BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diandalkan adalah produk budaya terutama kesenian. Bangsa Indonesia banyak

dokumen-dokumen yang mirip
NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai. derajatsarjana S-1 Program Studi Pendidikan. Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. masyarakat, bangsa, dan negara sesuai dengan pasal 1 UU Nomor 20 Tahun 2003.

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesenian produk asli bangsa Indonesia. Kesenian wayang, merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbagai budaya masyarakat, adat istiadat dan kebiasaan yang dilakukan turun

\PESAN-PESAN MORAL PADA PERTUNJUKAN WAYANG KULIT

BAB I PENDAHULUAN. cerdas, sehat, disiplin, dan betanggung jawab, berketrampilan serta. menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi misi dan visi

48. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SENI BUDAYA SMA/MA/SMK/MAK

BAB I PENDAHULUAN. budaya, baik berupa seni tradisional ataupun seni budaya yang timbul karena

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB 2 DATA DAN ANALISA. - Buku Rupa Wayang Dalam Seni Rupa Kontemporer Indonesia. - Buku Indonesian Heritage Performing Arts.

BAB 2 DATA DAN ANALISIS Perang Wanara dan Raksasa. satu ksatria yang sangat ditakuti oleh lawannya.

Tugas Akhir ~~ PERANCANGAN BUKU VISUAL DEWA RUCI ~~ Mahasiswa / RijalMuttaqin pembimbing / RahmatsyamLakoro,S.Sn,MT.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wayang orang atau wayang wong dalam bahasa Jawa-nya yang

Oleh: Alief Baharrudin G

Pewayangan Pada Desain Undangan. Yulia Ardiani Staff UPT. Teknologi Informasi Dan Komunikasi Institut Seni Indonesia Denpasar.

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai. derajad Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan. Pancasila dan Kewarganegaraan.

\PESAN-PESAN MORAL PADA PERTUNJUKAN WAYANG KULIT

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH KEJURUAN/MADRASAH ALIYAH KEJURUAN (SMA/MA/SMK/MAK)

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP. kesimpulan untuk mengingatkan kembali hal-hal yang penting dan sekaligus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan yang ingin dicapai di dalam Tugas Akhir ini adalah menghasilkan

Pagelaran Wayang Ringkas

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan di negara manapun di dunia ini. Kebudayaan apapun dapat

Menguak Nilai Seni Tradisi Sebagai Inspirasi Penciptaan Seni Pertunjukan Pada Era Global

BAB 1 PENDAHULUAN. wayang. Sebuah pemikiran besar yang sejak dahulu memiliki aturan ketat sebagai

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesenian wayang golek merupakan salah satu kesenian khas masyarakat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat yang lebih sering disebut sebagai Tatar Sunda dikenal

BAB II IDENTIFIKASI DATA. A. Wayang Kulit

1.1 BAB I 1.2 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Drama merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil temuan di lapangan mengenai perkembangan seni

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kesenian merupakan salah satu bagian dari kebudayaan, karena. kesenian dan kekriyaan. Kesenian dan kebudayaan dapat mengalami

BAB I PENDAHULUAN. cipta yang menggambarkan kejadian-kejadian yang berkembang di masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Keberagaman kesenian tradidisional adalah salah satu potensi budaya yang

MUSEUM WAYANG NUSANTARA DI SURAKARTA

dari pengalaman tertentu dalam karya seninya melainkan formasi pengalaman emosional yang bukan dari pikiranya semata. 2.

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta BAB V PENUTUP

BAB I PENDAHULUAN. penerangan, dakwah, pendidikan, pemahaman filsafat, serta hiburan.

Hasil Wawancara Dengan Ki Kasim Kesdo Lamono dan Paguyuban Cinde

BAB V KESIMPULAN. Wayang wong gaya Yogyakarta adalah segala bentuk drama tari tanpa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PADEPOKAN DAN GEDUNG PERTUNJUKAN WAYANG ORANG DI SURAKARTA PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR NEO VERNAKULER

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan masyarakat Jawa yang bermigrasi ke Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sedikit pergeseran yaitu tidak hanya sebagai pelindung tubuh dari. gangguan alam dan untuk kesopanan, tetapi juga untuk menyalurkan

BAB I PENDAHULUAN. Budaya tersebut terbagi dalam beberapa daerah di Indonesia dan salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. negara yang kaya dalam berbagai hal, termasuk dalam segi kebudayaan.

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULULAN. sebenarnya ada makna yang terkandung di dalamnya yang diharapkan dimengerti oleh sasaran

I. PENDAHULUAN. kebudayaan. Perkembangan seni dan budaya didalamnya terdapat kesenian

BAB I PENGANTAR Latar Belakang Masalah. kekayaan budaya yang amat sangat melimpah. Budaya warisan leluhur merupakan

BAB I PENDAHULUAN FAJRI BERRINOVIAN 12032

BAB I PENDAHULUAN. dan bahasa yang bermacam-macam dari sabang sampai merauke. Budaya lokal pada sisi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kelurahan Sindangkasih adalah kearifan lokal budaya yang masih tersisa di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizky Nugaraha,2013

banyaknya peninggalan sejarah dan kehidupan masyarakatnya yang memiliki akar budaya yang masih kuat, dalam kehidupan sehari-hari seni dan budaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. usaha/dunia industri maupun sebagai wiraswasta. Peraturan Pemerintah

Kata kunci: Wayang Topeng, pelatihan gerak, pelatihan musik, eksistensi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

3. Karakteristik tari

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar

BAB V PENUTUP. Penelitian ini menjawab dua persoalan yaitu bagaimana. Pertunjukan berlangsung selama dua jam sepuluh menit dan

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah karya seni tidak terlepas dari pembuatnya, yaitu lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Kehidupan manusia di manapun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia terdiri dari banyak suku yang tersebar dari Sabang sampai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam

BAB I PENDAHULUAN. Tradisi tulis yang berkembang di masyarakat Jawa dapat diketahui melalui

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN. Lakon Antaséna Rabi sajian Ki Anom Suroto merupakan. salah satu jenis lakon rabèn dan karangan yang mengambil satu

Pesan dari Anak untuk Kita

BAB I PENDAHULUAN. adat istiadat, agama dan kesenian. Namun di era globalisasi ini banyak budayabudaya

EKSISTENSI SANGGAR TARI KEMBANG SORE PUSAT - YOGYAKARTA Theresiana Ani Larasati

BAB I PENDAHULUAN. mengenalnya, walaupun dengan kadar pemahaman yang berbeda-beda. Secara

BAB II METODOLOGI. Keyakinan bahwa wayang merupakan produk budaya sejati bangsa. Indonesia antara lain ditegaskan oleh G.A.J. Hazeu, Brandes, N.J.

INTERAKSI KEBUDAYAAN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki latar belakang budaya yang beraneka ragam. Budaya adalah hasil budi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia di mata dunia dipandang sebagai negara yang kaya akan seni dan budaya. Di dalam era persaingan global ini salah satu kekayaan yang dapat diandalkan adalah produk budaya terutama kesenian. Bangsa Indonesia banyak berbagai macam pertunjukan seni budaya. Pertunjukan seni budaya dari Sabang sampai Merauke itu berbeda-beda di setiap daerahnya. Berbagai macam seni itu antara lain pertunjukan seni wayang, seni tari, seni kethoprak, ludruk, dll. Salah satu produk budaya yang masih digemari oleh masyarakat adalah pertunjukan seni wayang. Pertunjukan wayang cukup merakyat di kalangan masyarakat Jawa. Menurut Dharsono sebagaimana dikutip Rustopo (2012: 215-216), kebudayaan hasil tangan trampil bangsa Indonesia dari berbagai macam budayaseni menurut daerahnya masing-masing merupakan modal dasar pembangunan, perlu adanya kajian dan penggalian sebagai satu usaha pelestarian. Seni tradisi perlu dilestarikan keberadaannya, terutama untuk memberikan satu aset budaya dalam pembangunan dewasa ini. Usaha untuk mengenal kesenian Jawa termasuk mencoba untuk menggali latar belakang budaya masyarakat Jawa. Kebudayaan Jawa ini melahirkan berbagai bentuk seni klasik dalam bentuk karawitan, tari, keris, batik, arsitektur, interior, wayang dan sebagainya. 1

2 Wayang pada perkembangan Hindu terakhir dengan gaya realistik sesuai dengan kepentingan agama Hindu, dikembangkan oleh keempuan para wali pada zaman Islam dalam rekaan estetik baru sesuai dengan budaya islam. Makin menipisnya kesadaran tradisi berakibat pula surutnya daya apresiasi seni karya cipta bangsa sendiri. Hanya di pusat-pusat kesenian lama kesadaran tradisi tersebut masih tersisa untuk sekedar melestarikan nilai seni yang diwariskan dari para pencipta pendahulunya. Salah satu bentuk kesenian lama yang sarat dengan nilai-nilai budaya yang masih sempat berkembang pada pemerintahan kolonial adalah wayang, baik dilihat dari sudut pertunjukan maupun seni rupa. Wayang sebagai salah satu bukti sejarah dan kesinambungan tradisi dalam tranformasi budaya yang mampu budaya yang mampu menjadikan ciri budaya Indonesia. Menurut Sarwanto sebagaimana dikutip Rustopo (2012: 290), pertunjukan wayang kulit sebagai salah satu genre seni pertunjukan Indonesia sudah cukup lama hidup dan berkembang di Indonesia. Bahkan pertunjukan wayang kulit telah menjadi bagian kehidupan masyarakat terutama Jawa. Dari sekian pertunjukan wayang, wayang kulit purwalah yang mempunyai tempat khusus di hati sanubari orang Jawa, karena mempunyai ikatan yang erat dengan orang Jawa. Mengenai umur dan asal mula pertunjukan wayang menurut Timbul Haryono, wayang (pertunjukan wayang) diperkirakan telah ada sejak masa Jawa Kuna (tahun 908 M), pada masa pemerintahan Raja Dyah Balitung dari Kerajaan Mataram Kuna, seperti tersurat dalam Prasasti Wukajana sebagai berikut: binyunakin tontonan mamidu hyang sinalu macarita bbima kumara macarita bbima kumara mangigil kicaka si jaluk macarita Ramayana mamirus mabanyol si mungmuk si galigi mawayang buatt hyang macarita

3 ya kumara (Timbul Haryono, 2005: 177 sebagaimana dikutip Rustopo, 2012: 290). Makna tulisan dalam prasasti tersebut adalah: (diadakan pertunjukan, yaitu menyanyi (nembang) oleh Sang Tangkil, Hyang si Nalu bercerita Bhima kumara dan menarikan Kicaka. Si jaluk bercerita Ramayana, menari topeng dan melawak oleh Si Mungmuk. Si Galigi memainkan wayang untuk hyang (arwah nenek moyang) dengan cerita (Bhima) kumara (Timbul Haryono, 2005: 177 sebagaimana dikutip Rustopo, 2012: 290). Mengenai perkembangan wujud boneka wayang maupun bentuk pertunjukannya menurut tradisi lisan dikemukakan dari berbagai sumber seperti serat Centini dan serat Sastramiruda. Pertunjukan wayang paling banyak dan lengkap telah tersebar di pulau Jawa. Jawa Tengah khususnya di Surakarta, selain wayang kulit purwa, di masa lampau pernah hidup dan berkembang wayang madya, wayang gedhog, wayang krucil, wayang klitik, wayang makripat, wayang kuluk, wayang suluh, wayang kancil, wayang beber, wayang bibel, wayang warta, dan wayang sadat. Dari sekian banyak ragam wayang yang ada tersebut, hanya wayang kulit purwa lah yang paling populer, dengan beberapa alasan yaitu (1) Wiracarita Mahabarata dan Ramayana lebih populer di masyarakat Indonesia, (2) tokoh-tokoh wayang kulit purwa jumlahnya lebih banyak dan karakternya lebih beragam, (3) alur dan garapan isi cerita wayang kulit purwa selalu dapat mengakomodasi secara aktual berbagai kecenderungan yang berkembang di masyarakat, (4) wayang kulit purwa selalu dijadikan frame of reference oleh masyarakat dari masa ke masa (Bambang Murtiyoso sebagaimana dikutip Rustopo, 2012: 291-292).

4 Pada dewasa ini pertunjukan wayang kulit purwa telah mengalami perkembangan baik dari bentuk maupun dari fungsinya. Perkembangan ini dipengaruhi oleh warisan tradisional maupun hasil interaksi dengan pengaruh dari luar, yang akhirnya terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan struktur sosial. Hazim Amir sebagaimana dikutip Rustopo (2012: 133), menyatakan bahwa wayang merupakan salah satu wahana atau alat pendidikan watak yang baik sekali, karena wayang mengajarkan ajaran dan nilai tidak secara dogmatis dan teoritis sebagai suatu indoktrinasi, tetapi secara demokrasi dan kongkret dengan mnghidupkan tokoh-tokoh sebagai teladan yang nyata. Materi pendidikan watak yang ada dalam wayang berupa lakon-lakon, tokoh-tokoh dan ajrannya serta nilainilainya dapat digunakan bagi pendidikan watak dengan metoda lain, seperti pendidikan agama, PMP, dll. Maka setiap cerita atau lakon, tokoh, ajaran, dan nilai yang disajikan dalam wayang memiliki fungsi edukatif moril. Khususnya mengenai lakon wayang yang telah memiliki tema-tema khusus yang akan disampaikan sesuai dengan makna pertunjukan, dapat dipakai sebagai media pendidikan budi pekerti. Lakon yang dipertontonkan merupakan suatu pokok acara terpenting dalam suatu pertunjukan wayang. Berisi atau tidaknya lakon sangat bergantung kepada sikap kesenian, ketangkasan, kecerdasan budi pekerti, dan pengetahuan umum dalang tentang kemasyarakatan, keagamaan, politik, ekonomi, ketentaraan, ilmu jiwa, filsafat, dll (Markhamah dalam Sastroamidjojo, 2006: 26). Lakon adalah deretan yang diorganisasi dari adegan-adegan yang berkesinambungan dalam sebuah pertunjukan (Claire Holt sebagaimana dikutip Markhamah, 2006: 26).

5 Salah satu cerita wayang yang bisa disampaikan kepada peserta didik yaitu cerita Dewa Ruci. Bima sebagai murid yang patuh terhadap guru dia mau melaksanakan peintah gurunya, dan Bima tidak tahu kalau perintah ini telah membahayakan dirinya. Sekilas cerita Dewa Ruci, cerita ini dimulai ketika Begawan Durna (yang dianggap guru) memberikan Ilmu puncak kepada Bima alias Bratasena atau Werkudara dalam pencarian ilmu itu Brotosena diwajibakan mencari kayu gung susuhing angin (pohon besar bersarangnya angin) di alas Rekso Muko yang berada di gunung Condro Muko. Alas Rekso muko tempat yang sangat gawat sekali, jalma moro jalmo mati satu moro satu mati. Berangkatlah Bima ke alas Rekso Muko di gunung Condro Muko mencari kayu gung susuhing angin. Berhari-hari masuk ke hutan Bima tidak menemukan kayu gung susuhing angin tetapi malah bertemu dengan 2 raksasa penunggu hutan yang tidak terima Bima memasuki hutan tersebut. Kemudian terjadilah peperangan itu. Dari peperangan itu kedua raksasa dapat dibunuh oleh Bima, kemudian setelah mati raksasa berubah menjadi dewa yang memberi petunjuk kepada Bima bahwa ilmu sejati tidak berada dihutan ini melainkan berada di samudera minang kalbu yang berwujud Tirta perwita Sari. Berangkatlah Bima ke samudera minang kalbu. Setelah masuk kedalam samudera minang kalbu Bima berperang dengan seekor naga yang bernama Naga Nembur Nawa. Kemudian terjadilah Peperangan sengit yang terjadi pada keduanya, yang akhirnya dimenangkan oleh Bima. Setelah selesi berperang dengan naga, Bima berperang dengan sosok kecil yang persis dengan dirinya yang bernama Dewa Ruci. Dari sinilah Bima mendapatkan wejangan mengenai ilmu sejati.

6 B. Rumusan Masalah Perumusan masalah merupakan bagian terpenting yang harus ada dalam penulisan karya tulis ilmiah. Oleh karena itu, sebelum melakukanm penelitian harus mengetahui terlebih dahulu permasalahan yang ada. Permasalahan yang jelas maka proses pemecahannya akan terarah dan fokus ada permasalahan. Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka dapat dirumuskan suatu permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana proses pertunjukkan wayang kulit dengan lakon Dewa Ruci (Dalam Acara Bersih Desa di Masyarakat Desa Dadapan, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo)? 2. Apa tujuan diadakannya pertunjukkan wayang kulit dengan Lakon Dewa Ruci (Dalam Acara Bersih Desa di Masyarakat Desa Dadapan, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo)? 3. Bagaimana pendidikan nilai kerja keras diperankan dalam pertunjukan wayang kulit dengan lakon Dewa Ruci? C. Tujuan Penelitian Setiap kegiatan yang akan dilaksanakan pasti mempunyai tujuan tertentu sebagai motivasi gerak dan langkah yang ingin dicapai sehingga kegiatan yang dilakukan dapat terarah dan teratur. Tujuan merupakan puncak dari sebuah penelitian yang akan dilakukan sehingga dapat dirumuskan secara jelas. Perlunya sebuah tujuan yaitu sebagai pedoman terhadap masalah yang akan diteliti agar

7 bisa bekerja secara fokus dalam mencari data sampai langkah pemecahan masalah. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan proses pertunjukkan wayang kulit dengan lakon Dewa Ruci (Dalam Acara Bersih Desa di Masyarakat Desa Dadapan, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo). 2. Mendeskripsikan tujuan diadakannya pertunjukkan wayang kulit dengan Lakon Dewa Ruci (Dalam Acara Bersih Desa di Masyarakat Desa Dadapan, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo). 3. Mendeskripsikan pendidikan nilai kerja keras yang diperankan dalam pertunjukan wayang kulit dengan lakon Dewa Ruci. D. Manfaaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Memperoleh wawasan baru tentang pementasan wayang kulit, pendalangan dan pendalaman lakon para tokoh-tokoh wayang serta mengetahui aspek pendidikan nilai kerja keras melalui pertunjukan. b. Memberikan informasi yang akurat terhadap pengguna peneliti ini sebagai acuan dalam proses pementasan wayang kulit, pendalangan, pendalaman tokoh-tokoh pewayangan, aspek pendidikan nilai kerja keras. 2. Manfaat Praktis a. Melalui kegiatan penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan dan kerangka yang sangat berharga bagi para pengambil

8 keputusan, terutama bagi pelestari dan dalang pada pementasan wayang kulit. b. Menyebarluaskan tentang informasi mengenai arti pentingnya budaya pementasan wayang kulit. c. Sebagai calon pendidik, dapat belajar, memperoleh pendidikan dan ilmu yang baik yang berhubungan dengan pendidikan dari pementasan wayang kulit. Aspek pendidikan nilai kerja keras terdapat dalam kajian wayang kulit ini. E. Daftar Istilah Menurut Mayadi dkk. (2011: 11), daftar istilah adalah suatu penjelasan yang diambil dari kata-kata kunci dalam judul penelitian. Adapun daftar istilah dalam penelitian ini adalah: 1. Nilai. Menurut Danandjaja sebagaimana dikutip Ndraha (1997: 18), nilai adalah pengertian-pengertian (conseption) yang dihayati seseorang mengenai apa yang lebih penting atau kurang penting, apa yang lebih baik atau kurang baik, dan apa yang lebih benar atau kurang benar. 2. Kerja keras. Menurut Kesuma dkk. (2011: 17), adalah suatu istilah yang melingkupi suatu upaya yang terus dilakukan (tidak pernah menyerah) dalam menyelesaikan pekerjaan/yang menjadi tugasnya sampai tuntas. Kerja keras bukan berarti bekerja sampai tuntas lalu berhenti, istilah yang kami maksud adalah mengarahkan pada visi besar yang harus dicapai untuk kebaikan/kemaslahatan manusia (umat) dan lingkungannya.

9 3. Dalang adalah penyusun naskah, juru cerita, pemimpin pertunjukan dan juga pemain wayang. Menurut Soedarsono sebagaimana dikutip Markhamah (2006: 22), dalang harus mengetahui tambo (sejarah cerita kuno), gendhing (musik), gendheng (menyanyi), bahasa (menguasai bahasa Jawa), ompakompak (bisa bercerita dengan kata-kata yang kuat hingga menguasai sasarannya), ilmu batin (ilmu kebatinan), dan sabetan (teknik memainkan wayang). 4. Wayang kulit. Menurut Wirastodipuro sebagaimana dikutip Yasasusastra (2011: 20), wayang kulit adalah suatu pertunjukkan yang diselenggarakan oleh masyarakat Jawa, dan telah berlangsung sejak ratusan tahun yang lalu, oleh karena itu sudah merupakan tradisi atau kebudayaan Jawa. 5. Lakon. Menurut Markhamah (2006: 25), lakon berasal dari kata laku yang berarti sesuatu yang sedang berjalan atau suatu peristiwa, atau gambaran sifat manusia dalam kehidupan sehari-hari. 6. Dewa Ruci. Menurut Yasasusastra (2011: 46), Dewa Ruci adalah dewa yang memiliki postur tubuh kerdil, seperti anak kecil. Seperti tokoh Werkudara tapi bertubuh kecil dan memiliki watak yang halus.