BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Sistem Pengertian Sistem

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Pengertian Pemasaran Pengertian Manajemen Pemasaran Pengertian Jasa

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Model-Model User Acceptance

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. A. Unified Theory of Acceptance and Use of Technology (UTAUT) Model ini menggabungkan delapan model sekaligus, yaitu:

TINJAUAN BEBERAPA MODEL TEORI DASAR ADOPSI TEKNOLOGI BARU

BAB II LANDASAN TEORI. proses bisnis. Teknologi informasi adalah seperangkat alat untuk membantu

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Teknologi Komputer

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

Bab 2 Tinjauan Pustaka

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. disajikan secara langsung, kapan saja, dan dimana saja. bernama UWKS Academic Smart Mobile. Aplikasi tersebut bertujuan

BAB 2 : LANDASAN TEORI LANDASAN TEORI. 2.1 Payment Gateway

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Judul : Penerapan Model Unified Theory of Acceptance and Use of Technology 2 untuk Menjelaskan Minat dan Penggunaan Mobile Banking

BAB I PENDAHULUAN. manual (kertas). Pengumpulan data secara manual dapat mengurangi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian mengenai aplikasi Stikom Institutional

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. menggunakan perangkat mobile serta jaringan nirkabel (Ayo et al., 2007). Jonker

BAB 1 PENDAHULUAN. keseharian kita. Begitu juga alat transportasi. Di Indonesia, terdapat tiga jenis

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. banyak. Tercatat dalam statistik Bank Indonesia (2012), banyaknya perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Evaluasi Penerimaan Teknologi Informasi Mahasiswa di Palembang Menggunakan Model UTAUT

PENDAHULUAN. sebagai e-learning. Namun dalam perkembangannya e-learning memiliki

Artikel Ilmiah. Diajukan kepada Fakultas Teknologi Informasi untuk memperoleh gelar Sarjana Sistem Informasi. Peneliti: Indahyana Putri Manafe

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. muka. Fenomena ini yang kemudian dapat dilihat dalam bisnis e-commerce yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Dengan adanya hasil pertemuan dari World Summit on the Information Society

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Unified Theory of Acceptance and Use of Technology (UTAUT) Model Unified Theory of Acceptance and Use of Technology (UTAUT)

Bab 2. Landasan Teori

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian mengenai aplikasi hybrid learning Brilian

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Unified Theory of Acceptance and Use of Technology (UTAUT)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Technology Acceptance Model (TAM) diadopsi dari model The Theory of

BAB I PENDAHULUAN. perubahan lingkungan yang serba cepat dan dinamis. Organisasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fokus utama penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang

KNOWLEDGE MANAGEMENT. Model Knowledge Management. Pertemuan 3

BAB I PENDAHULUAN. Ibid, hlm Jogiyanto, Sistem Informasi Keperilakuan Edisi Revisi. Yogyakarta: Penerbit Andi, Tahun 2009, hlm 111.

ANALISIS PERILAKU PENGGUNA SISTEM UNIKOM KULIAH ONLINE MENGGUNAKAN MODEL UTAUT

BAB 2 LANDASAN TEORI

EVALUASI PENERIMAAN JEJARING SOSIAL GOOGLE+ PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS DI WILAYAH JAKARTA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. mengambil keputusan yang tepat, Tata Sutabri (2004:6). Informasi yang bersifat

Benediktus Kukuh Ganang Indarto NRP

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk pengembangan sistem informasi (Venkatest et al, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. fungsi standar menjadi hadirnya sebuah telepon seluler pintar atau smartphone

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS Ketidakjujuran Akademik (Academic Dishonesty)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

ANALISIS AWAL PENERIMAAN APLIKASI E-KRS MENGGUNAKAN PENDEKATAN TAM (TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Artikel Ilmiah. Peneliti : Widya Suprapto

BAB II LANDASAN TEORI

PENERAPAN MODEL UNIFIED THEORY OF ACCEPTANCE AND USE OF TECHNOLOGY ( UTAUT) DALAM MENGANALISIS PENGGUNAAAN MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS SIMULASI

Fitri Imandari Endang Siti Astuti Muhammad Saifi Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penilitian terdahulu mengenai technology acceptance model dan situs jejaring

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 2 TINJAUAN TEOROTIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. (hardware) dan perangkat lunak (software) memberikan kekuatan untuk mengelola

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. lebih komponen-komponen yang saling berkaitan (interrelated) atau subsistemsubsistem

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah penggunaan internet. Dalam setiap hal pasti memiliki kemanfaatan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

KAJIAN TERHADAP PERILAKU PENGGUNA SISTEM INFORMASI MENGGUNAKAN MODEL UTAUT

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari lingkungan pembelajaran telah meningkat secara drastis. Salah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan Information and Communication Technology ( ICT ) yang. keuntungan yang masuk, baik secara finansial maupun jaringan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen

SKRIPSI HALAMAN SAMPUL FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU AUDITOR TERHADAP PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI PADA PROSES AUDIT

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. individu dikarenakan faktor-faktor, seperti sikap individu, norma-norma

BAB I PENDAHULUAN. Informasi yang berkualitas merupakan informasi yang strategis untuk

EVALUASI PENERAPAN FROFAST MENGGUNAKAN MODEL UTAUT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Logika dan Desain Pemrograman adalah salah satu mata kuliah yang ada

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN SISTEM INFORMASI DENGAN MINAT PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI SEBAGAI VARIABEL PEMEDIASI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan untuk selalu berkembang dengan pendidikan. Pendidikan

LANDASAN TEORI. akhir ini, adapun teori-teori yang digunakan sebagai berikut:

BAB III METODE PENELITIAN. minat perilaku nasabah dalam penggunaan layanan menggunakan model integrasi

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan teknologi untuk meningkatkan pelayanannya. Teknologi informasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pergeseran paradigma dalam pendidikan yang semula terpusat menjadi terdesentralisasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. diperkenalkan oleh Fred D. Davis. Davis et al. (1989) menyebutkan bahwa TAM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab tinjauan pustaka ini terdiri dari dua Sub Bab yaitu Sub Bab 2.1 Landasan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam era globalisasi ini telah membuat perusahaan untuk fokus mengubah cara

HUBUNGAN FAKTOR PENERIMAAN APLIKASI UJIAN SEKOLAH BERBASIS KOMPUTERMENGGUNAKAN MODEL UTAUT

KAJIAN TEKNOLOGI SISTEM UJIAN ONLINE DENGAN MENGGUNAKAN MODEL UTAUT

PENGARUH PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN SISTEM INFORMASI TERRHADAP KINERJA INDIVIDU

PENERAPAN METODE UTAUT UNTUK MEMAHAMI PENERIMAAN DAN PENGGUNAAN APLIKASI TRANSPORTASI ONLINE (STUDI KASUS : WILAYAH JABODETABEK)

Analisis Pemanfaatan Teknologi Informasi menggunakan Pendekatan Unified Theory of Acceptance and Use Technology

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR

BAB I PENDAHULUAN. organisasi, maka semakin besar pula kebutuhan akan informasi. Penggunaan

Transkripsi:

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem 2.1.1 Pengertian Sistem Menurut (Satzinger, Jackson, & D.Burd, 2009) Sistem adalah kumpulan dari beberapa komponen yang saling berhubungan dan bekerja sama untuk mencapai suatu hasil. Sistem juga merupakan kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan yang berada dalam suatu wilayah serta memiliki item-item penggerak, contoh umum misalnya seperti negara. Negara merupakan suatu kumpulan dari beberapa elemen kesatuan lain seperti provinsi yang saling berhubungan sehingga membentuk suatu negara dimana yang berperan sebagai penggeraknya yaitu rakyat yang berada dinegara tersebut. Menurut (Williams & Sawyer, 2005) Sistem adalah sekumpulan komponen yang saling berhubungan dan berinteraksi untuk melakukan suatu pekerjaan dalam usaha mencapai suatu tujuan. Menurut (Stair & Reynolds, 2010) Sistem adalah satu set dari elemen atau komponen yang berinteraksi untuk mencapai tujuan. Istilah yang sering dipergunakan untuk mengembangkan suatu set entitas yang berinteraksi, dimana suatu model matematika sering dibuat. Sehingga dapat disimpulkan Sistem adalah sekelompok komponen dan elemen yang digabungkan menjadi satu untuk mencapai tujuan tertentu. 2.2 Informasi 2.2.1 Pengertian Informasi Menurut (Satzinger, Jackson, & Burd, 2005) Informasi merupakan data yang telah diubah atau dimanipulasi menjadi konteks yang berarti dan berguna bagi pemakainya. Sebagai contoh, dokumen berbentuk 9

10 spreadsheet seringkali digunakan untuk membuat informasi dari data yang ada didalamnya. Laporan laba rugi dan neraca merupakan bentuk informasi, sementara angka-angka didalamnya merupakan data yang telah diberi konteks sehingga menjadi punya makna dan manfaat. Menurut (McLeod, 2004), Informasi merupakan data yang sudah diproses atau suatu data yang memiliki arti. Menurut (Whitten, Dittman, & Bentley, 2004), Informasi adalah data yang sudah di proses atau yang sudah dibentuk ulang menjadi bentuk yang memiliki arti. Suatu informasi dibentuk dari kumpulan data atau kombinasi data yang bertujuan agar memiliki arti kepada penerima informasi. Sehingga dapat disimpulkan Informasi adalah sekumpulan data atau fakta yang diorganisasi atau diolah dengan cara tertentu sehingga mempunyai arti bagi penerimanya. Data yang telah diolah menjadi sesuatu yang berguna bagi si penerima maksudnya yaitu dapat memberikan keterangan atau pengetahuan. Dengan demikian yang menjadi sumber informasi adalah data. Informasi dapat juga dikatakan sebuah pengetahuan yang diperoleh dari pembelajaran, pengalaman, atau instruksi. 2.3 Sistem Informasi 2.3.1 Pengertian Sistem Informasi Menurut (Satzinger, Jackson, & Burd, 2005) Sistem Informasi adalah kumpulan komponen yang saling terkait yang mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan menyediakan sebagai output informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas-tugas bisnis. Dalam arti yang sangat luas, istilah sistem informasi yang sering digunakan merujuk kepada interaksi antara orang ke orang, proses algoritma, data, dan teknologi. Dalam pengertian ini, istilah ini digunakan untuk merujuk tidak hanya pada penggunaan organisasi teknologi informasi dan komunikasi (TIK), tetapi juga untuk cara di mana orang berinteraksi dengan teknologi ini dalam mendukung proses bisnis.

11 Menurut (Whitten, Dittman, & Bentley, 2004) Sistem informasi adalah pengaturan, orang, data, proses, dan teknologi informasi yang berinteraksi untuk mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan menyediakan sebagai output informasi yang diperlukan untuk mendukung sebuah organisasi. Sehingga dapat disimpulkan Sistem informasi adalah gabungan yang terorganisasi dari manusia, perangkat lunak, perangkat keras, jaringan komunikasi dan sumber data dalam mengumpulkan, mengubah, dan menyebarkan informasi dalam organisasi. 2.4 Customer 2.4.1 Pengertian Customer Menurut (Griffin, 2005) Customer adalah seorang yang menjadi terbiasa untuk membeli. Kebiasaan itu terbentuk melalui pembelian dan interaksi seiring selama periode waktu tertentu, tanpa adanya hubungan yang kuat dan pembelian berulang, orang tersebut bukanlah customer, ia adalah pembeli. Customer yang sejati tumbuh seiring dengan waktu. Menurut (Lupiyoadi, 2001) mendefinisikan Customer adalah seorang individu yang secara continue dan berulang kali datang ke tempat yang sama untuk memuaskan keinginannya dengan memiliki suatu produk atau mendapatkan suatu jasa dan memuaskan produk atau jasa tersebut. Menurut Gasperz dalam (Nasution, 2004) customer adalah semua orang yang menuntut perusahaan untuk memenuhi suatu standar kualitas tertentu yang akan memberikan pengaruh pada performansi perusahaan dan manajemen perusahaan. Dari semua pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa customer adalah individu yang melakukan pembelian kebutuhan yang bisa membuat puas dengan membandingkan beberapa aspek seperti harga, standar

12 kualitas barang atau jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan pribadi dan rumah tangga. 2.5 Knowledge 2.5.1 Pengertian Knowledge Menurut (Notoatmodjo, 2003) Knowledge adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar menjawab pertanyaan What. Knowledge merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan, penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Menurut (Pearlson & Saunders, 2004) Knowledge adalah sebuah campuran dari informasi kontekstual, pengalaman, aturan dan nilai. Knowledge bermakna lebih kaya dan lebih bernilai karena seseorang telah berpikir dalam mengenai informasi tersebut juga menambahkan keahlian dan kebijaksanaannya secara unik. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa knowledge berisi informasi yang dapat membantu manusia dalam memecahkan berbagai permasalahan dan knowledge bisa didapat dari mana saja dan tersedia dalam berbagai macam bentuk. 2.5.2 Jenis dan Konversi Knowledge Menurut (Dalkir, 2011) Knowledge pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu: 1) Tacit knowledge adalah knowledge yang ada pada diri seseorang dan relatif sulit untuk diformalkan atau diterjemahkan, sehingga masih ada hambatan untuk dikomunikasikan dengan individu lain. Tacit knowledge bersifat subyektif, intuisi, terkait erat dengan

13 aktivitas dan pengalaman individu serta idealisme, values, dan emosi. Tacit knowledge memiliki 2 dimensi, yaitu: 1. Dimensi teknis, yang lebih bersifat informal dan knowhow dalam melakukan sesuatu. Dimensi teknis yang mengandung prinsip-prinsip dan teknis knowledge yang diperoleh karena pengalaman, relatif sulit didefinisikan dan dijelaskan. 2. Dimensi kognitif, terdiri dari kepercayaan persepsi, idealisme, values, emosi dan mental yang juga sulit dijelaskan. Dimensi ini akan membentuk cara seseorang menerima segala sesuatu yang ada di lingkungannya. 2) Explicit Knowledge adalah knowledge yang sudah dapat dikemukakan dalam bentuk data, formula, spesifikasi produk, manual, prinsip-prinsip umum, dan sebagainya. Knowledge ini telah menjadi milik perusahaan dan siap untuk ditransfer kepada semua individu dalam perusahaan secara formal dan sistematis. Interaksi antara tacit dan explicit knowledge ini disebut sebagai proses konversi pengetahuan (process knowledge conversion). Proses konversi dapat berasal dari knowledge yang bersifat tacit atau explicit untuk diubah menjadi knowledge yang bersifat tacit atau explicit. Apabila knowledge telah berubah menjadi tacit, maka knowledge siap digunakan antara lain untuk menghasilkan produk baru dan melakukan pelayanan yang lebih baik, sedangkan bila knowledge telah diubah menjadi explicit, maka knowledge siap untuk ditransfer kepada seluruh karyawan dalam perusahaan atau diubah ke dalam expert system. 2.5.3 Proses penciptaan Knowledge Proses penciptaan Knowledge perusahaan terjadi karena adanya interaksi (konversi) antara Tacit Knowledge dan Explicit Knowledge,

14 melalui proses sosialisasi, eksternalisasi, kombinasi, dan internalisasi/seci (Dalkir, 2011). Gambar 2.1 The Nonaka and Takeuchi Knowledge Spiral (Sumber : Dalkir, 2011 ) 1. Tacit to Tacit (Sosialisasi) Proses bersosialisasi antar karyawan (SDM) pada perusahaan dilakukan melalui rapat, diskusi, dan pertemuanpertemuan yang sudah dijadwalkan oleh perusahaan (tatap muka). Melalui pertemuan-pertemuan tatap muka ini, karyawan dapat saling berbagi Knowledge dan berbagi pengalaman pribadi yang dimiliki oleh para karyawan sehingga menciptakan suatu Knowledge yang baru. 2. Tacit to Explicit (Eksternalisasi) Proses Eksternalisasi adalah proses untuk mengartikulasikan Tacit Knowledge akan menjadi suatu konsep yang lebih jelas. Dukungan terdahap proses eksternalisasi ini, bisa diberikan dengan cara mendokumentasikan notulen rapat atau pertemuan-pertemuan yang telah diadakan dalam bentuk elektronik kemudian bisa dipublikasikan kepada yang berkepentingan. 3. Explicit to Explicit (Kombinasi)

15 Proses konversi Knowledge melalui kombinasi adalah dengan melakukan kombinasi berbagai jenis-jenis Explicit Knowledge yang berbeda untuk disusun kedalam system Knowledge. Media didalam melakukan proses ini dapat dilakukan melalui intranet, internet, database perusahaan. 4. Explicit to Tacit (Internalisasi) Explicit to Tacit proses dimana semua dokumen data, informasi, dan Knowledge sudah didokumentasikan dan dapat disebarkan dan akan meningkatkan Knowledge para karyawan. Sumber-sumber dari Explicit Knowledge bisa diperoleh dari media intranet, surat keputusan, papan pengumuman, internet dan media massa sebagai sumber external. Jadi bisa disimpulkan bahwa penciptaan Knowledge berawal dari adanya interaksi (proses konversi) antara Tacit Knowledge dan Explicit Knowledge yang terdiri dari proses sosialisasi, eksternalisasi, kombinasi dan internalisasi yang kemudian terbentuk menjadi SECI process yang berguna untuk melakukan suatu pemetaan infrastruktur knowledge dalam perusahaan. 2.6 Knowledge Management 2.6.1 Pengertian Knowledge Management Menurut (Laudon, 2002), Knowledge Management berfungsi meningkatkan kemampuan organisasi untuk belajar dari lingkungannya dan menggabungkan knowledge ke dalam proses bisnis. Knowledge Management adalah serangkaian proses yang dikembangkan dalam suatu organisasi untuk menciptakan, mengumpulkan, memelihara dan mendiseminasikan knowledge organisasi tersebut. Sedangkan menurut (Dalkir, 2011) Knowledge Management adalah suatu relasi dimana people, technology, process, dan organizational structure yang sistematis untuk menambah nilai reuse dan innovation.

16 Relasi ini terjadi melalui: Creating, Sharing, Applying knowledge, termasuk pengalaman dari lesson learned dan best practices agar knowledge penting dapat diingat. Jadi dapat simpulkan Knowledge Management proses untuk membantu menyelesaikan pekerajaan dengan efektif dan efisien, meningkatkan kinerja dan menciptakan inovasi pada suatu perusahaan. 2.7 Customer Knowledge Management 2.7.1 Pengertian Customer Knowledge Management Menurut (Gibbert, Michael, Leibold, & Probst, 2002), Customer Knowledge Management sebagai manajemen pengetahuan dari customer dan menekankan Customer Knowledge Management sebagai proses strategis di mana nasabah diberdayakan sebagai mitra pengetahuan. Menurut (Wilde, 2011), Implementasi Customer Knowledge Management (CKM) diharapkan dapat mengisi kesenjangan knowledge pada customer. Jika knowledge digunakan dalam target orientasi, hal ini dapat diperlukan untuk mampu diakses dan untuk berbagi secara sistematis. Dengan mengintegrasikan Customer Knowledge Management, customer dapat menjadi mitra aktif bagi perusahaan. Customer Knowledge Management hanya berfokus pada mengelola knowledge tentang customer. Tujuannya adalah untuk meningkatkan orientasi customer dan untuk membangun hubungan customer dalam jangka panjang. CKM tidak mampu sepenuhnya mencapai tujuan tersebut, karena hal tersebut kurang terintegrasi dengan customer. Oleh karena itu, transfer antara perusahaan dan customer sangat diperlukan dengan menerapkan CKM. Customer lebih terintegrasi dari CKM dan menjadi mitra aktif berpengetahuan, akibatnya knowledge dari, untuk dan tentang customer dapat digunakan secara efisien. 2.8 Customer Relationship Management Menurut (Kotler & Keller, 2009) mendefinisikan Customer Relationship Management sebagai proses pengelolaan informasi rinci mengenai titik sentuhan individual pelanggan untuk memaksimalkan

loyalitas pelanggan. Untuk sebuah restoran, titik sentuh itu dapat mencakup pelayanan pasar ikan, pelayanan kasir, waiter/waitress, dan reservasi. 17 Sedangkan Menurut (Lovelock, Christopher, & Wirtz, 2011), Customer Relationship Management menandakan seluruh proses mengenai hubungan apa yang terjalin dan apa yang terpelihara dengan customer yang harus dilihat sebagai pembuka jalan untuk membangun loyalitas pelanggan. Jadi dapat disimpulkan Customer Relationship Management adalah membangun sebuah hubungan baik terhadap customer untuk jangka yang panjang. 2.9 Metode Penelitian Kuantitatif Metode penelitian kuantitatif merupakan salah satu jenis penelitian yang spesifikasinya adalah sistematis, terencana, dan terstruktur dengan jelas sejak awal hingga pembuatan desain penelitiannya. Definisi lain menyebutkan penelitian kuantitatif adalah penelitian yang banyak menuntut penggunaan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya. Demikian pula pada tahap kesimpulan penelitian akan lebih baik bila disertai dengan gambar, table, grafik, atau tampilan lainnya. Menurut (Sugiyono, 2006) metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu. Teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2012). Metode kuantitatif sering juga disebut metode tradisional, positivistik, ilmiah dan metode discovery. Metode kuantitatif dinamakan metode tradisional, karena metode ini sudah cukup lama digunakan sehingga sudah mentradisi sebagai metode untuk penelitian. Metode ini disebut metode discovery karena dengan metode ini dapat ditemukan dan dikembangkan berbagai iptek baru. Metode ini disebut metode kuantitatif karena data penelitian berupa angka-

18 angka dan analisis menggunakan statistik. Metode ini disebut sebagai metode ilmiah karena metode ini telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu konkrit, empiris, obyektif, terukur, rasional dan sistematis. Metode ini juga disebut sebagai metode positivistik karena berlandaskan pada filsafat positivisme. 2.10 Model Penerimaan Teknologi Penerimaan pengguna terhadap implementasi sistem teknologi informasi dapat didefinisikan sebagai keinginan yang nampak didalam kelompok pengguna untuk menerapkan sistem teknologi informasi tersebut dalam pekerjaannya. Semakin menerima sistem teknologi informasi yang baru, semakin besar kemauan pemakai untuk merubah praktek yang sudah ada dalam penggunaan waktu serta usaha untuk memulai secara nyata pada sistem teknologi informasi yang baru (Hendrawati, 2013). Akan tetapi apabila pemakai tidak mau menerima sistem teknologi informasi yang baru, maka perubahan sistem tersebut menyebabkan tidak memberikan keuntungan yang banyak bagi organisasi atau perusahaan, merupakan salah satu model penerimaan teknologi terkini yang dikembangkan oleh (Venkatesh, Morris, Davis, & Davis, 2003) UTAUT mensintesis elemen-elemen pada delapan model penerimaan teknologi terkemuka untuk memperoleh kesatuan pandangan mengenai penerimaan pengguna. Kedelapan teori terkemuka yang disatukan di dalam UTAUT adalah sebagai berikut: 1. Theory of Reasoned Action (TRA) 2. Technology Acceptance Model (TAM) 3. Motivational Model (MM) 4. Theory of Planned Behavior (TPB) 5. Combined TAM and TPB (C-TAM-TPB) 6. Model of PC Utilization (MPCU) 7. Innovation Diffusion Theory (IDT) 8. Social Cognitive Theory (SCT). Pada model UTAUT, terdapat empat determinan yang menjadi faktor penentu langsung yang bersifat signifikan terhadap perilaku penerimaan maupun

19 penggunaan teknologi akan tetapi dalam penelitian ini kami hanya menggunakan tiga determinan. Ketiga determinan yang dimaksud adalah yang telah dikutip oleh (Rivai, 2014) 1) Pertama, Performance Expectancy (ekspektasi terhadap kinerja), (Venkatesh, Morris, Davis, & Davis, 2003) mendefinisikan Ekspektasi Kinerja sebagai tingkat dimana seseorang mempercayai dengan menggunakan sistem tersebut akan membantu orang tersebut untuk memperoleh keuntungan-keuntungan kinerja pada pekerjaan. Dalam konsep ini terdapat gabungan variabel-variabel yang diperoleh dari model penelitian sebelumnya tentang model penerimaan dan penggunaan teknologi. Adapun variabel tersebut adalah: 1. Perceived usefulness (Persepsi Terhadap Kegunaan) Menurut (Venkatesh, Morris, Davis, & Davis, 2003), persepsi terhadap kegunaan didefinisikan sebagai seberapa jauh seseorang percaya bahwa menggunakan suatu sistem tertentu akan meningkatkan kinerjanya. Motivasi Ekstrinsik (extrinsic motivation) Menurut (Venkatesh, Morris, Davis, & Davis, 2003), motivasi ekstrinsik (extrinsic motivation) didefinisikan sebagai persepsi yang diinginkan pemakai untuk melakukan suatu aktivitas karena dianggap sebagai alat dalam mencapai hasil-hasil bernilai yang berbeda dari aktivitas itu sendiri, semacam kinerja pekerjaan, pelayanan customer, dan promosipromosi. 2. Job fit (Kesesuaian Pekerjaan) Menurut (Venkatesh, Morris, Davis, & Davis, 2003), kesesuaian pekerjaan didefinisikan bagaimana kemampuan-kemampuan dari suatu sistem meningkatkan kinerja pekerjaan individual. 3. Relative advantage (Keuntungan Relatif) Menurut (Venkatesh, Morris, Davis, & Davis, 2003), keuntungan relatif didefinisikan sebagai seberapa jauh menggunakan sesuatu inovasi yang

20 dipersepsikan akan lebih baik dibandingkan menggunakan pendahulunya. 4. Outcome expectations (Ekspektasi-ekspektasi Hasil) Menurut (Venkatesh, Morris, Davis, & Davis, 2003), ekspektasiekspektasi hasil berhubungan dengan konsekuensi-konsekuensi dari perilaku. Berdasarkan pada bukti empiris, mereka dipisahkan ke dalam ekspektasi kinerja (performance expectations) dan ekspektasi-ekspektasi personal (personal expectations). Kemanfaatan (usefulness) sebagai suatu tingkatan dimana seseorang percaya bahwa penggunaan suatu subyek tertentu akan dapat meningkatkan prestasi kerja orang tersebut. Dari beberapa penjelasan yang telah disampaikan di atas, dapat disimpulkan bahwa seseorang mempercayai dan merasakan dengan menggunakan suatu teknologi informasi akan sangat berguna dan dapat meningkatkan kinerja dan prestasi kerja. 2) Kedua, Effort Expectancy (ekspektasi terhadap upaya), merupakan tingkat kemudahan penggunaan sistem yang akan dapat mengurangi upaya (tenaga dan waktu) individu dalam melakukan pekerjaannya. Variabel tersebut diformulasikan berdasarkan 3 konstruk pada model atau teori sebelumnya yaitu persepsi kemudahaan penggunaan dari model TAM, kompleksitas dari model of PC utilization (MPCU), dan kemudahan penggunaan dari teori difusi inovasi (IDT) (Venkatesh, Morris, Davis, & Davis, 2003). Kemudahan pemakaian mempunyai pengaruh terhadap penggunaan teknologi informasi. Kemudahan penggunaan teknologi informasi akan menimbulkan perasaan dalam diri seseorang bahwa sistem itu mempunyai kegunaan dan karenanya menimbulkan rasa yang nyaman bila bekerja dengan menggunakannya (Venkathes & Morris, 2000). Kompleksitas yang dapat membentuk konstruk

21 ekspektasi usaha didefinisikan oleh Rogers s dan Shoemaker dalam (Venkatesh, Morris, Davis, & Davis, 2003) adalah tingkat dimana inovasi dipersepsikan sebagai sesuatu yang relatif sulit untuk diartikan dan digunakan oleh individu. Menemukan adanya hubungan yang negatif antara kompleksitas dan pemanfaatan teknologi informasi. Memberikan beberapa indikator kemudahan penggunaan teknologi informasi, yaitu: Teknologi informasi sangat mudah dipahami, Teknologi informasi mengerjakan dengan mudah apa yang diinginkan oleh penggunanya, keterampilan pengguna akan bertambah dengan menggunakan Teknologi informasi dan Teknologi informasi tersebut sangat mudah untuk dioperasikan. Dari beberapa penjelasan yang telah disampaikan diatas, pengguna teknologi informasi mempercayai bahwa teknologi informasi yang lebih fleksibel, mudah dipahami dan mudah dalam hal pengoperasiannya akan menimbulkan minat dalam menggunakan teknologi informasi tersebut dan seterusnya akan menggunakan teknologi informasi tersebut. 3) Ketiga, Social Influence (pengaruh sosial), didefinisikan sebagai sejauh mana seorang individual mempersepsikan kepentingan yang dipercaya oleh orang orang lain yang akan mempengaruhinya menggunakan sistem yang baru. Pengaruh sosial merupakan faktor penentu terhadap tujuan perilaku dalam menggunakan teknologi informasi yang direpresentasikan sebagai norma subyektif dalam TRA, TAM, TPB, faktor sosial dalam MPCU, serta citra dalam Innovation Diffusion Theory (IDT). (Venkatesh, Morris, Davis, & Davis, 2003). Penggunaan teknologi informasi akan meningkatkan status seseorang di dalam sistem sosial (Moore& Benbasat, 1991). Menurut (Venkathes & Morris, 2000), pengaruh sosial mempunyai dampak pada perilaku individual melalui tiga mekanisme yaitu ketaatan, internalisasi, dan identifikasi. Dapat disimpulkan bahwa semakin banyak pengaruh yang diberikan sebuah lingkungan

22 terhadap calon pengguna teknologi informasi untuk menggunakan suatu teknologi informasi yang baru maka semakin besar minat yang timbul dari personal calon pengguna tersebut dalam menggunakan teknologi informasi tersebut karena pengaruh yang kuat dari lingkungan sekitarnya. Di samping tiga faktor yang terdapat dalam model UTAUT, (Venkatesh, Morris, Davis, & Davis, 2003) menambahkan variabel moderator dalam model UTAUT tiga moderator kunci untuk model UTAUT ini adalah gender, age dan experience. Variabel moderator menurut (Sugiyono, 2006)adalah variabel yang mempengaruhi (memperkuat atau memperlemah) hubungan antara variabel independen dengan dependen. Akan tetapi, (Venkatesh, Morris, Davis, & Davis, 2003) merekomendasikan bahwa ketika sebuah teknologi semakin dikenal, maka gender akan menjadi variabel yang tidak berpengaruh terhadap niat penggunaan teknologi tersebut. Hal ini diharapkan sesuai dengan keadaan masyarakat di Indonesia karena teknologi informasi sudah cukup dikenal oleh masyarakat, akan tetapi penggunanya memang masih terbatas karena infrastruktur yang kurang menunjang. Age (usia) memoderasi berbagai variabel dalam penelitian mengenai perilaku penggunaan teknologi informasi, terutama yang bertujuan untuk mengetahui perilaku pengadobsian sebuah teknologi (Venkathes & Morris, 2000). Terkait dengan pengertian usia yang lebih muda atau tua dalam penelitian Venkathes & Morris (2000) menggolongkan usia pekerja yang lebih tua yaitu yang berusia di atas 40 tahun, sedangkan pekerja yang berusia di bawah 40 tahun adalah pekerja yang lebih muda. Experience (pengalaman) merupakan derajat praktis terhadap suatu tugas yang dimiliki seseorang. Apabila seseorang mempunyai pengalaman terhadap suatu pekerjaan maka mental orang tersebut akan mengalami penurunan. Usia dan pengalaman diprediksikan akan lebih berpengaruh pada niat untuk menggunakan, sebab dalam penelitian (Venkatesh, Morris, Davis, & Davis, 2003) variabel usia dan pengalaman memoderasi hampir seluruh hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependennya, sehingga pemoderasi ini dimunculkan dalam penelitian.

23 Independent Intervening Dependent Performance Expectancy Effort Expectancy Behavioral Intention Use Behavio r Social Influence Control Gender Age Experience Gambar 2.2 Unified Theory of Acceptance and Use of Technology (UTAUT) (Sumber : Pardamean, Susanto, & Harisno, 2014) 1) Theory of Reasoned Action (TRA) Believes and Normative Believes and Motivation to comply Attitude Toward Behavior (A) Subjective Norms (SN) Behavioral Intention (BI) Actual Behavior Gambar 2.3. Technology of Reasoned Action (TRA) (Sumber : Winarko & Mahadewi, 2013) Model teori Theory of Reasoned Action (TRA) yang dikutip oleh (Winarko & Mahadewi, 2013), merupakan model teori psikologi social yang secara fundamental menerangkan factor-faktor yang mendorong perilaku manusia. Dalam model teori TRA dikembangkan suatu konstruksi bahwa behaviors (perilaku) suatu individu bergantung dari beberapa variable yang saling berhubungan, yaitu keyakinan, sikap, norma dan niat. Dalam model ini dikatakan bahwa Actual Behavior (perilaku actual suatu

24 individu) ditentukan langsung oleh niat untuk Behavioral Intention/BI (berperilaku). Niat untuk Behavioral Intention/BI (berperilaku) ditentukan oleh dua faktor secara bersamaan, yaitu: 1. Sikap seseorang terhadap suatu perilaku (Attitude Toward Behavior/ A) didefinisikan sebagai perasaan positif atau negatif suatu individu terhadap pencapaian suatu perilaku. 2. Norma - norma subjectif (Subjective Norms/SN) didefinisikan sebagai persepsi seseorang dengan melihat bahwa bagi kebanyakan orang yang dianggap penting baginya, dirinya harus atau tidak harus melakukan suatu perilaku. Menurut model teori TRA ini, sikap seseorang terhadap suatu perilaku (A) ditentukan oleh apa yang diyakini oleh orang itu (beliefs) sebagai konsekuensi atas perilakunya, dikalikan dengan penilaiannya (evaluations) terhadap konsekuensi tersebut. Sedangkan Subjective Norms (SN) secara langsung ditentukan oleh keyakinan normative (normative belief) dari seseorang dikalikan motivasi untuk memenuhi norma-norma tersebut (motivation to comply). 2) Technology Acceptance Model (TAM) Perceived Usefulness External Variables Perceived Ease of Use Attitude Toward Using Behaviora l Intention to Use Actual System Use Gambar 2.4. Technology Acceptance Model (TAM) (Sumber : Winarko & Mahadewi, 2013) Teori Technology Acceptance Model (TAM) adalah adaptasi dari Theory of Reasoned Action (TRA) untuk konteks penerimaan pengguna

25 terhadap Sistem Informasi. seperti yang dikutip oleh (Winarko & Mahadewi, 2013) Tujuan dari pengembangan teori Technology Acceptance Model atau bisa disebut TAM ini adalah memberikan penjelasan terhadap faktor faktor penentu penerimaan komputer yang bersifat umum, sehingga dapat dijelaskan perilaku pengguna dari berbagai ragam teknologi komputasi dan penggunanya. Dengan demikian dapat menjadi dasar faktor-faktor external pada keyakinan, sikap dan niat dalam penggunaa sistem informasi. TAM berbeda dengan teori TRA yang memasukkan elemen normanorma subjektif (SN) teori ini mengatakan bahwa untuk Behavioral Intention (BI) menggunakan sistem yang bergantung pada dua faktor, yaitu: 1. Sikap terhadap pengguna (Attitude Toward Using, A) 2. Persepsi kegunaan sistem (Perceived Usefulness, U) Sedangkan sikap seseorang terhadap pengguna sistem bergantung pada dua faktor yaitu: 1. Pe rsepsi kegunaan sistem (Perceived Usefulness) didefinisikan sebagai tingkat keyakinan seseorang menggunakan sistem tertentu yang dapat membantu pekerjaan, 2. Pe rsepsi kemudahan penggunaan suatu sistem (Perceived Ease of Use) didefinisikan sebagai tingkatan kepercayaan individu bahwa menggunakan sebuah teknologi akan terbebas dari usaha. Hal ini menggambarkan bahwa individu akan lebih suka untuk berinteraksi dengan teknologi jika mereka mempersepsikan bahwa usaha kognitif mereka relatif kecil selama berinteraksi (Venkathes & Morris, 2000). Persepsi kegunaan ditentukan oleh kemudahan penggunaan suatu sistem dan variabel eksternal. Sedangkan variabel eksternal dapat

26 menentukan dua hal, yaitu Perceived Usefulness (persepsi kegunaan sistem) dan Perceived Ease of Use (kemudahan penggunaan suatu sistem). 3) Motivational Model (MM) Dalam teori ini, meneliti motivasi apa yang mendorong seseorang untuk menggunakan komputer ditempat kerjanya. Menurut pakar motivasi, ada dua macam motivasi yang mepengaruhi perilaku seseorang, yaitu 1. Extrinsic Motivation yang didefinisikan sebagai persepsi dimana pengguna mau melakukan suatu kegiatan karena dipersepsikan sebagai alat dalam pencapaian hasil. 2. Intrinsic Motivation yang didefinisikan sebagai persepsi dimana pengguna mau melakukan suatu kegiatan karena tidak adanya alasan yang kuat dan jelas. Dapat disimpulkan dari model Motivational Model (MM) ini bahwa minat seseorang untuk menggunakan komputer ditempat kerja memiliki dua faktor yang pertama, persepsi mereka terhadap sejauhmana manfaat komputer dapat meningkatkan kinerja pekerjaan mereka, yang kedua sejauhmana dapat memberikan perasaan yang menyenangkan pada saat menggunakan komputer (Winarko& Mahadewi, 2013). 4) Theory of Planned Behavior (TPB) Teori ini adalah pengembangan dan penyempurnaan keterbatasan dalam Theory of Reasoned Action (TRA) yang dibahas sebelumnya. Perbedaan mendasar model teori ini dengan sebelumnya adalah adanya tambahan satu elemen dalam model model konstruksi yang disebut sebagai persepsi terhadap Perceived Behavioral Control atau disebut PBC (kendali perilaku seseorang) didefinisikan sebagai persepsi seseorang terhadap sejauhmana tingkat kemudahan atau kesulitan dalam melaksanakan suatu tindakan atau berperilaku dalam kutipan (Winarko& Mahadewi, 2013).

27 Attitude Toward the Behavior Subjective Norms Intention Behavior Perceived Behavioral Control Gambar 2.5 Theory of Planned Behavior (TPB) (Sumber : Winarko & Mahadewi, 2013) Model konstruksi ini menjelaskan adanya korelasi antara Perceived Behavioral Control (PBC) dengan sikap terhadap suatu perilaku (Attitude Toward Behavior and Attitude Toward Using) dan norma-norma subjektif (Subjective Norms) dalam mempengaruhi seseorang untuk melakukan doroangan untuk berperilaku. Seperti yang dikutip oleh (Winarko & Mahadewi, 2013) model teori TRA berbeda dengan TPB, dimana perilaku seseorang termotivasi dibawah kendali individu tersebut, model teori TPB menggunakan asumsi dasar bahwa manusia adalah makhluk yang rasional. Artinya perilaku yang dihasilkannya juga bergantung secara langsung oleh informasi-informasi yang diterimanya secara sistematis. Karena seseorang akan termotivasi serta berperilaku dengan mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan, konsekuensi atau implikasi pelakunya sebelum memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan perilaku tertentu. Menurut TPB, PBC bersama-sama dengan Behavioral Intention (BI) dapat digunakan secara langsung untuk memprediksi perilaku seseorang yang sepenuhnya tidak dibawah kendali individu.

28 5) Combined TAM and TPB Model ini sering disebut sebagai Decomposed Theory of Planned Behavior yang menerangkan perilaku seseorang dengan konstruksi model multi dimensional. Model ini berbeda dengan TRA yang membedakannya terletak pada faktor penentu sikap (Attitude Toward Behavior and Attitude Toward Using) dimana Attitude Toward Using tidak hanya bergantung pada persepsi kegunaan (Perceived Usefulness) dan persepsi kemudahan penggunaan (Perceived Ease of Use) saja, tetapi juga dipengaruhi kecocokan (Compability). Perceived Usefulness Ease of Use Attitude Compatibility Peer Influence Subjective Norm Behavioral Intention Behavio r Superior s Influence Self Efficiency Resource Facilitating Conditions Perceived Behavioral Control Technology Facilitating Conditions Gambar 2.6 Decomosed Theory of Planned Behavior (Sumber : Winarko & Mahadewi, 2013)

29 Sedangkan perbedaan dengan model ini dengan model TPB ada dua hal yaitu: 1. Subjective Norm (SN) yang dipengaruhi dua faktor : - Pengaruh rekan (Peer Influence) - Pengaruh atasan (Superior s Influence) 2. Perceived Behavioral Control, PBC yang dipengaruhi tiga factor: - Keefektivitasan atau persepsi kemampuan diri sendiri (Self Efficiency) - Kondisi sumber daya pendukung (Resource Facilitating Conditions) - Serta kondisi teknologi pendukung (Technology Facilitating Conditions). Tidak adanya faktor-faktor pendukung tersebut dapat menghasilkan kendala-kendala atau hambatan hambatan seseorang untuk menerima penggunaan suatu teknologi, namun kehadiran faktor-faktor ini tidak secara otomatis dapat mendorong individu tersebut untuk menerima penggunaan suatu teknologi. (Winarko& Mahadewi, 2013) 6) Model of PC Utilization (MPCU) Teori ini dikembangkan dengan menggunakan pendekatan faktor-faktor yang mempengaruhi sebuah perilaku yang dikutip oleh (Winarko & Mahadewi, 2013) dalam konteks sistem informasi untuk memprediksi pemanfaatan Teknologi Informasi. Teori Triandis digunakan dalam penelitian sosiologi dan psikologi yang menerangkan suatu model konstruksi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang. Triandis mengemukakan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh apa yang orang ingin lakukan (Attitudes), apa yang mereka pikir harus dilakukan (Social Norms), apa yang mereka biasa lakukan (Habits), dan oleh konsekuensi konsekuensi yang diharapkan atas tindakannya (Expected Consequences).

30 Dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan (Utilization) Teknologi Informasi sangat dipengaruhi oleh norma-norma social (Social Norms), faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan teknologi informasi menurut kutipan (Kasmana, 2013) : 1. Faktor sosial (Social Factors) merupakan internalisasi kultur subyektif kelompok dan persetujuan interpersonal tertentu yang dibuat antar individu dalam situasi sosial tertentu. Kultur subyektif berisi norma (norms), peran (role), dan nilai (values). 2. Pengaruh terhadap pengguna (Affect Toward Use) adalah yang berhubungan dengan perasaan senang, kegembiraan atau depresi, kemuakkan, ketidaksenangan atau kebencian, rasa suka atau tidak suka dalam melakukan pekerjaan individu menggunakan teknologi informasi atau dengan tindakan tertentu. 3. Kompleksitas (complexity). Sebagai tingkat inovasi yang dipersepsikan sebagai sesuatu yang relatif sulit untuk diartikan dan digunakan. 4. Kesesuaian tugas (job fit). Dapat di ukur dengan mengetahui apakah individu percaya bahwa pemanfaatan teknologi informasi dapat meningkatkan kinerja individu yang bersangkutan. Hubungan yang positif antara kesesuaian tugas dengan pemanfaatan teknologi informasi telah dibuktikan hasil penelitian. 5. Konsekuensi jangka panjang (long-term concequences). Konsekuensi jangka panjang dari keluaran yang dihasilkan apakah mempunyai keuntungan dimasa yang akan datang dan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan saat ini.

31 Complexity of PC Use Job Fit with PC Use Long Term Consequences od PC Affect Toward PC Use Social Factors Influence PC Use Utilization of PCs Facilitating Conditions for PC Use Gambar 2.7 Model of PC Utilization (MPCU) (Sumber : Winarko & Mahadewi, 2013) 7) Innovation Diffusion Theory (IDT) Teori ini dikembangkan berdasarkan Diffusion of Innovation oleh Rogers yang dikutip oleh (Winarko & Mahadewi, 2013). Menurut Rogers, ada beberapa kategori adopter terhadap inovasi teknologi baru. Kategori tersebut adalah Innovators, Early Adopters, Early Majority, Late Majority dan Laggards. 1) Innovators adalah kategori orang-orang yang pertama kali mau mengadopsi suatu inovasi. Ciri khas Innovators: 1. Mau menempuh resiko 2. Berusia muda 3. Memiliki kelas sosial yang tinggi 4. Memiliki kemampuan finansial yang cukup 5. Berjiwa sosial 6. Memiliki akses ke sumber-sumber pengetahuan dan 7. Berinteraksi dengan kelompok Innovator lainnya 2) Early Adopters adalah kategori kedua yang paling cepat mengadopsi adanya inovasi teknologi baru dan memiliki ciri yang hampir sama

32 dengan Innovators. Mereka yang dalam kategori ini memiliki Opinion Leadership yang tinggi. 3) Early Majority adalah kategori orang yang membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan dengan dua kategori sebelumnya untuk mengadopsi teknologi baru. Biasanya mereka berasal dari kategori yang memiliki kelas sosial diatas rata-rata, berhubungan dengan kategoti Early Adpoters dan jarang memiliki Opinion Leadership dalam suatu sistem. 4) Late Majority adalah kategori yang mengadopsi inovasi setelah ratarata anggota masyarakat ingin mengadopsi teknologi baru. Kategori ini memiliki sikap ragu-ragu terhadap teknologi baru sampai masyarakat lain mau menerimannya. 5) Laggards adalah kategori yang terakhir yang mau mengadopsi teknologi baru. Ciri-cirinya: 1. Memiliki golongan sosial yang rendah 2. Kemampuan finansial yang rendah 3. Hampir tidak memiliki Opinion Leadership 4. Berusia relatif lebih tua dan 5. Memiliki pola berfikir yang konservatif Dalam konstruksi model Innovation Diffusion Theory (IDT) dilakukan penelitan mendalam untuk mengukur persepsi terhadap pengadopsian inovasi dalam Teknologi. Ada 8 konstruksi yang dijadikan sebagai alat ukur: 1. Voluntariness of Use yaitu sejauh mana pengguna suatu inovasi dipersepsikan secara sukarela atau bebas 2. Image yaitu sejauh mana penggunaan suatu inovasi dipersepsikan untuk meningkatkan citra atau status seseorang dalam sistem sosial. 3. Relative Advantage yaitu sejauh mana inovasi dipersepsikan unutk lebih baik dari sebelumnya.

33 4. Compatibility yaitu sejauh mana sebuah inovasi dipersepsikan konsisten dengan nilai-nilai, kebutuhan yang ada dan pengalaman masa lalu dari Potential Adopters. 5. Ease of Use yaitu sejauh mana sebuah inovasi dipersepsikan sulit atau mudah untuk digunakan. 6. Result Demonstrability yaitu hasil nyata dari pengguna inovasi, sehingga juga dapat diamati dan dikomunikasikan. 7. Trialability yaitu sejauh mana sebuah inovasi dapat dicoba lebih dulu sebelum benar-benar diadopsi 8. Visibility yaitu sejauh mana seseorang dapat melihat orang lain menggunakan sistem didalam organisasi. 8) Social Cognitive Theory (SCT) Teori ini digunakan untuk menerangkan teori perilaku manusia. Social Cognitive Theory (SCT) dikembangkan dan diterapkan kedalam konteks penggunaan komputer. Dalam penelitian (Winarko& Mahadewi, 2013) menggembangkan suatu model konstruksi untuk menejelaskan peranan Self Efficiency. Self Efficiency yaitu penilaian tentang kemampuan seseorang untuk menggunakan suatu teknologi yang digunakan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas tertentu. Penilaian ini tidak mempertimbangkan apa yang telah dilakukan oleh orang lain dimasa lalu, namun lebih mempertimbangkan pertimbangan apa yang dapat dilakukan dimasa yang akan datang. Selain itu tidak hanya mempertimbangkan unsur-unsur dalam pengoperasian komputer yang sederhana namun juga kemampuan dalam mengaplikasikan keterampilan komputer untuk tugas-tugas yang lebih bersifat kompleks. Social Media Self Efficiency ini secara signifikan mempengaruhi ekspektasi individu yang akan dihasilkan dari pengguna Media Sosial (Outcome Expectations). Social Media Self Efficiency dan Outcome Expectations dipengaruhi oleh tiga hal yaitu: 1. Didorong oleh pengguna lain (Encouragement by Other) 2. Pengguna media sosial dengan pengguna lainnya (Other s Use)

34 3. Dukungan yang diberikan (Support) Faktor tersebut dapat dijadikan ukuran yang valid untuk menilai dan memiliki implikasi terhadap dukungan, pelatihan dan implementasi penggunaan komputer dalam suatu organisasi. Disimpulkan bahwa orang yang akan menggunakan komputer akan menghasilkan hasil atau dampak yang positif. Encouragement by Other Computer Self-Efficiency Affect Other Use Anxiety Support Outcome Expectations Usage Gambar 2.8 Computer Self-Efficiency Measure Model (Sumber : Winarko & Mahadewi, 2013) 2.11 Skala Likert Skala pengukuran untuk penelitian ini menggunakan skala likert. Dimana menurut (Sugiyono, 2012), Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan Skala Likert, maka variabel yang diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan. Dan instrumen penelitian setiap jawaban pertanyaan, peneliti menggunakan skala Likert dalam bentuk pilihan ganda. Skala Likert merupakan skala yang menyatakan tingkat persetujuan individu terhadap suatu pernyataan. Skala ini sering digunakan dalam

berbagai penelitian yang menggunakan pendekatan survei, dimana kuesioner dijadikan sebagai alat untuk memperoleh data. 35 Berikut ini adalah tingkat persetujuan apabila digunakan skala Likert 5- level: 1. Sangat tidak setuju 2. Tidak setuju 3. Netral 4. Setuju 5. Sangat setuju Apabila data yang diperoleh melalui jawaban kuesioner yang telah terkumpul, maka angka dalam bentuk skala Likert yang dipilih responden (pada setiap pernyataan pada kuesioner) selanjutnya dikalkulasi. Penghitungan ini menggunakan teknik statistik sehingga dapat dianalisis lebih lanjut. 2.12 Five Style of Customer Knowledge Management Menurut (Gibbert, Michael, Leibold, & Probst, 2002) terdapat 5 Style Customer Knowledge Management berawal dari hubungan relasi antara perusahaan bisnis dan customer: a) Prosumerism Prosumer merupakan istilah yang dapat digunakan untuk menjelaskan bahwa customer dapat menjalankan peranan ganda sebagai produsen dan customer. Dimana peranan produsen yang dijalankan oleh konsumen dapat terjadi jika perusahaan ingin berinteraksi secara terbuka dengan konsumen dan menyalurkan informasi dari pelanggan dalam bentuk sebuah produk. Konsumen berubah menjadi produsen ketika informasi yang telah mereka berikan dapat dikelola dengan baik oleh perusahaan yang menerimanya. Lalu pengetahuan yang konsumen miliki disalurkan menjadi sebuah produk yang akhirnya akan menarik minat konsumen lain.

36 Sebuah perusahaan dapat mengumpulkan semua informasi mengenai keinginan dan kebutuhan para konsumen lalu memproduksinya. Peranan ganda yang dijalankan oleh konsumen merupakan pendekatan yang efektif bagi sebuah perusahaan karena apa yang mereka produksi adalah berasal dari keinginan dan kebutuhan setiap konsumen, sehingga hasil dari penjualan produk tersebut tidak perlu dikhawatirkan lagi karena produk tersebut berasal dari konsumen. b) Team-Based Co-Learning Selain dapat berperan ganda, konsumen juga dapat menjadi bagian dalam sebuah kelompok bagi perusahaan yang bertujuan untuk meningkatkan kepuasan konsumen. Perusahaan dapat meningkatkan kinerja perusahaan, dengan menjalin hubungan baik dengan para konsumen dan menerima serta berbagi informasi yang mereka miliki. Dengan cara tersebut, maka perusahaan memberikan kesempatan pada konsumen untuk dapat menilai dan melihat secara langsung manajemen dan internal perusahaan, yang kemudian konsumen dapat memberikan saran kepada perusahaan yang mungkin akan dapat digunakan untuk meingkatkan organisasi. c) Mutual Innovation Terciptanya sebuah inovasi dari suatu produk berasal dari konsumen bukan dari internal perusahaan, karena konsumen dapat memberikan pendapat mereka secara jelas berdasarkan apa yang telah mereka rasakan dengan memakai atau membeli produk perusahaan tersebut. Sebuah perusahaan dapat menggunakan informasi yang berasal dari konsumen untuk memberikan inovasi baru pada produk yang akan mereka pasarkan, maka dengan terciptanya inovasi baru tersebut dapat membantu meningkatkan nilai dari suatu produk. d) Communities of Creation Salah satu pendekatan yang banyak digunakan oleh perusahaan untuk mengelola Customer Knowledge Management adalah dengan membuat

37 suatu komunitas untuk konsumen dari sebuah produk atau brand. Komunitas ini memberikan kesempatan bagi para konsumen untuk saling berinteraksi dan bertukar informasi mengenai produk atau brand tersebut. Informasi tersebut dapat berupa kritik, saran, ataupun ide yang konsumen miliki untuk produk tersebut. Dari komunitas ini, sebuah perusahaan dapat memanfaatkan informasi-informasi tersebut dan dikelola untuk menciptakan sebuah inovasi baru berupa produk yang nantinya akan dipasarkan, dengan harapan dapat diterima dengan baik oleh para konsumen. e) Joint Intellectual Property Pada pendekatan ini perusahaan membuat sebuah pemikiran untuk para konsumen, yaitu bahwa mereka juga merupakan bagian dari perusahaan. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan kerja sama dengan para konsumen dan dengan menganggap bahwa perusahaan juga merupakan milik konsumen.

38