ALAT BUKTI SAH SURAT: PENEMUAN, PEMBUKTIAN, DAN KETERTERIMAAN Budi Sampurna 1

dokumen-dokumen yang mirip
KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan 5 besar negara dengan populasi. penduduk terbanyak di dunia. Jumlah penduduk yang

PEMBUKTIAN MALPRAKTIK

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA. Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

Pengertian Maksud dan Tujuan Pembuatan Visum et Repertum Pembagian Visum et Repertum

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

VISUM et REPERTUM dr, Zaenal SugiyantoMKes

PENGANTAR MEDIKO-LEGAL. Budi Sampurna

PENYIAPAN DAN PEMBUKTIAN KASUS DI PENGADILAN Budi Sampurna 1

PERANAN VISUM ET REPERTUM DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENGGUNAAN ALAT PENDETEKSI KEBOHONGAN (LIE DETECTOR) PADA PROSES PERADILAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

FUNGSI DAN KEDUDUKAN VISUM ET REPERTUM DALAM PERKARA PIDANA ARSYADI / D

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

Pelayanan Forensik Klinik terhadap Perempuan & Anak Korban Kekerasan


Bagian Kedua Penyidikan

BAB I PENDAHULUAN. terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut. tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana.

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA

FUNGSI DAN KEDUDUKAN VISUM ET REPERTUM DALAM PERKARA PIDANA ARSYADI / D

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM DALAM PERKARA PENGANIAYAAN. Zulaidi, S.H.,M.Hum

KEKUATAN SURAT ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERSIDANGAN DITINJAU DARI HUKUM ACARA PIDANA

BAB II PENGERTIAN, KEWENANGAN DAN TUGAS PENYIDIKAN, JENIS, MENURUT HUKUM ACARA PIDANA ISLAM tentang Hukum Acara Pidana.

ABSTRAK MELIYANTI YUSUF

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bukti yang dibutuhkan dalam hal kepentingan pemeriksaan suatu

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB II. 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang KUHP. yang dibuat tertulis dengan mengingat sumpah jabatan atau dikuatkan dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

K homo homini lupus ketidakseimbangan dalam kehidupan manusia:pembunuhan, penganiayaan pemerkosaan, pencurian, dan tindak kejahatan lainnya sering ter

BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan untuk mencari kebenaran dengan mengkaji dan menelaah beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA DAN PENGELOLAAN BARANG BUKTI. (dalam kajian teoritis dan kerangka Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2010 tentang pengelolaan barang bukti) Oleh

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA

BAB V PENUTUP. 1. Berdasarkan metode yang digunakan, dan dari uraian di atas bahwa

KONSEP MATI MENURUT HUKUM

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN

RELEVANSI Skm gatra

TINJAUAN TERHADAP LANGKAH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUKTIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG MENGGUNAKAN RACUN

BAB V PENUTUP. 1. Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Miskin Menurut Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan jo.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI

ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA. (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB VI PENUTUP. 1. Prosedur tetap (protap) pembuatan visum et repertum. a. Pemeriksaan korban hidup. b. Pemeriksaan korban mati

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB II PENGATURAN ALAT BUKTI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA

JURNAL KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI INFORMASI ATAU DOKUMEN ELEKTRONIK DALAM PERADILAN PERKARA PIDANA KORUPSI

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

BAB I PENDAHULUAN. dan penyebab pertama kematian pada remaja usia tahun (WHO, 2013).

KONSEKUENSI HUKUM PENGINGKARAN ISI BERITA ACARA PEMERIKSAAN OLEH TERDAKWA DI PERSIDANGAN Oleh :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

REKAM MEDIS DAN ASPEK HUKUMNYA Edi Wahjuningati *

BAB V PENUTUP. pertanggungjawaban pidana, dapat disimpulkan bahwa:

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA PADANG 2014

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SURAT KETERANGAN MEDIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lex Crimen Vol. VI/No. 2/Mar-Apr/2017. KETERANGAN AHLI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PUTUSAN HAKIM 1 Oleh : Nixon Wulur 2

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

BUKTI ELEKTRONIK CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) DALAM SISTEM PEMBUKTIAN PIDANA DI INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

Abstrak. Kata kunci: pengajuan kasasi, pertimbangan hakim, tindak pidana penganiayaan. Abtract

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHUUAN. lainya, mengadakan kerjasama, tolong-menolong untuk memperoleh. pertikaian yang mengganggu keserasian hidup bersama.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Standar Pelayanan Medik

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan pemeriksaan investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

VISUM ET REPERTUM: A MEDICOLEGAL REPORT AS A COMBINATION OF MEDICAL KNOWLEDGE AND SKILL WITH LEGAL JURISDICTION

BAB I PENDAHULUAN. berada disekitar kita. Pemerkosaan merupakan suatu perbuatan yang dinilai

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 436 / MENKES / SK / VI / Tentang

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEWENANGAN PENYIDIK POLISI TERHADAP PEMERIKSAAN HASIL VISUM ET REPERTUM MENURUT KUHAP 1. Oleh : Yosy Ardhyan 2

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari Hukum Acara Pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ALUR PERADILAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Pembuktian merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam

IMPLEMENTASI OTOPSI FORENSIK DI INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIK RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR

Transkripsi:

Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia The Indonesian Association of Forensic Medicine Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan 2017 Proceeding Annual Scientific Meeting 2017 ALAT BUKTI SAH SURAT: PENEMUAN, PEMBUKTIAN, DAN KETERTERIMAAN Budi Sampurna 1 Abstract Legal evidence of surat or documentary evidence is interpreted as stated in Article 187 in Law number 8 year 1981 regarding Criminal Procedure Code. The documentary evidences include official reports and other letters/documents in the official form made by public officials, letters/documents made in accordance with the provisions of legislation or letters made by officials concerning matters of their respective responsibilities, and certificates of expert opinion based on his expertise. Whether documentary evidence is important and essential is dependent on how relevant the discovered documentary evidence, how its role in verifying the case or proving the questioned issue(s), and the admissibility of documentary evidence - including its weight. Keywords: document as evidence, discovery, proving, entering Afiliasi Penulis : 1. Departemen Forensik dan Medikolegal, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Korespondensi: Budi Sampurna PENDAHULUAN Di dalam Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ditemukan frasa bukti, barang bukti dan alat bukti, namun demikian yang diuraikan lebih lanjut hanya alat bukti sah. Menurut Pasal 184 alat bukti sah meliputi keterangan saksi, keterangan ahli, petunjuk, surat, dan keterangan terdakwa. 1 Sedangkan mengenai barang bukti tidak secara jelas diatur dalam Undang-Undang tersebut. Beberapa pasal dalam KUHAP memang mengatur tentang barang bukti, seperti Pasal 5, Pasal 8, Pasal 18, Pasal 21, Pasal 181, Pasal 194, dan Pasal 203, tetapi tidak ada yang menjelaskan pengertian barang bukti dan bagaimana hubungannya dengan alat bukti. Meskipun demikian dengan mendasarkan kepada Pasal 39 ayat (1) mengenai barang yang dapat disita dan pendapat para pakar hukum seperti Andi Hamzah, Martiman Prodjohamidjojo dan Ansori Hasibuan, Flora Dianti dalam menjawab konsultasi hukum dalam hukumonline.com menyimpulkan bahwa barang bukti meliputi: 2 a. Barang yang dipergunakan untuk melakukan tindak pidana. b. Barang yang dipergunakan untuk membantu melakukan suatu tindak pidana. c. Benda yang menjadi tujuan dari dilakukannya suatu tindak pidana. d. Benda yang dihasilkan dari suatu tindak pidana. 62 I S B N 978-602-50127-0-9 Pekanbaru, 15-16 Juli 2017

e. Benda tersebut dapat memberikan suatu keterangan bagi penyelidikan tindak pidana tersebut, baik berupa gambar ataupun berupa rekaman suara. f. Barang bukti yang merupakan penunjang alat bukti. Mengenai kapan sesuatu benda/barang di atas menjadi barang bukti juga tidak diatur dalam KUHAP. Namun mengingat Pasal 21 menyebutkan bahwa salah satu alasan penahanan adalah kekhawatiran akan merusak atau menghilangkan barang bukti, maka berarti barang bukti juga dapat berupa barang yang belum berada dalam pengelolaan penegak hukum. Alat bukti sah surat Alat bukti sah surat menurut Pasal 187 KUHAP terdiri dari 4 kategori 1, yaitu dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah: a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan; c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya; d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain. Terlihat di atas bahwa alat bukti sah surat merupakan documentary evidence yang resmi yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang dibuat oleh pejabat yang berwenang atau bertanggungjawab untuk itu. Sementara itu Kitab Undang- Undang Hukum Perdata mengatur bahwa pembuktian dapat dilakukan dengan bukti tertulis (Pasal 1866), baik berupa tulisan otentik ataupun tulisan di bawah tangan (Pasal 1867). Selanjutnya diterangkan dalam Pasal 1868 bahwa akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat. 3 Oleh karena pembuatan rekam medis memenuhi persyaratan sebagai surat otentik, yaitu diwajibkan dan diatur tata cara pembuatannya dengan peraturan perundang-undangan, maka rekam medis dapat dijadikan alat bukti sah surat. Pasal 13 ayat (1) huruf b Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 tahun 2008 tentang Rekam Medis memperkuatnya dengan menyebutkan pemanfaatannya sebagai alat bukti dalam proses penegakan hukum. 4 Rekam medis dapat diperlakukan sebagai alat bukti sah surat apabila ia berisi tentang hal-hal yang relevan dengan perkara, dalam hal ini apabila memuat hasil pemeriksaan, diagnosis, pemberian informasi (komunikasi-informasi-edukasi), persetujuan tindakan kedokteran, pengobatan, tindakan medis, tindakan operatif, perawatan, dan lain-lain yang berkaitan dengan pasien sebagai korban suatu dugaan tindak pidana atau gugatan 63 I S B N 978-602-50127-0-9 Pekanbaru, 15-16 Juli 2017

terhadap tindakan dokter yang mengakibatkan kecederaan / kematian /kerugian bagi pasien. Visum et repertum atau surat keterangan ahli juga dikelompokkan sebagai alat bukti sah surat. Banyak pakar hukum yang mempersoalkan dualisme posisi keterangan ahli, di Pasal 186 dinyatakan sebagai alat bukti sah keterangan ahli tetapi di Pasal 187 dinyatakan sebagai alat bukti sah surat. Perbedaannya sebetulnya jelas, yaitu pada ABS keterangan ahli yang menjadi bukti adalah keterangan dan pendapat ahlinya, sedangkan pada ABS surat yang menjadi bukti adalah barang bukti (pasien, mayat, sampel bahan, anak peluru, dll) yang diperiksa yang dituangkan dalam bentuk documentary evidence. Penemuan atau Produksi Alat Bukti Sah Surat Alat bukti sah surat pada umumnya diproduksi atas permintaan penyidik yang berwenang setelah peristiwa pidana tersebut dilaporkan, baik pada masa penyelidikan ataupun pada masa penyidikan. Penyidik mengajukan permintaan visum et repertum kepada dokter di rumah sakit, utamanya rumah sakit milik pemerintah pusat atau pemerintah daerah, atau rumah sakit yang merawat pasien akibat peristiwa pidana yang dimaksud. Pada pembuatan visum et repertum mayat cukup jelas diatur bahwa pemeriksaan mayat atau pemeriksaan bedah mayatnya dilakukan atas permintaan penyidik (Pasal 134 KUHAP), sedangkan pada pembuatan visum et repertum korban hidup tidak diatur tentang tata-cara pemeriksaannya. Sebagaimana diuraikan pada Pasal 187 huruf c, maka yang dipentingkan adalah bahwa visum et repertum atau surat keterangan ahli tersebut dibuat berdasarkan permintaan resmi penyidik. Pada pembuatan visum et repertum mayat, setelah dokter menerima permintaan visum et repertum maka dokter akan menginformasikannya kepada keluarganya. Dokter akan memeriksa mayat sesuai dengan jenis pemeriksaan yang diminta penyidik dan disetujui keluarganya. Seluruh hasil pemeriksaan, baik pemeriksaan luar, pemeriksaan bedah mayat, dan pemeriksaan penunjang akan didokumentasikan dalam bentuk visum et repertum. Jadi, visum et repertum mayat memuat bukti fakta yang ditemukan pada mayat dalam bentuk documentary evidence. Pada pembuatan visum et repertum korban hidup, pasien dapat datang ke dokter sudah dengan surat permintaan visum et repertum dari penyidik dan dapat pula belum melapor ke polisi sehingga belum membawa surat permintaan visum et repertum. Pasien yang terluka dan membutuhkan pertolongan medis segera pada umumnya akan datang ke dokter terlebih dahulu sebelum melapor ke polisi, sehingga belum membawa surat permintaan visum et repertum. Pasien yang sudah membawa surat permintaan visum et repertum umumnya adalah mereka yang lukanya tidak membutuhkan pertolongan medis segera atau yang kejadiannya segera diketahui polisi. Penyidik tidak mencantumkan jenis pemeriksaan apa yang harus dilakukan dokter karena ia menyerahkan sepenuhnya kepada standar pengelolaan medis pasien yang berlaku di fasilitas pelayanan kesehatan setempat. 64 I S B N 978-602-50127-0-9 Pekanbaru, 15-16 Juli 2017

Setelah pemeriksaan mayat atau pasien selesai, dokter membuat visum et repertumnya dengan format, isi, dan standar yang mengacu kepada best practice atau standar profesi dokter spesialis terkait. Peraturan perundangundangan tidak mengatur kapan visum et repertum harus selesai dan dapat diambil oleh penyidik pemintanya. Pasal 136 KUHAP dan Pasal 28 ayat (1) dan Pasal 125 Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan 5 mengatur bahwa seluruh biaya pemeriksaan untuk kepentingan hukum ditanggung oleh negara melalui APBN dan APBD. Pada kasus dugaan kelalaian medis atau malpraktik medis, rekam medis dapat dijadikan alat bukti sah surat. Penyidik dapat meminta rekam medis dalam bentuk ringkasan dari dokter atau rumah sakit yang merawatnya, sesuai dengan Pasal 12 jo Pasal 4 ayat (2) Permenkes nomor 269 tahun 2008 tentang Rekam Medis. Perlu diperhatikan bahwa ringkasan rekam medis tersebut harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat mencerminkan perjalanan keadaan dan penanganan pasien selama dalam perawatan dokter/di rumah sakit. Oleh karena Rekam Medis mengandung hal-hal yang bersifat rahasia, maka penyitaan rekam medis hanya atas persetujuan pemilik rekam medis atau dengan izin khusus ketua pengadilan, sebagamana diatur dalam Pasal 43 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. 6 Dalam hal rekam medis sudah dalam bentuk elektronik, maka penyidik dapat menyita print-out nya atau juga mengkopi bentuk elektroniknya. Perlu diperhatikan bahwa rumah sakit harus mampu memperlihatkan bahwa keotentikan dan keamanan sistem rekam medis dapat diandalkan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 7 ABS surat juga dapat diproduksi dari saksi fakta dan ahli dalam bentuk berita acara pemeriksaan, khususnya apabila saksi atau ahli tersebut tidak dapat dihadirkan di persidangan. Pembuktian dengan ABS Surat Pada dasarnya pembuktian suatu perkara di pengadilan adalah dengan cara mengajukan bukti-bukti yang relevan dan admissible ke pemeriksaan di persidangan. Dalam suatu perkara dugaan kelalaian medik, penggugat atau penuntut umum akan mengajukan dalil atau dakwaan yang menyatakan bahwa tergugat atau terdakwa telah melakukan pelanggaran atau penyimpangan atas kewajibannya untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu sebagaimana diatur dalam regulasi, standar atau pedoman, dan pelanggaran atau penyimpangan tersebut telah mengakibatkan cedera/mati/kerugian pada pasien dengan kausalitas langsung atau setidaknya proximate cause. Untuk itu penggugat atau penuntut umum mengajukan bukti fakta dan bukti pendukung yang relevan yang diperoleh dari saksi, rekam medis, visum et repertum, standar dan pedoman. Seringkali penggugat atau penuntut umum juga mengajukan ahli untuk memperkuat gugatan atau dakwaannya. Seluruh bukti tersebut dapat diajukan dalam bentuk ABS surat, meskipun pada umumnya keterangan saksi dan ahli diberikan di depan pengadilan, terutama pada perkara pidana. Di sisi lainnya, pihak tergugat atau 65 I S B N 978-602-50127-0-9 Pekanbaru, 15-16 Juli 2017

terdakwa mengajukan bukti fakta dan bukti pendukung yang berlawanan atau setidaknya melemahkan dalil dalam gugatan atau dakwaan. Keterangan saksi umumnya dinilai kebenarannya oleh hakim dengan memperhatikan (Pasal 185 ayat (6) KUHAP): 1 a. persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain; b. persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain; c. alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang tertentu; d. cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya. Keterangan ahli juga dinilai oleh hakim, dan apabila terdapat keberatan yang beralasan dari pihak terdakwa maka hakim dapat memutuskan untuk dilakukan penelitian ulang. Pada dasarnya semua bukti yang relevan adalah admisibel atau dapat diterima sepanjang memenuhi persyaratan dan tata cara yang diatur dalam hukum acara, seperti keterangan saksi tidak boleh hearsay, harus diberikan di bawah sumpah, keterangan ahli harus berdasarkan data atau fakta yang valid, dokumen harus terjaga keotentikannya, dan lain-lain. Meskipun semua bukti dapat diterima, namun bobotnya bisa berbeda satu dengan lainnya, bergantung kapada kekuatan relevansinya. Pada perkara perdata bukti dari masing-masing pihak diperbandingkan (balancing of evidence atau preponderance of evidence) dan bila salah satu lebih tinggi dari yang lain (perbandingan 51:49 sudah cukup) maka pihak tersebut dianggap memenangkan perkara. Sedangkan pada perkara pidana, pembuktian harus mencapai tingkat sah dan meyakinkan atau beyond reasonable doubt. Pasal 183 KUHAP mengeksplisitkannya dalam frasa Hakim... ia memperoleh keyakinan... atau berarti tidak ada keraguan lagi. 1 Apabila perbuatan yang didakwakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan maka terdakwa diputus bebas, apabila perbuatan tersebut terbukti tetapi perbuatan tersebut bukan suatu tindak pidana maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum, dan apabila pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan maka pengadilan menjatuhkan pidana (Pasal 191 dan Pasal 193 ayat (1) KUHAP). 1 SIMPULAN Penemuan dan produksi ABS surat merupakan proses awal yang penting dari suatu pembuktian suatu perkara, yang wajib mematuhi ketentuan persyaratan dan tata cara yang diatur dalam hukum acara. Pembuktian adalah puncak dari proses tersebut yang terjadi di sidang pengadilan. Keberhasilan pembuktian seringkali membutuhkan kerangka konsep pembuktian dari sejak awal, dengan mengindahkan relevansi dan bobot masing-masing bukti untuk mencapai pembuktian mencapai tingkat yang sah dan meyakinkan. 66 I S B N 978-602-50127-0-9 Pekanbaru, 15-16 Juli 2017

DAFTAR PUSTAKA 1. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana 2. Flora Dianti. Apa perbedaan alat bukti dengan barang bukti. www.hukumonline.com, kamis 10 november 2011. Diunduh tanggal 1 Juli 2017. 3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 6. Budi Sampurna. Penyiapan dan Pembuktian Kasus di Pengadilan. Pertemuan Ilmiah Tahunan Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia. Pekanbaru, 15-16 Juli 2017. 7. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 tahun 2008 tentang Rekam Medis. 5. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan 67 I S B N 978-602-50127-0-9 Pekanbaru, 15-16 Juli 2017