BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Setiap negara menganggap penting pendidikan. Pendidikan berperan penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Dari pendapat yang dikemukakan oleh Cornelius tidak sesuai dengan kenyataan yang diperoleh Sukowono (2012 : 1) mengenai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan bagi setiap bangsa merupakan kebutuhan mutlak yang harus

I. PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada setiap

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT)

I. PENDAHULUAN. Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, kreatif, mandiri, serta mampu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah investasi sumber daya manusia jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi

I. PENDAHULUAN. melalui proses pembelajaran. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Third International Mathematics and. Science Study menunjukkan Indonesia

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Hal ini sesuai dengan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Lokasi penelitian ini adalah MIN Ilung yang beralamat di Jalan H. Damanhuri

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rischa Novitasari, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Sejalan dengan hal tersebut Cockroft (dalam Abdurrahman, 2009:253) mengemukakan alasan pentingnya siswa belajar matematika:

I. PENDAHULUAN. Setiap negara menganggap penting pendidikan. Pendidikan berperan penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Padahal metode ceramah memiliki banyak kekurangan. Hal ini sejalan dengan pendapat Sanjaya (2006:145),

TINJAUAN PUSTAKA. Pemahaman berasal dari kata paham yang menurut Kamus Besar Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. untuk menggunakan akal pikiran mereka sebagai jawaban dalam menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan observasi dan wawancara dengan guru mata pelajaran kimia di

BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan yang berperan sebagai ratu dan pelayan ilmu. James dan James

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah adalah sebuah kata yang sering terdengar oleh kita. Namun sesuatu

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib dipelajari,terut a-ma di sekolah sekolah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan aspek penting yang menjadi salah satu prioritas utama

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia agar dapat mengembangkan potensi dirinya, antara lain melalui proses

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan diri secara utuh dalam arti pengembangan segenap potensi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Banyaknya materi pembelajaran dalam mata pelajaran ekonomi yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. secara komprehensif, baik fisik, mental, maupun emosional.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan Teknologi semakin pesat dan banyak memacu dunia pendidikan untuk berpola pikir cepat dan tepat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini, pendidikan sangatlah penting. Melalui pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian masalah bilangan pengertian tersebut terdapat pada Kamus Besar

Saintifik pada materi himpunan kelas VII Semester Ganjil MTs GUPPI Sumberejo Tahun Pelajaran ?

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Tabel 1.1. Daftar Distribusi Nilai Matematika UN SMP Negeri 2 Mojolaban Rentang Nilai Frekuensi Frekuensi Relatif 100,0 1 0,32 90,9-99,9 4 1,27

II. TINJAUAN PUSTAKA. menjalankan pembelajaran di kelas. Ngalimun (2013: 28) mengatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. sekitarnya. Pelajaran fisika menarik untuk dipelajari tetapi pada kenyatan siswa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan aktifitas yang berupaya untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia tersebut. Upaya peningkatan kualitas manusia harus

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan zaman di era globalisasi menuntut setiap negara untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991: 250), efektivitas

BAB I PENDAHULUAN. ini adalah sebagai fasilitator. Untuk menjadi fasilitator yang baik guru

I. PENDAHULUAN. manusia. Banyak kegiatan manusia dalam kehidupan sehari-hari yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. pelajaran yang kurang diminati atau kalau bisa dihindari oleh sebagian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Oleh: Lusi Lismayeni Drs.Sakur Dra.Jalinus Pendidikan Matematika, Universitas Riau

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting dalam kegiatan belajar mengajar sehingga harus memperhatikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem pernapasan manusia adalah sistem organ yang terjadi dalam tubuh manusia. Pada materi ini siswa

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. Mata Pelajaran Geografi, yang diujikan dalam ujian nasional merupakan pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan aspek penting dalam menciptakan sumber daya

tuntut menyelesaikan permasalahan secara mandiri dan dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran. Di dalam proses pembelajaran, terjadi proses

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya sendiri.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika termasuk dalam sarana berpikir ilmiah yang sangat diperlukan untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis, sistematis, dan kritis dalam diri peserta didik untuk menunjang keberhasilan belajarnya dalam menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Matematika sangat diperlukan oleh semua orang dalam kehidupan sehari-hari. Selama ini proses pembelajaran matematika di sekolah kebanyakan berpusat pada guru, serta dalam pelaksanaannya guru memegang kendali dan memainkan peran aktif, sedangkan siswa cenderung pasif dalam menerima informasi, pengetahuan dan keterampilan dari guru. Pendidikan matematika di Indonesia hendaknya ditingkatkan seiring dengan perkembangan zaman. Namun tingginya tuntutan untuk menguasai matematika tidak berbanding lurus dengan hasil belajar matematika siswa. Karena pada kenyataanya sampai saat ini kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat rendah jika dibantingkan dengan negara lain, terutama pada bidang studi matematika. Seperti yang diungkapkan Seokisno (2009) (http://kimfmipa. unnes.ac.id/home/61-membangun-keterampilan-komunikasi-matematika.html) : Hasil tes diagnostik yang dilakukan oleh Suryanto dan Somerset di 16 sekolah menengah beberapa provinsi di Indonesia menginformasikan bahwa hasil tes pada mata pelajaran matematika sangat rendah. Hasil dari TIMSS-Third International Mathematics and Science Study menunjukkan Indonesia pada mata pelajaran matematika berada di peringkat 34 dari 38 negara. Hal ini juga dapat terlihat di kelas IX-2 SMP Swasta HKBP Sidorame Medan. Dari hasil tes awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 21 Juli 2014 kepada siswa kelas IX-2 SMP Swasta HKBP Sidorame Medan pada materi lingkaran dan bangun ruang sisi datar diperoleh bahwa dari 26 orang siswa hanya 12 orang atau 46,15% siswa yang mencapai nilai di atas 65 sedangkan siswa yang

mendapat nilai di bawah 65 berjumlah 14 orang atau 53,85%. Padahal tes awal yang diberikan merupakan materi yang telah mereka pelajari sebelumnya ketika masih berada di kelas VIII. Menurut Bapak J. Panjaitan, S.Pd, selaku guru mata pelajaran matematika di kelas IX-2, penyebab rendahnya hasil belajar matematika siswa adalah kurangnya antusisas siswa saat mengikuti proses belajar-mengajar. Siswa masih cenderung pasif dalam pembelajaran. Mereka hanya mendengarkan ceramah guru, melakukan apa yang diminta oleh guru dan tidak memberikan komentar atau bertanya pada guru. Hal ini terjadi hampir pada setiap materi matematika, yang pada akhirnya menyebabkan rendahnya pemahaman siswa terhadap mata pelajaran matematika. Menurut hasil pengamatan, guru memang lebih banyak menjelaskan dan memberikan informasi tentang materi yang akan dibahas. Hal ini mengakibatkan hanya beberapa siswa saja yang aktif dalam mengikuti pembelajaran, seperti mengerjakan soal-soal ke depan ataupun memberikan pendapat. Dari hasil observasi tersebut dapat terlihat bahwa aktivitas siswa rendah dalam kegiatan belajar mengajar. Tabel 1.1 Deskripsi Aktivitas Siswa Kelas IX-2 No Aspek Kategori 1 Mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru/teman 2 Membaca buku siswa, LAS dan sumber lain 3 Menulis penjelasan guru, mencatat dari guru atau dari teman menyelesaikan masalah pada LAS, merangkum hasil kerja kelompok 4 Berdiskusi/bertanya/berpendapat antara siswa dengan temannya dan kepada guru Rata-Rata Frekuensi 29,69% 7,81% 12,5% 3,12% Interval Toleransi PWI 20% PWI 30% 10% PWI 20% 25% PWI 35%) 25% PWI 35%

5 Melakukan sesuatu yang tidak relevan dengan KBM Rata Rata Pencapaian Waktu Ideal Aktivitas Aktif 4,687% 0% PWI 5% 23,43% Dari tabel di atas, dapat dillihat bahwa siswa lebih banyak melakukan aktifitas pasif seperti mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru/teman. Aktivitas siswa dalam sebuah kelas dikatakan ideal jika memenuhi sekurangkurangnya 75% rata-rata pencapaian waktu ideal aktivitas aktif. Menurut data yang diperoleh, maka disimpulkan bahwa aktivitas siswa di kelas tersebut masih di bawah standar sehingga perlu ditingkatkan. Saat proses pembelajaran di kelas, terlihat bahwa dalam penyajian materi guru masih menggunakan metode ceramah yang divariasikan dengan metode tanya jawab dan pembahasan tugas. Hal ini terkait dengan buku-buku pelajaran dan media pembelajaran yang dibutuhkan jumlahnya sangat terbatas. Metode tanya jawab dan metode pemberian tugas belum dapat mengoptimalkan keaktifan siswa. Siswa yang pintar cenderung mendominasi jawaban pertanyaan guru dan siswa yang kurang pintar terkesan pasif. Demikian juga metode pemberian tugas belum dapat menyeimbangkan aspek kepribadian siswa, misalnya jika diberikan tugas pekerjaan rumah hanya beberapa yang mengerjakan, sedang siswa yang lain menyalin pekerjaan temannya. Hal ini menyebabkan siswa kurang berpastisipasi dalam kegiatan pembelajaran karena siswa tidak mengerti dengan materi tersebut. Akibatnya matematika dianggap sulit serta tidak dipahami oleh siswa sehingga berimplikasi pada rata-rata hasil belajar matematika yang diperoleh siswa. Selanjutnya Marpaung (dalam http://madfirdaus.wordpress.com) mengemukakan : Rendahnya hasil belajar matematika dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor kemampuan guru dalam menerapkan metode atau strategi pembelajaran yang kurang tepat, misalnya proses pembelajaran yang cenderung berpusat pada guru sementara siswa lebih cenderung pasif. Akibatnya siswa tidak mempunyai kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir matematisnya. Selain itu guru-

guru sering dihantui oleh kekhawatiran tidak dapat menyampaikan topiktopik yang harus diajarkan sesuai dengan waktu yang tersedia. Akibatnya, guru lebih suka mengajar dengan cara tradisional dengan hanya menggunakan metode ceramah dan memberikan latihan mengerjakan soal-soal matematika yang bersifat mekanistik dengan metode driil. Salah satu cara untuk membangkitkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran adalah dengan menggunakan model yang tepat. Model pembelajaran tersebut dapat menjadikan siswa sebagai subjek yang berupaya menggali sendiri dan memecahkan sendiri masalah-masalah dari suatu konsep yang dipelajari, sedangkan guru lebih banyak bertindak sebagai motivator dan fasilitator. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang banyak digunakan saat ini. Walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, namun terdapat beberapa tipe dari model tersebut. Tujuan dibentuknya pembelajaran kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan-kegiatan belajar. Sebagian besar aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah (Trianto 2011:57). Salah satu tipe dalam pembelajaran kooperatif yang dianggap peneliti dapat memotivasi siswa dalam peran aktif dalam proses belajar mengajar adalah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT.) Model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang dengan tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik, meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang, dan untuk mengembangkan keterampilan siswa. Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagai tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.

Dengan melihat fenomena tersebut, peneliti bersama guru bermaksud mengadakan kerjasama dalam upaya memberikan solusi dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dalam menyelesaikan soal kubus dan balok. Model pembelajaran ini sangat cocok diterapkan pada pembelajaran matematika karena dalam mempelajari matematika, tidak cukup hanya dengan mengetahui dan menghafalkan konsep-konsep matematika tetapi juga dibutuhkan suatu pemahaman serta kemampuan menyelesaikan persoalan matematika dengan baik dan benar sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa dengan Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) pada Materi Bangun Ruang Sisi Lengkung di Kelas IX SMP Swasta HKBP Sidorame Medan T.A.2014/2015. 1.2 Identifikasi Masalah Dari latar belakang tersebut dapat diidentifikasi beberapa masalah antara lain: a. Proses belajar mengajar masih berpusat pada guru sehingga siswa cenderung pasif dalam menerima informasi, pengetahuan dan keterampilan dari guru. b. Siswa kurang memiliki keberanian bertanya atau berpendapat dan hanya menjawab jika ditanya oleh guru. c. Kurangnya partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran. d. Masih rendahnya aktivitas dan hasil belajar matematika siswa. e. Kurangnya variasi model pembelajaran yang digunakan oleh guru.

1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana kategori proses pembelajaran kooperatif tipe NHT yang dilakukan oleh peneliti pada materi Bangun Ruang Sisi Lengkung? 2. Apakah hasil belajar matematika siswa kelas IX-2 SMP Swasta HKBP Sidorame Medan untuk materi bangun ruang sisi lengkung yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dapat ditingkatkan? 3. Apakah aktivitas belajar siswa kelas IX-2 SMP Swasta HKBP Sidorame Medan untuk materi ajar bangun ruang sisi lengkung yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dapat ditingkatkan? 1.4 Pembatasan Masalah Agar permasalah dalam penelitian ini tidak terlalu luas, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi pada penerapan pembelajaran Model Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT). 1.5 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui apakah kategori proses pembelajaran kooperatif tipe NHT yang dilakukan oleh peneliti pada materi Bangun Ruang Sisi Lengkung 2. Untuk mengetahui apakah hasil belajar siswa meningkat dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada materi Bangun Ruang Sisi Lengkung di kelas IX SMP Swasta HKBP Sidorame Medan 3. Untuk mengetahui apakah aktivitas belajar siswa meningkat dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada materi Bangun Ruang Sisi Lengkung di kelas IX SMP Swasta HKBP Sidorame Medan

1.6 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan pada penelitian ini adalah: 1. Bagi siswa: dari hasil penelitian ini siswa akan dilatih untuk selalu aktif dalam mengikuti pembelajaran matematika pada pokok bahasan bangun ruang sisi lengkung melalui model pembelajaran kooperatif. Dengan selalu meningkatkan aktivitas belajar siswa akan berdampak pada meningkatnya hasil belajar. 2. Bagi guru: melalui hasil penelitian, guru akan mengetahui model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran. Selain itu guru dapat meningkatkan kinerja profesionalnya sebagai guru karena melalui PTK guru akan mengetahui kelemahankelemahan yang dilakukan dalam pembelajaran dan akan berusaha memperbaikinya pada pelajaran berikutnya. 3. Bagi peneliti: melalui penelitian tindakan kelas ini dapat diketahui secara langsung masalah pembelajaran yang ada dikelas, khususnya dalam hal meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. 1.7 Definisi Operasional Penelitian ini berjudul Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa dengan Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) pada Materi Bangun Ruang Sisi Lengkung di kelas IX SMP Swasta HKBP Sidorame Medan Tahun Ajaran 2014/2015. Istilah-istilah yang memerlukan penjelasan adalah sebagai berikut: 1. Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang dilakukan secara bersama-sama (berkelompok) dan bekerja sama untuk mencapai sasaran pembelajaran yang diinginkan. 2. Numbered Heads Together (NHT) adalah sejenis pembelajaran kooperatif yang dilakukan dengan kerja sama, dimana siswa lebih banyak berpikir, menjawab dan saling membantu satu sama lain dengan teman sekelompoknya, setiap anggota aktif dan berpartisipasi dalam

menyimpulkan suatu permasalahan berdasarkan bahan atau data yang disediakan guru. 3. Aktivitas belajar adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam proses belajar mengajar yaitu mengemukakan pendapat, bertana, menjawab pertanyaan, berdiskusi dan menyimpulkan materi. 4. Hasil belajar matematika adalah perubahan tingkah laku yang menggambarkan tingkat penguasaan bahan dalam proses belajar, yang diperoleh dari tes yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.