PEMANTIK LPG OTOMATIS UNTUK PEMBAKAR GAS HIDROGEN PADA PROSES REDUKSI TUNGKU ME-11

dokumen-dokumen yang mirip
SISTEM SWITCHING POMPA VAKUM TAMBAHAN PADA TUNGKU REDUKSI ME-11. Achmad Suntoro Pusat Rekayasa PerangkatNuklir- BATAN

METODOLOGI KENDALI LOGIK TAMBAHAN PADA SISTEM TUNGKU REDUKSI ME-11

PENGEMBANGAN TEKNIK PENANGGULANGAN GANGGUAN LISTRIK PADA OPERASI TUNGKU REDUKSI ME-11

OTOMATISASI PENGGERAK KATUP MASUK GAS HIDRO- GEN PADA TUNGKU REDUKASI ME-11

Sistem Operasi Tungku Reduksi ME-II Menggunakan Kendali Logik Tambahan

BAB III PERANCANGAN ALAT. Pada Gambar 3.1 menunjukan blok diagram sistem dari keseluruhan alat yang dibuat. Mikrokontroler. Pemantik Kompor.

FAULT TREE ANALYSIS (FTA) POTENSI LEDAKAN GAS HIDROGEN PADA SISTEM TUNGKU REDUKSI ME-11 PROSES PEMBUATAN BAHAN BAKAR NUKLIR PLTN

ANALISIS KERUSAKAN TABUNG ALUMINA TUNGKU SINTER MINI PADA PROSES PEMANASAN SUHU 1600 O C

BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGEMBANGAN TEKNIK PENANGGULANGAN GANGGUAN LISTRIK PADA OPERASI TUNGKU REDUKSI ME-ll. Achmad Suntoro Pusat Rekayasa Perangkat Nuklir - BATAN

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan sesuai dengan diagram alir dibawah ini;

1. Bagian Utama Boiler

PENYIAPAN LARUTAN URANIL NITRAT UNTUK PROSES KONVERSI KIMIA MELALUI EVAPORASI

PEMODELAN SISTEM TUNGKU AUTOCLAVE ME-24

Bab I Pendahuluan Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 3 PERALATAN DAN PROSEDUR PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran.

REFURBISHING SISTEM KENDALI SUHU TUNGKU SINTER PELET UO 2

BAB 3 METODE PENELITIAN

MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN

Spark Ignition Engine

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGGANTIAN KENDALI TEMPERATUR AUTOCLAVE ME-24

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu perkembangan pengaplikasian teknologi yang telah lama

Kondisi Abnormal pada Proses Produksi Migas

BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA

2. Pengantar Pengetahuan Tentang Api SUBSTANSI MATERI

DESAIN DAN PERAKITAN ALAT KONTROL TEMPERATUR UNTUK PERALATAN NITRIDASI PLASMA ABSTRAK ABSTRACT

PEMBUATAN HEATING CHAMBER PADA TUNGKU KILN / HEAT TREAMENT FURNACE TYPE N 41/H

PENGARUH JUMLAH SEL PADA HYDROGEN GENERATOR TERHADAP PENGHEMATAN BAHAN BAKAR

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pirolisator merupakan sarana pengolah limbah plastik menjadi

BAB III METODE PENELITIAN

RESUME PENGAWASAN K3 PESAWAT UAP DAN BEJANA TEKAN

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan tugas akhir ini terinspirasi berawal dari terjadinya kerusakan

BAB III PROSES PEMBAKARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. PLTU adalah jenis pembangkit listrik tenaga termal yang banyak digunakan

IDENTIFIKASI DAN PERBAIKAN KERUSAKAN TERHADAP SISTEM DETEKSI KEBAKARAN DI GEDUNG 65 INSTALASI ELEMEN BAKAR EKSPERIMENTAL

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ketika ketergantungan manusia terhadap bahan bakar tak terbarukan

OPTIMALISASI PROSES PEMEKATAN LARUTAN UNH PADA SEKSI 600 PILOT CONVERSION PLANT

PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS (PLTG)

ANALISIS UNJUK KERJA THERMOCOUPLE W3Re25 PADA SUHU PENYINTERAN 1500 O C

BAB III METODOLOGI PENGUJIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN I-1

Bab II Ruang Bakar. Bab II Ruang Bakar

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup dimasa mendatang. Jumlah penduduk yang. sangat tinggi membuat kebutuhan bahan bakar fosil semakin

BAB I PENDAHULUAN. kalangan masyarakat menengah ke bawah. Sebagai akibat kenaikan harga. Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Bahan Bakar Gas (BBG)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI 2.1 Motor Bakar 3.2 Hukum Utama Termodinamika Penjelasan Umum

METODOLOGI PENELITIAN

K3 KEBAKARAN. Pelatihan AK3 Umum

PRINSIP KERJA MOTOR DAN PENGAPIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROSES REAKSI TERJADINYA API

BAB IV. PENGOPERASIAN dan PENANGANAN ELECTROSTATIC PRECIPITATOR

BAB II TINJAUAN LITERATUR

BAB II LANDASAN TEORI. Gas HHO merupakan hasil dari pemecahan air murni ( H 2 O (l) ) dengan proses

BAHAN BAKAR KIMIA. Ramadoni Syahputra

BAB III METODE PENELITIAN

PENENTUAN RASIO O/U SERBUK SIMULASI BAHAN BAKAR DUPIC SECARA GRAVIMETRI

BAB I PENDAHULUAN. terpenting di dalam menunjang kehidupan manusia. Aktivitas sehari-hari

LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

PERBAIKAN DAN VJI FVNGSI SVB SISTEM SEKSI 600

Bab III ENERGI LISTRIK

MENGGUNAKAN LPG - SECARA AMAN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu campuran komplek antara hidrokarbon-hidrokarbon sederhana

PROSEDUR PERLENGKAPAN PEMADAM KEBAKARAN. A. Perlengkapan Pemadam Kebakaran 1. Sifat api Bahan bakar, panas dan oksigen harus ada untuk menyalakan api.

PENGARUH LUBANG SALURAN PEMBAKARAN PADA TUNGKU GASIFIKASI SEKAM PADI

III.METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Pabrik Kopi Tulen Lampung Barat untuk

RANCANG BANGUN SISTEM KENDALI TUNGKU AUTOCLAVE ME-24

SESSION 12 POWER PLANT OPERATION

GLOSSARY STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG JASA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TENAGA LISTRIK

BAB V MENGENAL KOMPONEN SISTEM PENDINGIN

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin.

UNJUK KERJA KOMPOR BERBAHAN BAKAR BIOGAS EFISIENSI TINGGI DENGAN PENAMBAHAN REFLEKTOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umumnya, hasil karya dan budaya menuju masyarakat adil dan makmur. Sedangkan secara

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV PERAWATAN KOMPRESOR SENTRAL DI PT.PLN APP DURIKOSAMBI

BAB I PENDAHULUAN. Sejak abad ke-20 inovasi di dalam teknologi instrumentasi dan kendali

SOLUSI PENGHEMATAN BENSIN DENGAN PENGGUNAAN TEKNOLOGI SEDERHANA GEN TANDON SEBAGAI UPAYA MEMINIMALISIR PENYEBAB PEMANASAN GLOBAL Oleh: Benny Chandra

Cara Kerja Sistem Pengapian Magnet Pada Sepeda Motor

GLOSSARY STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG PEMBANGKITAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN

LAPORAN PRAKTIKUM LAS DAN TEMPA

Bab III. Metodelogi Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI

PETUNJUK PENGGUNAAN KOMPOR GAS (FREESTANDING COOKER) DAN KARTU GARANSI

APA YANG SALAH? Kasus Sejarah Malapetaka Pabrik Proses EDISI KEEMPAT

PENGUJIAN SISTEM DETEKSI GAS HIDROGEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB IV PENGUJIAN ALAT

JOB SHEET SISTEM KELISTRIKAN RTU

PERENCANAAN MOTOR BAKAR DIESEL PENGGERAK POMPA

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Data data yang diperoleh dari penulisan Tugas Akhir ini : pendingin dengan refrigeran R-22 dan MC-22.

Overview of Existing SNIs for Refrigerant

AC (AIR CONDITIONER)

Transkripsi:

Achmad Suntoro ISSN 0216-3128 55 PEMANTIK LPG OTOMATIS UNTUK PEMBAKAR GAS HIDROGEN PADA PROSES REDUKSI TUNGKU ME-11 Achmad Suntoro Pusat Rekayasa Perangkat Nuklir - BATAN ABSTRAK Pemantik LPG otomatis untuk membakar gas hidrogen pada proses reduksi tungku ME-11 berhasil direkayasa menggunakan komponen lokal dengan teknik reverse engineering. Telah dipelajari secara kualitatif sistem kerja untuk nyala awal LPG untuk kemudian direkayasa penyalaannya secara otomatis dan diterapkan pada tungku reduksi ME-11. Sistem penyalaan otomatis ini telah diuji dan terbukti dapat bekerja dengan baik. ABSTRACT Reverese engineering method for automatic spark-ignition system of LPG to burn hydrogen gaseous in the reducing process of ME-11 furnace has been succesfully implemented using local materials. A qualitative study to the initial behavoiur of the LPG flame system has created an idea by modification to install an automatic spark-ignition of the LPG on the reducing furnace ME-11. The automatic spark-ignition system has been tested and proved working well. Keyword: Pemantik LPG otomatis, tungku reduksi, pembakar gas hidrogen. PENDAHULUAN P roses reduksi untuk mengubah serbuk U 3 O 8 menjadi UO 2 pada proses daur bahan bakar nuklir gagalan, agar dapat diproses kembali menjadi bahan bakar yang memenuhi syarat, menggunakan gas hidrogen sebagai pereduksi pada suhu tinggi. Proses reduksi tersebut mengikuti reaksi kimia dalam tungku listrik: U + + (1) 3 O8 H 2 UO 2 + H 2O H 2 (berlebih) (lebihan) H 2 O yang terjadi akibat reaksi akan berbentuk uap panas dan keluar dari tungku bersama-sama dengan gas H 2 lebihan, sedangkan serbuk UO 2 akan tetap tinggal di dalam tungku. Uap air panas selanjutnya dijebak oleh ruang kondensasi hingga menjadi air sebelum sempat keluar ke udara bebas, dan gas H 2 lebihan akan keluar dari sistem tungku untuk kemudian dibakar oleh nyala api dari gas LPG (Liquid Petroleum Gas) di ruang pembakaran. Gambar 1 adalah sistem tungku reduksi ME-11 untuk tujuan tersebut. Gas H 2 lebihan yang keluar dari tungku harus dibakar untuk keselamatan, karena pada komposisi volume tertentu antara gas hidrogen dengan udara (18% s/d 59%) [1] dapat berpotensi untuk meledak. Sistem pembakaran gas H 2 pada tungku reduksi Gambar 1 dilakukan secara manual, yaitu mulamula operator memercikkan bunga api dari pemantik portable untuk membakar gas LPG yang selanjutnya digunakan membakar gas hidrogen. Teknik pembakaran manual tersebut mempunyai resiko yang cukup besar bagi operator, jika terjadi gangguan nyala api LPG padam sedangkan gas H 2 terus mengalir. Pada kondisi tersebut, percikan api oleh operator akan berpotensi menyulut ledakan. Dalam makalah ini akan ditunjukkan proses penambahan sistem otomatis pemantik untuk membakar gas LPG pada tungku reduksi ME-11 dengan cara reverse engineering, yaitu dengan melihat pola pemasangan pemantik tungku sinter ME- 06. Modifikasi jenis pemantik dan spark-ignitor nya dibuat tidak sama dengan yang digunakan pada tungku ME-06 terutama ditujukan agar sistim menggunakan komponen lokal yang mudah didapat. Dua redundansi pemantik dipasang untuk meningkatkan keyakinan bahwa nyala LPG akan terjadi. Sedangkan untuk sistem otomatis dibuatkan rangkaian listrik tambahan dengan memanfaatkan komponen-komponen listrik dan instrumentasi tungku yang ada (terpasang). Fasilitas ini dibuat untuk meningkatkan faktor keselamatan operasi yang disyaratkan [1].

56 ISSN 0216-3128 Achmad Suntoro Gambar 1. Tungku kalsinasi dan reduksi ME-11. TATA KERJA Meningkatkan tingkat keselamatan operator selama proses reduksi berlangsung merupakan hal pokok yang menjadi penyebab pekerjaan ini. Dua pekerjaan yang akan dijalankan dalam kontek ini adalah memperbaiki kondisi awal pembakaran gas buang dari tungku menjadi otomatis, dan otomatisasi penyalaan jika terjadi gangguan atas pembakaran LPG tersebut. Awal Pembakaran Awal pembakaran gas LPG (yang digunakan selanjutnya untuk membakar gas hidrogen) dimulai dari percikan bunga api dari pemantik di ujung outlet LPG. Gambar 2.a adalah spark-ignitor listrik yang digunakan sebagai pembangkit pulsa tegangan tinggi, dan Gambar 2.b adalah pemantik sebagai pembangkit nyala api yaitu pemantik dengan elektroda pendek yang dibungkus bahan keramik. Gambar 2. Spark-ignitor dan pemantik untuk tungku ME-11.

Achmad Suntoro ISSN 0216-3128 57 Percobaan pertama dilakukan dengan mencari posisi pemantik terbaik agar LPG dapat terbakar. Percobaan ini dilakukan dengan mengubah-ubah posisi pemantik disekitar outlet LPG yang sedang memancarkan gasnya. Pemantik yang di ubah-ubah posisinya diikuti dengan logam lain yang dihubungkan ke pipa LPG sebagai tempat loncatan percikan api dari elektroda pemantik. Gas LPG akan terbakar oleh api jika komposisi perbandingan volume LPG dengan udara terletak diantara 1.8% s/d 8% [2] dengan energi panas dari api yang cukup. Dalam hal ini percikan api akan digunakan (bukan nyala api kontinyu). Percobaan kedua dilakukan dengan melepas outlet LPG dari posisinya di tungku, dan memberi masukan udara bertekanan dari kompresor sebagai pengganti LPG. Secarik kain dicelupkan kedalam oli lalu dibakar, dan diposisikan api dan jelaganya yang terbentuk ke dekat outlet yang telah diberi udara tekan pengganti LPG tersebut. Percobaan kedua ini digunakan untuk mengetahui karakteristik outlet terhadap gas disekitarnya. Dari hasil percobaan satu dan dua diatas dilakukan analisis untuk menetapkan posisi pemantik yang terbaik untuk tungku ME-11. Posisi tersebut selanjutnya digunakan dalam percobaan otomatisasi penyalaan LPG tersebut baik untuk kondisi awal ataupun jika terjadi gangguan (api menjadi padam karena sesuatu hal misalnya). Otomatisasi Penyalaan Pemantik Sebuah termokopel tipe K telah terpasang pada sistem instrumentasi tungku ME-11 yang digunakan semula hanya untuk menghidupkan alaram jika tidak ada nyala diruang pembakaran karena suatu gangguan [3]. Alaram ini akan mengundang operator agar menghidupkan api yang padam secara manual. Rangkaian otomatis tambahan dibuatkan dengan memanfaatkan termokopel dan thermo-switch yang telah ada. Sinyal dari thermo-switch dalam rekayasa ini digunakan untuk mengendalikan spark-ignitor dan menutup katup gas hidrogen serta saluran keluar dari tungku. Rangkaian rekayasa / modifikasi kendali otomatis pemantik diperlihatkan pada Gambar 3. Switch kontrol pada rangkaian Gambar 3 digunakan untuk mengaktifkan sistem kendali otomatis dari pemantik. Secara terpasang di sistem tungku ME-11, switch ini digunakan bersama untuk mengaktifkan kendali lainnya. Gambar 3 adalah rangkaian yang disederhanakan untuk menjelaskan topik permasalahan yaitu kendali pemantik, sehingga rangkaian yang berkaitan dengan gas hidrogen tidak digambarkan. Thermo-switch dalam rangkaian menggunakan yang telah tersedia pada sistem instrumentasi tungku ME-11. Thermo-switch ini mempunyai jarum pengatur untuk menentukan pada temperatur berapa thermo-switch harus aktif. Gambar 3. Simplifikasi modifikasi rangkaian otomatis pemantik LPG tungku reduksi ME-11.

58 ISSN 0216-3128 Achmad Suntoro Dengan rangkaian Gambar 3 setelah switch kontrol diaktifkan, katup LPG dan katup gas hidrogen akan selalu menutup jika nyala api dari LPG padam. Pada kondisi ini secara otomatis alaram akan berbunyi dan pemantik akan mengeluarkan percikan api. Kesempatan untuk pemantik dalam berusaha menghidupkan nyala api LPG diatur oleh timer #1. Jika dalam waktu yang ditentukan pada timer #1 telah lewat, dan LPG belum juga nyala, maka sistem kendali Gambar 3 diatas akan menghentikan kegiatan reduksi secara menyeluruh melalui saklar emerjensinya. Kondisi ini dilakukan untuk menjaga keselamatan dalam operasi jika memang api dari LPG tidak bisa dinyalakan (LPG habis misalnya atau sebab-sebab lain-nya). HASIL DAN BAHASAN Secara umum dan menyeluruh, eksperimen penggantian sistem pemantik dan otomatisasinya pada tungku reduksi ME-11 dapat dikatakan berhasil dengan baik. Gangguan-gangguan terhadap sistem yang berkenaan dengan nyala api dari LPG yang dilakukan dengan sengaja untuk menguji unjuk kerja sistem otomatis beserta penyalaan pemantiknya dapat diatasi oleh sistem hasil rekayasa sesuai dengan design-requirement yang ditentukan. Berikut pertimbangan-pertimbangan pemikiran yang muncul selama eksperimen berlangsung hingga menghasilkan sistem yang dapat digunakan tersebut. Pemantik LPG Fungsi utama nyala api dari LPG digunakan untuk membakar gas hidrogen yang keluar dari saluran pembuangan tungku. Karena bentuk saluran keluar dan berat jenis hidrogen yang lebih kecil dari udara (BD hidrogen = 0,08235 kg/m 3 dan BD udara = 1.2931 kg/m 3 ) [4], maka hidrogen yang keluar dari tungku akan meluncur keatas sambil menyebar, dan penyebaran terjadi tidak di titik outlet pipa gas buang. Oleh karena itu, api nyala LPG yang diperlukan harus nyala yang panjang (tidak melebar), tidak seperti nyalanya api kompor gas rumah tangga. Bentuk api pembakar ini terjadi juga pada tungku sinter ME-06 yang juga menggunakan gas hidrogen jika beroperasi. Struktur outlet pipa LPG dari tungku ME-11 seperti pada Gambar 4.a, dan struktur ini diperoleh dari pengamatan secara visual. Daerah B pada Gambar 4.a tidak bisa ditentukan strukturnya karena tertutup, sehingga tidak bisa digambarkan. Diduga struktur ini juga yang digunakan pada tungku sinter ME-06, dengan bentuk elektroda pemantik melengkung mendekat ke permukaan saluran #2 seperti diperlihatkan pada Gambar 4.b. Gambar 4. a. Struktur outlet pipa LPG pembakar tungku ME-11. b. posisi elektroda (melengkung) pemantik tungku ME-06.

Achmad Suntoro ISSN 0216-3128 59 Bentuk pemantik melengkung tersebut tidak mudah diperoleh dipasaran umum, sehingga jika terjadi kerusakan memerlukan waktu untuk memperolehnya. Untuk tungku ME-11 akan dicoba menggunakan jenis pemantik yang banyak dipasaran umum (mudah diperoleh). Oleh karena itu mekanisme kerja dari outlet LPG tersebut harus diketahui untuk penempatan posisi pemantik yang tepat. Dari percobaan pertama, diketahui bahwa tidak selalu percikan api dari pemantik menyebabkan LPG terbakar. Secara singkat dapat digambarkan seperti pada Gambar 5. Pada posisi Gambar 5.a, LPG tidak mau terbakar meskipun letikan api dari pemantik telah terjadi terus menerus. Hal ini disebabkan oleh komposisi volume LPG dan udara pada posisi disekitar pemantik tersebut lebih kecil dari 1.8%. Pada posisi Gambar 5.b juga LPG tidak terbakar meskipun pemantik secara kontinyu mengeluarkan bunga api. Dipastikan posisi Gambar 5.b tersebut komposisi volume LPG terhadap udara lebih besar dari 8% sehingga percikan api dari pemantik tidak menyebabkan terbakarnya LPG. Posisi Gambar 5.c menghasilkan percikan yang langsung membakar gas LPG yang keluar dari outlet tersebut. Untuk menjelaskan mengapa pemantik pada posisi Gambar 5.c dapat menyebabkan terbakarnya LPG, dijelaskan dari mekanisme kerja outlet LPG tersebut. Untuk mengetahui mekanisme kerjanya, percobaan kedua dilakukan dan hasilnya direkam seperti pada Gambar 6.a. Gambar 5. Eksperimen penempatan posisi pemantik relatif terhadap outlet LPG. Gambar 6. Eksperimen api berjelaga dipinggir outlet LPG menggunakan tekanan udara dari kompresor.

60 ISSN 0216-3128 Achmad Suntoro Nyala api dipinggir outlet Gambar 6.a terlihat ditarik oleh saluran #1 dan jelaganya ditarik oleh saluran #2. Dari eksperimen ini menunjukkan bahwa saluran #1 dan #2 dalam mekanisme kerjanya akan menarik gas didekatnya. Gambar 6.b dan 6.c memperjelas fenomena Gambar 6.a tersebut. Dari fenomena ini dapat dijelaskan mekanisme kerja dari outlet tungku ME-11 seperti pada Gambar 7. Untuk kedua kondisi Gambar 7.a dan b berlaku sebagai berikut. Pada ruang A, LPG bertekanan dari tabung penyimpanannya masuk kesaluran. Orifice telah menahan gas tersebut keluar seluruhnya, sehingga LPG yang keluar akan menyembur dengan laju aliran yang tinggi. Laju aliran ini akan menarik udara disekitar saluran udara #1 hingga ikut masuk bersama-sama LPG ke ruang B. Keberadaan orifice ini juga menjaga stabilitas suplai LPG, yaitu jika tekanan LPG dari sumber terjadi perubahan tekanan yang kecil (riak), maka nyala api tidak banyak terpengaruh. Pada Gambar 7.a merupakan fenomena ketika gas LPG dibuka dan pemantik belum bekerja. Aliran LPG pada ruang B juga cukup kencang sehingga mampu menarik udara dari saluran udara #2. Berat jenis LPG lebih besar dari udara, sehingga gas ini akan cenderung menuju kebawah akibat tarikan grafitasi dan arus udara dari saluran udara #2. LPG yang masuk ke saluran udara #2 tidak cukup banyak, karena arus LPG di ruang B cukup tinggi. Namun demikian justru jumlah LPG yang sedikit tersebut akan berpotensi besar terletak diantara 1.8% s/d 8% volume dari udara, dimana campuran pada komposisi tersebut LPG akan bisa terbakar. Letikan api pada daerah tersebut pada komposisi itu akan segera membuatnya terbakar, dan api pembakaran LPG yang sedikit tersebut akan mampu membakar semburan LPG pada daerah C. Oleh karena itu letikan api dari pemantik harus terletak di daerah saluran #2 tersebut. Kondisi ini sesuai dengan hasil eksperimen pada Gambar 6.c sehingga LPG terbakar. Gambar 7. a. Kondisi awal ketika nyala LPG belum terjadi. b. Kondisi setelah LPG nyala.

Achmad Suntoro ISSN 0216-3128 61 Pada Gambar 7.b merupakan fenomena ketika gas LPG sudah terbakar. Seperti pada Gambar 7.a, aliran LPG pada ruang B juga cukup kencang sehingga mampu menarik udara yang bercampur dengan gas buang dari saluran udara #2. Gas buang hasil bakaran telah bersuhu tinggi, sehingga ketika masuk ruang B membuat LPG yang belum terbakar menjadi naik temperaturnya. Kondisi ini sering digunakan oleh sistem outlet LPG di industri yaitu dengan pemanasan awal terhadap LPG sebelum dibakar [5]. Kendali Otomatis Pemantik LPG Setelah ditetapkan posisi pemantik, dalam hal ini adalah posisi Gambar 5.c, langkah-langkah otomatisasi dilakukan. Dua pemantik dipasang untuk redundancy agar tingkat kemungkinan penyalaan dan keandalannya lebih tinggi seperti pada Gambar 8. Dari pengalaman percobaan, setting temperatur nyala LPG dibuat 300 o C cukup memadai untuk dapat bekerja otomatis. Namun hasil yang lebih baik jika ketika start dibuat setting 150 o C dan setelah api menyala agak lama, maka setting dipindah ke 700 o C. Kondisi ini membuat pemantik efisien dalam bekerja menyalakan LPG. KESIMPULAN Pembakaran secara otomatis LPG pembakar gas hidrogen dalam proses reduksi atau proses lainnya yang melibatkan pembakaran gas hidrogen sebelum dibuang ke udara bebas sangat perlu diimplementasikan. Dari eksperimen yang dijelaskan dalam makalah ini implementasi tersebut tidak sulit dilaksanakan. Peralatan yang biasa digunakan pada kompor gas umum dapat digunakan. Pada prinsipnya sistem penyalaan ini berperan sekunder, karena sistem interlock pengaman lainnya sudah bekerja meskipun tanpa otomatisasi penyalaan gas LPG ini. Namun demikian redundancy tindakan lebih baik dilakukan untuk meningkatkan keselamatan kerja operator. Gambar 8. Instalasi baru pemantik LPG horizontal tungku reduksi ME-11. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis sangat berterima kasih kepada saudara Zaidi, Djoko Kisworo, dan Triarjo staf Bidang Bahan Bakar Nuklir, Kelompok Proses Konversi dan Fabrikasi Bahan Bakar Nuklir PTBN BATAN, atas bantuan teknis selama eksperimen berlangsung. Jika pada awal pembakaran LPG thermoswitch pengendali nyala api diatur pada suhu rendah (150 o C misalnya), maka dalam waktu yang relatif singkat sistem pemantik akan berhenti setelah nyala LPG terjadi. Sebaliknya jika diatur pada suhu tinggi (700 o C misalnya) maka pemantik masih tetap bekerja dalam waktu yang relatif agak lama meskipun api telah nyala (menunggu hingga suhu termokopel mencapai 700 o C). Namun dua kejadian tersebut akan terbalik untuk tenggang waktu aktifnya pemantik jika api LPG telah nyala lalu karena gangguan menjadi padam. Jika LPG telah nyala dan lalu padam, maka dengan segera pemantik aktif dan segera mati kembali setelah LPG nyala pada setting 700 o C, sedang pada setting 150 o C aktifnya pemantik akan relatif agak terlambat hingga suhu termokopel turun mencapai 150 o C baru pemantik aktif menyalakan LPG. DAFTAR PUSTAKA 1. ES & H Manual, Volume II, Part 18, Document 18.4 Hydrogen, Revision 3, January 12, 2006. 2. LPG FOR YOU, http://www.lpgforyou.com/ physicalproperties.htm. 3. ALAMARI., Operating Directions for the Furnace Type RM/20, Alamari & Co, Milano. 4. BAKER W dan MOSSMAN A L, Matheson Gas Data Book, Six Edition, Lyndhurst, NJ 07071. 5. BLASIAK W, YANG WH dan RAFIDI N, Physical Properties of a LPG Flame with High- Temperature Air on a Regenerative Burner, Combustion and Flame, 136(2004) 566-569, Elsevier, 2004.

62 ISSN 0216-3128 Achmad Suntoro TANYA JAWAB Dewita Dikatakan otomatis, kapan pembakaran gas hidrogen dilakukan. Pada kesimpulan dikatakan penyalaan telah diuji dan terbukti dapat bekerja dengan baik. Bagaimana pengujian dilakukan sehingga dapat dikatakan bekerja dengan baik? Achmad Suntoro Gas hidrogen dibakar setelah masuk ke tungku karena persyaratan untuk masuknya telah dipenuhi yaitu suhu tungku diatas 585 o C. Namun demikian gas LPG telah dibakar semenjak sistem tungku diaktifkan untuk membakar gas yang keluar dari tungku (walaupun hidrogen belum digunakan gas C86 telah dibakar). Otomatis disini proses pengolahan gas C86 pembakar H 2 tersebut meskipun terjadi gangguan. Pengujian dilakukan terhadap disain requirement yang ditetapkan, yaitu gangguan-gangguan yang diberikan kepada sistem yang berkaitan dengan pembakaran C86 dan hasil uji coba sesuai dengan requirement yang diijinkan. Widdi Usada Berapa tekanan H 2, berapa suhu H 2 kira-kira. Apa tidak sia-sia dibuang, apa mungkin dapat diberikan ke institusi yang membutuhkan. Achmad Suntoro Tekanan gas H 2 secara sifat ditentukan oleh penggunaan tungku yang berkaitan dengan proses reduksi. Namun demikian tekanan gas H 2 tersebut pasti lebih besar dari tekanan udara luar. Jika terjadi tekanan mengecil maka sistem instrumentasi kegagalan akan bertindak. Suhu H 2 kira-kira 700 o C. Proses pengambilan gas H 2 lebihan jauh lebih mahal dari nilai H 2 lebihan yang dibakar tersebut, itu sebabnya disain sistem tungku reaksi mengharuskan membakar gas H 2 lebihan (gas H 2 lebihan debitnya cukup kecil/rendah).