POLA ASUH GIZI DAN STATUS GIZI BAYI USIA 6-12 BULAN DI WILAYAH KERJA KERJA PUSKESMAS SIRAIT KECAMATAN NAINGGOLAN KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2013

dokumen-dokumen yang mirip
Immawati, Ns., Sp.Kep.,A : Pengaruh Lama Pemberian ASI Eklusif

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN, PENDAPATAN KELUARGA IBU NIFAS DAN STATUS GIZI BAYI DI WILAYAH SUDIANG RAYA KECAMATAN BIRINGKANAYA KOTA MAKASSAR

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

Yelli Yani Rusyani 1 INTISARI

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DENGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) PADA BAYI DI PUSKESMAS BITUNG BARAT KOTA BITUNG.

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas

Hubungan Frekuensi Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) dengan Berat Badan Anak Usia di Bawah Dua Tahun

ARTIKEL ILMIAH. Disusun Oleh : TERANG AYUDANI J

PENDIDIKAN ORANG TUA, PENGETAHUAN IBU, PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA 6-24 BULAN DI KELURAHAN TAROADA KABUPATEN MAROS

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan empat sasaran pembangunan kesehatan, satu diantaranya menurunkan prevalensi

GAMBARAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF TERHADAP STATUS GIZI BALITA DI DESA TANGKUP KECAMATAN SIDEMEN KABUPATEN KARANGASEM BALI 2014

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian multi-center yang dilakukan UNICEF menunjukkan bahwa MP-

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang 2)

BONA F. P. BANJARNAHOR

PROFIL STATUS GIZI ANAK BATITA (DI BAWAH 3 TAHUN) DITINJAU DARI BERAT BADAN/TINGGI BADAN DI KELURAHAN PADANG BESI KOTA PADANG

* Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

HUBUNGAN RIWAYAT PEMBERIAN ASI DENGAN STATUS GIZI BAYI USIA 7 BULAN (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Kahuripan Kota Tasikmalaya 2015)

HUBUNGAN PERILAKU IBU DALAM PEMBERIAN MP-ASI DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA BULAN DI DESA TAMANMARTANI KALASAN SLEMAN YOGYAKARTA

STUDI KOMPARATIF PENAMBAHAN BERAT BADAN BAYI UMUR 0-6 BULAN YANG DIBERI MP-ASI DAN TANPA DIBERI MP-ASI

PERBEDAAN STATUS GIZI ANTARA BAYI YANG DIBERI ASI DENGAN BAYI YANG DIBERI PASI PADA BAYI KURANG DARI 6 BULAN DI DESA KATEGUHAN KECAMATAN SAWIT

BAB I PENDAHULUAN. penurunan tingkat kecerdasan. Pada bayi dan anak, kekurangan gizi akan menimbulkan

Gusti Kumala Dewi*, Eneng Yuli Santika**

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

GAMBARAN KELUARGA SADAR GIZI (KADARZI) DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI KABUPATEN BULUKUMBA; STUDI ANALISIS DATA SURVEI KADARZI DAN PSG SULSEL 2009

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

Pengetahuan Ibu Menyusui Tentang Asi Ekslusif Di Desa Rambah Samo Kecamatan Rambah Samo I Kabupaten Rokan Hulu

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi

Artikel Pola Asuh Gizi Pada Bayi Anak Makalah Pengertian Contoh

KORELASI PERILAKU KADARZI TERHADAP STATUS GIZI BALITA DI PUSKESMAS SIMPANG TIMBANGAN INDRALAYA TAHUN 2014

Hubungan Antara Jenis Dan Frekuensi Makan Dengan Status Gizi (Bb) Pada Anak Usia Bulan (Studi 5 Posyandu Di Desa Remen Kecamatan Jenu - Tuban)

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pola Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Bungus Tahun 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian, karena merupakan kelompok yang rawan terhadap

Adequacy Levels of Energy and Protein with Nutritional Status in Infants of Poor Households in The Subdistrict of Blambangan Umpu District of Waykanan

KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Gizi. Disusun oleh : AGUSTINA ITRIANI J

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI TERHADAP PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF 6-11 BULAN DIKELURAHAN KARUWISI UTARA KOTA MAKASSAR

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN TINDAKAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAHU KOTA MANADO TAHUN

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS UNGARAN KABUPATEN SEMARANG ARTIKEL

INFOKES, VOL. 4 NO. 1 Februari 2014 ISSN :

PERBEDAAN KEJADIAN KONSTIPASI PADA BAYI USIA 0-6 BULAN YANG ASI EKSLUSIF DAN NON EKSLUSIF

HUBUNGAN PERILAKU IBU DALAM PEMBERIAN ASI DAN MP-ASI DENGAN PERTUMBUHAN BADUTA USIA 6-24 BULAN (Studi di Kelurahan Kestalan Kota Surakarta)

Mona Sylvia J. Manullang¹, Albiner Siagian², Arifin Siregar²

PENDIDIKAN IBU, KETERATURAN PENIMBANGAN, ASUPAN GIZI DAN STATUS GIZI ANAK USIA 0-24 BULAN

PREVALENSI DAN KARAKTERISTIK GIZI KURANG DAN GIZI BURUK PADA BALITA DESA BAN KECAMATAN KUBU KABUPATEN KARANGASEM OKTOBER 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

JUMAKiA Vol 3. No 1 Agustus 2106 ISSN

HUBUNGAN POLA PEMBERIAN MAKANAN DENGAN STATUS GIZI BAYI USIA 0-11 BULAN DI KELURAHAN INDRALAYA MULYA OGAN ILIR

[ ARTIKEL PENELITIAN ]

PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF BERDASARKAN STATUS BEKERJA IBU YANG MEMILIKI BAYI USIA 6-11 BULAN DI WILAYAH KERJAPUSKESMAS KARANGAWEN 1 KABUPATEN DEMAK

E-Jurnal Obstretika. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Makanan Bergizi Dengan Pemberian Makanan Pendamping Asi

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas

STIKES Husada Borneo, Jl. A. Yani Km 30,5 No.4 Banjarbaru, Kalimantan Selatan

PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL

Ika Sedya Pertiwi*)., Vivi Yosafianti**), Purnomo**)

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Novianti Damanik 1, Erna Mutiara 2, Maya Fitria 2 ABSTRACT

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA BAYI (0-6 BULAN) DI KELURAHAN BANTAN KECAMATAN MEDAN TEMBUNG TAHUN 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

Jurnal Care Vol 3 No 3 Tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional mengarah kepada peningkatan kulitas sumber

Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Dengan Status GIzi Pada Balita di Desa Papringan 7

BAB 1 PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan dapat

HUBUNGAN PENDAPATAN, PENYAKIT INFEKSI DAN PENGETAHUAN IBU DENGAN KEJADIAN GIZI KURANG PADA BALITA DI WILAYAH PUSKESMAS GLUGUR DARAT TAHUN 2014

SKRIPSI. Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Syarat. Memperoleh Ijazah S1 Gizi. Disusun Oleh : RATNA MALITASARI J PROGRAM STUDI S1 GIZI

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Status gizi merupakan indikator dalam menentukan derajat kesehatan bayi dan

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN (INFORMED CONSENT)

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Air Susu Ibu (ASI) eksklusif adalah air susu yang diberikan kepada bayi sejak

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makanan utama bayi. Pada awal kehidupan, seorang bayi sangat

BAB I PENDAHULUAN. yakni gizi lebih dan gizi kurang. Masalah gizi lebih merupakan akibat dari

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi. Kata Kunci : Pengetahuan,Pekerjaan,Pendidikan,Pemberian ASI Eksklusif

BAB I PENDAHULUAN. lebih dramatis dikatakan bahwa anak merupakan penanaman modal sosial

PERBEDAAN TINGKAT KONSUMSI DAN STATUS GIZI ANTARA BAYI DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DAN NON ASI EKSKLUSIF

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

GAMBARAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN BALITA PEDAGANG PASAR DWIKORA PARLUASAN DI KOTA PEMATANG SIANTAR TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan

Rika Septiana, R Sitti Nur Djannah, M. Dawam Djamil Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pembangunan kesehatan dan gizi masyarakat adalah terwujudnya

HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) TERHADAP PERTUMBUHAN BALITA USIA 6-24 BULAN

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dahulu Air Susu Ibu merupakan makanan yang terbaik untuk bayi, karena

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN ASI DENGAN CAKUPAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF DI

ARTIKEL ILMIAH. Disusun Oleh : SRI REJEKI J

GAMBARANPEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DAN PENYAKIT INFEKSI SERTA STATUS GIZI BAYI DI DESA PADAIDI KECAMATAN MATTIRO BULU KABUPATEN PINRANG

PENGETAHUAN IBU DALAM PENATALAKSANAAN GIZI SEIMBANG PADA KELUARGA DI DESA SIBORBORON KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak balita merupakan kelompok usia yang rawan masalah gizi dan penyakit.

PERBEDAAN. NASKAH an. Diajukan oleh : J FAKULTAS

BAB I PENDAHULUAN. faltering yaitu membandingkan kurva pertumbuhan berat badan (kurva weight for

Daniel 1, Murniati Manik 2. Pengetahuan Wanita tentang ASI Eksklusif

JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, VOLUME 2, NO. 1, JANUARI 2015: 48-53

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI BAIK DAN GIZI KURANG PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAYO SELINCAH KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

Volume 3 / Nomor 2 / November 2016 ISSN : HUBUNGAN PEKERJAAN IBU MENYUSUI DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI PUSKESMAS MOJOLABAN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. intelektualnya dan keterampilan serta mulai mempunyai kegiatan fisik yang

GAMBARAN PELAYANAN KUNJUNGAN BAYI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

Transkripsi:

POLA ASUH GIZI DAN STATUS GIZI BAYI USIA 6-12 BULAN DI WILAYAH KERJA KERJA PUSKESMAS SIRAIT KECAMATAN NAINGGOLAN KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2013 (Nutritional Caring Pattern and Nutritional of 6 up to 12 Months Infants in The Poor Society in the Working Area of Sirait Public Health Center, Nainggolan Subdistrict, Samosir District, in 2013) Angela Parapat 1, Albiner Siagian 2, Ernawati Nasution 2 1 Alumni Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat USU 2 Staf pengajar Departemen Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat USU ABSTRACT Babyhood time is as the golden period for optimal growth and development of baby. In this period, babies need to have good nutrition caring pattern such as breast feeding and complementary feeding. This research was aimed to describe the nutritional caring pattern and the nutritional status of 6 up to 12 months infants in the poor society in the working area of Sirait Publich Health Center, Nainggolan Subdistrict, Samosir District, in 2013. This research was a descriptive survey with cross sectional approach. The population was 6 up to 12 months infants since these ages were susceptible of malnutrition. The sample is total sampling and the respondents were the infant s mother. Primary data include maternal identity data, the identity of the baby an infant nutrition caring pattern (breast feeding and complementary feeding practice), obtained from interviews mothers. The infants nutritional status was obtained from the results of weighing an measuring the body s length.the result of the research showed that the nutritional caring pattern, that is breast feeding practice, the majority was categorized as moderate and not found good breast feeding. This is because there is a lack of ASI given to babies, while the complementary feeding practise was mostly good and there is a practice of feeding with food litlle or no nutritional value. The majority of infants nutritional status, based on the indicator of weight for age was categorized as normal, but we still can find some with less weight. The majority of infants nutritional status, based on the indicator of height for age was categorized as normal. However, some babies still were short and very short. The majority of infants nutritional status, based on the indicator of weight for lenght was categorized as normal, and there were a few infants had thin. Based on the results of research, it is suggested that the management of the Healthy Center to increase the information about giving the exclusive breast feeding, how to provide and give the complementary feed, an balanced nutrition to infants. Keywords: Nutritional Caring Pattern, Infants Nutritional, Poor Society PENDAHULUAN Saat ini Indonesia mengalami masalah gizi ganda yaitu masalah gizi kurang dan gizi lebih. Masalah gizi kurang adalah suatu masalah yang diakibatkan oleh kurangnya asupan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh untuk pertumbuhan dan perkembangan, seperti Kurang Energi Protein (KEP), Kurang Vitamin A, Anemia Besi dan Ganggguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY). Masalah gizi lebih adalah Kegemukan dan Obesitas. Kurang Energi Protein (KEP) pada anak masih menjadi masalah gizi dan kesehatan masyarakat Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, sebanyak 13,0% anak berstatus gizi kurang, diantaranya 4,9% berstatus gizi buruk. Data yang sama menunjukkan 13,3% anak kurus, diantaranya 6,0% anak sangat kurus dan 17,1% anak memiliki kategori sangat pendek (Kemenkes RI, 2011). Berdasarkan hasil pemantauan status gizi Propinsi Sumatera Utara tahun 2009,

bahwa rata rata anak balita dengan berat badan sangat kurang (BBSK) sebanyak 4,21% dan Berat Badan Kurang (BBK) sebanyak 16,22%, sedangkan Berat Badan Lebih (BBL) kemungkinan mempunyai masalah pertumbuhan sebanyak 2,95% (Dinkes Propinsi Sumut, 2010). Pola asuh adalah berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal memberi makan, kebersihan, memberi kasih sayang, dan sebagainya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan fisik dan mental (Soekirman, 2000). Dinyatakan oleh WHO bahwa sebagian besar anak kurang gizi berasal dari keluarga miskin. Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga miskin (gakin) merupakan kelompok yang paling rawan terhadap masalah gizi kurang. Keadaan ini akan lebih buruk jika ibu memilki perilaku pola asuh gizi yang kurang baik dalam hal penyusuan, pemberian MP-ASI serta pembagian makanan dalam keluarga. Masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi rendah (miskin) umumnya menghadapi masalah gizi kurang, sedang masyarakat perkotaan dengan sosial ekonomi yang tinggi sering mengalami masalah gizi lebih. Menurut Suhardjo (1999) yang dikutip oleh Mintardja (2009), makanan padat dianggap sebagai penyebab kegemukan pada bayi jika diberikan terlalu dini dan kejadian ini sering ditemui pada keluarga dengan tingkat sosial ekonomi tinggi. Pola kebiasaan makan yang tidak baik merupakan salah satu penyebab timbulnya masalah gizi. Menurut Marian (2000) mengatakan bahwa salah satu aspek kunci dalam pola asuh gizi anak adalah praktek penyusuan dan pemberian MP-ASI. Lebih lanjut praktek penyusuan dapat meliputi pemberian makanan prelaktal, kolostrum, menyusui secara eksklusif, dan praktek penyapihan. Data yang diperoleh dari Profil Dinas Kesehatan Kabupatan Samosir Tahun 2011, dari 1189 balita yang ada di wilayah kerja Puskesmas Sirait yang ditimbang 852 balita, anak gizi kurang 37 orang (4,34%) dan gizi buruk 1 orang (0,12%), BGM 54 orang (6,34%) pencapaian ASI eksklusif 54,80%. Dari data tersebut dapat kita simpulkan bahwa masih terdapatnya masalah gizi diwilayah kerja Puskesmas Sirait. Dari hasil wawancara langsung pada ibu-ibu yang hadir di posyandu yang ada di wilayah kerja Puskesmas Sirait, pemberian makanan tambahan telah dilakukan semenjak bayi berusia 2-3 bulan, bahkan lebih dini lagi. Alasan mereka ASI tidak mencukupi kebutuhan bayinya karena ASI sedikit atau tidak keluar ataupun karena faktor adat istiadat yang masih kental yang ada di daerah tersebut. Sebagai salah satu contoh ibu ibu yang datang melihat bayi baru lahir langsung diberi makan gula. Ditemukan juga adanya kebiasaan ibu-ibu menitipkan anak mereka diasuh oleh orang lain (nenek) ketika bekerja, dan hal ini memungkinkan bayi tidak diberi ASI tetapi diberi susu formula dan makanan tambahan dalam bentuk bubur. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pola asuh gizi dan status gizi bayi usia 6-12 bulan pada masyarakat miskin (gakin) di wilayah kerja Puskesmas Sirait Kabupaten Samosir tahun 2013. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pola asuh gizi dan status gizi bayi usia 6-12 bulan pada keluarga miskin (gakin) di wilayah kerja Puskesmas Sirait Kecamatan Nainggolan Kabupaten Samosir. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah Sebagai masukan bagi Puskesmas Sirait tentang status gizi dan pola asuh gizi bayi usia 6-12 bulan di wilayah kerja tersebut dan sebagai masukan bagi pengelola program gizi di Puskesmas Sirait dalam penanggulangan masalah gizi di wilayah kerja Puskesmas Sirait. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain cross-sectional. Penelitian ini di lakukan di wilayah kerja Puskesmas Sirait. Populasi dalam penelitian ini adalah bayi usia 6-12 bulan dari keluarga miskin (gakin) yang ada di wilayah kerja Puskesmas Sirait Kecamatan Nainggolan Kabupaten Samosir adalah sebanyak 69 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi (total sampling) sebanyak 69 orang. Pengumpulan data terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer yaitu yang data identitas responden (nama, umur,

alamat, pendidikan terakhir, status pekerjaan, jumlah anak hidup, pendapatan keluarga/bulan), identitas bayi (nama, umur dan jenis kelamin), dan praktek pola asuh gizi bayi (praktek penyusuan dan praktek pemberian MP-ASI) dperoleh dengan cara wawancara langsung kepada ibu bayi dengan menggunakan kuesioner. Data berat badan, panjang badan bayi diperoleh dari hasil penimbangan berat badan dan pengukuran panjang badan bayi. HASIL DAN PEMBAHASAN Adapun karakteristik ibu pada penelitian ini, dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 1. Distribusi Frequensi Karakteristik Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Sirait Karakteristik Ibu n % Kelompok Umur Ibu <20 tahun 1 1,4 20-35 tahun 55 79,4 >35 tahun 13 29,2 Pendidikan Terakhir Ibu Dasar 5 7,2 Menengah 56 81,2 Atas 8 11,6 Pekerjaan Ibu Bekerja 69 100,0 Tidak bekerja 0 0,0 Jumlah Anak 1-3 orang 23 33,3 >3 orang 46 66,6 Jumlah Penghasilan Keluarga/Bulan <Rp. 600.000 69 100,0 >Rp. 600.000 0 0,0 Dari tabel 1. diketahui sebagian besar ibu (77,9%) berumur 20 35 tahun, (21,7%) berumur >35 tahun, dan (1,4%) berumur <20 tahun. Berdasarkan jenjang pendidikan formal yang ditempuh, sebagian besar ibu (81,2%) dengan tingkat pendidikan ibu menengah (SMP), (11,6) tingkat pendidikan atas (SMA) dan (7,2%) tingkat pendidikan dasar (SD). Dari hasil wawancara juga diketahui bahwa jumlah pendapatan ibu adalah < Rp.600.000,-, dengan pendapatan minimal Rp.400.000,- dan maksimal Rp.600.000,-. Seluruh ibu mempunyai pekerjaan sebagai petani. Pada umumnya ibu memiliki jumlah anggota keluarga > 3 orang (81,2%).. Gambaran karakterisitik berdasarkan jenis kelamin bayi di wilayah kerja Puskesmas Sirait dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2. Distribusi Frequensi Jenis Kelamin Bayi Usia 6 12 Bulan di Jenis Kelamin Bayi n % Perempuan 30 43,5 Laki laki 39 56,5 Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa balita dengan jenis kelamin perempuan yang terbanyak yang menjadi sampel penelitian ini dengan jumlah 39 orang (56,5%). Tabel 3. Distribusi Frequensi Pola Asuh Bayi Pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Sirait Pola Asuh n % Praktek Penyusuan Baik 0 0,0 Sedang 41 59,4 Kurang 28 40,6 Praktek Pemberian MP ASI Pada Bayi Usia 6-8 Bulan Baik 4 14,3 Sedang 22 78,6 Kurang 2 7,1 Total 28 100,0 Praktek Pemberian MP ASI Pada Bayi Usia 9-12 Bulan Baik 3 7,3 Sedang 34 82,9 Kurang 4 9,8 Total 41 100,0 Dari tabel 3. dapat dilihat bahwa praktek penyusuan mayoritas berada pada kategori sedang yaitu sebesar (59,4%), namun dalam penelitian ini tidak ada di temukan praktek penyusuan pada kategori baik. praktek

pemberian MP ASI pada bayi usia 6-8 bulan mayoritas berada pada kategori sedang (78,6%), hanya (14,3%) berada pada kategori baik. praktek pemberian MP ASI pada bayi usia 9-12 bulan mayoritas berada pada kategori sedang (82,9%), hanya (7,3%) berada pada kategori baik. Hal ini disebabkan oleh adanya kebiasaan/ kepercayaan ibu ibu disana, sebagian besar ibu ibu beranggapan bahwa ASI itu kurang untuk bayi dan harus didukung dengan pemberian makanan lain, hal ini dikarenakan pengalaman mereka dimana setelah bayi diberi makan si anak tidak menangis lagi. Ada pula kebiasaan memberi gula pada mulut bayi yang baru beberapa hari lahir ketika tetangga atau warga setempat datang mengunjungi ibu yang baru melahirkan, alasan mereka memberikan gula adalah supaya sibayi tersebut mempunyai rezeki yang baik. Pemberian makan pada usia dini pun ditemukan pada masyarakat (Ibu) ini, dimana ibu sudah memberikan makan bayi pada usia 2-3 bulan. Berdasarkan Suraatmadja (2007) menyatakan bahwa alasan penting penundaan pemberian air putih atau cairan lain serta makanan padat, yakni: 1) ketidaksterilan makanan padat atau cairan yang diberikan pada bayi bisa menyebabkan bayi mudah sakit dikarenakan kekebalan tubuh sang bayi masih rendah, dan 2) makanan padat yang diberikan pada bayi sebelum umur 6 bulan dapat merusak pencernaan pada bayi karena pada saat itu pencernaan bayi masih sulit mencerna makanan padat. Bila dibandingkan dengan ASI, maka ASI merupakan sumber air yang secara metabolik aman/steril, gratis, mudah disiapkan dan mudah dicerna oleh bayi dan mencegah reaksi alergi dan penyakit lainnya. Pada masyarakat ini masih dijumpai praktek pemberian makan dengan cara dimemei yaitu makanan bayi di kunyah dalam mulut si ibu untuk dihaluskan kemudian diberikan kepada anaknya. Sebagaimana kita ketahui bahwa hal tersebut tidak boleh dilakukan karena bentuk makanan yang diberikan dan jumlah porsinya tidak sesuai dengan kebutuhan bayi. faktor sanitasi dan higyene juga tidak baik, yang dapat menyebabkan anak diare. Dalam pemberian makanan bayi perlu diperhatikan ketepatan waktu, frekuensi, jenis, jumlah bahan makanan dan cara pembuatannya serta zat gizi yang terkandung didalamnya. Sulistijani (2001) mengemukakan seiring dengan bertambahnya usia anak, ragam makanan yang diberikan harus bergizi lengkap dan seimbang penting untuk menunjang tumbuh kembang anak dan status gizi anak. Pemberian ASI pada bayi dimulai sejak ibu melahirkan bayinya dilanjutkan sampai umur bayi 2 tahun, supaya produksi ASI tetap lancar ibu harus mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang dan istirahat yang cukup. Berdasarkan hasil wawancara pada ibu diperoleh informasi bahwa pada waktu menyusui ibu tidak memperhatikan makanan yang konsumsinya dan tidak cukup istirahat, alasan mereka dikarenakan ibu terlalu sibuk bekerja dan pendapatan mereka yang sangat minim. Soekirman, dkk (2010) menyatakan ibu yang menyusui biasanya merasa lapar dan haus, oleh karena itu harus diimbangi dengan pola makan bergizi seimbang, termasuk mengkonsumsi cukup air minum. Tabel 4. Distribusi Frequensi Praktek Pemberian Makanan/Minuman Prelaktal, Praktek Pemberian Kolostrum, Praktek Pemberian ASI Eksklusif Pada Bayi di Praktek Pemberian n % Makanan/Minuman Prelaktal Ya 30 43,5 Tidak 39 56,5 Praktek Pemberian Kolostrum Ya 39 56,5 Tidak 30 43,5 Praktek Pemberian ASI Eksklusif Ya 5 7,2 Tidak 64 92,8 Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 69 ibu yang diwawancarai terdapat 43,5 % ibu sudah memberikan makanan/minuman prelaktal kepada bayinya. Biasanya ibu memberikan susu formula sebagai pengganti

ASI ibu. Ibu yang sudah memberikan kolostrum kepada bayinya pada saat pertama kali lahir 56,5 %. Hanya terdapat 7,2% ibu memberikan ASI secara ekslusif kepada bayinya. Kebanyakan ibu sudah memberikan makanan pendamping ASI kepada bayinya pada usia <6 bulan. penyebab rendahnya pemberian ASI eksklusif pada bayi yaitu kebiasaan/ kepercayaan ibu ibu disana, sebagian besar ibu ibu beranggapan bahwa ASI itu kurang untuk bayi dan harus didukung dengan pemberian makanan lain, hal ini dikarenakan pengalaman mereka dimana setelah bayi diberi makan si anak tidak menangis lagi. Menurut Roesli (2008) mengatakan bahwa ASI merupakan makanan utama, sempurna dan cukup untuk bayi dari sejak lahir sampai umur 6 bulan, jadi tidak perlu diberikan tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit dan bubur tim. Tabel 5. Distribusi Frequensi Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Sirait Kecamatan Nainggolan Kabupaten Samosir Tahun 2013 Bayi Jumlah % Berdasarkan Indikator BB/U Baik 41 59,4 Kurang 23 33,3 Sangat Kurang 5 7,2 Lebih 0 0,0 Berdasarkan Indikator PB/U Normal 50 72,5 Pendek 9 13,0 Sangat Pendek 10 14,5 Tinggi 0 0,0 Berdasarkan Indikator BB/PB Sangat Gemuk 0 0,0 Gemuk 0 0,0 Resiko Gemuk 1 1,4 Normal 46 66,7 Kurus 22 31,9 Sangat Kurus 0 0,0 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa berdasarkan indikator BB/U terdapat status gizi bayi kurang (33,3%) dan status gizi bayi sangat kurang (7,2%). Bila dilihat berdasarkan indikator PB/U terdapat bayi yang pendek (13,0%) dan sangat pendek (14,5%), Tetapi berdasarkan indikator BB/PB di jumpai ada 22 (31,9%) bayi kurus. Hal ini disebabkan oleh pola asuh ibu yang kurang baik terhadap bayinya yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi status gizi bayi. faktor lain yang berpengaruh adalah faktor status sosial ekonomi keluarga. Dengan pendapatan yang kurang ditambah dengan jumlah anak yang banyak maka akan semakin sulit ibu untuk menyajikan makanan yang bergizi seimbang. Lee (1989) mengatakan bahwa pada keluarga yang memiliki balita, dengan jumlah anggota yang besar bila tidak didukung dengan seimbangnya persediaan makanan dirumah maka akan berpengaruh terhadap pola asuh yang secara langsung berpengaruh terhadap konsumsi pangan yang diperoleh masingmasing anggota keluarga terutama balita yang membutuhkan MP-ASI. Tabel 6. Tabulasi Silang Praktek Penyusuan Bayi Berdasarkan Indikator BB/U di Prakte k Penyus uan Berdasarkan indikator BB/U Baik Kurang Sangat Kurang Lebih n % n % n % n % Baik 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Sedang 30 73,2 10 24,4 1 3,4 0 0,0 Kurang 11 39,3 13 46,4 4 14,3 0 0,0 penyusuan berdasarkan BB/U, dari 41 ibu yang mempunyai praktek penyusuan yang sedang terdapat status gizi kurang (24,4%), status gizi sangat kurang (3,4%). Dalam penelitian ini juga dijumpai, ibu dengan praktek penyusuan kurang terdapat bayi dengan status gizi baik (39,3%). Hal ini menunjukkan tidak ada kecenderungan positif atau negatif, artinya ibu yang memiliki praktek penyusuan sedang masih memiliki balita

dengan status gizi kurang dan sangat kurang demikian juga sebaliknya dengan praktek penyusuan yang kurang terdapat status gizi yang baik. Ibu dengan praktek penyusuan sedang tapi mempunyai bayi dengan status gizi kurang, dapat disebabkan oleh praktek penyusuan ibu yang kurang baik terhadap bayinya yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi status gizi bayi. Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh ibu yang memberikan bayinya kolostrum dan ASI eksklusif secara tidak lansung dapat mempengaruhi status gizi bayi, dimana bayi yang mendapat kolostrum dan ASI eksklusif cenderung bayi dengan status gizi yang baik dan bahkan ibu juga mengatakan bahwa bayinya tersebut jarang sakit, akan tetapi ibu yang tidak memberikan kolostrum dan ASI eksklusif pada bayinya cenderung memiliki status gizi anak yang kurang. Menurut Depkes RI (2007) mengatakan beberapa keunggulan ASI antara lain mengandung kolostrum, mengandung zat kekebalan untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi, terutama diare dan infeksi saluran pernapasan akut, meningkatkan kecerdasan anak dibandingkan dengan anak yang tidak diberikan ASI, mengandung energi dan zat zat gizi lainnya yang paling sempurna serta cairan hidup yang sesuai dengan kebutuhan bayi hingga berumur 6 bulan. Tabel 7. Tabulasi Silang Praktek Penyusuan Bayi Berdasarkan Indikator PB/U di Praktek Berdasarkan indikator PB/U Penyus Normal Pendek Sangat uan Pendek Tinggi n % n % n % n % Baik 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Sedang 31 75,6 5 12,2 5 12,2 0 0,0 Kurang 19 67,9 4 14,3 5 17,8 0 0,0 penyusuan berdasarkan PB/U, dari 41 ibu yang mempunyai praktek penyusuan sedang terdapat bayi yang pendek (12,2%), bayi yang pendek (12,2%). Dalam penelitian ini juga dijumpai, ibu dengan praktek penyusuan kurang terdapat bayi dengan status gizi normal (67,9%). Hal ini menunjukkan tidak ada kecenderungan positif atau negatif, artinya ibu yang memiliki praktek penyusuan sedang masih memiliki balita dengan status gizi kurang dan sangat kurang demikian juga sebaliknya dengan praktek penyusuan yang kurang terdapat status gizi yang baik. Ibu dengan praktek penyusuan sedang tapi mempunyai bayi dengan status gizi kurang, dapat disebabkan oleh praktek penyusuan ibu yang kurang baik terhadap bayinya yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi status gizi bayi. Tabel 8.Tabulasi Silang Praktek Penyusuan Bayi Berdasarkan Indikator BB/PB di Wilayah Kerja Puskesmas Sirait Kecamatan Nainggolan Kabupaten Samosir Tahun 2013 Praktek Penyusu an Berdasarkan indikator BB/PB Resiko Gemuk Normal Kurus n % n % n % Baik 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Sedang 1 0,02 36 87,8 4 12,18 Kurang 0 0,0 10 35,7 18 64,3 penyusuan berdasarkan BB/PB dari 41 ibu yang mempunyai praktek penyusuan sedang terdapat bayi yang kurus (12,18%). Dalam penelitian ini juga dijumpai, ibu dengan praktek penyusuan kurang terdapat bayi dengan status gizi normal (35,7%). Hal ini menunjukkan tidak ada kecenderungan positif atau negatif, artinya ibu yang memiliki praktek penyusuan sedang masih memiliki balita dengan status gizi kurang dan sangat kurang demikian juga sebaliknya dengan praktek penyusuan yang kurang terdapat status gizi yang baik. Ibu dengan praktek penyusuan sedang tapi mempunyai bayi dengan status gizi kurang, dapat disebabkan oleh praktek penyusuan ibu yang kurang baik terhadap bayinya yang

secara tidak langsung dapat mempengaruhi status gizi bayi. Tabel 9. Tabulasi Silang Praktek Pemberian MP-ASI Berdasarkan Indikator BB/U di Prakte k Pember ian MP- ASI Berdasarkan indikator BB/U Baik Kurang Sangat Kurang Lebih n % n % n % n % Baik 6 85,7 1 14,3 0 0,0 0 0,0 Sedang 34 59,6 19 33,9 3 5,4 0 0,0 Kurang 1 16,7 3 50,0 2 33,3 0 0,0 pemberian MP - ASI berdasarkan BB/U bahwa dari 7 ibu yang mempunyai praktek pemberian MP ASI yang baik terdapat status gizi kurang (14,3%). Dari 56 ibu yang mempunyai praktek penyusuan pada kategori sedang terdapat bayi dengan status gizi kurang (33,9%), status gizi sangat kurang (5,4%). Kita ketahui BB/U merupakan indikator yang menggambarkan status gizi seseorang saat ini (current nutritional status). Menurut Supariasa (2002), berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh, dimana massa tubuh sangat sensitive terhadap perubahan perubahan yang mendadak misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Jadi apabila bayi tidak mendapat asupan gizi yang baik maka akan terlihat secara langsung perubahan berat badannya. Tabel 10. Tabulasi Silang Praktek Pemberian MP-ASI Berdasarkan Indikator PB/U di Praktek Berdasarkan indikator PB/U Pember ian MP- Normal Pendek Sangat ASI Pendek Tinggi n % n % n % n % Baik 6 85,7 0 0,0 1 14,3 0 0,0 Sedang 41 73,2 9 16,1 6 10,7 0 0,0 Kurang 3 50,0 0 0,0 3 50,0 0 0,0 penyusuan berdasarkan PB/U bahwa dari 7 ibu yang mempunyai praktek pemberian MP - ASI yang baik, terdapat bayi yang sangat pendek (14,3%). Dari 56 ibu yang mempunyai praktek menyusui pada kategori sedang terdapat bayi dengan status gizi pendek (16,1%) dan bayi sangat pendek (10,7%). PB/U merupakan indikator yang menggambarkan status gizi masa lampau, Maka apabila ibu pada waktu hamil asupan makannya tidak bergizi seimbang, ditambah dengan asupan anak juga yang kurang bergizi, maka akan dapat menyebabkan anak menjadi pendek dan sangat pendek. Tabel 11.Tabulasi Silang Praktek Pemberian MP-ASI Berdasarkan Indikator BB/PB di Wilayah Kerja Puskesmas Sirait Kecamatan Nainggolan Kabupaten Samosir Tahun 2013 Praktek Pemberi an MP- ASI Berdasarkan indikator BB/PB Resiko Gemuk Normal Kurus n % n % n % Baik 0 0,0 7 100,0 0 0,0 Sedang 1 1,8 39 69,6 16 28,6 Kurang 0 0,0 0 0,0 6 100,0 pemberian MP - ASI berdasarkan BB/PB bahwa dari 56 ibu yang mempunyai praktek Pemberian MP-ASI pada kategori sedang, terdapat bayi yang kurus 28,6%. Hal ini

kemungkinan diakibatkan oleh pemberian makanan yang terlalu dini, sebagaimana kita ketahui pemberian makanan terlalu dini kepada bayi akan dapat mempengaruhi pencernaan bayi tersebut, dimana pencernaan bayi pada usia tersebut belum cukup matang untuk menerima makanan padat, sehingga apabila dipaksakan maka kemungkinan bayi tersebut akan mengalami diare. Apabila hal ini dibiarkan terus menerus maka bayi akan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan, dan yang lebih fatal lagi yaitu menyebabkan kematian pada bayi. Penyebab langsung timbulnya gizi kurang pada anak adalah konsumsi pangan dan penyakit infeksi. Kedua penyebab tersebut saling berpengaruh. Dengan demikian timbulnya gizi dan kurang tidak hanya karena kurang makanan tetapi juga karena adanya penyakit infeksi, terutama diare dan ispa. Anak yang mendapatkan makanan cukup baik tetapi sering diserang diare dan ispa. Anak yang mendapatkan makanan cukup baik tetapi sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita gizi kurang. Sebaliknya anak yang tidak memperoleh makanan cukup dan seimbang daya tahan tubuhnya dapat melemah. Dalam keadaan demikian anak mudah diserang infeksi dan kurang nafsu makan sehingga anak kekurangan makanan. Akhirnya berat badan anak menurun. Apabila keadaan ini terus berlangsung anak dapat menjadi kurus dan timbullah kejadian kurang gizi (Soekirman, 2000). KESIMPULAN Pola asuh gizi bayi bila dilihat dari praktek menyusui tidak ditemukan ibu dengan praktek menyusuinya baik. Hal ini dikarenakan oleh adanya kebiasaan/kepercayaan ibu yakni : ASI tidak cukup untuk bayi dan harus ditambah dengan pemberian MP-ASI, pemberian gula pada bayi oleh ibu ibu yang berkunjung dianggap hal yang biasa, pemberian air putih/air kopi dianggap supaya bayi tidak mudah demam tinggi. Praktek penyusuan yang tidak baik juga dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi, dimana dengan sosial ekonomi yang rendah ibu yang menyusui tidak dapat mengkonsumsi makanan yang bergizi dan istirahat yang cukup. Selain itu faktor ibu bekerja juga mempengaruhi pemberian ASI pada bayi. Pola asuh gizi bayi bila dilihat dari praktek pemberian MP ASI pada umumya berada pada kategori sedang (81,2%). Namun dalam penelitian ini ditemukan praktek pemberian MP-ASI dengan cara dimemei yaitu makanan dikunyah dalam mulut si ibu untuk dihaluskan kemudian diberikan kepada bayinya. Praktek pemberian makan ini secara tidak langsung dapat mempengaruhi status gizi bayi, dimana dijumpai dengan praktek pemberian makan ini ditemukan bayi dengan status gizi kurang. Dari hasil pengukuran status gizi diperoleh masih terdapatnya status gizi yang kurang baik pada bayi yang disebabkan oleh rata rata pola asuh gizinya yang tidak baik. SARAN Disarankan Diharapkan kepada pihak Puskesmas Sirait untuk lebih meningkatkan penyuluhan tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif, praktek penyiapan dan pemberian makanan tambahan serta gizi seimbang pada bayi. Kepada masyarakat khususnya ibu ibu diharapkan untuk lebih memperhatikan pola asuh yang baik pada bayi terutama dalam hal kebiasaan pemberian makan pada bayi usia <6 bulan. DAFTAR PUSTAKA Depkes RI, 2007. Pedoman Pemberian Makanan Bayi dan Anak dalam Situasi Darurat. Jakarta Dinkes Samosir, 2011. Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Samosir 2011. Dinas Kesehatan Sumatera Utara, 2010. Laporan PSG Kadarzi Propinsi Sumatera Utara Tahun 2009. Jurnal Sumatera Utara. Edisi II Oktober 2010 Kementrian Kesehatan RI, 2011. Pedoman Pelayanan Anak Buruk. Lee, C, 1989. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. Arcan, Jakarta Roesli, U, 2008. Inisiasi Menyusui Dini Plus ASI Eksklusif. Pustaka Bunda, Jakarta.

Supariasa, I Dewa Nyoman, Bakri, B. dan Fajar, I. 2002. Penilaian. Penerbit EGC. Jakarta. Soekirman, 2000. Ilmu dan Aplikasinya Untuk Keluarga dan Masyarakat. Dirjen Pendidikan Tinggi Depdiknas. Jakarta. Soekirman, dkk. 2010. Sehat dan Bugar Berkat Seimbang. Penerbit PT Gramedia. Jakarta. Sulistijani, A.D, 2001. Menjaga Kesehatan Bayi dan Balita. Puspa Suara, Jakarta. Suraatmaja,S, 2007. Aspek Air Susu Ibu. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarat. Zeitlin, M. Peran Pola Asuh Anak. Pemanfaatan Hasil Studi Penyimpangan Positif untuk Program. Dalam Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan VII Tahun 2000. LIPI. Jakarta : LIPI, 2000