yang dapat kita sebut canggih adalah GPS, yaitu Global

Latar Belakang STUDI POST-SEISMIC SEISMIC GEMPA ACEH 2004 MENGGUNAKAN DATA GPS KONTINYU. Maksud & Tujuan. Ruang Lingkup

ANALISIS DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU AKIBAT PENGARUH ANGIN MENGGUNAKAN PENGUKURAN GPS KINEMATIK

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2014

METODE PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

KARAKTERISTIK KEAKURASIAN DAN KEPRESISIAN GPS PRECISE POINT POSITIONING TESIS. ASIYANTHI T. LANDO NIM : Program Studi Survei Pemetaan Lanjut

BAB 2 DASAR TEORI. Gambar 2.1 Prinsip dasar penentuan posisi dengan GPS (Abidin, 2007)

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG. Winardi Puslit Oseanografi - LIPI

BAB I PENDAHULUAN I.1.

Bab III Pelaksanaan Penelitian

STUDI KONDISI UDARA DI ATAS GUNUNGAPI BATUR DENGAN MENGGUNAKAN GPS

VARIASI KUAT SIGNAL HF AKIBAT PENGARUH IONOSFER

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

BLUNDER PENGOLAHAN DATA GPS

MODUL 3 GEODESI SATELIT

ANALISIS DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU AKIBAT PENGARUH ANGIN MENGGUNAKAN METODE PENGUKURAN GPS KINEMATIK

Bab IV Analisis dan Pembahasan

BAB 2 STUDI REFERENSI

PROPAGASI GELOMBANG RADIO HF PADA SIRKIT KOMUNIKASI STASIUN TETAP DENGAN STASIUN BERGERAK

Bab VIII. Penggunaan GPS

Evaluasi Spesifikasi Teknik pada Survei GPS

BAB IV ANALISIS. Ditorsi radial jarak radial (r)

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN :

HASIL DAN ANALISIS. Tabel 4-1 Hasil kalibrasi kamera Canon PowerShot S90

BAB II TINJAUAN MENGENAI GPS DALAM SISTEM AIRBORNE LIDAR

Analisa Pengolahan Data Stasiun GPS CORS Gunung Merapi Menggunakan Perangkat Lunak Ilmiah GAMIT/GLOBK 10.6

Studi Perbandingan GPS CORS Metode RTK NTRIP dan Total Station dalam Pengukuran Volume Cut and Fill

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS)

Pelatihan Tracking dan Dasar-Dasar Penggunan GPS PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN - KEBUDAYAAN KEMENDIKBUD

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA Oleh : Winardi & Abdullah S.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data Loger. Pemasangan e-logbook dilakukan di kapal pada saat kapal sedang

Transkripsi:

B A B IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Output Sistem Setelah sistem ini dinyalakan, maka sistem ini akan terus menerus bekerja secara otomatis untuk mendapatkan hasil berupa karakteristik dari lapisan troposfer dan ionosfer secara realtime. Karakteristik dari troposfer diwakili oleh informasi PWV (Precipitable Water Vapour) berupa grafik nilai PWV dalam tiap jamnya, sedangkan karakteristik dari ionosfer diwakili oleh jumlah TEC (Total Electron Content) berupa peta TEC di bidang dengan batas garis lintang -2 sampai dengan -11 dan garis bujur 103 sampai dengan 112 pada setiap jamnya. Informasi PWV dan TEC tersebut dikeluarkan oleh sistem ini dalam sebuah file teks berupa postscript dengan ekstensi PS. File tersebut langsung dikirimkan oleh sistem ini ke pengguna (dalam hal ini si peneliti) via e-mail secara langsung sehingga pengguna bisa memperoleh hasil dimanapun dia berada. 4.1.1 Informasi PWV (Precipitable Water Vapour) Informasi PWV ditampilkan dalam sebuah grafik nilai PWV dengan satuan m/m 3 terhadap jam UTC. Di bawah ini merupakan salah satu informasi PWV yang dihasikan sistem ini pada hari ke 146 pada tahun 2008. Gambar 4.1 Contoh nilai PWV hasil pengolahan sistem 44

halaman 45 4.1.2 Informasi TEC (Total Electron Content) Informasi TEC ditampilkan dalam sebuah peta yang berisi informasi nilai TEC dengan satuan TECU. Di bawah ini merupakan salah satu hasil informasi TEC yang dihasilkan sistem ini pada hari ke 147 pada tahun 2008 jam 2 UTC atau jam 12 WIB. Gambar 4.2 Contoh nilai TEC hasil pengolahan sistem 4.2 Analisis Analisis ini difokuskan untuk mengetahui kemampuan dari sistem ini dalam mengolah data dan memvisualisasikannya sehingga informasinya tepat dan sesusai dengan harapan. 4.2.1 Analisis Data Input Data observasi GPS yang dipakai adalah data observasi dengan interval epok satu detik atau disebut data high rate, pemrosesan dilakukan setiap satu jam dengan pengamatan sepanjang satu jam juga, dengan demikian ada 3600 epok data yang diproses dalam setiap jamnya. Penggunaan data high rate akan menghasilkan data yang lebih baik daripada data dengan interval epok standar IGS yaitu 30 detik. Di bawah ini ada sebuah ilustrasi perbedaan antara pengambilan data dengan interval epok 30 detik dibandingkan dengan 1 detik.

halaman 46 Gambar 4.3 Perbedaan data yang terambil antara pemakaian data 30s dan data 1s Pada gambar 4.3 di atas terlihat bahwa perbedaan yang mendasar antara pemakaian data dengan interval epok 30 detik dan interval epok 1 detik terletak pada banyaknya data yang terambil, dimana sebenarnya bahwa nilai dari PWV ataupun TEC sangat bervariasi secara temporal. Ketika dipakai data dengan interval epok 1 detik maka akan semakin merepresentasikan keadaan atmosfer karena turun naiknya keadaan atmosfer setiap detik akan terekam dengan baik. Rentang data observasi yang diolah setiap running adalah 1 jam, hal ini disesuaikan dengan pengaturan dari sistem CORS yang mengeluarkan data observasinya dalam satu file RINEX setiap satu jam sekali. Ada dua hal penting yang mungkin terjadi dengan metode seperti itu, yaitu : Dalam rentang satu jam tersebut didapat satu nilai PWV dan atau TEC pada satu titik, hal ini menimbulkan suatu ambiguitas, nilai hasil yang didapat tersebut merupakan nilai pada menit keberapa, apakah menit pertama, kedua, atau yang terakhir. Dan kalaupun diketahui ternyata hasil tersebut adalah nilai PWV dan atau TEC pada menit kesekian, apakah kondisi pada menit sebelumnya ataupun sesudahnya mempengaruhi nilai dari hasil yang diperoleh.

halaman 47 Rentang waktu satu jam tersebut merepresentasikan suatu bidang dari lapisan troposfer dan atau ionosfer yang dikarakterisasi dan waktu satu jam tersebut sudah dirasa cukup untuk merepresentasikan keadaan kedua lapisan atmosfer tersebut. Data eksternal seperti informasi orbit satelit dan informasi rotasi bumi dan kutub digunakan data prediksi, hal ini dikarenakan karena dalam kebutuhan realtime saat ini belum ada data eksternal tersebut yang terbit sehingga mau tidak mau data prediksi lah yang dipakai. Pada tabel 2.4 mengenai estimasi kualitas orbit dijelaskan bahwa keakurasian untuk data IGS ultra rapid prediksi dibawah 10 cm, berbeda halnya dengan informasi final orbit yang bisa menyampai keakurasian 5 cm. Akibatnya akan adanya suatu kesalahan acak yang mengakibatkan hasil bergeser antara 0 sampai sekitar 10 cm. Masking angle yang dipakai adalah sebesar 10, hal ini berkaitan dengan masalah multipath yang terjadi pada pengamatan GPS. Semakin kecil sudut pengamatan maka semakin banyak data yang didapat dan akan lebih luas pula lapisan troposfer dan ionosfer yang teramati akan tetapi dengan semakin kecilnya sudut pengamatan maka akan semakin rawan terkena multipath dan akan berpengaruh pula pada jarak penjalaran sinyal pada kedua lapisan atmosfer tersebut dimana akan semakin besar pula kesalahan yang diakibatkan oleh bias atmosfer tersebut. Berkaitan dengan posisi antena receiver yang berada di atas gedung 5 lantai dan diasumsikan tidak adanya objek yang menghalangi sinyal satelit maka dipakai nilai 10 untuk sudut pengamatannya. 4.2.2 Analisis Metodologi Pemrosesan Data Metode dari pemrosesan data yang dipakai adalah dengan PPP (Precise Point Positioning) dimana dilakukan akuisisi data hanya satu receiver dan tidak terikat (differensial) dengan titik pengamatan lainnya. Sebagaimana diketahui bahwa metode PPP ini hanya bisa menghasilkan data dengan ketelitian posisi hingga dm (desimeter) atau cm (centimeter), berbeda halnya bila dipakai metode differensial yang bisa menghasilkan ketelitian sampai dengan level mm (milimeter). Untuk mendapatkan hasil dengan ketelitian tinggi biasanya dipakai data fase dalam pengolahannya dengan syarat ambiguitas fasenya telah dihilangkan. Sistem ini menggunakan

halaman 48 metode PPP yang tentu saja sulit untuk menghilangkan ambiguitas fasenya sehingga sistem ini menggunakan data kode untuk pengolahan datanya. Hal ini akan berdampak pada hasil yang diperoleh dimana hasilnya tentu saja tidak akan menyaingi ketelitian dari data fase. 4.2.3 Analisis Sistem Keunggulan dari sistem pengamatan troposfer dan ionosfer ini adalah otomatis, realtime, dan kontinyu dimana otomatis diartikan bahwa hasil diperoleh tanpa campur tangan operator, realtime berarti hasil diperoleh seketika mungkin setelah data didapat, dan kontinyu berarti hasil diperoleh secara terus menerus atau berkelanjutan. Ketika sistem ini dinyalakan maka sistem ini akan berjalan secara otomatis mulai dari proses akuisisi data, persiapan pengolahan, pengolahan data, dan visualisasi data hasil. Hal ini bisa dilakukan karena adanya suatu pemograman yang berbasiskan pada algoritma yang dipersiapkan untuk memproses setiap data dalam semua kondisi waktu yang memungkinkan. Misalnya sistem ini bisa memproses data pada hari ini pada jam sekarang, maka sistem ini akan bisa bekerja memproses data untuk kondisi besok, ataupun hari selanjutnya tanpa merubah atau mensetting ulang pada algoritmanya. Tekniknya terletak pada semua data yang dipakai yang selalu berformatkan waktu observasi dan juga nilai waktu (tahun, bulan, tanggal, jam, julian date, gps week) yang selalu didefinisikan terlebih dahulu dalam suatu variabel sehingga sistem tersebut selalu bekerja sesuai dengan data yang akan diolah. Peneliti mengartikan kata realtime disini menjadi hasil diperoleh seketika mungkin setelah data didapat. Kata realtime disini menjadi cukup penting karena berhubungan dengan waktu dimana pengamatan dan waktu didapatnya hasil yang terselisihkan atau adanya delay akibat dari proses waiting, transmitting, dan processing. Di bawah ini adalah tabel yang menunjukkan delay yang terjadi dalam beberapa kali percobaan dan pencatatan waktu relatif terhadap jam komputer pemrosesan data. Tabel 4.1 Jenis dan waktu pemrosesan Komputer pemrosesan Jenis pemrosesan Waktu pemrosesan Komputer server Receiving file dari receiver GPS ± 3 menit

halaman 49 Komputer server Komputer pemrosesan data Transmitting file ke komputer pemrosesan data Persiapan pemrosesan (convert & moving rinex) < 1 menit < 30 detik Komputer pemrosesan data Download data IGS < 1 menit Komputer pemrosesan data Processing Data ± 5 menit Komputer pemrosesan data Plotting Data < 1 menit Keterangan : pemrosesan dilakukan pada komputer dengan jenis CPU Intel 733 MHz Dari beberapa kali pencatatan waktu ternyata delay pemrosesan berkisar antara 10 12 menit, berikut ilustrasinya: Gambar 4.4 Ilustrasi waktu pemrosesan Setelah sistem ini aktif maka data hasil terus menerus didapat setiap selang satu jam. Sistem ini sendiri kalau dilihat dari algoritma dan strategi pemrosesannya, dapat berjalan terus menerus minimal sampai tahun 2099, hal ini dikarenakan banyak sistem Bernese yang kadaluarsa pada tahun tersebut. Tetapi sebenarnya banyak sekali hal-hal lain yang mempengaruhi kekontinyuan dari sistem ini, yaitu : Koordinat fix dari titik pengamatan yang harus diupdate, dikarenakan adanya pergerakan dari stasiun pengamatan, misalnya akibat pergesaran lempeng atau pengaruh geodinamika lainnya. Ada beberapa file dari sistem Bernese yang harus terus diupdate, misalnya informasi kerusakan satelit yang harus diupdate tiap tahun. Terpengaruhi oleh kekuatan dan perangkat keras dari sistem tersebut.

halaman 50 4.2.4 Analisis Data Hasil Di bawah ini adalah nilai ZTD hasil pengolahan sistem untuk hari ke 34 dan ke 35 pada tahun 2008 beserta dengan nilai standar deviasinya yang disajikan dalam bentuk tabel ZTD dan juga grafik ZTD di bawah ini: Tabel 4.2 Nilai ZTD pada hari ke 34 dan 35 tahun 2008 JAM (UTC) ZTD (meter) Std. deviasi (meter) 00 2.15078 0.0015 01 2.12800 0.0016 02 2.11823 0.0024 03 2.08709 0.0033 04 2.09776 0.0033 05 2.08620 0.0033 06 2.08718 0.0029 07 2.01593 0.0053 08 2.06029 0.0043 09 2.10118 0.0032 10 2.08971 0.0041 11 2.06954 0.0063 12 2.04517 0.0055 13 2.10430 0.0036 14 2.12079 0.0019 15 2.13055 0.0021 16 2.13055 0.0023 17 2.14399 0.0024 18 2.14830 0.0027 19 2.13264 0.0030 20 2.16410 0.0031 21 2.17546 0.0039 22 2.18452 0.0034 23 2.16410 0.0011 JAM (UTC) ZTD (meter) Std. deviasi (meter) 00 2.14540 0.0014 01 2.12833 0.0016 02 2.13313 0.0027 03 2.09103 0.0036 04 2.09636 0.0027 05 2.09199 0.0030 06 2.09723 0.0030 07 2.04847 0.0039 08 2.07293 0.0035 09 2.07048 0.0039 10 2.06738 0.0039 11 2.09607 0.0030 12 2.10318 0.0029 13 2.14582 0.0018 14 2.14284 0.0018 15 2.1502 0.0020 16 2.15467 0.0029 17 2.15828 0.0031 18 2.16111 0.0025 19 2.15333 0.0023 20 2.14822 0.0033 21 2.17838 0.0040 22 2.18577 0.0039 23 2.16536 0.0021

ZTD + Std. Deviasi (meter) ZTD + Std. Deviasi (meter) halaman 51 2.20 2.15 2.10 2.05 2.00 Grafik ZTD dengan Standar Deviasinya 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Jam (UTC) 2.20 2.15 2.10 2.05 2.00 Grafik ZTD dengan Standar Deviasinya 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Jam (UTC) Gambar 4.5 Grafik ZTD dengan standar deviasinya pada dayofyear 34 dan 35 tahun 2008 Pada tabel 4.2 di atas terlihat bahwa nilai kepresisian dari hasil pengolahan sistem ini untuk nilai ZTD cukup bagus yaitu berkisar sekitar 0.003 meter dengan nilai maksimum standar deviasinya sebesar 0.0063 meter dan nilai minimumnya sebesar 0.0011 meter. Untuk menganalisis lebih lanjut mengenai perolehan data yang dihasilkan oleh sistem untuk pengamatan troposfer maka pada penelitian ini data hasil dibandingkan dengan hasil pengolahan data GPS (post-processing) secara offline dengan metode differensial. Data yang dipakai adalah data ZTD satu hari dengan interval 60 menit pada hari ke 34 dalam tahun 2008.

ZTD (meter) ZTD (meter) halaman 52 2.20 2.15 2.10 2.05 2.00 Grafik ZTD (Zenith Tropospheric Delay) doy 34 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 JAM (UTC) Post Processing Sistem Realtime 2.2 2.15 2.1 2.05 2 Grafik ZTD (Zenith Tropospheric Delay) doy 35 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 JAM (UTC) Post Processing Sistem Realtime Keterangan : Hasil pengolahan data post-processing didapat dari skripsi Penentuan ZTD dengan Teknik GPS dan Permasalahannya [Pradipta, 2008] Gambar 4.6 Grafik perbandingan ZTD Untuk lebih jelasnya, perbedaan antara nilai ZTD hasil pengolahan data dengan pengolahan sistem ditampilkan pada tabel 4.3 di bawah ini. Tabel 4.3 Selisih nilai ZTD hasil sistem dan hasil post-processing DOY 034 DOY 035 JAM (UTC) Selisih nilai ZTD Selisih nilai ZTD JAM (UTC) (meter) (meter) 00 0.0548 00 0.0161 01 0.0677 01 0.0185 02 0.0442 02 0.0370 03 0.0134 03-0.0055

halaman 53 04 0.0193 04 0.0050 05 0.0158 05 0.0088 06 0.0194 06 0.0175 07-0.0528 07-0.0254 08-0.0126 08-0.0052 09 0.0226 09-0.0126 10 0.0084 10-0.0091 11-0.0178 11 0.0330 12-0.0330 12 0.0430 13 0.0468 13 0.0784 14 0.0551 14 0.0662 15 0.0569 15 0.0687 16 0.0485 16 0.0742 17 0.0639 17 0.0765 18 0.0740 18 0.0833 19 0.0597 19 0.0786 20 0.0853 20 0.0784 21 0.0933 21 0.1050 22 0.1066 22 0.1084 23 0.0959 23 0.0828 Keterangan : (WIB = UTC + 7 jam) Dari gambar 4.2 dan tabel 4.3 di atas dapat dilihat bahwa selisih antara nilai ZTD hasil postprocessing dengan hasil sistem realtime cukup besar yaitu berkisar sekitar 0.0480 meter dengan selisih terbesar bernilai 0.1084 dan selisih terkecil bernilai 0.0051 meter, hal tersebut membuktikan bahwa hasil sistem mempunyai nilai yang lebih fluktuatif dikarenakan karena perbedaan metode yang mempunyai tingkat keakurasian yang berbeda. Perbedaan metode yang dipakai terletak pada: (lihat tabel 4.4) Tabel 4.4 Analisis perbedaan metode Metode Sistem Metode pengolahan data Keterikatan titik PPP (Absolut) Differensial Pemakaian data Data Code Data Fase Informasi orbit Orbit Prediksi Orbit Final Interval epok 1 detik 30 detik Data pengamatan 1 jam 24 jam

halaman 54 Metode PPP masih mempunyai nilai ketelitian antara level centimeter sampai dengan desimeter, berbeda dengan metode differensial yang sudah memiliki ketelitian sampai dengan 2 milimeter. Perbedaan pemakaian data antara data kode dengan data fase akan berpengaruh pula pada hasil yang diperoleh sebagaimana kita ketahui bahwa data fase mempunyai nilai ketelitian yang lebih besar daripada data kode karena kemampuannya menentukan nilai fase dengan syarat ambiguitas fasenya harus hilang. Data kode mempunyai nilai kepresisian antara 0.3 3 meter sedangkan data fase sudah mampunyai nilai kepresisian sampai dengan 0.0019 0.0024 meter. Mengacu pada tabel 2.3 bahwa nilai akurasi dari informasi orbit prediksi hanya berada di bawah 10 cm dan di bawah 5 ns untuk jam satelitnya, sangat berbeda jauh dengan informasi orbit final yang sudah berada di bawah 5 cm dan di bawah 0.1 ns untuk jam satelitnya. Pertanyaannya sekarang setelah melihat perbedaan dari kedua seri grafik di atas adalah seberapa besarkah nilai hasil dari sistem tersebut dapat dikatakan benar. Kalau dilihat dari nilai korelasinya tentu saja kecil karena kedua nilai tersebut tidak bisa disama-ratakan karena hasil sistem tersebut masih banyak mengandung kesalahan-kesalahan yang tidak bisa dihilangkan dalam keadaan realtime. Kesamaan kedua grafik tersebut sebenarnya cukup terlihat dari kecenderungan naik dan turunnya nilai PWV tersebut dalam waktu tertentu dan hal tersebutlah yang merepresentasikan karakter dari lapisan troposfer pada saat itu. Untuk nilai TEC dianalisis dari variasi temporalnya karena TEC dipengaruhi oleh aktifitas matahari, sehingga dengan data satu hari seperti pada gambar 4.5 dan 4.6 di bawah ini bisa terihat variasinya pada setiap jamnya. Di bawah ini adalah plot TEC tiap jam pada hari ke 159 pada tahun 2008 disertai dengan rms error dari nilai TEC setiap jamnya. Tabel 4.5 Tabel RMS Error TEC pada dayofyear 159 JAM (UTC) JAM (WIB) TEC Rata-rata (TECU) 00 07 19 0.03 01 08 25 0.02 02 09 32 0.02 03 10 27 0.03 04 11 40 0.03 05 12 51 0.03 06 13 37 0.05 07 14 54 0.04 RMS ERROR (TECU)

halaman 55 08 15 55 0.02 09 16 57 0.01 10 17 20 0.02 11 18 18 0.04 12 19 10 0.03 13 20 10 0.02 14 21 12 0.01 15 22 11 0.01 16 23 13 0.03 17 00 14 0.02 18 01 10 0.02 19 02 6 0.01 20 03 8 0.01 21 04 10 0.01 22 05 7 0.01 23 06 8 0.02 Keterangan : (WIB = UTC + 7 jam)

TEC (TECU) halaman 56 Gambar 4.7 Peta TEC hasil perolehan sistem pada dayofyear 159 2008 TEC rata-rata, TEC maksimum, dan TEC minimum 80 70 60 50 40 30 20 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 JAM (UTC) Rata-rata Maksimum Minimum Gambar 4.8 Grafik rata-rata nilai TEC setiap jam pada dayofyear 159 Terbukti pada gambar 4.7 dan 4.8 di atas bahwa semakin siang nilai TEC semakin tinggi dan mencapai nilai maksimum, sebaliknya setelah matahari terbenam nilai TEC semakin rendah sampai matahari kembali terbit. Pada grafik 4.8 dapat terlihat pula bahwa nilai sebaran dari

halaman 57 TEC di bidang peta TEC pada siang hari lebih tinggi dibandingkan dengan sebaran pada malam hari yang relatif lebih rendah. Pada tabel 4.5 terlihat bahwa nilai maksimum rms error dari hasil pengolahan data untuk penentuan nilai TEC adalah sebesar 0.05 TECU. Pada proses pemetaan TEC pada Bernese untuk mendapatkan file TEC map atau ionex, nilai TEC ditetapkan dengan rms error sebesar 0.1 TECU, selanjutnya pada proses visualisasi, nilai TEC diplot pada peta TEC dengan resolusi TEC sebesar 1 TECU, sehingga dapat disimpulkan bahwa informasi TEC pada data hasil mempunyai skala TEC sebesar 1 TECU. Nilai tersebut dinilai cukup untuk mendapatkan gambaran kondisi pada lapisan ionosfer.