BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan melibatkan sekelompok mahasiswa atau profesi kesehatan yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Kesiapan (readiness) terhadapinteprofesional Education (IPE)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan, dari, dan tentang satu sama lain untuk meningkatkan kolaborasi

Bab II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebuah rekomendasi dari WHO (2010) yang bertema Framework For Action On

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mereka untuk melakukan tugas dan fungsinya dalam kehidupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena yang terjadi saat ini menunjukan bahwa peran masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. bersama, belajar dari profesi kesehatan lain, dan mempelajari peran masingmasing

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu. Pelayanan yang bermutu

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pharmaceutical care menggeser paradigma praktik kefarmasian dari drug

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Yogyakarta (UMY). Semua responden adalah mahasiswa tahap klinik (coass)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. antar profesi kesehatan (IPE) pada bulan September 2013 setelah melalui

BAB III METODE PENELITIAN. analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu pengukuran variabel hanya

BAB 1 PENDAHULUAN. medical error antara % dari jumlah pasien dengan %. Medical

INTERPROFESIONAL EDUCATION DALAM PANDANGAN DOKTER GIGI. Oleh : drg Laelia Dwi Anggraini, SpKGA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan, di Amerika Serikat penyebab kematian nomer tiga pada

MODUL KETRAMPILAN KOMUNIKASI INTER-PROFESI

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RS (...) NOMOR :002/RSTAB/PER-DIR/VII/2017 TENTANG PANDUAN EVALUASI STAF MEDIS DOKTER BAB I DEFINISI

BAB I PENDAHULUAN. serta kualitas pelayanan kesehatan (Majumdar, et al., 1998; Steinert, 2005).

BAB I PENDAHULUAN orang meninggal pertahun akibat medication error. Medication error

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbahaya, salah satunya medical error atau kesalahnan medis. Di satu sisi

PANDUAN PROSES EVALUASI KINERJA STAF MEDIS RUMAH SAKIT UMUM AMINAH BLITAR TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem pelayanan kesehatan untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1

Pendekatan Interprofessional Collaborative Practice dalam Perawatan Pasien Katastropik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Problem Based Learning (PBL)

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sejak dua dekade yang lalu (Wynia et al., 1999). Banyak hal yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN. A. Pembahasan keterkaitan antara kategori attachment, patient-centered

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. PBL merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana mahasiswa

PADA TAHUN 2020 MENHHASILKAN PERAWAT PROFESIONAL, PENUH CINTA KASIH DAN MAMPU BERSAING SECARA NASIONAL.

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia, serta penyelenggaraan penelitian, pengembangan dan penapisan teknologi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kerawanan terjadi kesalahan medik (medical error). Kasus kematian akibat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEDOMAN AKADEMIK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB IV PENYELENGGARAAN PEMBELAJARAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (instrumen) yang digunakan memenuhi syarat-syarat alat ukur yang baik sehingga

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. memperoleh derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya kesehatan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organization (WHO) menyatakan setiap menit seorang wanita

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PANDUAN PENYULUHAN PADA PASIEN UPTD PUSKESMAS RAWANG BAB I PENDAHULUAN

AKREDITASI PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. tentang diagnosa, melakukan kerjasama dalam asuhan kesehatan, saling

IDENTIFIKASI PERAN STAF EDUKASI YANG DIBUTUHKAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU DALAM RANGKA PELAKSANAAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI

BAB I PENDAHULUAN. baik dari pihak penyedia jasa pelayanan kesehatan itu sendiri, maupun dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah proses komunikasi interprofesional dan pembuatan keputusan yang

BAB I PENDAHULUAN. keperawatan, menyusun intervensi keperawatan, implementasi tindakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memegang tanggung jawab paling besar untuk perawatan pasien dalam kerangka

BAB 1 PENDAHULUAN. tradisional yang berbasis silo dimana setiap tenaga kesehatan tidak mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan kedokteran bertujuan untuk menghasilkan dokter yang. sebagai bekal untuk belajar sepanjang hayat (Konsil Kedokteran

PANDUAN PELAKSANAAN MANAJER PELAYANAN PASIEN RUMAH SAKIT (HOSPITAL CASE MANAGER)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

REKOGNISI PEMBELAJARAN LAMPAU IMPLEMENTASI

2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif non-eksperimental

BAB I PENDAHULUAN. memecahkan masalah (problem solving skill) serta berfokus pada mahasiswa

SMART PHARMACY ADVANCING PHARMACY PRACTICE AND EDUCATION IN INDONESIA KUTA - BALI, APRIL 2018 TRAIN-THE-TRAINER WORKSHOP

PEDOMAN PENYELENGGARAAN KOMITE KEPERAWATAN RUMAH SAKIT BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Penilaian dalam Wahana Layanan Primer dr. Nur Afrainin Syah, M.Med.Ed, PhD

10 Usaha Kesehatan Sekolah Dan Remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terfragmentasi dan kebutuhan kesehatan masyarakat tidak terpenuhi. Tenaga

Komunikasi dengan tenaga kesehatan lain. Lilik s

PANDUAN KREDENSIAL KEPERAWATAN RUMAH SAKIT ROYAL PROGRESS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan berubah dengan cepat sesuai dengan perubahan

BAB I DEFINISI BAB II A. DEFINISI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Pembelajaran IPE berbasis komunitas memberikan dampak positif dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. (Permenkes RI, 2011). Institusi yang kompleks memiliki arti bahwa rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. mahasiswa ilmu keperawatan. Lulus dari ujian merupakan keharusan dan

BAB I PENDAHULUAN. tugasnya, serta beberapa perilaku lain yang merupakan sifat-sifat kemanusiaan

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT

Keterampilan Komunikasi dalam Pendidikan Kedokteran

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

PEDOMAN PENGORGANISASIAN KOMITE TENAGA KESEHATAN LAIN RS. BUDI KEMULIAAN BATAM

PANDUAN PENILAIAN KINERJA STAF MEDIS RUMAH SAKIT QIM

MODUL KETERAMPILAN PENULISAN LEMBAR KONSULTASI PASIEN (menjawab konsul)

PANDUAN EVALUASI PRAKTEK DOKTER BERKESINAMBUNGAN (ON GOING PROFESSIONAL PRACTICE EVALUATION/OPPE) BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LISA TRINA ARLYM, SST., M.Keb

PROFIL LULUSAN DOKTER GIGI DI INDONESIA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sampling selama kegiatan IPE berjalan dari bulan Juni 2015 Desember Tabel 1. Karakteristik responden penelitian

AKREDITASI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Interprofessional Education (IPE) 1. Definisi IPE Menurut WHO (2010), IPE merupakan suatu proses yang dilakukan dengan melibatkan sekelompok mahasiswa atau profesi kesehatan yang memiliki perbedaan latar belakang profesi dan melakukan pembelajaran bersama dalam periode tertentu, adanya interaksi sebagai tujuan utama dalam IPE untuk berkolaborasi dengan jenis pelayanan meliputi promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif. Menurut American Collage of Clinical Pharmacy (ACCP) tahun 2009 Interprofessional dalam dunia kesehatan merupakan bentuk perawatan kesehatan yang melibatkan berbagai profesi kesehatan. IPE merupakan hal yang potensial sebagai media kolaborasi antar professional kesehatan dengan menanamkan pengetahuan dan skill dasar dalam masa pendidikan (Mendez et al, 2008). Definisi IPE yang sering digunakan dari The Centre on Advancement of Interprofessional Education (CAIPE, 2002) adalah suatu upaya dalam pembelajaran yang terjadi ketika dua atau lebih mahasiswa program studi kesehatan yang berbeda belajar bersama yang bertujuan untuk meningkatkan kerjasama dan kualitas pelayanan kesehatan. Praktek kolaborasi terjadi ketika penyelenggara pelayanan kesehatan bekerja dengan orang yang berasal dari 8

9 profesinya sendiri, luar profesinya sendiri, dan dengan pasien atau klien serta keluarganya. Komunikasi terjadi ketika berkolaborasi dalam IPE, hal yang harus diperhatikan ketika berkolaborasi adalah adanya rasa saling menghargai dan rasa saling percaya, sebab dengan profesi lain sikap untuk berkonsultasi ketika terdapat sesuatu yang tidak dimengerti merupakan elemen yang penting untuk diperhatikan dalam melakukan praktek IPE. Istilah Interproffesional biasa digunakan untuk menggambarkan praktek klinik yang melibatkan pasien, dan masalah pasien akan ditangani secara mandiri atau terpisah sesuai dengan kompetensi masing-masing profesi sebagai tanggung jawab atas area yang ditangani sesuai bidangnya (The Canadian Interprofessional Health Collaborative, 2009). 2. Tujuan Interprofessional Education (IPE) Menurut (Hammick et al, 2007) Hasil yang diharapkan dari IPE dapat diklasifikasikan antara lain reaksi, modifikasi sikap dan persepsi, kemahiran pengetahuan dan keterampilan, perubahan perilaku, perubahan dalam praktik organisasi, serta manfaat untuk pasien dan klien. Tujuan lain dari pelaksanaan IPE sendiri yaitu untuk meningkatkan pemahaman tentang interdisipliner dan rasa kerjasama, untuk membina kejasama yang kompeten, untuk membuat penggunaan sumber daya yang efektif dan efisien, dan untuk meningkatkan kualitas pengobatan pasien yang komprehensif (Cooper, 2001).

10 Menurut WHO (2010), hasil dari pelaksanaan IPE dapat dikelompokkan menurut domain, antara lain (1) kerja tim: mampu menjadi seorang pemimpin dan mengetahui hambatan dalam kerja tim; (2) peran dan tanggungjawab: mampu memahami area kompetensi masing-masing profesi dan melakukannya dengan penuh tanggung jawab; (3) komunikasi: mampu mengungkapkan pendapat dan mampu menjadi pendengar yang baik terhadap anggota tim yang lain; (4) pembelajaran dan refleksi yang kritis: menggambarkan adanya hubungan yang kritis dalam tim, mentransfer Interprofessional learning ke dalam lingkungan kerja; (5) hubungan dengan dan mengenali kebutuhan pasien: mampu bekerjasama dalam kepentingan pasien sebagai mitra dalam manajemen perawatan; (6) etika praktik: memahami pandangan dari stereotype dari diri sendiri dan profesi lain, mengakui bahwa pandangan yang dimiliki oleh setiap petugas kesehatan itu sama pentingnya dan berlaku. 3. Metode pelaksanaan IPE Praktik pembelajaran IPE dilaksanakan dengan menerapkan beberapa metode yang sudah ada atau telah diterapkan di Negara lain, dimulai dengan diberikannya suatu masalah kepada mahasiswa yang akan melakukan IPE yaitu dihadapkan langsung dengan pasien dengan kasus tertentu kemudian mahasiswa melakukan peran masing-masing untuk penanganan pasien, kemudian dilakukan diskusi dalam kelompok atau disebut dengan tutorial untuk membahas manajemen penanganan kasus pada pasien, sehingga mahasiswa didorong untuk menjelaskan sesuai dengan disiplin ilmu mereka

11 dan diharapkan hasilnya dapat memberikan tindakan yang sesuai pada pasien (Modul Kegiatan IPE). Penelitian yang dilakukan oleh Mitchell (2010) menyatakan tentang pengaruh model pembelajaran tutorial yang melibatkan mahasiswa keperawatan dan kedokteran terhadap peningkatan hasil pendidikan interprofessional. Hasilnya pembelajaran dengan tutorial efektif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi interprofessional. Dengan adanya komunikasi yang baik juga dapat meningkatkan kerjasama interprofessional. 4. Hambatan dalam IPE Saat ini praktik pembelajaran IPE telah diterapkan selama beberapa dekade, banyak ditemukannya hambatan yang telah diidentifikasi. Hambatan dalam IPE ini terdapat pada pengorganisasian, pelaksanaan, komunikasi, budaya ataupun sikap. Oleh karenanya sangat penting diperlukan tindakan dalam mengatasi hambatan-hambatan tersebut sebagai persiapan mahasiswa dan praktisi profesi kesehatan yang lebih baik demi berjalannya praktek kolaborasi yang efektif hingga dapat merubah sistem pelayanan kesehatan (ACCP, 2009). Hambatan-hambatan yang mungkin mucul adalah penanggalan akademik, peraturan akademik, truktur penghargaan akademik, lahan praktek klinik, masalah komunikasi, bagian kedisiplinan, bagian professional, evaluasi, pengembangan pengajar, sumber keuangan, jarak geografis, kekurangan pengajar interdisipliner, kepemimpinan dan dukungan administrasi, tingkat persiapan peserta didik, logistik, kekuatan pengaturan,

12 promosi, perhatian dan penghargaan, resistensi perubahan, beasiswa, system penggajian, dan komitmen terhadap waktu (ACCP, 2009). Tindakan yang diperlukan untuk mengatasi hambatan-hambatan yang muncul dapat dilakukan dengan penyesuaian jadwal antar profesi yang bersangkutan, adanya sikap disiplin dan saling memahami untuk terciptanya komunikasi dan kedisiplinan yang baik, menyiapkan bahan diskusi di hari sebelumnya, financial yang cukup untuk pengadaan fasilitas pendukung dalam IPE. B. Interprofessional Education (IPE) di FKIK UMY Sejarah dimulainya IPE sebagai pembelajaran di FKIK UMY sejak tahun 2013, namun sebelum diterapkan untuk mahasiswa secara formal dilakukan simulasi praktik IPE pada tahun 2012 sebagai landasan dilanjutkannya program pendidikan kesehatan IPE di FKIK UMY hingga sekarang. 1. Karakteristik Mahasiswa Sasaran pada praktik pembelajaran IPE di FKIK UMY adalah mahasiswa dari Program Studi Program Studi Pendidikan Profesi Dokter, Program Studi Pendidikan Profesi Dokter Gigi, Ilmu Keperawatan tahap profesi yang sedang menjalani stase kedokteran keluarga/kedokteran komunitas dan telah menyelesaikan 4 stase besar dan beserta mahasiswa S1 Farmasi. Selanjutnya kegiatan IPE akan berlangsung dengan berkelompok yang terdiri dari 10-12 orang setiap kelompoknya.

13 2. Modul Kegiatan IPE Modul dalam praktik pembelajaran IPE ini digunakan sebagai penuntun untuk melakukan kegiatan IPE tersebut dan akan dibagikan kepada masingmasing mahasiswa, modul berisi proses pembelajaran IPE dan penyakit yang akan digunakan sebagai bahan untuk kegiatan IPE. Modul ini terdiri dari modul untuk Diabetes Mellitus, HIV/AIDS, Stroke, Osteo Arthritis, Tuberkulosis, Drug abuse, Trauma, Malaria, Abortus dan Gondok. 3. Alur Kegiatan IPE Dalam kegiatan IPE di FKIK UMY terdapat beberapa alur kegiatan yang harus diikuti setiap mahasiswa sehingga kegiatan IPE dapat berjalan dengan baik sehingga dapat mengurangi hambatan yang akan muncul. Untuk alur kegiatan IPE dapat dilihat pada Gambar berikut: Kuliah interaktif IPE Kuliah panel peran profesi Kuliah interaktif Bedside Teaching (BST) 1. Program Studi Pendidikan Profesi Dokter 2. Program Studi Pendidikan Profesi Dokter Gigi 3. Program Studi Farmasi 4. Program Studi Ilmu Keperawatan Tutorial Klinik Presentasi Kasus Refleksi Kasus Tes Sumatif Gambar 1. Alur Kegiatan IPE

14 a. Bedside Teaching (BST) merupakan salah satu kegiatan dari pembelajaran IPE yang memiliki tujuan, yaitu mengajarkan keterampilan klinis (keterampilan klinik dasar maupun prosedural) dan mengamati pencapaian keterampilan klinis dengan memberikan feedback. Dalam kegiatan BST terdapat beberapa aspek penting yang harus diperhatikan, yaitu : b. Langkah BST: 1) Persiapan (Sebelum BST) Dosen pendidik IPE memberitahukan rencana kegiatan BST kepada pasien dan keluarga pasien dan meminta persetujuan, dosen pendidik klinik menentukan tujuan belajar, kemudian dosen pendidik klinik meminta peserta mempersiapkan diri dengan mereview konsep terkait keterampilan yang akan dipelajari. 2) Pelaksanaan (saat) BST : Dosen pendidik klinik memperkenalkan diri dan mahasiswa IPE kepada pasien atau keluarga, dosen pendidik klinik mempersiapkan pasien ikut terlibat aktif dalam kegiatan BST, dosen pendidik klinik dan mahasiswa IPE. 3) Hal- hal yang dapat diajarkan dari kegiatan BST adalah: a) Kemampuan wawancara medis b) Kemampuan pemeriksaan fisik dan keterampilan prosedural c) Keputusan klinik d) Kemampuan konseling kualitas humanistic profesionalisme e) Keterampilan klinik prosedural

15 f) Kompetensi klinis keseluruhan c. Tutorial klinik Pembelajaran berbasis kasus nyata yang ditemui di klinik, dilakukan dengan interaksi dalam diskusi kelompok dan dapat disimpulkan hasilnya. 1) Pelaksanaan tutorial klinik Di awali dengan serangkaian kegiatan mandiri, dilanjutkan dengan pertemuan bersama dosen pendidik klinik IPE, diadakan dua kali pertemuan tutorial dan dimulai setelah kegiatan BST 2) Langkah-langkah tutorial Dosen pendidik klinik IPE menentukan mahasiswa IPE yang bertugas menyiapkan kasus, masing-masing tim IPE membuat resume pemeriksaan dalam format analisis kasus, dosen pendidik klinik berperan sebagai fasilitator dan asesor (menilai proses dan kualitas diskusi), dan nilai langsung diberikan pada akhir diskusi. d. Persentasi kasus Mahasiswa IPE mampu melaporkan kasus klinik secara lengkap berikut langkah langkah secara bertahap dan lengkap. Persentase kasus difasilitasi oleh perwakilan dosen pembimbing masing masing program studi. Langkah langkah yang dilakukan dalam persentase kasus adalah: 1) Pemeriksaan klinis

16 2) Pengisian rekam medis lengkap 3) Pembahasan, yang dilengkapi dengan teori dan data Evidence Based Medicine (EBM) 4) Persentase dengan menggunakan power point e. Refleksi kasus Refleksi kasus meliputi proses pengungkapan kembali atas observasi, analisis dan evaluasi dari pengalaman klinik yang didapat peserta. Refleksi kasus dilakukan 1 kali setiap mahasiswa dan dipersentasekan kepada 1 dosen pembimbing klinik IPE. f. Tes sumatif Tes sumatif merupakan tes tulis yang diberikan kepada mahasiswa IPE untuk mengevaluasi proses pembelajaran terhadap IPE. Tes tulis ini berisikan sekitar 30 soal yang harus dikerjakan oleh setiap mahasiswa IPE. C. Komunikasi 1. Definisi Komunikasi adalah interaksi yang terjadi antara dua orang atau lebih. Dapat dikatakan komunikasi yang sehat jika menimbulkan terjadinya pemecahan masalah, berbagai ide, pengambilan keputusan dan perkembangan pribadi. Dalam dunia kesehatan banyak situasi yang dapat mempertemukan profesi satu dengan yang lain yang terlibat dalam proses pelayanan kesehatan (Potter & Perry, 2005). Jika komunikasi antar profesi tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan tidak efektif maka keselamatan pasien adalah taruhannya,

17 alasan dapat terjadinya gagal dalam berkomunikasi adalah kurangnya informasi yang kritis, salah mempersepsikan informasi, dengan perintah yang tidak jelas melalui telepon, dan melewatkan perubahan status informasi (O`Daniel and Rosenstein, 2008). 2. Komponen komunikasi Berlangsungnya proses komunikasi terjadi ketika terdapat dua orang atau lebih yang bisa disebut sebagai pengirim dan penerima pesan, dimana terdapat kontak antar profesi yaitu yang terjadi didalam individu itu sendiri dengan individu yang lain. Dalam bidang kesehatan terjadi komunikasi antar profesi yang dapat terjadi antara farmasi dan dokter ketika melakukan pelayan kesehatan kepada masyarakat. Adanya suatu proses interaksi yang terjadi didalam komunikasi ini membuat kita harus belajar apa saja komponen yang terdapat dalam komunikasi, dapat dilihat dari proses komunikasi yang terjadi hingga pesan dapat diterima. Menurut Barnlund, 2008 dalam suatu proses komunikasi paling sedikit harus terdiri dari 3 komponen yaitu: 1. Sumber (source) Adalah seorang atau organisasi/lembaga yang mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi atau memutuskan untuk berkomunikasi dengan menyampaikan informasi, gagasan, sikap dan perasaannya kepada orang lain. 2. Pesan (message) Merupakan seperangkat lambang bermakna yang disampaikan oleh komunikator.

18 3. Penerima (recieive) Adalah seseorang yang mempunyai hak untuk membalas, mempresepsikan atau mengartikan pesan. 3. Kolaborasi yang Efektif Antar Profesi Pekerjaan yang dilakukan dokter dan ahli farmasi sebenarnya bersifat saling melengkapi (komplementer) dan dapat memberikan pengaruh positif terhadap keluaran pasien (patient outcome). Wujud kolaborasi antara dokter dan ahli farmasi anatar lain misalnya: penelusuranan informasi riwayat obat yang lengkap dan akurat; penyediaan informasi obat yang lege artis; pemanfaatan evidence-based prescribing; deteksi dini kesalahan peresepan obat ; pemantauan obat (meningkatkan keamanan obat); meningkatkan costeffectiveness dalam peresepan obat; meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan masing-masing pihak demi kepuasan pasien. Kolaborasi yang tidak optimal dapat merugikan pasien (Crezena, 2009). Agar komunikasi terjalin dengan efisien, interaksi/ komunikasi harus masuk dalam sebuah sistem (team terpadu misalnya) ada kesempatan untuk memperkenalkan diri dan menjelaskan peran ahli farmasi pada pengelolaan pasien yang bersangkutan. Selanjutnya, baik dokter maupun ahli farmasi dapat saling berbagi (dari sudut pandang masing-masing) dan berdiskusi tentang pengelolaan pasien tersebut. Dengan sistem yang dibangun seperti di atas maka kesalahan akibat misscomunication dapat dihindari (Crezena, 2009). Proses koordinasi untuk mendapatkan kolaborasi yang dapat bekerja secara optimal memang tidaklah mudah, diperlukan serangkaian proses

19 yang harus dilalui baik secara formal mau pun informal, adapun langkahlangkah dalam berkolaborasi adalah masing-masing pihak harus sepakat untuk membangun kolaborasi ini. Langkah berikutnya adalah menetapkan peran dan fungsi masing-masing dalam pengelolaan pasien. Batasan kegiatan masing-masing pihak perlu disepakati secara rinci dengan berpatokan pada kesepakatan pemikiran yang telah dicapai sebelumnya bahwa keselamatan dan kepuasan pasien adalah yang utama (Crezena, 2009). D. Kerangka Konsep Interprofessional Education (IPE) Mahasiswa FKIK UMY Komponen IPE 1. Peran profesi 2. Komunikasi 3. Managemen kolaborasi 1. Farmasi 2. Dokter Komponen Komunikasi: 1. Pengungkapan diri 2. Kesadaran diri Kemampuan Komunikasi Antar Profesi 3. Evaluasi dan penerimaan 4. Kemampuan mengekpresikan diri 5. Perhatian 6. Kemampuan mengatasi perasaan 7. Klarifikasi 8. Penghindaran 9. Kekuasaan 10. Kemampuan menghadapi perbedaan Gambar 2. Kerangka Konsep

20 A. Keterangan Empiris Dalam penelitian ini, peneliti melihat tingkat kemampuan komunikasi antar profesi pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi Dokter dan Farmasi. Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah tingkat kemampuan komunikasi antar profesi setelah mengikuti pembelajaran IPE. Salah satu yang mendukung tingkat komunikasi antar profesi adalah penerapan IPE sejak bangku perkuliahan. Kemungkinan mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran IPE memiliki tingkat kemampuan komunikasi antar profesi yang tinggi. Mahasiswa yang mendapat IPE kemungkinan lebih memahami peran dan tanggung jawab antar profesi karena ada empat kompetensi yang menjadi dasar dari IPE yaitu nilai/etika dalam praktik antar profesi, peran/tanggung jawab, komunikasi antar profesi, serta tim dan kerjasama.