Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal

dokumen-dokumen yang mirip
OPTIMALISASI TEKNOLOGI BUDIDAYA TERNAK AYAM LOKAL PENGHASIL DAGING DAN TELUR

PRODUKTIVITAS AYAM LOKAL YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan 20 ekor Itik Rambon Betina, 4 ekor Itik

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami

BAB III MATERI DAN METODE. 10 minggu dilaksanakan pada bulan November 2016 Januari 2017 di kandang

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower

Kombinasi Pemberian Starbio dan EM-4 Melalui Pakan dan Air Minum terhadap Performan Itik Lokal Umur 1-6 Minggu

Karakteristik Telur Tetas Puyuh Petelur Silangan... M Billi Sugiyanto.

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha peternakan ayam saat ini cukup berkembang pesat. Peredaran daging ayam cukup besar di pasaran sehingga menyebabkan

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler

PENETAPAN INTERVAL INSEMINASI BUATAN (IB) PADA AYAM BURAS

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik

I. PENDAHULUAN. serta meningkatnya kesadaran akan gizi dan kesehatan masyarakat. Akan

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

BAB III MATERI DAN METODE. periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu.

MATERI DAN METODE. Materi

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM BALI DENGAN POLA SELEKSI PRODUKSI

PENDAHULUAN. mempunyai potensi yang cukup besar sebagai penghasil telur karena

Performa Produksi Puyuh Petelur (Coturnix-coturnix Japonica) Hasil Persilangan..Wulan Azhar

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

AGROVETERINER Vol.5, No.2 Juni 2017

Yunilas* *) Staf Pengajar Prog. Studi Peternakan, FP USU.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda

EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM. S.N.

BAB III MATERI DAN METODE. Laut (Gracilaria verrucosa) terhadapproduksi Karkas Puyuh (Cotunix cotunix

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yaitu tipe pedaging, tipe petelur dan tipe dwiguna. Ayam lokal yang tidak

BAB III MATERI DAN METODE

MATERI DAN METODE. Materi

III. BAHAN DAN MATERI. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu pada Desember 2014 Januari 2015,

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2015 di

Kususiyah, Urip Santoso, dan Debi Irawan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab

KAJIAN KEPUSTAKAAN. japanese quail (Coturnix-coturnix Japonica) mulai masuk ke Amerika. Namun,

Penampilan Produksi Anak Ayam Buras yang Dipelihara pada Kandang Lantai Bambu dan Litter

PENGARUH PENAMBAHAN VITAMIN E PADA RANSUM TERHADAP FERTILITAS PUYUH. Endah Subekti Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Wahid Hasyim

Efektifitas Berbagai Probiotik Kemasan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica)

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau

1. PENDAHULUAN. Salah satu produk peternakan yang memberikan sumbangan besar bagi. menghasilkan telur sepanjang tahun yaitu ayam arab.

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan

TINGKAT KEPADATAN GIZI RANSUM TERHADAP KERAGAAN ITIK PETELUR LOKAL

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN BEBAS PILIH (Free choice feeding) TERHADAP PERFORMANS AWAL PENELURAN BURUNG PUYUH (Coturnix coturnix japonica)

VI. TEKNIK FORMULASI RANSUM

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Indeks Bentuk Telur terhadap Daya Tetas dan

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan

AYAM HASIL PERSILANGAN SEBAGAI ALTERNATIF PENGEMBANGAN USAHA TERNAK UNGGAS

Hasil Tetas Puyuh Petelur Silangan Bulu Coklat dan Hitam...Sarah S.

KEBUTUHAN NUTRISI ITI PEDAGING : SUPRIANTO NIM : I

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keong mas (Pomacea canaliculata Lamarck) ada juga yang menyebut siput

BAB III MATERI DAN METODE. Februari 2017 di kandang, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 28 Mei--28 Juni 2012,

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pemanfaatan tepung olahan biji alpukat sebagai

RANGKUMAN HASIL PENGKAJIAN AYAM BURAS DI KABUPATEN BENGKULU UTARA

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p Online at :

PERSILANGAN AYAM PELUNG JANTAN DENGAN AYAM BURAS BETINA UNTUK MENINGKATKAN AYAM BURAS PEDAGING

PREFERENSI DAN NILAI GIZI DAGING AYAM HASIL PERSILANGAN (PEJANTAN BURAS DENGAN BETINA RAS) DENGAN PEMBERIAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan jumlah konsumsi pakan pada setiap perlakuan selama penelitian dapat. Perlakuan R1 R2 R3 R4 R5

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2013 di

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan

(PRODUCTIVITY OF Two LOCAL DUCK BREEDS: ALABIO AND MOJOSARI RAISED ON CAGE AND LITTER HOUSING SYSTEM) ABSTRACT ABSTAAK PENDAHULUAN

Kususiyah, Urip Santoso, dan Rian Etrias

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong.

PEMANFAATAN LIMBAH RESTORAN UNTUK RANSUM AYAM BURAS

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN

Karakteristik Eksterior Telur Tetas Itik... Sajidan Abdur R

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4.

EVALUASI TELUR TETAS ITIK CRp (CIHATEUP X RAMBON) YANG DIPELIHARA PADA KONDISI MINIM AIR SELAMA PROSES PENETASAN

PROFIL USAHATANI UNGGAS DI KABUPATEN BREBES (STUDI KASUS)

PENGARUH PENAMBAHAN ECENG GONDOK (Eichornia crassipes) FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP PRODUKSI TELUR ITIK TEGAL

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN BEBAS PILIH (Free choice feeding) TERHADAP PERFORMANS PRODUKSI TELUR BURUNG PUYUH (Coturnix coturnix japonica)

PENGARUH PEMBERIAN LEVEL PROTEIN-ENERGI RANSUM YANG BERBEDA TERHADAP KUALITAS TELUR AYAM BURAS

SUPLEMENTASI JAMU TERNAK PADA AYAM KAMPUNG DI PETERNAKAN UNGGAS SEKTOR 4

III. KEBUTUHAN ZAT-ZAT GIZI AYAM KUB. A. Zat-zat gizi dalam bahan pakan dan ransum

PERKEMBANGAN AYAM KUB pada Visitor Plot Aneka Ternak BPTP NTB. Totok B Julianto dan Sasongko W R

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu dari April 2014, di peternakan

Transkripsi:

SUPLEMENTASI ASAM AMINO LISIN DALAM RANSUM BASAL UNTUK AYAM KAMPUNG PETELUR TERHADAP BOBOT TELUR, INDEKS TELUR, DAYA TUNAS DAN DAYA TETAS SERTA KORELASINYA DESMAYATI ZAINUDDIN dan IDA RAUDHATUL JANNAH Balai Penelitian Ternak Ciawi, P.O. Box 221, Bogor 16002 ABSTRAK Ayam kampung yang merupakan plasma nutfah Indonesia mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memiliki daya adaptasi tinggi dalam lingkungan ex-situ di kawasan pedesaan yang berorientasi tanaman pangan. Ransum ayam kampung sebagian besar digunakan bahan pakan lokal yang umumnya defisiensi asam amino esensial terutama lisin dan metionin.bahan pakan lokal yang defisiensi asam amino esensial dapat diatasi dengan suplementasi asam amino sintetis. Penelitian suplementasi asam amino lisin dalam ransum ayam kampung petelur terdiri dari tiga perlakuan yaitu R1 (ransum basal/kontrol); R2 (R1 + 0,10% lisin); dan R3 (R1 + 0,20% lisin). Setiap perlakuan 5 ulangan masing-masing 4 ekor ayam. Ayam ditempatkan di kandang batere individual, pakan dan air minum diberikan ad libitum. Ransum basal mengandung 15% protein, 2750 kkal/kg energi metabolis dan 0,7% lisin. Pengamatan dilakukan selama 12 minggu, data parameter yang diukur yaitu bobot telur, indeks telur, daya tunas dan daya tetas pada minggu ke 6 dan ke 12. Data dianalisis dengan Rancangan Acak Lengkap, dan untuk melihat hubungan antara peubah indeks telur dengan daya tunas dan daya tetas digunakan analisis korelasi dan regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan suplementasi asam amino lisin sebanyak 0,10 dan 0,20% dalam ransum basal ayam kampung, tidak berpengaruh nyata terhadap bobot telur, indeks telur, persentase daya tunas dan daya tetas. Hubungan antara indeks telur dan daya tunas tidak dipengaruhi oleh perlakuan ransum baik pada periode penetasan minggu ke 6 maupun ke 12. Hubungan antara indeks telur dan daya tetas pada perlakuan R1 di periode penetasan minggu ke 6 berpengaruh nyata (P<0,10), tetapi tidak nyata pada perlakuan R2 dan R3, sedangkan pada periode penetasan minggu ke 12, semua perlakuan ransum tidak menunjukkan hubungan yang nyata. Kata kunci: Ayam kampung, bobot telur, indeks telur, daya tunas dan daya tetas PENDAHULUAN Kelemahan ayam lokal antara lain tingkat produktivitas sangat bervariasi antar individu dalam satu kelompok (belum seragam), penyediaan bibit unggul masih terbatas, mortalitas cukup tinggi (diatas 10%) terutama pada periode pertumbuhan. Menurut ABIDIN (2002) bahwa rendahnya tingkat produktivitas ayam lokal disebabkan oleh kurangnya perbaikan tatalaksana pemeliharaan. Namun produktivitas ayam lokal sebenarnya masih dapat ditingkatkan bila dilakukan dengan manajemen yang tepat dan benar, seperti melalui perbaikan pakan yang disesuaikan dengan kebutuhan ayam. Selanjutnya WAHJU (1992) mengemukakan bahwa faktor terpenting dalam pakan yang mempengaruhi ukuran telur adalah protein dan asam amino, karena sekitar 50% bahan kering telur mengandung protein. Oleh karena itu penyediaan asam amino dalam sintesis protein sangat diperlukan untuk memproduksi telur. Bahan pakan lokal yang diefisiensi asam amino esensial, dapat diatasi dengan suplementasi asam amino sintetis sehingga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan dalam metabolisme zat-zat makanan (ZAINUDDIN et al., 2001). Lisin yang mempunyai banyak kegunaan di dalam tubuh merupakan asam amino yang tidak dapat disintesis oleh tubuh ayam, sehingga digolongkan pada asam amino esensial yang kritis karena kadarnya dalam pakan sangat rendah. Akibat kekurangan asam amino esensial dalam bahan pakan, maka ransum ayam perlu ditambahkan dengan asam amino lisin sintetik yang sesuai dengan kebutuhan 142

ayam (ANGGORODI, 1995). Pada ransum yang mengandung protein rendah (12%), tetapi diimbangi dengan suplementasi asam amino lisin dan metionin, ternyata dapat memberikan produksi normal, tetapi bobot telurnya lebih kecil (FREIJI dan DAGHIR, 1982). Selanjutnya ZAINUDDIN et al., (2001), bila ditinjau secara kuantitas, nilai rataan bobot telur ayam kampung yang diberi perlakuan dengan suplementasi lisin dan atau metionin terjadi peningkatan bobot telur. Oleh karena itu diperlukan suplementasi asam amino lisin dalam ransum ayam kampung agar pengaruh genetis dapat lebih optimal dengan dukungan pakan yang baik. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh suplementasi asam amino lisin dalam ransum ayam kampung terhadap bobot telur, indeks telur, persentase daya tunas dan daya tetas, serta untuk mengetahui hubungan antara bobot telur dengan indeks telur, daya tunas dan daya tetas. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Pada penelitian ini digunakan sebanyak 60 ekor ayam kampung umur 5-6 bulan. Pengamatan dimulai setelah produksi telur mencapai 5% HH (henhoused). Ayam ditempatkan secara acak ke dalam kandang batere individual. Tiga perlakuan ransum meliputi 1) R1 yaitu ransum basal (kontrol) ; 2) R2 (R1 + 0,1% asam amino lisin); 3) R3 (R1 +0,2% asam amino lisin). Ransum basal mengandung protein 15%, energi metabolis 2750 kkal/kg dan 0,7% asam amino lisin. Susunan ransum disajikan pada Tabel 1. Setiap perlakuan terdiri dari 5 ulangan, masingmasing 4 ekor ayam. Pakan dan air minum diberikan ad libitum. Peubah yang diukur, produksi telur pada minggu ke 6 dan ke 12, bobot telur, indeks telur, persentase daya tunas dan daya tetas, perhitungan korelasi antara indeks telur dengan daya tunas dan daya tetas. Data dianalisis dengan Rancangan Acak Lengkap (STEEL and TORRIE, 1993), dan untuk melihat hubungan antara peubah indeks telur dengan daya tunas dan daya tetas digunakan analisis korelasi dan regresi (GOMEZ and GOMEZ, 1995). Tabel 1. Susunan ransum ayam kampung petelur Bahan pakan Jumlah (%) Konsentrat petelur (801M) 10,00 Tepung ikan lokal 11,50 Jagung kuning 43,20 Dedak padi 28,00 Minyak sayur 1,75 Vitamineral wonder 2,50 Dikalsium posfat (DCP) 2,50 Premix unggas 0,25 Probiotik starbio 0,25 Lisin 0,10 Total 100,05 Kandungan zat-zat makanan Protein kasar (%) 15,00 Energi metabolis (kkal/kg) 2 750 Lisin (%) 0,70 Kalsium (%) 2,50 Fosfor (%) 0,70 HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot telur dan indeks telur ayam kampung Bobot telur produksi minggu ke-6 dan ke-12 Pada penelitian dan pengamatan serta pengukuran terhadap rataan bobot telur dan indeks telur dilakukan untuk telur-telur dari produksi minggu ke-6 dan minggu ke-12 (masing-masing periode dikumpulkan selama 7 hari). Telur-telur yang memenuhi persyaratan eksterior untuk ditetaskan ditimbang dan diukur indeks telur secara individual per butir. Telur dikelompokkan sesuai dengan perlakuan ransum (R1; R2 dan R3). Telur tetas umur satu minggu inkubasi dimesin tetas, masing-masing telur diteropong (candling) untuk melihat telur yang fertil dan atau non fertil (kosong). Bagi telur yang kosong harus dikeluarkan. Selanjutnya pada umur 21 hari inkubasi telur yang sudah menetas, dihitung daya tetasnya. Hasil pengamatan disajikan pada Tabel 2. Dari Tabel 2. terlihat bahwa perlakuan ransum tidak berpengaruh nyata terhadap bobot telur, indeks telur, daya tunas dan daya tetas ayam kampung pada produksi telur minggu ke-6 dan ke-12. Rataan bobot telur pada minggu ke-6 berkisar antara 36,7 gram sampai 38,6 gram per butir, dan bobot telur 143

pada minggu ke-12 yaitu antara 39,8 gram sampai 40,5 gram per butir. Rataan bobot telur pada periode penetasan ke-6 lebih rendah 7% dibandingkan dengan bobot telur periode penetasan ke-12. Hal ini disebabkan induk ayam yang digunakan dalam penelitian dalam masa produksi telur tahap 1, sehingga akan berpengaruh terhadap bobot telur. Hal ini sejalan dengan pendapat ABIDIN (2002), bahwa bobot telur yang dihasilkan memiliki grafik meningkat dengan bertambahnya umur ayam, kemudian akan stabil setelah ayam berumur lebih dari 14 bulan. Tabel 2. Rataan bobot telur, indeks telur, daya tunas dan daya tetas pada periode penetasan produksi telur ayam kampung minggu ke-6 dan ke-12 No Uraian Perlakuan ransum R1 R2 R3 Penetasan minggu ke-6 1. Bobot telur (gr/butir) 36,73 a + 3,34 38,03 a + 2,55 38,61 a + 1,95 2. Indeks telur (%) 74,30 a + 1,09 75,99 a + 1,28 74,70 a + 3,59 3. Daya tunas (%) 79,67 a + 21,03 72,68 a + 13,63 82,06 a + 17,49 4 Daya tetas (%) 70,88 a + 36,14 84,72 a + 10,49 78,81 a + 18,45 Penetasan minggu ke 12 1 Bobot telur (gr/butir) 39,83 a + 4,47 41,43 a + 1,79 40,50 a + 1,59 2 Indeks telur (%) 74,44 a + 1,78 76,91 a + 1,86 75,92 a + 2,04 3 Daya tunas (%) 92,26 a + 7,79 89,58 a + 10,82 80,00 a + 32,60 4 Daya tetas (%) 80,83 a + 18,76 78,34 a + 15,71 96,00 a + 8,94 Selanjutnya NALBANDOV (1990), juga melaporkan bahwa telur-telur yang dihasilkan pada awal bertelur secara nyata jauh lebih kecil dibandingkan dengan telur yang dihasilkan oleh ayam yang sama setelah 3 minggu masa bertelur. Dijelaskan lebih lanjut bahwa umur sangat mempengaruhi ovulasi, dimana ovulasi meningkat cepat dari masa sebelum dewasa ke titik yang tertinggi dan kemudian secara lambat akan menurun kesterilitas masa tua. Rataan bobot telur hasil penelitian masih dalam kisaran normal untuk telur ayam kampung. yaitu 35-45 gram per butir (SETIAWAN dan SUJIONOHADI (2002). Sementara itu hasil penelitian YUSRIDA (1999) diperoleh rataan bobot telur antara 40-45 gram pada ayam kampung yang diberi suplemen asam amino lisin dan metionin ke dalam ransum mengandung protein 15%. Indeks telur produksi minggu ke-6 dan ke-12 Rataan indeks telur pada produksi telur minggu ke-6 dan ke-12 antara 74,3 sampai 76,9%. Dalam penelitian ini perlakuan suplementasi asam amino lisin tidak berpengaruh nyata terhadap nilai indeks telur. Ketiga perlakuan ransum menghasilkan nilai indeks telur dalam kisaran angka normal (sama baiknya). Menurut MACLAURI, (1973) bahwa nilai indeks telur dikatakan berada dalam kisaran telur berbentuk normal bilamana angka berkisar antara 69 77%. Selanjutnya laporan SASTRODIHARDJO (1996), bahwa ayam kampung yang dipelihara peternak INTAB di kawasan Jabotabek mempunyai nilai indeks telur sebesar 77%. JULL (1951) menyatakan bahwa nilai indeks telur merupakan suatu indikasi untuk mengetahui tingkat kelonjongan atau bulatnya bentuk telur, dimana semakin besar angka indeks telur maka bentuk telur akan semakin lonjong. Keadaan ini berhubungan erat dengan persyaratan telur yang akan ditetaskan yaitu tidak boleh terlalu lonjong atau bulat, tetapi bentuk oval dengan nilai indeks telur (69-77)%. Daya tunas dan daya tetas telur periode penetasan minggu ke-6 dan ke-12 Persentase daya tunas dan daya tetas cukup tinggi yaitu antara 73 sampai 82% pada produksi telur minggu ke-6 dan 80 sampai 92% pada produksi minggu ke-12. Sedangkan 144

persentase daya tetas berkisar (71-84)% pada minggu ke-6 dan (78-96%) pada minggu ke- 12. Persentase daya tunas dihitung dari jumlah telur yang fertile, sedangkan persentase daya tetas dihitung dari jumlah telur awal masuk mesin tetas. Dari Tabel 2 menunjukkan bahwa persentase daya tunas dan daya tetas pada penelitian ini tidak dipengaruhi oleh suplementasi asam amino lisin (P>0,05), baik pada periode penetasan minggu ke-6 maupun minggu ke-12. Hal ini berarti, makanan selain penting untuk mempertahankan hidup ternak, juga untuk fertilitas dan keselamatan embrio. Defisiensi zat makanan (gizi) dapat mengakibatkan turunnya produksi sperma, kapasitas fertilitas dan kelemahan bahkan kematian embrio (WINTER and FUNK, 1960). Rataan daya tunas minggu ke-6 (78,53%) lebih rendah daripada minggu ke-12 (87,72%. Menurut MURYANTO et al (1994) dan CARD (1962), bahwa umur induk ayam dan pejantan yang digunakan berpengaruh terhadap fertilitas telur, disamping produksi telur per tahun. Daya tetas berkaitan erat dan merupakan indikator penentu keberhasilan suatu usaha perbibitan. Menurut HERRI (2000), faktor yang mempengaruhi daya tetas antara lain pakan, bentuk dan besar telur, kualitas interior telur, kualitas eksterior (kerabang telur), penyakit dan penanganan terhadap telur tetas. Dari Tabel 2, walaupun daya tetas tidak menunjukkan perbedaan nyata (P>0,05), akibat perlakuan ransum, tetapi persentase daya tetas pada penelitian ini lebih tinggi (71-96)% dibandingkan hasil HARDJOSUBROTO dan ATMODJO (1977) yaitu 65,83% untuk ayam kampung dipelihara intensif. Korelasi indeks telur dengan daya tunas dan daya tetas pada produksi telur minggu ke-6 dan minggu ke-12 Hubungan atau korelasi antara indeks telur dengan daya tunas dapat dilihat pada Tabel 3. Pada penetasan periode produksi telur minggu ke-6, menunjukkan bahwa semua kelompok perlakuan ransum (R1, R2 dan R3) tidak terdapat hubungan yang nyata (P>0,05) antara indeks telur dan daya tunas, demikian pula halnya pada periode penetasan produksi telur minggu ke-12. Ternyata suplementasi asam amino lisin sebanyak 0,10% dan 0,20% ke dalam ransum basal yang mengandung lisin 0,70% belum memberi respon nyata terhadap daya tunas dan daya tetas. Hal ini dimungkinkan bahwa kandungan lisin 0,70% dalam ransum sudah cukup optimal untuk produksivitas ayam kampung petelur, sehingga penambahan lisin sampai 0,20% tidak memberi efek yang nyata. Persamaan garis regresi linier pada periode penetasan produksi telur minggu ke-6 yang diperoleh Y = 333 3,40X (R1); Y = 42 + 0,52X (R2); dan Y = 252 2,36x (R3). Selanjutnya pada periode penetasan produksi telur minggu ke-12 adalah Y = 41 + 0,63X (R1); Y = - 73 + 2,12X (R2); dan Y = 163 1,12X (R3). Walaupun secara statistik tidak terdapat hubungan nyata antara indeks telur dan daya tunas, tetapi nilai negatif memberikan gambaran bahwa setiap kenaikan indeks telur sebesar 1%, akan mengakibatkan penurunan daya tunas sebesar 3,40% (R1), 2,36% (R3) pada periode penetasan minggu ke-6, sedangkan pada minggu ke-12 terjadi penurunan daya tunas pada R3 sebesar 1,12%. Hal ini sesuai dengan pendapat MACLAURI (1973), bahwa semakin tinggi indeks telur maka daya tunas yang dihasilkan semakin rendah. Artinya suplementasi asam amino lisin sebanyak 0,20% dalam ransum basal dapat menurunkan daya tunas, sedangkan suplementasi 0,10% dapat meningkatkan daya tunas 0,52% (R2) minggu ke-6. Tabel 3. Korelasi antara indeks telur dan daya tunas pada periode penetasan minggu ke-6 dan ke-12 Uraian Perlakuan ransum R1 R2 R3 Penetasan Y = 333 3,40 X Y = 42+0,52X Y = 252 2,36 X Minggu r = - 0,236 r = 0,041 r = - 0,196 ke-6 R2 = 5,60% R2 = 0,196% R2 = 3,90 % Uji statistik P>0,05 ; ns P>0,05 ; ns P >0,05 ; ns Penetasan Y = 41+0,63 X Y = - 73+2,12 X Y = 163 1,12 X Minggu r = 0,061 r = 0,163 r = - 0,061 ke-12 R2 = 0,04% R2 = 2,70% R2 = 0,40% Uji statistik P>0,05 ; ns P.0,05 ; ns P >0,05 ; ns Keterangan: r = korelasi R2 = koefisien determinasi ns = non signifikan Y = daya tunas (%) X = daya tetas (%) 145

Gambar 1. Grafik persamaan regresi indeks telur dan daya tunas perlakuan R1, R2, R3 periode penetasan minggu ke-6 Tabel 4. Korelasi antara indeks telur dan daya tetas pada periode penetasan minggu ke-6 dan ke-12 Uraian Pelakuan ransum R1 R2 R3 Penetasan minggu ke-6 Y = 422 4,90 X Y = 298 3,06X Y = 226 + 2,21 X r = - 0,274 r = - 0,196 r = - 0,158 R2 = 7,50 % R2 = 3,80 % R2 = 2,50% Uji statistik P<0,10; nyata P>0,05; ns P >0,05; ns Penetasan Y = -260 + 4,51 X Y = - 52 + 1,65 X Y = 133 0,80 X Minggu ke-12 r = 0,339 r = 0,091 r = - 0,040 R2 = 11,50% R2 = 0,80% R2 = 0,20% Uji statistik P>0,05; ns P.>0,05; ns P >0,05; ns Keterangan : r = korelasi; R2 = koefisien determinasi; ns = non signifikan Y = daya tunas (%); X = daya tetas (%) Gambar 2. Grafik persamaan regresi indeks telur dan daya tunas perlakuan R1, R2, R3 periode penetasan minggu ke 12 146

Gambar 3. Grafik persamaan regresi indeks telur dan daya tetas perlakuan R1, R2, R3 periode penetasan minggu ke Gambar 4. Grafik persamaan regresi indeks telur dan daya tetas perlakuan R1, R2, r3 periode penetasan minggu ke 12 Pada Tabel 4, disajikan korelasi antara indeks telur dan daya tetas. Periode penetasan produksi telur minggu ke-6, perlakuan ransum R2 dan R3 tidak terdapat hubungan nyata (P>0,05) antara indeks telur dan daya tetas, tetapi pada kelompok perlakuan R1 memperlihatkan hubungan yang nyata pada taraf 10% (<0.10), dengan persamaan garis regresi linier Y = 422 4,90X (R1), koefisien determinasi (R 2 = 7,5%). Indeks telur yang diperoleh pada periode penetasan minggu ke- 12 masing-masing kelompok perlakuan adalah 74,44% (R1); 76,91% (R2; dan 75,92 (R3) dengan rataan 75,77%, sedangkan daya tetas berturut turut sebesar 80,83% (R1); 78,34% (R2) dan 80,00% (R3) dengan rataan 79,74%. KESIMPULAN Suplementasi asam amino lisin sebanyak 0,10% dan 0,20% kedalam ransum basal yang mengandung lisin 0,70%, tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap bobot telur, indeks telur, daya tunas dan daya tetas telur ayam kampung. Perlakuan ransum (R1, R2 dan R3) tidak memperlihatkan hubungan secara nyata antara indeks telur dan persentase daya tunas dari telur yang ditetaskan pada periode produksi telur minggu ke-6. Pada periode produksi telur minggu ke-6 terdapat hubungan yang nyata antara indeks telur dan daya tetas dari ayam yang diberi 147

perlakuan R1 (kontrol), tetapi tidak nyata pada perlakuan R2 dan R3 Selanjutnya pada periode produksi telur minggu ke-12, semua perlakuan ransum R1, R2 dan R3.tidak ada hubungan nyata antara indeks telur dan persentase daya tetas. DAFTAR PUSTAKA ABIDIN, Z. 2002. Meningkatkan Produktivitas Ayam Kampung Petelur. Agromedia Pustaka. Jakarta. AHMADI, 1999. Pengaruh indeks telur terhadap daya tunas, daya tetas dan persentase kematian embrio pada telur ayam hsil persilangan Pelung x Kampung. Skripsi Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian, Universitas Djuanda. Bogor. ANGGORODI, H.R. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. CARD, L.E. 1962. Poultry Production. 9 th Ed. LEA and FEBIGER, Philadelphia. FREIJI, T.S. and DAGHIR, N.J. 1982. Low protein, amino acid supplemented diet for laying hens. Poultry. Science. 61 1467 GOMEZ, K.A. dan A.A. GOMEZ. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Philadelphia. HARDJOSUBROTO, W dan S.P., ATMODJO. 1977. Performance daripada Ayam Kampung dan Ayam Kedu. Seminar Pertama tentang Ilmu dan Industri Perunggasan vol. III. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. HERRI, J. 2000. Pengaruh berat telur terhadap daya tetas dan berat tetas hasil persilangan ayam Pelung dan ayam Kedu. Skripsi Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian, Universitas Djuanda Bogor. JULL, M.A. 1951. Poultry Husbandry. 3 rd Ed. Mc. Graw Hill Book Company Inc. New York. MACLAURI, D. W. 1973. Shape indeks versus hatchability of fertile eggs of Japanese quail (Coturnix coturnix japonica). Poultry Sci. 52. 558-562. NALBANDOV, A. V. 1990. Fisiologi Reproduksi pada Mamalia dan Unggas. Universitas Indonesia. Press. NEISHEIM, M.C., R.E. AUSTIC and L.E. CARD. 1979. Poultry Ptoduction 12 th Ed. LEA and FEBIGER. Philadelphia. SATRODIHARDJO, S. 1996. Hubungan antara berat, lebar, panjang dan indeks telur terhadap berat day old chick (doc) ayam buras (Gallus Domensticus). Laporan Balai Penelitian Ternak Ciawi. Bogor. SCOTT, M. L. and NEISHEIM. 1982. Nutrition of the Chikens. 3 rd Ed. Ithaca. New York. SETIAWAN, K., and A.I. SUJIONOHADI. 2002. Ayam Kampung Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta. STEEL, R.G.D. and J. H. TORRIE. 1993.Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. PT. Gramedia. Jakarta WAHJU, J. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press. ogyakarta. YUSRIDA. 1999. Pemberian Asam Amino Lisin dan Metionin dalam Ransum Ayam Buras yang Mengandung Protein 15%. Skripsi. Jurusan Fakultas Pertanian, Universitas Djuanda. Bogor. ZAINUDDIN, D. 1990. Penentuan Kebutuhan Asam Amino dan Energi Metabolis untuk Produksi Telur Ayam Tipe Medium di Daerah Tropis. Desertasi Fakultas Pasca Sarjana Institut Pertanian. Bogor. ZAINUDDIN, D., H.,RESNAWATI, S, ISKANDAR dan B. GUNAWAN. 2001. Pemberian tingkat energi dan asam amino esensial sintetis dalam penggunaan bahan pakan lokal untuk ransum ayam buras. Balai Penelitian Ternak. Buku III. Ternak Unggas, Aneka Ternak dan Pasca Panen. Bogor. 148