STUDI POTENSI EKOWISATA MANGROVE DI KUALA LANGSA PROVINSI ACEH (Study of Ecotourism Mangrove Potency At Kuala Langsa, Province of Aceh)

dokumen-dokumen yang mirip
STUDI POTENSI EKOWISATA MANGROVE DI KUALA LANGSA PROVINSI ACEH ARIEF BAIZURI MAJID

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

Lampiran 1. Kuisioner Pengunjung Kuisioner penelitian untuk pengunjung Pantai Putra Deli

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang

PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

I. PENDAHULUAN. dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. pariwisata, seperti melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam bentuk

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

KELAYAKAN EKOWISATA MANGROVE ARUNGAN SUNGAI DI SUNGAI CARANG BERDASARKAN PADA BIOFISIK MANGROVE

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian untuk pengunjung wisata Pantai Sri

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

Mengembangkan Ekowisata Hutan Mangrove Tritih Kulon Cilacap

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

Analisis Kelayakan Pengembangan Ekowisata Mangrove di Pantai Muara Indah Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

KAJIAN POTENSI UNTUK EKOWISATA DI PANTAI TANGSI KABUPATEN LOMBOK TIMUR NUSA TENGGARA BARAT DENGAN MENGGUNAKAN SWOT ANALISIS

LAMPIRAN. Lampiran 1. Peta Pola Ruang Kabupaten Lampung Selatan

III. METODE PENELITIAN

ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mangrove merupakan vegetasi yang kemampuan tumbuh terhadap salinitas air

STUDI KESESUAIAN PANTAI LAGUNA DESA MERPAS KECAMATAN NASAL KABUPATEN KAUR SEBAGAI DAERAH PENGEMBANGAN PARIWISATA DAN KONSERVASI

Teknologi penanaman jenis mangrove dan tumbuhan pantai pada tapak khusus

1. Pengantar A. Latar Belakang

ANALISIS KELAYAKAN EKOSISTEM MANGROVE SEBAGAI OBJEK EKOWISATA DI DESA TELUK PAMBANG KECAMATAN BANTAN KABUPATEN BENGKALIS

PENILAIAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI OBJEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM DI TAMAN WISATA ALAM (TWA) SIBOLANGIT

PENILAIAN DAYA TARIK WISATA KAWASAN AIR TERJUN MANANGGAR DI DESA ENGKANGIN KECAMATAN AIR BESAR KABUPATEN LANDAK

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

Struktur Dan Komposisi Vegetasi Mangrove Di Pulau Mantehage

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Danau. merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DI KAWASAN KONSERVASI DESA MAMBURUNGAN KOTA TARAKAN KALIMANTAN TIMUR

No : Hari/tanggal /jam : Nama instansi : Alamat Instansi : Nama responden yang diwawancarai Jabatan

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU

ZONASI TUMBUHAN UTAMA PENYUSUN MANGROVE BERDASARKAN TINGKAT SALINITAS AIR LAUT DI DESA TELING KECAMATAN TOMBARIRI

PROFIL HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG Oleh:

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II DESKRIPSI TEMPAT WISATA Sejarah Taman Wisata Alam Mangrove Pantai Indah Kapuk. lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

TINJAUAN PUSTAKA. A. Perencanaan Lanskap. berasal dari kata land dan scape yang artinya pada suatu lanskap terdapat

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

I. PENDAHULUAN. Hampir 75 % tumbuhan mangrove hidup diantara 35ºLU-35ºLS (McGill, 1958

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

Strategi Pengelolaan Wisata Pantai Cemara Kembar Kabupaten Serdang Bedagai

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif. Menurut Tika (2005:4) metode deskriptif adalah metode yang

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove Wonorejo Surabaya Development Strategy of Mangrove Ecotourism in Wonorejo, Surabaya

Lampiran 1. Kuesioner untuk Pengunjung Kawasan Danau Linting

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. II/1999 seluas ha yang meliputi ,30 ha kawasan perairan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas

Penilaian pengelolaan lingkungan pulau wisata, di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Jakarta Utara Siregar, Mara Oloan

BAB I PENDAHULUAN. alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. menjadi pusat pengembangan dan pelayanan pariwisata. Objek dan daya tarik

Hutan Mangrove Segara Anakan Wisata Bahari Penyelamat Bumi

KAJIAN KESESUAIAN EKOWISATA MANGROVE DI PANTAI BALI DESA MESJID LAMA KECAMATAN TALAWI KABUPATEN BATU BARA PROVINSI SUMATERA UTARA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

ABSTRACT

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

Transkripsi:

44 STUDI POTENSI EKOWISATA MANGROVE DI KUALA LANGSA PROVINSI ACEH (Study of Ecotourism Mangrove Potency At Kuala Langsa, Province of Aceh) Arief Baizuri Majid (1), Pindi Patana (2), Indra Lesmana (2) 1 Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara 2 Staf Pengajar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Universitas Sumatera Utara Email : arief.baizuri@hotmail.com ABSTRACT Mangrove ecosystem at Kuala Langsa has been used as one of the tourist area which offer tourism to get closer to nature. At this area had built shelters in the middle of the mangrove forest. Futhermore, there are rivers used as a fishing area, and mangrove forests which still inhabited by monkeys makes potentially used as a mangrove ecotourism. This study was conducted in June until July 2013 and held at mangrove areas of Kuala Langsa at District of West Langsa, Langsa, Province of Aceh. This research using analysis vegetation of the mangroves, tourism suitability analysis, analysis of ecotourism attraction, analysis of the economic value and SWOT analysis. Kuala Langsa mangrove ecosystem inhabited by 5 species are Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Xylocarpus granatum, Brugueira gymnorrhiza, Scyphipora hydrohyllaceae. Greatest density of mangrove species is Rhizophora apiculata. Index of ecological suitability for tourism activities in the mangrove Kuala Langsa included into the category corresponding conditional. This category has the limiting factor which shows that to make this site as the location for ecotourism, protection of mangrove ecosystem in order to balance and prevent biodegradation of mangrove that cause damage is important thing to do. Keywords : Ecotourism, Kuala Langsa, Mangrove, Potency. PENDAHULUAN Ekowisata adalah wisata berbasis pada alam dengan menyertakan aspek pendidikan dan interpretasi terhadap lingkungan alami dan budaya masyarakat dengan pengelolaan kelestarian ekosistem pesisir dan laut. Kegiatan ekowisata berkembang sebagai respon kejenuhan wisatawan akan obyek-obyek wisata buatan. Wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara pada saat ini memiliki kecenderungan akan obyek wisata yang bersifat menyatu dengan alam. Kecenderungan ini dapat dimanfaatkan dalam pengembangan ekowisata di daerah yang memiliki keanekaragaman ekologi. Salah satu potensi alam yang dapat dijadikan ekowisata yaitu ekosistem mangrove. Keberadaan ekosistem mangrove memiliki potensi ekologis dan ekonomi. Menurut Wibisono (2005) secara ekologis ekosistem mangrove mempunyai beberapa fungsi penting bagi wilayah pesisir, diantaranya: a. Sebagai penahan erosi dan abrasi pantai akibat hempasan ombak.

45 b. Merupakan tempat ideal untuk perlindungan dan pembesaran (nursery ground) dari berbagai jenis larva udang dan ikan. c. Sebagai cadangan sumber alam (bahan mentah) untuk dapat diolah menjadi komoditi perdagangan. Hasil hutan mangrove baik hasil kayu dan nonkayu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat bahan konstruksi, kayu bakar, bahan baku kertas, bahana makanan, kerajinan, obat-obatan, dan pariwisata (Kustanti, 2011). Salah satu daerah yang berpotensi untuk dijadikan sebagai kawasan ekowisata yaitu ekosistem mangrove yang berada di Kuala Langsa. Ekosistem mangrove di Kuala Langsa merupakan kawasan hutan lindung telah dimanfaatkan sebagai salah satu kawasan wisata yang dikelola oleh masyarakat sekitar. Hal ini menimbulkan kekhawatiran apabila dibiarkan karena dapat mengakibatkan terjadinya degradasi hutan mangrove dan mempengaruhi status kawasan hutan mangrove tersebut. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis nilai sumberdaya, mengetahui karaketristik sosial masyarakat di sekitar kawasan wisata serta melihat minat, presepsi dan motivasi pengunjung terhadap ekowisata yang berbasis pada masyarakat. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi bagi pihak pengelola untuk dijadikan acuan dalam pengembangan ekowisata di Kuala Langsa dengan pemanfaatan potensi yang dimiliki sehingga diharapkan dapat memberikan manfaat pada peningkatan kesejahteraan masyarakat yang terlibat dan berperan dalam setiap penyelenggaraan kegiatan wisata di Kuala Langsa. METODE Penelitian ini dilaksanakan di kawasan mangrove Kuala Langsa di Kecamatan Langsa Barat, Kota Langsa, Provini Aceh pada bulan Juni-Juli 2013. Metode yang digunakan dengan cara pengumpulan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui pengamatan secara langsung dengan cara kegiatan wawancara atau pemberian kuesioner sebagai suatu pengukuran potensi hutan mangrove dan melakukan wawancara langsung dengan pengunjung, masyarakat lokal dan pihak-pihak terkait. Data sekunder didapatkan dari kegiatan dokumentasi, data-data dari instansi yang terkait, peraturan perundang-undangan dan kajian pustaka yang berhubungan dengan topik penelitian. Analisis Data Analisis Vegetasi Mangrove Analisis data ini dilakukan untuk mengetahui kerapatan suatu jenis. Perhitugan kerapatan dilakukan pada jenis pohon, pancang, dan semai. Metode yang digunakan dalam analisis vegetasi dengan cara pengukuran langsung di lapangan dengan metode jalur. Pada setiap kawasan hutan mangrove yang diteliti dibuat lima jalur dengan lebar 200 m dan panjang 50 m. Pada jalur dibuat sub-petak ukur dengan ukuran 2 m x 2 m untuk semai, 5 m x 5 m untuk tingkat pancang (tinggi > 1,5 m dan diameter batang < 10 cm), untuk tingkat pohon (diameter 10 cm) dengan ukuran petak contoh 10 m x 10 m (Kusmana, 1997). Berdasarkan hasil pengukuran struktur vegetasi mangrove dapat dihitung sesuai persamaan: K =

46 Analisis Kesesuaian Wisata Analisis kesesuaian wisata menggunakan matriks kesesuaian yang disusun berdasarkan kepentingan setiap parameter untuk mendukung kegiatan pada daerah tersebut. Rumus yang digunakan untuk kesesuaian wisata pantai dan wisata bahari adalah (Yulianda dkk, 2009): IKW = x 100% Keterangan: IKW : Indeks kesesuaian ekosistem untuk wisata mangrove Ni : Nilai parameter ke-i (Bobot x Skor). Nmaks : Nilai maksimum dari kategori wisata mangrove. Pengelompokan nilai kelas kesesuaian kawasan untuk masingmasing kegiatan ekowisata bahari berdasarkan ketentuan berikut: 1. S1 = Sesuai/sangat sesuai, dengan nilai 66,67%-100,00%, 2. S2 = Sesuai bersyarat, dengan nilai 33,34%-66,66%, 3. S3 = Tidak sesuai, dengan nilai 33,33%. Tabel 1. Matriks Kesesuaian Wisata untuk Kategori Wisata Mangrove No Parameter Bobot Kategori Sesuai (S1) Kategori Sesuai Bersyarat (S2) Kategori Tidak Sesuai (S3) 1 Ketebalan 3 > 200 > 100-200 < 100 mangrove (m) 2 Kerapatan mangrove 2 > 10-25 > 5-10 < 5 (100 m) 3 Jenis 2 > 6 3-6 < 3 Mangrove 4 Pasang surut (m) 1 0-1 >1-2 >2 5 Obyek biota (reptil, burung, ikan, udang, kepiting, moluska, dan lainnya) 1 > 3 Biota 2-3 Biota Terdapat Salah Satu Biota Keterangan: Nilai skor untuk kelas S1 = 5, kelas S2 = 3, dan kelas S3 = 1 dengan nilai maksimum (bobot x skor) = 45 Analisis Atraksi Kegiatan Ekowisata Analisis atraksi kegiatan ekowisata dikembangkan berdasarkan analisis potensi yang dimiliki dengan cara menginventarisasi atraksi di ekosistem mangrove sehingga ditemukan suatu alternatif dalam pengembangan potensi ekowisata. Analisis Nilai Ekonomi Barang dan Jasa yang Tidak Diperdagangkan Metode ini didasarkan atas permintaan individu terhadap rekreasi di alam terbuka seperti memancing, berburu, dan hiking. Metode ini mengkaji biaya yang dikeluarkan setiap individu untuk mengunjungi tempat rekreasi seperti biaya perjalanan, biaya retribusi, biaya konsumsi dan atributatribut lainnya. Untuk mengetahui nilai ekonomi lingkungan wisata memancing di kawasan mangrove Kuala Langsa dilakukan pendekatan biaya perjalanan digunakan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Menghitung biaya rata-rata responden/kunjungan (BPR) yang ditentukan berdasarkan biaya

47 perjalanan responden secara matematis yaitu: BPR = Keterangan : BPR :Biaya perjalanan rata-rata responden/kunjungan ΣBPT : Jumlah total biaya perjalanan responden (Biaya transportasi, n biaya konsumsi, biaya perlengkapan memancing, biaya parkir dan biaya lain-lain). : Jumlah responden 2. Menentukan nilai ekonomi lingkungan wisata memancing: Nilai ekonomi lingkungan = BPR x Jumlah pengunjung rata-rata/tahun. Tabel 2. Kriteria Penilaian Daya Tarik (bobot 6) No Unsur/Sub Unsur Nilai 1 Keunikan sumberdaya alam: a. Sungai b. Flora c. Fauna d.adat istiadat e. Hutan belukar Ada 5 30 2 Banyaknya sumberdaya alam: a. Pohon b. Perikanan tangkap c. Hamparan lumpur d. Ketersediaan air sungai e. Obat-obatan/bahan makanan 3 Kegiatan wisata yang dapat dilakukan: a. Menikmati keindahan alam b. Melihat flora dan fauna c. Tracking d. Memancing e. Bersampan 4 Kebersihan lokasi objek wisata, tidak ada pengaruh dari: a. Industri b. Jalan ramai c. Pemukiman penduduk d. Sampah e. Vandalisme 5 Kenyamanan: a. Udara bersih dan sejuk b. Bebas dari bau c. Bebas dari kebisingan d. Tidak ada lalu lintas yang mengganggu e. Pelayanan terhadap pengunjung baik Ada 5 30 Ada 5 30 Ada 5 30 Ada 5 30 Ada 4 25 Ada 4 25 Ada 4 25 Ada 4 25 Ada 4 25 Ada 3 20 Ada 3 20 Ada 3 20 Ada 3 20 Ada 3 20 Ada 2 15 Ada 2 15 Ada 2 15 Ada 2 15 Ada 2 15 Ada 1 10 Ada 1 10 Ada 1 10 Ada 1 10 Ada 1 10 Analisis SWOT Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan cara menggunakan analisis SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity, and Threat). Menurut Pragawati (2009) Metode analisis data yang digunakan adalah analisis data secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis data secara kualitatif adalah analisis yang dilakukan terhadap

48 faktor-faktor internal dan faktor eksternal, sedangkan analisis secara kuantitatif dilakukan dengan pembobotan dan pemberian rating. Kerangka kerja dengan menggunakan pendekatan analisis SWOT yang pertama adalah identifikasi faktor internal dan eksternal kemudian menentukan skor dari setiap variabel; kedua yaitu membuat matriks SWOT berdasarkan variabel pada faktor-faktor internal dan eksternal yang diperoleh; dan ke tiga adalah membuat tabel peringkat alternatif strategi. Penentuan faktor baik secara eksternal maupun internal ditentukan berdasarkan kondisi lapangan pada saat melaksanakan penelitian dari data primer dan data sekunder yang didapat di lapangan. Selanjutnya, penyusunan identifikasi faktor-faktor eksternal dan internal dibuat dalam bentuk matriks SWOT. HASIL Analisis Vegetasi Mangrove Dari hasil pengamatan mangrove di 5 jalur diperoleh 5 jenis mangrove yang terdiri atas Rhizophora apiculata, R. mucronata, Xylocarpus granatum, Brugueira gymnorrhiza, Scyphipora hydrohyllaceae. Jenis mangrove R. mucronata merupakan jenis mangrove yang paling dominan dan terdapat pada setiap jalur yang diamati. Tabel 3. Komposisi Jenis Mangrove N o Nama Spesies 1 2 3 4 5 1 Rhizophora apiculata 2 Rhizophora - mucronata 3 Xylocarpus granatum 4 Brugueira - - - gymnorrhiza 5 Scyphipora hydrohyllace ae - - - Pada pengamatan kerapatan mangrove kategori pohon, hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut: Jenis Jumlah Jumlah Kerapatan Mangrove Individu Sub Plot (ind/ha) Rhizophora 224 15 1.493 apiculata Rhizophora 20 7 133 mucronata Xylocarpus 15 7 100 granatum Brugueira gymnorrhiza 4 1 27 Kesesuaian Ekologis untuk Kegiatan Ekowisata Penentuan indeks kesesuaian wisata dengan parameter seperti ketebalan mangrove, kerapatan mangrove, jenis mangrove, pasang surut, dan obyek biota dapat dijadikan sebagai indeks kesesuaian ekologis untuk kegiatan ekowisata, apakah masuk kedalam kategori Sesuai, Sesuai Bersyarat, atau Tidak Sesuai untuk suatu kegiatan wisata. Analisis kesesuaian wisata dilakukan di semua jalur pengamatan dan jalur tersebut dibagi menjadi beberapa plot. Total jalur pada kawasan hutan mangrove Kuala Langsa sebanyak 5 jalur yang pada tiap-tiap jalur terdiri dari 3 plot. Nilai Kesesuaian Ekowisata Jalur Mangrove Indeks Kategori 1 46,66 Sesuai Bersyarat (S2) 2 55,55 Sesuai Bersyarat (S2) 3 55,55 Sesuai Bersyarat (S2) 4 55,55 Sesuai Bersyarat (S2) 5 55,55 Sesuai Bersyarat (S2) Jumlah 53,77 Sesuai Bersyarat (S2) Analisis Atraksi untuk Kegiatan Ekowisata Atraksi yang ditawarkan pada suatu lokasi dijadikan sebagai alasan utama pengunjung untuk mengunjungi lokasi tersebut untuk melakukan kegiatan wisata. Kawasan wisata

49 mangrove Kuala Langsa memiliki atraksi yang cukup kuat untuk dapat menarik minat wisatawan. Unsur/Sub Unsur Keunikan Sumberdaya Alam - Sungai - Fauna Banyaknya Sumberdaya Alam - Pohon - Perikanan tangkap - Ketersediaan air di sungai Kegiatan wisata alam yang dapat dilakukan - Menikmati keindahan alam - Melihat flora dan fauna - Tracking - Memancing - Bersampan Kebersihan Lokasi Ekowisata, Tidak Ada Pengaruh Dari - Industri - Jalan ramai - Vandalisme Kenyamanan - Bebas dari bau - Bebas dari kebisingan - Tidak ada lalu lintas yang mengganggu - Pelayanan terhadap pengunjung Baik Skor Total Daya Tarik Analisis Nilai Ekonomi Barang dan Jasa yang Tidak Diperdagangkan Pendekatan biaya perjalanan merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk menaksir atau mengestimasi nilai ekonomi jasa rekreasi. Dasar pemilihan metode ini adalah pada kelebihannya memperoleh data yang nyata dari biaya kunjungan yang dilakukan oleh seseorang untuk menikmati jasa rekreasi. Jumlah Respon den Jumlah Total Biaya Perjalanan Responden 32 Rp 4.250.000 Biaya Perjalanan Rata-Rata Responden Per Kunjungan Rp 132.812 3.840 Jumlah Pengunjung Rata-Rata Per Tahun Analisis SWOT Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat, pengunjung, Dinas Kelautan, Perikanan, dan Pertanian, dan Kepala Desa Kuala Langsa serta pengamatan yang dilakukan pada saat di lapangan maka didapatkan faktor internal dan eksternal sebagai berikut: Faktor Internal Kekuatan (Strength) 1. Terdapat legalitas hukum mengenai status kawasan 2. Jarak tempuh menuju ke lokasi wisata tidak jauh dari pusat kota Langsa 3. Kondisi jalan yang baik 4. Kearifan lokal mengenai aturan syariat islam Kelemahan (Weakness) 1. Aspek pengelolaan kawasan hutan lindung belum tercipta 2. Belum ada sistem kelembagaan wisata 3. Sarana, prasarana, serta jasa wisata tidak memadai 4. Lemahnya sistem penegakan hukum terhadap keberadaan hutan mangrove Faktor Eksternal Peluang (Opportunity) 1. Pelaku kegiatan wisata masih sedikit 2. Menambah pendapatan masyarakat sekitar 3. Minat pengunjung untuk melakukan wisata tinggi 4. Merupakan satu-satunya wisata berbasis alam di Kota Langsa yang berpotensi untuk dikembangkan Ancaman (Threats) 1. Kesadaran pengunjung yang masih rendah dalam menjaga kebersihan lokasi 2. Penebangan liar serta perambahan hutan mangrove masih sering terjadi Tidak adanya izin dalam usaha pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam, penyedia jasa wisata alam dan pemanfaatan jasa lingkungan wisata

50 alam, dan penyedia sarana wisata alam PEMBAHASAN Analisis Vegetasi Mangrove Dari hasil pengamatan ekosistem mangrove di Kuala Langsa, pertumbuhan tumbuhan mangrove kategori pohon ditumbuhi oleh 4 jenis mangrove, diantaranya adalah Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Xylocarpus granatum, dan Brugueira gymnorrhiza. Nilai kerapatan terbesar yaitu pada jenis Rhizophora apiculata dengan nilai 1493,3 ind/ha. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Nomor 201 Tahun 2004 tentang Kriteria Baku Kerusakan Mangrove Dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove bahwa kondisi mangrove Kuala Langsa termasuk kriteria baik dan memiliki kepadatan yang cukup tinggi dengan nilai melebihi 1000 pohon/ha. Dari hasil analisis vegetasi, kawasan mangrove Kuala Langsa merupakan zona bakau. Menurut Kordi (2012) zona bakau biasanya terletak di belakang api-api dan prepat, keadaan tanah berlumpur, lembek (dalam). Pada umumnya didominasi oleh jenis-jenis bakau (Rhizophora spp) dan di beberapa tempat berasosiasi dengan jenis lain seperti lain seperti tanjang (Brugueira spp), nyirih (Xylocarpus spp). Kesesuaian Ekologis untuk Kegiatan Ekowisata Berdasarkan analisis kesesuaian ekologis, dari 5 jalur yang dianalisis menunjukkan bahwa kawasan mangrove Kuala Langsa termasuk dalam kategori Sesuai Bersyarat (S2) dengan nilai 53,77%. Hubungan faktor pembatas dengan kesesuian ekologis untuk kegiatan ekowisata diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Ketebalan mangrove Berdasarkan hasil pengukuran tebal mangrove yang dimulai dari garis terluar ke arah laut tegak lurus ke arah darat hingga vegetasi mangrove terakhir, hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa ketebalan mangrove Kuala Langsa kecil. Ketebalan mangrove mempengaruhi luas cakupan dalam kegiatan wisata alam mangrove terutama pada jalur tracking mangrove 2. Kerapatan mangrove Nilai kerapatan mangrove yang didapatkan dari hasil analisis vegetasi mangrove menunjukkan bahwa kondisi mangrove termasuk kriteria mangrove yang baik. Ketebalan berpengaruh terhadap daya dukung ekosistem dan kenyamanan habitat. 3. Jenis mangrove Jenis mangrove yang didapatkan terdiri dari 5 jenis mangrove yaitu Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Xylocarpus granatum, Brugueira gymnorrhiza, dan Scyphipora hydrohyllaceae. Banyaknya jenis mangrove berpengaruh terhadap pemandangan dan kenyamanan pengunjung. 4. Pasang surut Ketinggian air dan frekuensi pasang air laut mempengaruhi kenyamanan wisata. Dari hasil yang didapat, pasang air laut yang terjadi termasuk kategori baik untuk kegiatan wisata dengan kisaran 1,2 m. 5. Obyek biota Keragaman biota yang terdapat di hutan mangrove Kuala Langsa adalah monyet, ikan, kepitng, dan moluska. Monyet menjadi nilai daya tarik pada kawasan ini. Faktor pembatas dalam menjaga stabilitas ekosistem dapat dipertahankan dengan upaya perlindungan terhadap ekosistem mangrove untuk mencegah terjadi biodegradasi mangrove yang menyebabkan terjadinya kerusakan.

51 Analisis Atraksi untuk Kegiatan Ekowisata 1. Keunikan Sumberdaya Alam Kawasan ekowisata mangrove Kuala Langsa memiliki nilai daya tarik berupa sungai dan fauna yang dimilikinya. Ketika melakukan tracking, di dalam hutan tersebut dapat ditemukan sungai. Sungai tersebut dijadikan area memancing bagi sebagian wisatawan ataupun masyarakat sekitar. 2. Banyaknya sumberdaya alam dapat terlihat berupa hasil seperti pohon, perikanan tangkap, dan ketersediaan air di sungai. Banyaknya sumberdaya pohon memberikan dampak negatif bagi hutan mangrove karena penebangan tak dilakukan secara selektif. Pohon yang ditebang dimanfaatkan sebagai bahan baku tiang penyangga untuk rumah-rumah masyarakat dan juga pembangunan shelter di sekitar kawasan ekowisata mangrove. 3. Kegiatan Wisata yang Dapat Dilakukan a. Menikmati keindahan alam Kegiatan ini dapat dilakukan pada saat berada di shelter atau ketika melakukan tracking. Apalagi ketika air pasang datang, membuat kawasan menjadi lebih menarik untuk dilihat. b. Melihat Flora dan Fauna Dengan berjalan di sepanjang jalur track, pengunjung dapat menikmati keindahan alam sambil belajar mengenai flora dan fauna. Banyaknya flora yang tumbuh di kawasan mangrove membuat suasana nyaman dan teduh. Flora yang bisa dinikmati di sepanjang jalur tracking merupakan flora mangrove zona bakau. Fauna yang mungkin bisa ditemui di kawasan ini adalah monyet yang dapat ditemukan langsung di sekitar kawasan ekowisata mangrove tanpa harus melalui kegiatan tracking terlebih dahulu. c. Tracking Terdapat jalur tracking pada kawasan mangrove berupa jalan setapak yang terbuat dari kayu. Kegiatan tracking dikenakan biaya sebesar Rp 2000,00. Jalur tracking ini menelusuri hutan mangrove dan pada akhir jalur tracking akan bertemu dengan laut. d. Memancing Pada umumnya, wisatawan melakukan kegiatan memancing pada hutan mangrove yang berbatasan dengan laut secara langsung atau dengan menggunakan sampan. 4. Bersampan Kegiatan bersampan dilakukan bisa untuk melakukan kegiatan mancing atau hanya sekedar menelusuri muara-muara pada hutan mangrove. Sampan dapat disewa membuat wisatawan dapat berkeliling menggunakan sampan tersebut untuk lebih dekat dengan hutan mangrove Kuala Langsa 5. Kebersihan Lokasi Kesadaran wisatawan yang masih tergolong rendah membuat mereka membuang sampah ke hutan mangrove tersebut sehingga membuat nilai kebersihan lokasi menurun. Adanya pemukiman penduduk juga mengurangi nilai keindahan kawasan wisata. 6. Kenyamanan Kawasan ini terbebas dari ancaman bau, kebisingan, tidak ada lalu lintas yang menganggu, dan pelayanan terhadap pengunjung cukup baik. Kebersihan lokasi kawasan wisata mempengaruhi nilai keindahan wisata alam mangrove sehingga

52 sedikit mengurangi nilai kenyamanan kawasan akibat sampah-sampah yang berada di sekitar kegiatan wisata. Analisis SWOT Strategi yang bisa diciptakan adalah strategi yang memakai kekuatan yang ada untuk memanfaatkan peluangpeluang yang ada. Rumusan analisis adalah sebagai berikut: i. Akses merupakan hal yang penting dalam usaha pengembangan lokasi wisata. Akses yang baik akan mudah menjangkau daerah wisata alam. Pengelola dapat memanfaatkan kondisi jalan yang baik dan transportasi yang memadai untuk menarik minat wisatawan mengunjungi kawasan terutama wisatawan yang berkunjung bersama keluarga. ii. Membentuk KUR bagi masyarakat yang ingin terlibat dalam kegiatan wisata sehingga terdapat barang dan jasa yang diperdagangkan sebagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. iii. Sistem perundang-undangan yang harus dipatuhi sebagai legalitas hukum sehingga keberadaan wisata mangrove dapat berlangsung secara berkelanjutan. iv. Menjadikan kawasan hutan mangrove Kuala Langsa sebagai kawasan wisata yang lebih mengutamakan kepada wisata berbasis kekeluargaan agar tidak melanggar kearifan lokal yang berlaku di daerah tersebut. 2. Strategi WO Strategi ini adalah strategi dengan cara meminimalkan kelemahan dan memanfaatkan peluang yang ada. Setelah dianalisis didapat rumusan strategi sebagai berikut: i. Peningkatan sarana, prasarana, dan jasa penting dilakukan sebagai daya tarik bagi pengunjung kawasan sehingga terjadi hubungan interaksi dengan masyarakat sekitar yang kemudian menambah nilai ekonomi. ii. Dilakukan agenda rutin dalam kegiatan konservasi hutan mangrove seperti kegiatan reboisasi mangrove iii. Dibentuk suatu badan pengelolaan wisata sehingga segala aktifitas di sekitar kawasan wisata keseluruhannya kategori legal. 3. Strategi ST Strategi ini diperoleh dengan cara menggunakan kekuatan yang ada untuk mengatasi ancaman yang ada. Rumusan strateginya sebagai berikut: i. Pihak pemerintah harus tegas dalam setiap tindakan yang merugikan dan merusak tatanan hutan mangrove di Kuala Langsa ii. Menyampaikan himbauan terhadap masyarakat untuk melestarikan kawasan wisata yang bisa dilakukan bersamaan dengan kegiatan promosi wisata mangrove Kuala Langsa iii. Melakukan kegiatan blok pemanfaatan yaitu menjadikan salah satu atau beberapa bagian dari kawasan hutan lindung yang dijadikan tempat kegiatan wisata alam dan kunjungan wisata. 4. Strategi WT Strategi ini diperoleh dengan meminimalkan kelemahan yang ada dan menghindari ancaman yang datangnya

53 dari luar kawasan. Rumusan strategi yang diperoleh adalah sebagai berikut: i. Pemerintah dan masyarakat harus memiliki satu visi dalam tujuan mencapai ekowisata ii. Melengkapi segala dokumen persyaratan untuk menjadikan hutan lindung Kuala Langsa wilayah pemanfaatan wisata alam iii. Menyediakan pemandu wisata sehingga tersampaikan pesanpesan yang bersifat edukatif sehingga menanamkan nilai konservasi terhadap pengunjung. iv. Membuat suatu areal khusus atau zonasi dalam pemanfaatan kawasan hutan mangrove tersebut untuk dijadikan kawasan wisata. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Ekosistem mangrove Kuala Langsa ditumbuhi oleh 5 jenis mangrove yaitu Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Xylocarpus granatum, Brugueira gymnorrhiza, dan Scyphipora hydrohyllaceae dengan nilai kerapatan spesies tertinggi pada jenis Rhizophora apiculata. Indeks kesesuaian untuk wisata mangrove termasuk kategori sesuai bersyarat dengan nilai persentase sebesar 53,77%. 2. Masyarakat secara umum bekerja sebagai nelayan dan pedagang sekitar kawasan wisata. Berdasarkan persepsi masyarakat menyatakan setuju untuk dikembangkan kawasan mangrove Kuala Langsa sebagai kawasan ekowisata, tetapi masyarakat tidak ikut terlibat dalam kegiatan ekowisata tersebut. 3. Pengunjung memiliki minat yang tinggi dalam mengunjungi kawasan wisata. Hal ini dapat dilihat yaitu nilai travel cost ratarata yang dikeluarkan mencapai Rp 132.812,00. Masyarakat juga mengharapkan adanya peningkatan fasilitas, sarana, prasarana, serta jasa yang berhubungan dengan kegiatan wisata. Saran Perlu dilakukan pembenahan pada banyak aspek terhadap kawasan mangrove Kuala Langsa oleh pihak pengelola, misalnya memperhatikan kebersihan lokasi wisata, memperbaiki serta meningkatakan sarana, prasarana, dan jasa wisata serta membentuk sistem kelembagaan wisata. DAFTAR PUSTAKA Kusmana, C. 1997. Metode Survei Vegetasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 201. 2004. Tentang Baku Mutu Kerusakan Mangrove. Kordi, G. 2012. Ekosistem Mangrove: Potensi, Fungsi, Dan Pengelolaan. Rineka Cipta. Jakarta. Kustanti, A. 2011.Manajemen Hutan Mangrove. IPB Press. Bogor. Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam.. 2003. Pedoman Analisis Daerah Operasi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ADO- ODTWA. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam.

54 Tuwo, A. 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir Dan Laut. Brilian Internasional. Surabaya. Wibisono, M. S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. PT Grasindo. Jakarta. Yulianda, F., A. Fahrudin, A. Hutabarat, S. Harteti, dan Kusharjani. 2009. Pengelolaan Pesisir Dan Laut Secara Terpadu (Edisi I). SECEN-KOREA International Cooperation Agency, Pusdiklat Kehutanan. Bogor.