BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pada degradasi lingkungan. Hal tersebut dilakukan karena manusia ingin

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. berbahaya dalam arti (toksisitas) yang tinggi, biasanya senyawa kimia yang sangat

perubahan kondisi tata lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan merugikan kehidupan manusia, binatang dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai penanganan pencemaran limbah laboratorium

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan kualitas lingkungan dan derajat kesehatan masyarakat disebabkan

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air. Salah satu faktor terpenting

PENGARUH KONSENTRASI TERHADAP FITOREMIDIASI LIMBAH Zn MENGGUNAKAN ECENG GONDOK (Eichornia crassipes)

BAB I PENDAHULUAN. yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. yang maju identik dengan tingkat kehidupan yang lebih baik. Jadi, kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. kondisi tersebut. Penurunan kualitas air sungai dapat disebabkan oleh masuknya

BAB I PENDAHULUAN. mengaplikasikan sifat-sifat alami proses naturalisasi limbah (self purification).

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Logam berat merupakan salah satu komponen pencemar lingkungan, baik

BAB I PENDAHULUAN. udara, air dan tanah berupa kegiatan industri dan pertambangan.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur,

TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi dan Taksonomi Kayu Apu (Pistia stratiotes)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. berbagai sektor seperti bidang ekonomi, sosial dan budaya. Momentum pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. pada kerak bumi. Merkuri sangat jarang dijumpai sebagai logam murni (native mercury) dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun gas dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Lingkungan

Felmawati Mundeng, Dian Saraswati, Ramly Abudi 1. Kata Kunci: Mercury (Hg), Hulu dan Hilir Air Sungai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. kesehatan lingkungan. Hampir semua limbah binatu rumahan dibuang melalui. kesehatan manusia dan lingkungannya (Ahsan, 2005).

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

I. PENDAHULUAN. menjanjikan untuk dieksploitasi oleh masyarakat lokal maupun masyarakat luar,

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam yang ada.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. air di kota besar di Indonesia, telah menunjukkan gejala yang cukup serius,

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran logam berat yang berlebihan di lingkungan akibat dari

Klorin merupakan unsur halogen yang sangat reaktif sehingga mudah bereaksi dengan senyawa organik maupun senyawa lainnya. Xu dkk (2005) melaporkan

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pada saat ini masyarakat modem tengah menghadapi banyak masalah. lingkungan dan pendekatan secara biologi mulai banyak dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan hidup adalah satu kesatuan ruang dengan kesemua benda, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang

Pencemaran air merupakan persoalan yang terjadi di. sungai dari badan air di Indonesia. Sumber pencemaran air

BAB I PENDAHULUAN. Laut dan kehidupan di dalamnya merupakan bagian apa yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. Laboratorium merupakan salah satu penghasil air limbah dengan

I. PENDAHULUAN. melebihi ambang batas normal (Widowati dkk, 2008). aktivitas manusia atau proses alam. Pencemaran terjadi karena adanya aktivitas

ANALISIS KADAR MERKURI (Hg) Gracilaria sp. DI TAMBAK DESA KUPANG SIDOARJO

ANALISIS KANDUNGAN MERKURI (Hg) PADA TANAH SAWAH DI DESA TALUDUYUNU KECAMATAN BUNTULIA KABUPATEN POHUWATO. Yunita Miu Nim :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

bio.unsoed.ac.id II. TELAAH PUSTAKA

BAB V PEMBAHASAN. Pada penelitian ini dilakukan pengolahan limbah laboratorium dengan

I. PENDAHULUAN. Industri tahu telah berkontribusi dalam penyediaan pangan bergizi,

I. PENDAHULUAN. manusia, akan tetapi pembangunan di bidang industri ini juga memberikan. berat dalam proses produksinya (Palar, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya.

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dunia perindustrian kini telah mengalami kemajuan yang sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia mengakibatkan bertambahnya limbah yang masuk ke lingkungan. Limbah

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan industri (Singh, 2001). Hal ini juga menyebabkan limbah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagian besar permukaan bumi terdiri atas air, luas daratan memang lebih

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah

ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT MERKURI (Hg) DAN TIMBAL (Pb) PADA IKAN NIKE (Awaous melanocephalus) DI MUARA SUNGAI BONE KOTA GORONTALO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penambangan Emas Desa Hulawa

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian juga memiliki dampak meningkatkan pencemaran oleh limbah cair

REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN

I. PENDAHULUAN. Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Khairunisa Sidik,2013

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

Anis Artiyani Dosen Teknik Lingkungan FTSP ITN Malang ABSTRAKSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan

BAB I PENDAHULUAN. besar. Total produksi selama tahun adalah sebesar ,73 kg,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

barang tentu akan semakin beraneka ragam pula hasil buangan sampingnya. Dari

BAB I PENDAHULUAN. Dengan demikian laut seakan-akan merupakan sabuk pengaman kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari sumber pencemar yang sangat berbahaya, Peristiwa keracunan

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran air dimana suatu keadaan air tersebut telah mengalami penyimpangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peralihan antara daratan dan lautan yang keberadaannya dipengaruhi oleh

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya aktivitas kehidupan manusia yang dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. tempe gembus, kerupuk ampas tahu, pakan ternak, dan diolah menjadi tepung

BAB I PENDAHULUAN. sebagai air minum. Hal ini terutama untuk mencukupi kebutuhan air di dalam

BAB I PENDAHULUAN. air yang cukup. Bagi manusia, kebutuhan akan air ini amat mutlak, karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indra Sukarno Putra, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Peristiwa meluapnya lumpur panas di lokasi pengeboran PT Lapindo Brantas di

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Uji Pendahuluan Logam Berat Cd, Pb, Hg pada Perairan Air Waduk Sengguruh

Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 3, Nomor 1, Januari 2011, Halaman ISSN:

PENGARUH AKTIVITAS PENAMBANGAN EMAS TERHADAP KONDISI AIRTANAH DANGKAL DI DUSUN BERINGIN KECAMATAN MALIFUT PROVINSI MALUKU UTARA

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran tidak hanya berasal dari buangan industri tetapi dapat berasal

BAB I PENDAHULUAN. dan mengancam pemukiman dan lingkungan, sehingga pemerintah membuat

I. PENDAHULUAN. laboratorium maupun kegiatan sehari-hari. Logam berat memiliki efek merugikan

Transkripsi:

1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk yang bertambah seperti deret ukur menyebabkan aktivitas manusia untuk memberdayakan lingkungan semakin meningkat. Aktivitas manusia ini pada akhirnya menambah beban bagi lingkungan karena berdampak pada degradasi lingkungan. Hal tersebut dilakukan karena manusia ingin memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Salah satu kegiatan manusia yang berpotensi merusak lingkungan adalah usaha penambangan emas, seperti yang dilakukan oleh masyarakat di Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulonprogo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi penelitian secara administratif berada di Dusun Sangon, Desa Kalirejo, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi DIY. Kabupaten Kulon Progo merupakan dataran pantai pada bagian selatan, perbukitan bergelombang di bagian tengah dan timur, serta perbukitan terjal dan pegunungan di bagian barat dan utara (dikenal sebagai Perbukitan Menoreh). Di wilayah ini terdapat dua Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu DAS Progo dan DAS Serang. Sungai Serang dengan anak-anak sungainya memiliki daerah aliran sungai seluas ± 3636 hektar dengan debit air minimum 0,03m 3 /detik dan maksimum 153,6 m 3 /detik. Berdasar hasil pemetaan Mikro Bahan Galian Golongan C di Kecamatan Kokap Kabupaten Kulonprogo yang dilakukan oleh Dinas Pertambangan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2001 bekerjasama dengan Jurusan Teknik 1

2 Pertambangan Fakultas Teknologi Mineral UPN Yogyakarta, dijumpai adanya bahan galian emas (Golongan B) di Dusun Sangon II, Plampang I, Plampang II, Plampang III, Kalibuka I, Sengir, Desa Kalirejo. Bahan galian tersebut berbentuk alur-alur kuarsa dalam batuan andesit alterasi yang terdapat di bawah permukaan bumi (bawah tanah), mempunyai lebar antara 10 140 cm dengan kemiringan 30 o 70 o (Tim Monitoring dan Pengawasan Pelaksanaan Program dan Kegiatan Pengusahaan Pertambangan APBN Dekonsentrasi, 2008). Alur-alur kuarsa dalam batuan andesit memiliki kandungan logam mulia emas sangat rendah. Sejak ditemukan endapan emas primer di Kecamatan Kokap pada tahun 1995/1996, eksploitasinya dilakukan oleh masyarakat sekitar penyebaran endapan emas primer tersebut. Lokasi-lokasi penambangan emas bertempat di lahan milik penduduk sendiri yang berada di sekitar lingkungan tempat tinggal. Pengujian keberadaan bijih emas dalam urat tanah, penambang menggunakan merkuri yang dicampur dengan air. Penggunaan merkuri ini sangat memungkinkan mencemari lingkungan apabila limbahnya dibuang ke lingkungan sekitar. Bijih emas dijumpai dalam bentuk alur-alur kuarsa dengan kadar yang tidak merata dan terletak di bawah permukaan bumi serta mempunyai posisi miring. Berdasar kondisi di atas, maka metode penambangan dilakukan secara gophering atau coyoting, yaitu sistem penambangan dengan lubang kerja (stope) yang mengikuti urat berkadar tinggi. Lubang bukaan yang digunakan adalah berbentuk sumuran-sumuran vertikal (shaft) dan terowongan (adit). Bila stope mulai agak tinggi, kira-kira 1,6 m, maka mulai dipasang penyangga kayu. Jika dalam

3 penggalian stope sudah cukup tinggi, maka ruangan kosong bekas penggalian harus ditutup dengan material pengisi yang berfungsi sebagai penguat dinding tambang. Alur-alur yang telah digali kemudian ditarik ke luar untuk diolah. Awal proses pengolahan adalah menumbuk batuan dan alur kuarsa mengandung emas ditumbuk sampai berukuran 1-2 cm, selanjutnya digiling dengan alat gelundung (trommol, berukuran panjang 55-60 cm, diameter 30 cm, alat penggiling 3-5 batang besi). Setiap gelundung dapat mengolah 15-25 kg bijih dalam sehari. batuan ini diproses lebih lanjut menggunakan merkuri untuk memisahkan bijih emas. Proses pengolahan emas secara sederhana menggunakan gelundung terlampir di Lampiran 11. Menurut jaringan advokasi tambang dalam Martaningtyas (2006), biasanya logam atau mineral yang dihasilkan hanya 2 5 persen dari total batuan yang dihancurkan. Sisanya sebesar 95 98 persen adalah lumpur batuan yang pada akhirnya menjadi limbah, yang mengandung merkuri. Hasil penelitian Rahayu (2004) ditemukan adanya kandungan merkuri dalam air limbah pencucian emas sebesar 0,0536 ppm. Setiabudi (2005) dalam penelitiannya menemukan bahwa sampel tanah sisa penambangan emas mempunyai kadar merkuri > 50 ppm, sedangkan di dalam tailing menunjukkan nilai konsentrasi Hg yang sangat tinggi yaitu 800 6.900 ppm. Kandungan Hg dalam tailing berhubungan erat dengan pemakaian merkuri pada saat proses penggilingan bijih emas dengan gelundung. Nilai ini telah

4 melebihi ambang batas zat pencemar dalam limbah yang diperbolehkan berdasar Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 yakni 0,01 ppm (Presiden Republik Indonesia, 2001), dan berdasar Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 202 tahun 2004, bahwa kadar merkuri dalam sedimen tidak boleh melebihi 0,005 ppm. Menurut standar baku mutu untuk penggunan pertanian batas aman merkuri yang diperbolehkan adalah 0,5 ppm (KLH-Dalhousie University Canada, 1992). Sementara Ghosh dan Singh (2005) menuliskan bahwa toksisitas merkuri dalam tanah untuk tanaman sebesar 0,05 ppm. Mengingat merkuri sangat berpotensi mencemari lingkungan di daerah ini, maka patut mendapat perhatian serius, agar tidak berdampak negatif kepada penduduk sekitar. Pada kesempatan ini telah dipilih satu metoda remediasi merkuri yang mudah, berbahan baku lokal, yaitu fitoremediasi. Spesies tanaman yang dipilih adalah Paraserianthes falcataria, Acacia sieberiana, dan Acacia auriculiformis. Ketiga spesies ini banyak tumbuh di Kokap Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta, yang menggambarkan bahwa lingkungan di daerah setempat sesuai dengan kebutuhan hidupnya. 1.2 Permasalahan Para penambang emas di daerah Kokap membuang tanah sisa olahan (lumpur batuan) ke dalam galian tanah yang cukup lebar dan dalam di sekitar lahan pemukiman penambang. Hal ini akan membahayakan apabila merkuri yang terkandung di dalam tanah mengikuti daur makanan, sampai kepada manusia. Dilaporkan oleh Appleton dkk. (2001) bahwa kontaminasi merkuri dari penambangan emas merupakan salah satu masalah lingkungan yang terburuk yang

5 terjadi di ekosistem. Kondisi buruk ini berhubungan dengan efek jangka panjang, toksisitas logam merkuri di ekosistem dan akumulasinya dalam jaring makanan. Merkuri akan diubah menjadi metilmerkuri (CH3Hg) oleh bakteri pereduksi sulfat melalui proses metilasi (methylation). Metilmerkuri akan memasuki jaring makanan dan terakumulasi dalam tubuh manusia (Roulet dkk. 2001), serta berikatan dengan protein sehingga bersifat racun bagi tubuh (Riyatun dkk., 2004). Fardiaz (1992) menjelaskan bahwa merkuri yang masuk ke dalam tubuh akan menyebabkan keracunan akut dan kronis. Dampak terhadap kesehatan yang diakibatkan oleh merkuri adalah, pada kasus berat dapat menyebabkan penyempitan medan penglihatan, gangguan akomodasi dan keseimbangan otot mata, kemungkinan terjadi ketulian, gangguan pada fungsi alat keseimbangan, kulit pucat, gangguan bicara, gangguan koordinasi otot-otot lengan dan tungkai bawah, kepekaan indra perasa dan pembau, dan sebagainya. World Health Organization (WHO) pada tahun 1990 menyampaikan pula bahwa keracunan oleh persenyawaan merkuri seperti HgCl2 dapat merusak sel-sel jaringan faal dalam tubuh seperti merusak hepar, ginjal, saluran pencernaan atau pertukaran zat-zat (metabolisme) dari jaringan tubuh tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya dan akan menyebabkan kematian. Menurut WHO, asupan merkuri yang diperkenankan dalam seminggu adalah 200 μg pada manusia dengan berat badan 70 kg. Untuk penduduk Indonesia yang mempunyai berat rerata 60 kg, asupan merkuri yang diperbolehkan adalah sebesar 171,42 μg per minggu atau 24,2 μg per hari (Rizal, 2003).

6 Mata pencaharian penduduk setempat adalah petani dan buruh, serta sebagian kecil bekerja sebagai karyawan dan pedagang. Beberapa kebutuhan makan terutama sayuran dipenuhi dari lokasi setempat, yang mempunyai kemungkinan merkuri terserap di dalam sayuran tersebut. Sehubungan dengan kondisi masyarakat setempat, maka pada penelitian ini ditekankan penanganan merkuri yang dihasilkan dari proses penggilingan emas yang masih berada di dalam tanah, sehingga diharapkan tidak sampai masuk ke dalam sungai. Upaya penekanan bahaya oleh merkuri, perlu dilakukan melalui pemulihan atau penurunan kandungan merkuri yang terkandung di dalam tanah (lumpur tambang) secara lebih serius dan sungguh-sungguh. Ada tiga metoda pemulihan, yang pertama adalah kimiawi yaitu dengan menggunakan bahan kimia, mengendapkan atau mengoksidasi senyawa yang terkandung dalam limbah, atau mengubah struktur molekul senyawa dalam limbah. Kedua adalah biologis atau bioremediasi yaitu menguraikan senyawa organik beracun menjadi senyawa sederhana dengan menggunakan mikroorganisme. Ketiga, fitoremediasi yaitu mengabsorbsi logam berat melalui tanaman industri. Dari ketiga metoda tersebut, fitoremediasi merupakan pilihan yang baik karena bisa mengatasi permasalahan ganda sekaligus di lahan bekas penambangan emas, yaitu mengikat partikel tanah dan menyerap merkuri di dalam tanah. Indonesia yang kaya dengan keanekaragaman hayati tumbuhan, termasuk daerah Kulon Progo, berpeluang sangat besar untuk menerapkan metode ini. Sistem perakaran tanaman yang menyebar dan menjorok masuk ke dalam tanah sangat kuat memegang partikel-partikel tanah dan air tanah, sehingga

7 mengurangi hilangnya tanah dan air oleh erosi maupun longsor. Bulu-bulu akar sangat efektif melakukan penyerapan terhadap air beserta ion-ion yang terlarut di dalamnya, termasuk merkuri, menyebabkan merkuri di dalam tanah menjadi berkurang atau hilang. Upaya peningkatan pertumbuhan tanaman sangat penting dilakukan untuk memaksimalkan proses fitoremediasi oleh tumbuhan tersebut. Pengelolaan medium pertumbuhan dan perlakuan fisiologis tumbuhan adalah peluang yang dapat ditangani untuk tujuan tersebut. Penambahan bahan organik akan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Proses fisiologis tanaman ditingkatkan dengan pemberian mikronutrien untuk memacu pembentukan bintil akar dan perlakuan pemotongan akar atau underground root pruning (selanjutnya ditulis URP) yang akan menghambat pembentukan akar pucuk serta merangsang pembentukan serabut dan bulu-bulu akar, diharapkan semakin memacu fitoremediasi, dengan demikian merkuri dalam tanah segera dapat dibersihkan. Berdasar uraian di atas muncul permasalahan bagaimanakah pengaruh bahan organik, mikronutrien, pemangkasan akar serta jenis tanaman uji terhadap fitoremediasi merkuri yang terkandung dalam tanah sisa olahan penambangan emas di Kokap Kabupaten Kulonprogo, yang dicoba pada skala laboratorium? Bagaimanakah pengaruh kelerengan terhadap penurunan merkuri dalam tanah yang dilakukan melalui percobaan skala lapangan? Bagaimana implikasi fitoremediasi merkuri terhadap lingkungan di Kokap Kabupaten Kulon Progo?

8 1.3 Keaslian dan kedalaman penelitian Penelitian tentang fitoremediasi telah banyak dilakukan terutama digunakan untuk menangani pencemaran logam berat di dalam air maupun dalam tanah. Kadar Hg dalam tanah sisa olahan penambangan emas di Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo berkisar 26 ppm, jauh melebihi ambang batas zat pencemar dalam tanah, yang menurut standar baku mutu untuk penggunan pertanian batas aman merkuri yang diperbolehkan adalah 0,5 ppm (KLH- Dalhousie University Canada, 1992). Sementara Ghosh dan Singh (2005) menuliskan bahwa toksisitas merkuri dalam tanah untuk tanaman sebesar 0,05 ppm. Di samping itu belum ada penanganan merkuri yang dilakukan oleh pelaku penambangan maupun Pemerintah setempat. Penelitian yang telah dilaksanakan belum ditemukan penggunaan tanaman keras yang berumur panjang, serta penggabungan pemberian bahan organik, mikronutrien serta perlakuan fisiologis berupa pemangkasan akar untuk memacu proses remediasinya. Penelitian tentang remediasi yang telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti disajikan dalam Tabel 1.1. Tabel 1.1 Beberpa penelitian tentang remediasi Peneliti Tahun Judul penelitian Lokasi Hasil penelitian Cunningham, SD et al. 1997 Phytoremidiation of contaminated water and soil Amerika Akar mengeluarkan enzim yang diduga menurunkan konsentrasi xenobiotik di sekitar tumbuhan. Hoagland et al. 1997 An integrated phytoremidiatiion strategy for chloroacetamide herbicide in soil Amerika Vegetasi adalah metode efektif untuk meremediasi kontaminan dalam tanah. Tanah yang mempunyai rizosfer efektif meningkatkan degradasi glikol-etilen

9 dibanding tanah tanpa rizosfir. Rina Sutriana 2003 Pemanfaatan tanaman krisan (Chrysanthemum morifolium) sebagai upaya fitoremediasi logam Pb pada tanah Yogyakarta Tanaman krisan (Chrysanthemum morfolium) mampu menyerap logam Pb (timbal) di dalam tanah sebesar 307,3 ppm selama 4 minggu, dan Pb yang terakumulasi dalam tubuh tumbuhan sebesar 672,5 ppm. David Andrio 2003 Remediasi tanah tercemar logam Cu dengan metode fitoekstraksi menggunakan Helianthus annuus Yogyakarta Helianthus annuus mampu menurunkan logam Cu dalam tanah sebesar 24,2 ppm, dan serapan Hg sebesar 11 μg. Dedi Afandi 2004 Pengaruh waktu tinggal limbah dan tanaman eceng gondok (Eichornia crassipes) terhadap penurunan kadar Hg dalam limbah pencucuian emas Yogyakarta Dalam kurun waktu 10 hari, kadar Hg turun dari 0,0084 mg/l menjadi 0,0046 mg/l Najat Wahyu Mujianto 2004 Penurunan sianida pada limbah tapioka dengan menggunakan tanman ki apu (Pistia stratiotes) sebagai biofilter Yogyakarta Tanaman ki apu berjumlah 15 individu dalam 10 L limbah, mampu menurunkan sianida sebesar 98,29 % dari semula. Budhi Priyanto 2004 Teknologi fitoremidiasi dengan pendekatan lahan buatan bagi pembersih pencemaran di perairan Serpong Diperoleh berbagai tumbuhan lokal yang potensial digunakan untuk fitoremediasi. Lemna sp mampu menghilangkan Pb (20 ppm) dan Cd (0,1 ppm) dalam waktu 7 hari serta mendorong pengurangan COD dari limbah tahu (500 ppm) Budhi Priyanto 2006 Pengembangan teknologi pemanfaatan sumberdaya hayati tumbuhan untuk pem-bersihan pen- cemaran logam Serpong - Lima jenis tanaman air (Eichornia crassipes, Pistia stratiotes, Salvinia cucullata, Typha latifolia dan Scirpus grossus) dipilih untuk pengolahan limbah logam berat. - Tanaman kayu apu (Pistia stratiotes) dan eceng gondok (Eichornia

10 crassipes) dapat menurunkan kandungan Cd 1sampai di bawah batas ambang (0,01 ppm) selama waktu tinggal 6 hari. 1.4 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh jenis tanaman keras, takaran kompos, takaran mikronutrien dan URP terhadap penurunan kadar merkuri yang terkandung dalam tanah sisa olahan penambangan emas (lumpur tambang) serta mendapatkan suatu rancangan fitoremediasi yang meliputi terpilihnya tumbuhan yang sesuai, medium pertumbuhan tanaman, serta perlakuan fisiologi URP. 2. Mengetahui pengaruh kelerengan terhadap penurunan kadar merkuri dalam tanah yang diuji melalui percobaan skala lapangan. 3. Menyusun rancangan remediasi merkuri yang ramah lingkungan pada tanah sisa olahan penambangan emas di Kokap Kulonprogo berdasar rancangan fitoremediasi yang terbaik berdasar percobaan skala laboratorium dan skala lapangan. 1.5 Manfaat penelitian 1. Bagi ilmu pengetahuan dapat ditemukan rancangan fitoremediasi yang dipercepat, sehingga tanaman dapat menguras merkuri di tanah dalam waktu yang lebih singkat. 2. Bagi masyarakat, fitoremediasi ini merupakan langkah untuk memutus rantai merkuri agar tidak sampai kepada manusia, sehingga masyarakat di sekitar daerah penambangan emas akan terhindar dari penyakit yang ditimbulkan oleh merkuri.

11 1.6 Dasar pemikiran PENAMBANGAN EMAS DI KOKAP KABUPATEN KULONPROGO PENCEMARAN MERKURI DALAM TANAH RANCANGAN FITOREMEDIASI eksperimen SELEKSI TANAMAN - tanaman industri - batang kokoh - serabut akar banyak MODEL MEDIA PERTUMBUHAN - penambahan bahan organik - pemberian mikronutrien PERLAKUAN FISIOLOGIS - pemangkasan akar - pola pertumbuhan - sifat fisika tanah - kerapatan serabut akar - laju transpirasi - sifat kimia tanah (berat akar) - serapan hara FITOREMEDIASI MERKURI RAMAH LINGKUNGAN UJI LAPANGAN KELERENGAN PERENCANAAN FITOREMEDIASI TANAH SISA OLAHAN PENAMBANGAN EMAS MENURUNKAN KADAR MERKURI DALAM TANAH MODEL FITOREMEDIASI UNTUK MENURUNKAN MERKURI DALAM TANAH DI KOKAP KABUPATEN KULONPROGO YOGYAKARTA Gambar 1.1 Dasar pemikiran penelitian