6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

dokumen-dokumen yang mirip
4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

3 PENGARUH JENIS KAYU DAN KADAR PEREKAT TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI. 3.3 Pembuatan Contoh Uji

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan Test Specification SNI

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat

OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Perhitungan bahan baku papan partikel variasi pelapis bilik bambu pada kombinasi pasahan batang kelapa sawit dan kayu mahoni

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Pembuatan Oriented Strand Board (OSB) Persiapan Bahan 3.3.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Histogram kerapatan papan.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Bahan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian

PENENTUAN UKURAN PARTIKEL OPTIMAL

BAHAN DAN METODE. Penelitian di laksanakan bulan September - November Penelitian ini

PENGARUH KOMPOSISI FACE-CORE TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIS ORIENTED STRAND BOARD DARI BAMBU DAN ECENG GONDOK

III. BAHAN DAN METODE

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan

Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Nangka sebagai Bahan Baku Alternatif dalam Pembuatan Papan Partikel untuk Mengurangi Penggunaan Kayu dari Hutan Alam

BAB III BAHAN DAN METODE

III. METODOLOGI PENELITIAN

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij

LAMPIRAN. Lampiran 1. Nilai kerapatan papan semen pada berbagai perlakuan Anak petak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

KUALITAS PAPAN KOMPOSIT YANG TERBUAT DARI LIMBAH KAYU SENGON DAN KARTON DAUR ULANG

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN DAN WAKTU KEMPA TERHADAP SIFAT PAPAN PARTIKEL SERUTAN BAMBU PETUNG BERLAPIS MUKA PARTIKEL FESES SAPI

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS (

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

KUALITAS PAPAN KOMPOSIT DARI SABUT KELAPA DAN LIMBAH PLASTIK BERLAPIS BAMBU DENGAN VARIASI KERAPATAN DAN LAMA PERENDAMAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Hampir setiap produk menggunakan plastik sebagai kemasan atau

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan negara penghasil ubi kayu terbesar ketiga didunia

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI

Sifat-sifat papan semen partikel yang diuji terdiri atas sifat fisis dan mekanis. Sifat fisis meliputi kerapatan, kadar air, pengembangan tebal dan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI. Tabel 6 Ukuran Contoh Uji Papan Partikel dan Papan Serat Berdasarkan SNI, ISO dan ASTM SNI ISO ASTM

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan. Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 3 (2015), Hal ISSN :

PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI. Gambar 3 Bagan pembagian batang bambu.

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO

HASIL DAN PEMBAHASAN

17 J. Tek. Ind. Pert. Vol. 19(1), 16-20

PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN. Lampiran 1. Kalibrasi Lensa Mikroskop pada Penggunaan Mikronmeter

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

SIFAT FISIK DAN MEKANIK PAPAN KOMPOSIT DARI BATANG SINGKONG DAN LIMBAH PLASTIK BERDASARKAN PELAPISAN DAN KOMPOSISI BAHAN BAKU

KARAKTERISTIK KOMPOSIT TANPA PEREKAT (BINDERLESS COMPOSITE) DARI LIMBAH PENGOLAHAN KAYU

KUALITAS PAPAN PARTIKEL TANDAN KOSONG SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) MENGGUNAKAN PEREKAT LIKUIDA DENGAN PENAMBAHAN RESORSINOL YULIANI

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN

PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal

SIFAT FISIS DAN MEKANIS PAPAN PARTIKEL DARI BATANG DAN CABANG KAYU JABON (Anthocephalus cadamba Miq.)

BAB V ANALISIS HASIL

PENGARUH PROPORSI CAMPURAN SERBUK KAYU GERGAJIAN DAN AMPAS TEBU TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA FATHIMA TUZZUHRAH ARSYAD

PENGARUH PROPORSI LAPISAN DAN BAHAN BAKU TERHADAP SIFAT PAPAN PARTIKEL LAPIS TANPA PEREKAT

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMANFAATAN LIMBAH PENGOLAHAN KAYU JATI SEBAGAI BAHAN BAKU PAPAN PARTIKEL NON PEREKAT

PENGARUH POSISI RADIAL KAYU BAWANG (Dysoxylum sp.), JENIS FILLER DAN DERAJAT KELEMBUTANNYA TERHADAP KETEGUHAN REKAT

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI

SIFAT FISIS DAN MEKANIS PAPAN PARTIKEL JERAMI DENGAN JENIS PEREKAT UREA FORMALDEHYDE DAN ISOCYANATE ROSLITA FAJARWATI

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

SIFAT FISIS MEKANIS PAPAN PARTIKEL DARI LIMBAH KAYU GERGAJIAN BERDASARKAN UKURAN PARTIKEL

BAB III METODE PENELITIAN

Kualitas Papan Partikel Kenaf. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan 1(1): (2008) Surdiding RUHENDI

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tenggara menyediakan kira-kira 80% potensi bambu dunia yang sebagian besar

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI. Kehutanan dan pengujian sifat mekanis dilaksanakan di UPT Biomaterial

Transkripsi:

77 6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 6.1 Pendahuluan Pengempaan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas papan yang dihasilkan (USDA, 1972). Salah satu hal yang paling berpengaruh mengenai kondisi pengempaan adalah suhu dan waktu kempa berkaitan dengan kesesuaian penggunaan jenis perekat dan bahan baku papan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui suhu optimal yang diperlukan untuk mendapatkan kualitas papan komposit yang dapat memenuhi standar papan partikel berlapis venir. Selain itu, untuk mengetahui lama waktu pengempaan yang dibutuhkan agar bagian tengah papan komposit tersebut mencapai suhu yang sama dengan suhu bagian luar papan. 6.2 Bahan dan Metode 6.2.1 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah partikel kayu sengon dengan KA 8%, anyaman bambu tali tegak lurus 1 cm, perekat polyurethane, aseton dan parafin. Alat yang digunakan adalah disk flaker, blender dan spray gun, mesin kempa panas, gergaji dan universal testing machine, serta chino recorder. 6.2.2 Metodologi Pembuatan lembaran dilakukan dengan penambahan lapisan anyaman bambu sebagai face dan back, kerapatan sasaran papan 0,7 g/cm 3 dengan ukuran 30 cm x 30 cm x 1cm. Perekat PU sebanyak 6% (yang telah diencerkan sampai 20%) berdasarkan berat kering bahan berlignoselulosa disemprotkan dengan menggunakan spray gun. Pengempaan papan dilakukan pada tekanan 25 kg/cm 2 dengan perlakuan sebagai berikut :

78 Faktor A : suhu 100 o C, 120 o C, 140 o C dan 160 o C Faktor B : lama pengempaan : 10 menit dan 15 menit Pada tahap ini terdiri dari 8 perlakuan dengan 5 ulangan, jumlah papan 40. 6.2.3 Analisis Data Analisa data menggunakan rancangan faktorial (2 faktor) dalam RAL, dengan model matematika menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) sebagai berikut: Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk dimana : Yijk = nilai pengamatan pada jenis kayu taraf ke-i kadar perekat taraf ke-j dan ulangan ke-k µ = komponen aditif dari rataan αi = pengaruh utama faktor suhu βj = pengaruh utama faktor waktu pengempaan (αβ)ij = komponen interaksi dari suhu dan waktu pengempaan εijk = pengaruh acak percobaan. 6.3 Hasil dan Pembahasan 6.3.1 Sifat Fisis Papan Komposit 1. Kerapatan Hasil perhitungan kerapatan papan yang diperoleh berkisar 0,53 0,60 g/cm 3 seperti terlihat pada Gambar 6.1. Nilai kerapatan papan terendah pada papan dengan suhu kempa 100 o C dan waktu 10 menit dan tertinggi pada papan dengan suhu kempa 160 o C dengan waktu 15 menit. Kerapatan papan tersebut masih berada di bawah kerapatan sasaran yaitu 0,7 g/cm 3. Hal ini disebabkan ketebalan yang diinginkan yaitu 1 cm tidak tercapai pada saat pengempaan. Hal ini mengindikasikan kurangnya tekanan yang digunakan pada saat pengempaan

79 (tekanan yang digunakan 25 kg/cm 2, merupakan tekanan maksimal pada alat kempa yang digunakan). Hal tersebut terjadi karena kayu sengon merupakan kayu yang ringan, dengan BJ sekitar 0,24 menyebabkan partikel kayu sengon ini volumetris sehingga memerlukan tekanan yang besar agar dapat terjadi kontak antar partikel pada saat pengempaan berlangsung. Selain itu, pengempaan dengan beberapa tahapan pengempaan diduga akan lebih menghasilkan papan dengan kerapatan yang lebih tinggi karena akan terjadi plastisasi dinding sel. 1 0.9 Kerapatan (g/cm 3 ) 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0.55 0.57 0.56 0.57 0.53 0.59 0.55 0.60 A1 A2 B1 B2 C1 C2 D1 D2 JIS A5908:2003 Kondisi Pengempaan Gambar 6.1 Kerapatan papan komposit pada berbagai suhu dan waktu pengempaan Keterangan : A 1 : 100 o C, 10 menit, A 2 : 100 o C, 15 menit B 1 : 120 o C, 10 menit, B 2 : 120 o C, 15 menit C 1 : 140 o C, 10 menit, C 2 : 140 o C, 15 menit D 1 : 160 o C, 10 menit, D 2 : 160 o C, 15 menit Hasil sidik ragam pada Lampiran 47, menunjukkan bahwa suhu pengempaan berpengaruh nyata terhadap kerapatan papan, di mana kerapatan papan yang dikempa pada suhu 120 o C, 140 o C dan 160 o C tidak berbeda, tetapi berbeda nyata dengan papan yang dikempa pada suhu 100 o C. Sementara lamanya waktu pengempaan tidak berpengaruh nyata, tapi interaksi antara suhu dan waktu kempa berpengaruh terhadap kerapatan papan. Hal ini mengindikasikan bahwa suhu yang dibutuhkan oleh perekat polyurethane untuk dapat bereaksi dengan

80 baik pada suhu sekitar 120 o C, penambahan suhu di atas suhu tersebut tidak efektif lagi, sementara pada suhu yang lebih rendah yaitu 100 o C belum mencapai panas yang dibutuhkan oleh perekat polyurethane agar terjadi pengerasan. Hal ini berarti perekat polyurethane membutuhkan suhu sekitar 120 o C sebagai suhu optimal terjadinya curing. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Chelak dan Newman (1991), bahwa kecepatan panas maksimal yang diperlihatkan pada reaksi antara MDI dengan kayu (pada keadaan kering tanur) pada suhu sekitar 120 o C. Perbedaan kerapatan yang terjadi pada papan yang dihasilkan tidak berpengaruh pada sifat papan yang lainnya karena semua nilai dari masingmasing sifat tersebut telah dikonversi pada kerapatan sasaran yang sama yaitu 0,7 g/cm 3. Dengan demikian, tidak terjadi perbedaan nilai dari berbagai parameter yang diuji karena adanya perbedaan kerapatan papan. 2. Kadar Air Hasil perhitungan kadar air papan berkisar dari 5,12 sampai 7,53% seperti terlihat pada Gambar 6.2. Kadar air papan terendah pada papan dengan waktu kempa 15 menit pada suhu 160 o C dan tertinggi pada papan dengan waktu kempa 10 menit pada suhu 100 o C. Tetapi kadar air papan yang dikempa pada suhu 160 o C, relatif tidak jauh berbeda dengan kadar air papan yang dikempa pada suhu 140 o C. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu kempa yang digunakan, kadar air papan akan semakin berkurang, tetapi pengurangannya tidak efektif lagi jika telah mencapai titik tertentu. Hasil sidik ragam pada Lampiran 48, menunjukkan bahwa tingginya suhu berpengaruh nyata terhadap kadar air papan. Papan dengan suhu pengempaan 100 o C berbeda nyata dengan papan dengan suhu kempa 120 o C, 140 o C dan 160 o C. Papan dengan suhu 140 o C tidak berbeda nyata dengan papan 160 o C. Sementara waktu dan interaksi antara suhu dan waktu pengempaan tidak berpengaruh nyata

81 terhadap kadar air papan pada taraf α 5%. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan suhu lebih efektif mengeluarkan uap air yang terdapat dalam partikel selama proses pengempaan dibandingkan lamanya waktu pengempaan yang digunakan. Rendahnya kadar air papan juga disebabkan karena reaksi antara perekat polyurethane dengan kayu tidak menghasilkan air sebagai produk samping, sehingga kadar air papan tidak bertambah. 14 12 Kadar Air (%) 10 8 6 4 7.53 7.36 6.63 6.78 5.40 5.57 5.83 5.12 JIS A5908:2003 2 0 A1 A2 B1 B2 C1 C2 D1 D2 Kondisi Pengempaan Gambar 6.2 Kadar air papan komposit pada berbagai suhu dan waktu pengempaan Keterangan : sama dengan Gambar 6.1 Berdasarkan standar JIS A5908:2003, yang mensyaratkan kadar air antara 5 13%, maka kadar air papan yang dihasilkan memenuhi standar tersebut. 3. Daya Serap Air Daya serap air papan setelah perendaman 2 jam berkisar dari 9%-16%, setelah 24 jam berkisar dari 31%-48%, terlihat pada Gambar 8.4. Histogram tersebut menunjukkan daya serap air papan setelah perendaman 2 jam terendah pada papan dengan waktu kempa 15 menit pada suhu 160 o C dan tertinggi pada papan dengan waktu kempa 10 menit pada suhu 100 o C. Pada pengujian daya

82 serap air setelah perendaman 24 jam, nilai terendah pada papan dengan waktu kempa 15 menit pada suhu 160 o C dan tertinggi pada papan dengan waktu kempa 10 menit pada suhu 100 o C. Daya Serap Air (%) 60 50 40 30 20 10 0 48.21 46.07 36.77 35.66 36.99 37.67 32.69 31.38 16.90 14.68 12.57 12.33 11.86 12.48 10.20 9.85 A1 A2 B1 B2 C1 C2 D1 D2 Kondisi Pengempaan 2 jam 24 jam Gambar 6.3 Daya serap air papan komposit pada berbagai suhu dan waktu pengempaan Keterangan : sama dengan Gambar 6.1. Berdasarkan hasil analisa sidik ragam pada Lampiran 49 dan 50, setelah perendaman 2 dan 24 jam terlihat bahwa suhu berpengaruh nyata terhadap daya serap air papan tetapi waktu serta interaksi antara suhu dan waktu kempa tidak berpengaruh nyata. Dimana papan dengan suhu kempa 100 o C, mempunyai daya serap yang paling tinggi dan berbeda nyata dengan papan lainnya, papan dengan suhu pengempaan 120 o C dan 140 o C tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan papan denagn suhu pengempaan 160 o C. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu dan lama waktu pengempaan, daya serap air semakin menurun. Hal ini diakibatkan karena pada suhu yang rendah kurang terjadi titik ikatan atau kontak antar partikel yang berarti area partikel yang terbuka lebih banyak, sehingga dapat menyerap air pada saat perendaman berlangsung. Winandy dan Smith (2006), mengacu pada penelitian Andre dan

83 Oost (1964), menyatakan bahwa daya serap air dan pengembangan tebal papan komposit menurun dengan meningkatnya suhu pengempaan. 5. Pengembangan Tebal Papan Perhitungan pengembangan tebal papan setelah perendaman 2 dan 24 jam dapat dilihat pada Gambar 6.4. 25 Pengembangan Tebal (%) 20 15 10 5 0 18.40 17.01 14.62 16.61 14.42 12.92 13.50 12.65 4.59 3.18 2.37 2.45 3.64 3.05 3.26 2.40 A1 A2 B1 B2 C1 C2 D1 D2 JIS A5908 :2003 Kondisi Pengempaan 2 jam 24 jam Gambar 6.4 Pengembangan tebal papan komposit pada berbagai suhu dan waktu pengempaan Keterangan : sama dengan Gambar 6.1. Pengembangan tebal papan setelah perendaman 2 jam berkisar dari 2-5%. Pengembangan tebal papan setelah perendaman 24 jam berkisar dari 12 % - 18 %. Pengembangan tebal tertinggi pada papan dengan waktu kempa 10 menit pada suhu 100 o C dan terendah pada papan dengan suhu pengempaan 160 o C selama 15 menit. Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 51 dan 52, memperlihatkan pada perendaman 2 jam, baik suhu, waktu dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap pengembangan tebal papan. Tetapi pada perendaman 24 jam, baik suhu, waktu dan interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap pengembangan tebal papan pada taraf α 5%. Dimana pengembangan papan dengan suhu kempa

84 100 o C mempunyai pengembangan tebal tertinggi dan berbeda nyata dengan papan lainnya, sementara papan dengan suhu kempa 120 o C, 140 o C dan 160 o C tidak berbeda nyata. Waktu pengempaan antara 10 dan 15 menit berbeda nyata, dimana papan dengan waktu pengempaan selama 10 menit mempunyai pengembangan tebal yang lebih tinggi. Pengembangan tebal yang tinggi ini disebabkan daya serap air papan yang tinggi. Air yang terserap ini akan mengisi rongga yang ada pada papan dan juga dapat terikat oleh partikel kayu yang tidak tertutup oleh perekat. Menurut Zhang et al (1997) diacu dalam Winandy dan Smith (2006), pengembangan tebal papan partikel menurun dengan meningkatnya waktu dan suhu pengempaan. Berdasarkan standar JIS A5908:2003, pengembangan papan belum memenuhi standar yang mensyaratkan pengembangan maksimal 12%, sementara pengembangan papan masih sekitar 12-18% walaupun telah ada penambahan parafin 3% berdasarkan berat kering bahan berlignoselulosa. Hal ini mengindikasikan bahwa penambahan parafin dengan kadar 3% tersebut belum mampu menjadikan papan yang dihasilkan lebih kedap air. Walaupun hasil penelitian tahap sebelumnya menunjukkan bahwa penambahan kadar parafin 3% mengakibatkan pengembangan tebal papan penurunan dan dapat memenuhi standar tersebut. Tetapi nilai pengembangan tebal papan yang dihasilkan masih pada titik kritis yaitu 11,72%, hal ini memungkinkan papan yang diproduksi dengan metode dan bahan yang sama mempunyai nilai pengembangan tebal berkisar pada titik ini dan melebihi titik 12%. 6.3.2 Sifat Mekanis Papan Komposit 1 MOR dan MOE Nilai MOR papan yang dihasilkan berkisar dari 326 425 kgf/cm 2. Nilai keteguhan patah papan yang tertinggi pada papan dengan waktu kempa 10 menit

85 pada suhu 160 o C dan terendah pada papan dengan waktu kempa 10 menit pada suhu 100 o C, seperti terlihat pada Gambar 6.6. MOR (Kgf/cm 2 ) 500 400 300 200 100 326 337 422 410 371 364 425 405 JIS A5908 :2003 Berlapis venir Sejajar panjang papan Berlapis venir Tegak lurus panjang papan 0 A1 A2 B1 B2 C1 C2 D1 D2 Kondisi Pengempaan Gambar 6.5 MOR papan komposit pada berbagai suhu dan waktu pengempaan Keterangan : sama dengan Gambar 6.1. Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 53, memperlihatkan bahwa tingginya suhu berpengaruh nyata terhadap keteguhan patah papan. Tetapi lamanya waktu pengempaan dan interaksi kedua faktor tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap keteguhan patah papan, dimana papan dengan suhu 100 o C berbeda nyata dengan papan lainnya. Sementara papan yang dikempa pada suhu 120 o C dan 160 o C tidak berbeda nyata. Hal ini terjadi karena papan yang dihasilkan pada pengempaan 120 o C, 140 o C dan 160 o C perekat PU yang digunakan telah mencapai suhu yang dibutuhkan agar terjadinya proses pengerasan perekat sehingga menghasilkan kekuatan rekat yang baik. Hal ini berimplikasi pada lebih tingginya kekuatan papan dalam menahan beban. Penggunaan lapisan anyaman bambu ini mengakibatkan keteguhan patah papan yang dihasilkan dapat memenuhi standar JIS A 5908:2003 untuk standar papan partikel berlapis venir.

86 Nilai MOE papan yang dihasilkan berkisar dari 2,23 (10 4 kgf/cm 2 ) sampai 2,98 (10 4 kgf/cm 2 ), tertinggi pada papan dengan suhu kempa 160 o C dan terendah pada papan dengan suhu kempa 100 o C, seperti terlihat pada Gambar 8.7. Hasil sidik ragam pada Lampiran 54, memperlihatkan bahwa suhu berpengaruh nyata terhadap MOE papan, dimana papan dengan suhu 100 o C mempunyai MOE terendah dan berbeda nyata dengan papan lainnya. Sementara itu waktu pengempaan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai MOE papan, begitupun interaksi kedua faktor tersebut. Hal tersebut disebabkan pengempaan pada suhu 100 o C mengakibatkan kurangnya aliran perekat yang terdapat dalam kayu, juga mengakibatkan kurang plasticise-nya selulosa kayu sehingga mengurangi kontak antar partikel. Dengan demikian kekuatan papan yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan papan yang dikempa pada suhu yang lebih tinggi. MOE (10 4 kgf/cm 2 ) 4 3 2 1 2.23 2.45 2.65 2.89 JIS A5908:2003 2.79 2.57 2.98 2.96 Berlapis venir Tegak lurus panjang papan 0 A1 A2 B1 B2 C1 C2 D1 D2 Kondisi Pengempaan Gambar 6.6 MOE papan komposit pada berbagai suhu dan waktu pengempaan Keterangan : sama dengan Gambar 6.1. Kekuatan papan yang lebih rendah mengakibatkan rendahnya kekakuan papan tersebut. Menurut Liiri (1969) diacu dalam Winandy dan Smith (2006), menyatakan bahwa peningkatan suhu pengempaan dapat meningkatkan kekuatan papan dan menurunkan pengembangan tebal.

87 Jika dibandingkan dengan standar JIS A 5908:2003, nilai MOE papan yang dihasilkan tidak memenuhi standar tersebut kecuali pada papan yang dikempa pada suhu 160 o C selama 10 dan 15 menit. Hasil penelitian Bekhta et al. (2003), menunjukkan bahwa temperatur sangat mempengaruhi kekuatan MOE dan MOR (bending strength) papan. Setelah 1 jam, efek temperatur 140 o C terhadap bending strength berkurang sekitar 40% pada papan partikel, 37% pada MDF dan 30% pada OSB, jika dibandingkan temperatur 20 o C. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlunya mempertimbangkan efek temperatur dalam pemakaian papan komposit. Menurut USDA (1972), waktu pengempaan minimum bergantung pada dua faktor yaitu pertama, kesesuaian kombinasi antara waktu-temperatur yang digunakan agar tercapainya cure (pengerasan) perekat. Kedua, mengurangi jumlah kadar air untuk menghindari terjadinya blister. Pengurangan waktu pengempaan akan menyebabkan berkurangnya kekuatan papan secara proporsional. Kadar air dan distribusinya di dalam mat merupakan faktor paling menentukan gradient kerapatan papan, seperti halnya waktu dan temperatur. Variabel seperti kerapatan, ketebalan, tipe perekat dan jenis kayu merupakan faktor sekunder (USDA, 1972). 2. Keteguhan Rekat (internal bond) Hasil pengujian keteguhan rekat papan dapat dilihat pada Gambar 6.7. Nilai keteguhan rekat papan berkisar dari 3,38-4,37 kgf/cm 2, terendah pada papan yang dikempa pada suhu 100 o C selama 10 menit dan tertinggi pada papan yang dikempa pada suhu 120 o C selama 15 menit. Hasil perhitungan sidik ragam pada Lampiran 55, bahwa suhu, waktu dan interaksi kedua faktor tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap keteguhan rekat papan pada taraf α 5%. Jika

88 dibandingkan dengan standar JIS A5908:2003, keteguhan rekat papan yang dihasilkan memenuhi standar tersebut. Keteguhan Rekat (kgf/cm 2 ) 5 4 3 2 1 4.19 4.37 3.70 3.77 3.46 3.38 3.94 3.64 JIS A5908 :2003 0 A1 A2 B1 B2 C1 C2 D1 D2 Kondisi Pengempaan Gambar 6.7 Keteguhan rekat papan komposit pada berbagai suhu dan waktu pengempaan Keterangan : sama dengan Gambar 6.1. Hasil penelitian oleh Cai et al. (2006), menunjukkan bahwa kerapatan papan dan kadar air lapik berpengaruh signifikan terhadap tekanan internal dan keteguhan rekat papan. Kerapatan papan berkorelasi positif dengan sifat mekanis, tekanan internal dan suhu maksimum bagian tengah papan (core). Peningkatan suhu di bagian core semakin lambat dan mengurangi terjadinya gradasi ketebalan (thickness gradient). Selama proses pengempaan panas, transfer panas dari plat ke lapisan bagian dalam lapik, terjadi dengan cara konduksi dan diteruskan sampai mencapai bagian tengah papan (core). Kecepatan penetrasi panas ke dalam lapik menentukan waktu pengempaan, dengan memperhatikan sifat-sifat papan yang dihasilkan yaitu nilai MOE, MOR, keteguhan rekat dan penyerapan air. Kecepatan transfer panas ini bergantung pada berbagai faktor dan salah satu yang sangat mempengaruhi adalah kadar air lapik. (Cai et al., 2006).

89 3. Kuat Pegang Sekrup Nilai pengujian kuat pegang sekrup berkisar dari 50-67 kgf. Nilai tertinggi pada papan yang dikempa pada suhu 140 o C selama 15 menit dan terendah pada papan yang dikempa pada suhu 120 o C selama 10 menit, seperti tertera pada Gambar 6.8. Hasil sidik ragam pada Lampiran 56, memperlihatkan bahwa suhu tidak berpengaruh nyata terhadap kuat pengang sekrup papan, waktu pengempaan berpengaruh nyata dan interaksi kedua faktor tersebut berpengaruh nyata. Dimana papan yang dikempa selama 15 menit mempunyai nilai kuat pegang sekrup yang lebih tinggi dibandingkan papan yang dikempa selama 10 menit. Hal ini disebabkan karena terjadinya gradient kerapatan di dalam papan. Menurut Houts et al (2003), kerapatan tertinggi papan partikel adalah bagian dekat permukaan papan. Dalam pembuatan papan komposit dengan menggunakan kempa panas, gradient kerapatan terjadi karena panas dari plat merambat masuk dari permukaan papan ke bagian tengah papan. Bagian permukaan yang lebih dulu mengalami pemanasan akan mengalami plastisasi yang diikuti dengan proses densifikasi yang menyebabkan kerapatannya lebih tinggi (Maloney, 1993). Kuat Pegang Sekrup (kgf) 80 70 60 50 40 30 20 10 55.90 52.89 50.34 66.14 58.91 67.35 58.25 60.31 JIS A5908: 2003 0 A1 A2 B1 B2 C1 C2 D1 D2 Kondisi Pengempaan Gambar 6.8 Kuat pegang sekrup papan komposit pada berbagai suhu dan waktu pengempaan Keterangan : sama dengan Gambar 6.1.

90 Jika dibandingkan dengan standar JIS A 5908:2003, nilai kuat pegang sekrup minimal 51 kgf, maka nilai kuat pegang sekrup papan memenuhi standar tersebut. Kecuali papan yang dikempa pada suhu 120 o C selama 10 menit tidak dapat memenuhi standar tersebut, tapi dapat memenuhi standar JIS A 5908:2003 yang mensyaratkan nilai kuat pegang sekrup minimal 51 kgf. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sifat mekanis papan baik nilai MOR, MOE, IB dan kuat pegang sekrup papan semakin meningkat dengan bertambahnya suhu dari 100 o C menjadi 120 o C, tetapi cenderung menurun jika suhu dinaikkan lagi. Hak ini mengindikasikan bahwa suhu optimal yang digunakan 120 o C. 6.4 Perhitungan Suhu dan Waktu Kempa Lamanya waktu yang diperlukan agar suhu pada bagian core mencapai suhu yang sama dengan suhu plat seperti yang telah ditetapkan pada alat kempa panas, dapat diukur dengan menggunakan thermocouple yang dihubungkan dengan alat pencatat (chinorecorder) seperti terlihat pada Gambar 6.9. Gambar 6.9 Hot press yang dihubungkan dengan chinorecorder

91 Hasil pencatatan dengan chinorecorder dapat dilihat pada Tabel 6.1. Dari hasil perhitungan tersebut terlihat bahwa semakin tinggi suhu plat, suhu awal core yang tercatat oleh thermocouple juga semakin tinggi dan waktu yang diperlukan agar core mencapai suhu yang sama dengan suhu awal plat semakin menurun. Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin tinggi suhu pengempaan, waktu yang dibutuhkan perekat untuk matang (cure) semakin singkat karena akan terjadi heat transfer yang lebih cepat dan dapat menyebabkan perekat mengalami pengerasan sebelum terpenetrasi ke dalam kayu sehingga dapat mengakibatkan menurunnya kekuatan papan. Tabel 6.1. Suhu dan waktu pengempaan papan komposit Suhu Hot Press Suhu Plat ( o C) Suhu Core ( o C) Waktu (mnt) ( o C) Awal akhir awal akhir 100 99,94 112,44 18 101,33 12,5 120 118 140,22 23,55 120,77 11,87 140 129,14 156 45,77 134,67 8,75 160 155,5 190,2 65,22 162,4 6,87 6.5 Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1. Papan yang dikempa pada suhu 100 o C mempunyai sifat fisis dan mekanis yang lebih rendah dibanding papan yang dikempa pada suhu 120, 140 dan 160 o C. 2. Waktu pengempaan selama 15 menit menghasilkan papan yang lebih baik dari papan yang dikempa selama 10 menit. 3. Kombinasi antara waktu 15 menit-suhu 120 o C merupakan kombinasi yang optimal untuk jenis perekat PU untuk matang jika digunakan pada kadar air partikel 7-10% (rata-rata 8%).

92 6.6 Saran Hasil penelitian menunjukkan bahwa papan yang dihasilkan dapat memenuhi hampir semua parameter yang ditetapkan dalam standar JIS A 5908:2003, kecuali pengembangan tebal yang masih berada pada titik kritis. Untuk mengetahui apakah kualitas papan yang dihasilkan dapat bersaing dengan papan komposit komersil, maka sebagai kontrol kualitas, sebaiknya dilakukan pengujian perbandingan kualitas papan yang dihasilkan dengan papan komposit komersial.