BAB II REVIEW SSK DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBAR PENGESAHAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN (SSK) KABUPATEN BINTAN. Bintan, Desember Disusun oleh : Ketua Pokja Sanitasi Kabupaten Bintan

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT 2016

RINGKASAN EKSEKUTIF DIAGRAM SISTEM SANITASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK KABUPATEN WONOGIRI. (C) Pengangkutan / Pengaliran

Tersedianya perencanaan pengelolaan Air Limbah skala Kab. Malang pada tahun 2017

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi

BAB 5: BUKU PUTI SANITASI KOTA BANJARBARU 5.1 AREA BERESIKO SANITASI. Hal 5-1

FASILITASI PERENCANAAN BOBOT DESA 2012

BAB 2 Kerangka Pengembangan Sanitasi

Sia Tofu (Bersama dan Bersatu) dan Visi Pembangunan Kabupaten Pulau Taliabu Tahun

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI. 3.1 Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengembangan Air Limbah Domestik

KERANGKA KERJA LOGIS (KKL) KABUPATEN ACEH TENGGARA

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMERINTAH KABUPATEN WAKATOBI KELOMPOK KERJA SANITASI KABUPATEN WAKATOBI

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

Memorandum Program Percepatan Pembangunan Sanitasi BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 2 REVIEW SSK DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN SANITASI

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

Bab 5: 5.1 AREA BERESIKO SANITASI

Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi

BAB III RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN SANITASI

L-3. Kerangka Kerja Logis TABEL KKL. Pemutakhiran SSK Kabupaten Batang L3-1

KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI BAB 2

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB IV. Strategi Pengembangan Sanitasi

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Tabel 2.1 : Visi Misi Sanitasi Kabupaten Aceh Jaya. Visi Sanitasi Kabupaten

Lampiran A. Kerangka Kerja Logis Air Limbah

Bab 3: Profil Sanitasi Wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara. lain:

BAB II Kerangka Pengembangan Sanitasi

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang. BPS Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

Mewujudkan Kota Padang sebagai Kota Pendidikan, Perdagangan dan Pariwisata Yang Sejahtera, Religius dan Berbudaya

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

Bab III Kerangka Pengembangan Sanitasi

5.1. Area Beresiko Sanitasi

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Seluruh masyarakat Kota Tebing Tinggi. Hasil yang diharapkan 1 unit IPLT dibangun dan dapat beroperasi mulai tahun 2018 Rincian Kegiatan

Lampiran 2. Hasil Analisis SWOT

BAB II ARAH PENGEMBANGAN SANITASI

1. KERANGKA KERJA LOGIS (KKL) SEKTOR AIR LIMBAH DOMESTIK KABUPATEN LOMBOK BARAT TAHUN 2016

BAB KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

2.1 Visi Misi Sanitasi

BAB 04 STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI

LAMPIRAN 2 LAMPIRAN 2 ANALISIS SWOT

BAB I PENDAHULUAN BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON I - 1

3.1 Rencana Kegiatan Air Limbah

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT 2014

KERANGKA KERJA LOGIS KABUPATEN TANAH DATAR 2015

Deskripsi Program/ Kegiatan Sanitasi. Dinas PU Kabupaten Tapanuli Tengah

KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB 3 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

2.1 Visi Misi Sanitasi

BAB III Profil Sanitasi Wilayah

BAB 2 REVIEW SSK DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN SANITASI

PENYUSUNAN KEBIJAKAN STRATEGI SANITASI KOTA TANGERANG 1

L a p o r a n S t u d i E H R A K a b. T T U Hal. 1

Bab 3 Rencana Kegiatan Pembangunan Sanitasi

ISU STRATEGIS DAN TANTANGAN LAYANAN SANITASI

PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KOTA KOTAMOBAGU

3.1 Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengembangan Air Limbah Domestik

STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

Bab 3 Rencana Kegiatan Pembangunan Sanitasi

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

Mendapatkan gambaran tentang kondisi dan rencana penanganan air limbah domestik di Kabupaten Tulang Bawang Barat tahun 2017

Matrik Kerangka Kerja Logis Kabupaten Luwu

BAB III RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN SANITASI

Program penyusunan Masterplan. Tersedianya Master Plan sistem pengelolaan air limbah domestik tahun Penyusunan Master Plan skala kabupaten

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BANJARNEGARA. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Banjarnegara

Bab III RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN SANITASI

BAB 3 RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN SANITASI

Bab 3 Rencana Kegiatan Pembangunan Sanitasi

Bab 3 : Strategi Percepatan Pembangunan Sanitasi

Bab 4 Strategi Pengembangan Sanitasi

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

MAKSUD & TUJUAN ISU STRATEGIS & PERMASALAHAN AIR LIMBAH. Tujuan umum : KONDISI EKSISTING

B A B V PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi

BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

Strategi Sanitasi Kabupaten Tahun

KERANGKA KERJA LOGIS (KKL)

DESKRIPSI PROGRAM UTAMA

Lampiran 2: Hasil analisis SWOT

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

STRATEGI SANITASI KOTA PAREPARE. Lampiran 5. Deskripsi Program/Kegiatan

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN BINTAN TAHUN ANGGARAN Profil Sanitasi Wilayah

Strategi Sanitasi Kabupaten OKU TIMUR

5.1 Gambaran Umum Monitoring dan Evaluasi

BAB 6 MONITORING DAN EVALUASI CAPAIAN SSK

3.1 TUJUAN, SASARAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AIR LIMBAH DOMESTIK TABEL 3.1 TUJUAN, SASARAN DAN TAHAPAN PENCAPAIAN PENGEMBANGAN AIR LIMBAH DOMESTIK

Transkripsi:

BAB II REVIEW SSK DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN 2.1. Profil Kabupaten Bintan 2.1.1. Kependudukan Pada Tahun 2007, Pemerintah Kabupaten Bintan melakukan pemekaran wilayahnya melalui Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kelurahan Toapaya Asri di Kecamatan Gunung Kijang, Desa Dendun, Desa Air Glubi di Kecamatan Bintan Timur, Kelurahan Tanjung Permai, Kelurahan Tanjung Uban Timur di Kecamatan Bintan Utara, Kelurahan Tembeling Tanjung di Kecamatan Bintan Teluk Bintan, Desa Kukup dan Desa Pengikik di Kecamatan Tambelan dan Kelurahan Kota Baru di Kecamatan Teluk Sebong. Selain itu juga dilakukan Pemekaran Kecamatan melalui Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan Toapaya, Kecamatan Mantang, Kecamatan Bintan Pesisir dan Kecamatan Seri Kuala Lobam. Dengan terjadinya pemekaran wilayah maka jumlah Kecamatan yang terdapat di wilayah Kabupaten Bintan bertambah dari 6 (enam) Kecamatan menjadi 10 (sepuluh) kecamatan. Tabel 2.1: Nama, Luas Wilayah Per-Kecamatan dan Jumlah Kelurahan Nama Kecamatan Jumlah Keluraha n/desa Administrasi (Ha) Luas Wilayah (%) thd total (Ha) Terbangun (%) thd total Kecamatan Gunung Kijang 4 22.112,13 16,83% 74,05 8,27% Kecamatan Bintan Timur 4 9.649,17 7,34% 346,14 38,67% Kecamatan Bintan Utara 5 4.300,60 3,27% 174,21 19,46% Kecamatan Teluk Bintan 6 12.173,12 9,27% 40,80 4,56% Kecamatan Tambelan 8 8.330,95 6,34% 13,86 1,55% Kecamatan Teluk Sebong 7 29.089,89 22,14% 66,14 7,39% Kecamatan Toapaya 4 14.936,53 11,37% 44,96 5,02% Kecamatan Mantang 4 6.762,51 5,15% 10,54 1,18% Kecamatan Bintan Pesisir 4 11.893,54 9,05% 22,95 2,56% Kecamatan Seri Kuala Lobam 5 12.137,14 9,24% 101,36 11,33% Total 51 131.385,5 Sumber: Buku Putih Sanitasi Bab 2 8 100% 895,01 100,00%

Pada Maret Tahun 2014 penduduk Kabupaten Bintan tercatat sebanyak 162.127 jiwa yang terdiri dari jenis kelamin laki-laki sebanyak 83.861 jiwa dan jenis kelamin perempuan sebanyak 78.266 jiwa dengan jumlah penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Bintan Timur (46,152 jiwa) sedangkan jumlah penduduk terkecil terdapat di Kecamatan Mantang (4.375 jiwa). Apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk tahun 2011 yang berjumlah 155.463 jiwa, maka ratarata laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2011-2014 sebesar 1,59 % per tahun. Kepadatan penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Bintan Utara dengan tingkat kepadatan sebesar 556 Jiwa/Km2, dan wilayah di Kabupaten Bintan yang memiliki kepadatan penduduk terendah adalah di Kecamatan Gunung Kijang dengan tingkat kepadatan sebesar 58 jiwa/km2. Secara keseluruhan jumlah dan kepadatan penduduk Kabupaten Bintan tiga tahun terakhir dapat digambarkan pada tabel 2.2 berikut. Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Bintan dalam kurun waktu tiga tahun terakhir relatif rendah, hal ini ditunjukkan dengan rata-rata pertumbuhan penduduk Kabupaten Bintan dari tahun 2011 sampai tahun 2013 hanya sebesar 1.41% dengan rata-rata pertumbuhan tertinggi terdapat di Kecamatan Gunung Kijang (2,99 %) dan rata-rata laju pertumbuhan penduduk terendah terdapat di Kecamatan Bintan Utara (0,00%). Setelah melalui uji proyeksi dengan menggunakan metode aritmatika dengan rumus perhitunagn proyeksi adalah sebagai berikut : P1=P0 {1+(r.n)} Berdasarkan perhitungan dengan rumus diatas maka akan dihasilkan angka proyeksi jumlah penduduk di Kabupaten Bintan dalam jangka waktu 5 tahun mendatang sampai pada tahun 2018. Jumlah penduduk Kabupaten Bintan pada tahun 2015 akan berjumlah 164.413 jiwa, meningkat pada tahun 2016 menjadi 166.699 jiwa, meningkat pada tahun 2017 dengan jumlah 168.985 jiwa dan pada akhir tahun perencanaan tahun 2018 jumlah penduduk keseluruhan sejumlah 171.271 jiwa. Berdasarkan hasil proyeksi jumlah penduduk Kabupaten Bintan tahun 2018 paling banyak tersebar di Kecamatan Bintan Timur dengan jumlah penduduk 49.663 jiwa, dan jumlah penduduk terkecil terdapat di Kecamatan Mantang dengan jumlah penduduk sebesar 4.708 jiwa pada tahun 2018. Data proyeksi penduduk dari Tahun 2014 2018 selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut ini.

Tabel 2.2: Jumlah dan Kepadatan Penduduk 3 Tahun Terakhir Sumber : Buku Putih Sanitasi Bab 2

Tabel 2.2.a: Jumlah Penduduk Saat ini dan Proyeksinya untuk 5 Tahun Sumber : Buku Putih Sanitasi Bab 2

2.1.2 Area Beresiko Risiko sanitasi adalah terjadinya penurunan kualitas hidup, kesehatan, bangunan atau lingkungan akibat rendahnya akses terhadap layanan sektor sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat. Maksud dilakukannya penilaian area berisiko sanitasi adalah bahwa hasil dari penilaian diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu kriteria dalam penentuan prioritas pelaksanaan program dan kegiatan pada sektor sanitasi. Sedangkan tujuan dilakukannya penilaian area berisiko sanitasi adalah ditetapkannya area dan subsektor prioritas pengembangan sanitasi berdasarkan tingkat risiko sanitasi, fungsi dan peruntukan ruang dan lahan, kondisi alam dan kawasan pengembangan khusus. Penentuan area berisiko berdasarkan tingkat risiko sanitasi untuk sanitasi (air limbah domestik, persampahan dan drainase perkotaan) dilakukan dengan menggunakan data sekunder dan data primer berdasarkan hasil penilaian oleh SKPD dan hasil stusi EHRA. Penentuan area berisiko berdasarkan data sekunder adalah kegiatan menilai dan memetakan tingkat risiko sebuah area (kelurahan/desa) berdasarkan data yang telah tersedia di SKPD mengenai ketersediaan layanan sanitasi dan data umum wilayah, meliputi jumlah populasi, luas area terbangun, jumlah KK miskin, fungsi urban/rural, cakupan akses ke jamban layak (onsite, offsite, komunal), perkiraan cakupan sampah yang terangkut serta luas area genangan. Penentuan area berisiko berdasarkan penilaian SKPD diberikan berdasarkan pengamatan, pengetahuan praktis dan keahlian profesi yang dimiliki individu anggota pokja kabupaten. Adapun penentuan area berisiko berdasarkan hasil studi EHRA adalah kegiatan menilai dan memetakan tingkat risiko berdasarkan kondisi sumber air, pencemaran karena air limbah domestik, pengelolaan persampahan ditingkat rumah tangga, kondisi drainase perkotaan, aspek prilaku (cuci tangan pakai sabun, higiene jamban, penanganan air minum, buang air besar sembarangan). Proses penentuan area berisiko dimulai dengan melakukan analisis data sekunder diikuti dengan penilaian SKPD dan melakukan analisis berdasarkan hasil studi EHRA. Penentuan area berisiko dilakukan bersama-sama seluruh anggota Pokja berdasarkan hasil dari ketiga data tersebut. Hasil penentuan area berisiko akan disajikan dalam bentuk tabel berikut untuk air limbah, persampahan dan drainase, serta hasil setelah dilakukan penyesuaian oleh Pokja.

Tabel 2.3 Hasil Penentuan Area Berisiko Sanitasi Kecamatan Skor Risiko Sanitasi (Penyesuaian) Kelurahan/Desa Air Limbah Persampahan Drainase Kecamatan Gunung Kijang Kelurahan Kawal 1.0 1.0 1.0 Desa Gunung Kijang 1.0 1.0 1.0 Desa Malang Rapat 1.0 1.0 1.0 Desa Teluk Bakau 1.0 1.0 1.0 Kecamatan Bintan Timur Kelurahan Kijang Kota 1.0 1.0 1.0 Kelurahan Sei. Lekop 1.0 1.0 1.0 Kelurahan Gn. Lengkuas 1.0 1.0 1.0 Kelurahan Sei. Enam 1.0 1.0 1.0 Kecamatan Bintan Utara Kelurahan Tanjung Uban Kota 1.0 1.0 1.0 Kelurahan Tanjung Uban Utara 1.0 1.0 1.0 Kelurahan Tanjung Uban Selatan 1.0 1.0 1.0 Kelurahan Tanjung Uban Timur 1.0 1.0 1.0 Desa Lancang Kuning 1.0 1.0 1.0 Kecamatan Teluk Bintan Kelurahan Tembeling Tanjung 1.0 1.0 1.0 Desa Bintan Buyu 1.0 1.0 1.0 Desa Pangkil 1.0 1.0 1.0 Desa Penaga 1.0 1.0 1.0 Desa Pengujan 1.0 1.0 1.0 Desa Tembeling 1.0 1.0 1.0 Kecamatan Tambelan Kelurahan Teluk Sekuni 1.0 1.0 1.0 Desa Batu Lepuk 1.0 1.0 1.0 Desa Kampung Hilir 1.0 1.0 1.0 Desa Kampung Melayu 1.0 1.0 1.0 Desa Pulau Mentebung 1.0 1.0 1.0 Desa Pulau Pinang 1.0 1.0 1.0 Desa Air Kukup 1.0 1.0 1.0 Desa Pengikik 1.0 1.0 1.0 Kecamatan Teluk Sebong Kelurahan Kota Baru 1.0 1.0 1.0 Desa Berakit 1.0 1.0 1.0

Desa Ekang Anculai 1.0 1.0 1.0 Desa Pengudang 1.0 1.0 1.0 Desa Sebong Lagoi 1.0 1.0 1.0 Desa Sebong Pereh 1.0 1.0 1.0 Desa Sri Bintan 1.0 1.0 1.0 Kecamatan Toapaya Kelurahan Toapaya Asri 1.0 1.0 1.0 Desa Toapaya 1.0 1.0 1.0 Desa Toapaya Utara 1.0 1.0 1.0 Desa Toapaya Selatan 1.0 1.0 1.0 Kecamatan Mantang Desa Mantang Baru 1.0 1.0 1.0 Desa Mantang Besar 1.0 1.0 1.0 Desa Mantang Lama 1.0 1.0 1.0 Desa Dendun 1.0 1.0 1.0 Kecamatan Bintan Pesisir Desa Kelong 1.0 1.0 1.0 Desa Mapur 1.0 1.0 1.0 Desa Numbing 1.0 1.0 1.0 Desa Air Gelubi 1.0 1.0 1.0 Kecamatan Seri Kuala Lobam Kelurahan Teluk Lobam 1.0 1.0 1.0 Kelurahan Tanjung Permai 1.0 1.0 1.0 Desa Busung 1.0 1.0 1.0 Desa Teluk Sasah 1.0 1.0 1.0 Desa Kuala Sempang 1.0 1.0 1.0 Berdasarkan hasil penghitungan pada instrumen dalam penentuan area berisiko sanitasi dan setelah dilakukan penyesuaian dengan melakukan verifikasi ke lapangan pada wilayah kajian BPS, diperoleh hasil peta area berisiko sanitasi air limbah domestik, persampahan dan Drainase dengan risiko 1 (sangat rendah) terletak pada seluruh desa/kelurahan di Kabupaten Bintan. Peta Area Berisiko air limbah domestik secara visual dijabarkan dalam peta berikut ini.

Gambar 2.1.a Peta Area Beresiko Air Limbah di Kabupaten Bintan

Gambar 2.1.b Peta Area Beresiko Air Limbah di Kecamatan Tambelan, Kabupaten Bintan

Gambar 2.1.c Peta Area Beresiko Persampahan di Kabupaten Bintan Gambar 2.1.d Peta Area Beresiko Persampahan di Kecamatan Tambelan, Kabupaten Bintan

Gambar 2.1.e Peta Area Beresiko Drainase di Kabupaten Bintan

Gambar 2.1.f Peta Area Beresiko Drainase di Kabupaten Bintan

2.1.3 Zona Sistem Identifikasi sistem sanitasi yang paling sesuai untuk suatu wilayah serta perumusan program dan kegiatan yang diusulkan, dirangkum dalam penetapan sistem dan zona sanitasi. Sistem sanitasi adalah suatu proses multi-langkah, dimana berbagai jenis limbah dikelola dari titik timbulan (air limbah) ke titik pemanfaatan kembali atau pemrosesan akhir. Setiap tahapan disebut kelompok fungsional karena memiliki teknologi sendiri-sendiri dengan pengelolaan spesifik, ditentukan berdasarkan pentahapan implementasinya. Penentuan sistem sanitasi juga perlu mempertimbangkan berbagai aspek, tidak hanya teknis tetapi juga kemampuan keuangan daerah, kelembagaan, regulasi serta kondisi ekonomi, sosial dan budaya masyarakat setempat. 1. Sub Sektor Air Limbah Di Kabupaten Bintan pengelolaan air limbah masih dilakukan secara individual oleh penduduknya. Pengelolaan secara komunal maupun sistem perpipaan masih belum dilaksanakan baik oleh masyarakat maupun oleh swasta. Hal ini juga bisa dikaitkan dengan kondisi Kabupaten Bintan yang hampir semua kota-kotanya masih belum terlalu padat dan pola pemukiman penduduk yang menyebar. Kota-kota di Kabupaten Bintan sebagian besar masih berupa ibukota kecamatan dengan skala kota kecil yang kepadatan penduduknya masih belum tinggi. Berdasarkan pengalaman, kenyataan di lapangan dan penelitian bakteriologi membuktikan bahwa cubluk sistem lama berbahaya bagi kesehatan dan menganggu. Para ahli sanitasi sepakat bahwa semua sistem pembuangan air limbah/kotor harus dilengkapi tangki septik. Pada tangki tersebut limbah ini diubah menjadi gas dan cairan melalui aksi bakterianaerobic, yang kemudian menjadi tidak berbahaya. Sistem pengelolaan air limbah yang dipergunakan oleh penduduk di Kota Bintan hanya sebagian kecil yang memenuhi syarat kesehatan, yaitu penduduk yang berada dipusat kota yang telah menggunakan Septik Tank (Tanki Septik) sebagai media pembuangan air limbah. Sedangkan sebagian besar dari penduduk kota pembuangan air limbah selain kotoran manusia (tinja) disalurkan ke lahan-lahan yang lebih rendah tanpa pembuatan saluran air limbah yang memenuhi kriteria kesehatan serta sebagian lagi langsung disalurkan ke sungai. Pembuangan air limbah rumah tangga (domestik) yang memenuhi kriteria sehat adalah dengan sistem pembuangan air limbah melalui septik tank dengan

bidang resapan. Permasalahan prioritas yang dihadapi terkait dengan pengelolaan air limbah domestik pada umumnya masyarakat di Wilayah Kabupaten Bintan tidak mempunyai SPAL yang memadai, bahkan tidak punya SPAL sama sekali. Zona Sistem Air Limbah Kabupaten Bintan dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 2.4 Zona Sistem Air Limbah Catatan (jelaskan jika Kelurahan/ Desa Kode Zona Kode Zona Penyesuaian zona berubah setelah disesuaikan dengan hasil pemetaan) Kelurahan Kawal 1 1 Desa Gunung Kijang 2 2 Desa Malang Rapat 1 1 Desa Teluk Bakau 1 1 Kelurahan Kijang Kota 1 1 Kelurahan Sei. Lekop 1 1 Kelurahan Gn. Lengkuas 1 1 Kelurahan Sei. Enam 1 1 Kelurahan Tanjung Uban Kota 1 1 Kelurahan Tanjung Uban Utara 1 1 Kelurahan Tanjung Uban Selatan 1 1 Kelurahan Tanjung Uban Timur 1 1 Desa Lancang Kuning 1 1 Kelurahan Tembeling Tanjung 1 1 Desa Bintan Buyu 1 1 Desa Pangkil 2 2 Desa Penaga 2 2 Desa Pengujan 2 2 Desa Tembeling 1 1

Kelurahan Teluk Sekuni 2 2 Desa Batu Lepuk 2 2 Desa Kampung Hilir 2 2 Desa Kampung Melayu 2 2 Desa Pulau Mentebung 2 2 Desa Pulau Pinang 2 2 Desa Air Kukup 2 2 Desa Pengikik 2 2 Kelurahan Kota Baru 2 2 Desa Berakit 2 2 Desa Ekang Anculai 2 2 Desa Pengudang 2 2 Desa Sebong Lagoi 2 2 Desa Sebong Pereh 2 2 Desa Sri Bintan 2 2 Kelurahan Toapaya Asri 1 1 Desa Toapaya 2 2 Desa Toapaya Utara 2 2 Desa Toapaya Selatan 1 1 Desa Kelong 1 1 Desa Mapur 2 2 Desa Numbing 2 2 Desa Air Gelubi 2 2 Kelurahan Teluk Lobam 1 1 Kelurahan Tanjung Permai 1 1 Desa Busung 2 2 Desa Teluk Sasah 2 2 Desa Kuala Sempang 2 2

Gambar 2.2.a Peta Area Beresiko Air Limbah di Kabupaten Bintan

Gambar 2.2.b Peta Area Beresiko Air Limbah di Kecamatan Tambelan, Kabupaten Bintan

2. Sub Sektor Persampahan Pengelolaan persampahan di Kabupaten Bintan besar berada pada Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pemakaman (DKPP) serta Badan Lingkungan hidup (BLH) Kabupaten Bintan. Wilayah pelayanannya belum mencakup seluruh Kecamatan di Kabupaten Bintan, dikarenakan ada beberapa Kecamatan di Kabupaten Bintan yang terletak di luar pulau Bintan seperti Kecamatan Bintan Pesisir, Kecamatan Mantang dan Kecamatan Tambelan dan wilayah-wilayahnya jauh dari pusat kecamatan. Untuk Melayani Pengelolaan Sampah di Kecamatankecamatan tersebut DKPP mengerahkan Tim Kebersihan yang ditugaskan untuk menjaga kebersihan pada setiap Kecamatan, Namun dikarenakan jumlah petugas yang yang masih kurang sehingga ada beberapa Desa yang masih belum tersentuh oleh layanan persampahan. Sistem pengelolaan persampahan di Kabupaten Bintan dapat di bagi menjadi 4 tahap pengelolaan yakni: a. Kegiatan Penyapuan Jalan. b. Pengumpulan Sampah Dari Sumber Sampah. c. Pengangkutan Sampah. d. Tempat Pembuangan Akhir. Zona Sistem Persampahan Kabupaten Bintan dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 2.5 Zona Sistem Persampahan Fitur Zona (Kepadatan penduduk dari luas terbangun+ fungsi perkotaan) Catatan (jelaskan jika Kode Zona zona berubah Kode Kelurahan/ Desa Penyesuai setelah Zona an disesuaikan dengan hasil pemetaan) > 100 orang/ha; Urban Kelurahan Kawal 1 1 > 100 orang/ha; bukanurban Desa Gunung Kijang 2 2 > 100 orang/ha; Urban Desa Malang Rapat 1 1 > 100 orang/ha; Urban Desa Teluk Bakau 1 1 CBD Kelurahan Kijang Kota 3 3

> 100 orang/ha; Urban Kelurahan Sei. Lekop 1 1 > 100 orang/ha; Urban Kelurahan Gn. Lengkuas 1 1 > 100 orang/ha; Urban Kelurahan Sei. Enam 1 1 CBD Kelurahan Tanjung Uban Kota 3 3 > 100 orang/ha; Urban Kelurahan Tanjung Uban Utara 1 1 > 100 orang/ha; Urban Kelurahan Tanjung Uban Selatan 1 1 > 100 orang/ha; Urban Kelurahan Tanjung Uban Timur 1 1 > 100 orang/ha; Urban Desa Lancang Kuning 1 1 > 100 orang/ha; Urban Kelurahan Tembeling Tanjung 1 1 > 100 orang/ha; Urban Desa Bintan Buyu 1 1 > 100 orang/ha; bukanurban Desa Pangkil 2 2 > 100 orang/ha; bukanurban Desa Pengujan 2 2 > 100 orang/ha; Urban Desa Tembeling 1 1 area kepadatan rendah Kelurahan Teluk Sekuni 4 4 area kepadatan rendah Desa Batu Lepuk 4 4 area kepadatan rendah Desa Kampung Hilir 4 4 area kepadatan rendah Desa Kampung Melayu 4 4 area kepadatan rendah Desa Pulau Mentebung 4 4 area kepadatan rendah Desa Pulau Pinang 4 4 area kepadatan rendah Desa Air Kukup 4 4 area kepadatan rendah Desa Pengikik 4 4 > 100 orang/ha; bukanurban Kelurahan Kota Baru 2 2 > 100 orang/ha; bukan- Desa Berakit 2 2

urban > 100 orang/ha; bukanurban Desa Ekang Anculai 2 2 > 100 orang/ha; bukanurban Desa Pengudang 2 2 > 100 orang/ha; bukanurban Desa Sebong Lagoi 2 2 > 100 orang/ha; bukanurban Desa Sebong Pereh 2 2 > 100 orang/ha; bukanurban Desa Sri Bintan 2 2 > 100 orang/ha; Urban Kelurahan Toapaya Asri 1 1 > 100 orang/ha; bukanurban Desa Toapaya 2 2 > 100 orang/ha; bukanurban Desa Toapaya Utara 2 2 > 100 orang/ha; Urban Desa Toapaya Selatan 1 1 > 100 orang/ha; Urban Desa Mantang Besar 1 1 > 100 orang/ha; Urban Desa Mantang Lama 1 1 > 100 orang/ha; bukanurban Desa Dendun 2 2 > 100 orang/ha; Urban Desa Kelong 1 1 > 100 orang/ha; bukanurban Desa Mapur 2 2 > 100 orang/ha; bukanurban Desa Numbing 2 2 > 100 orang/ha; bukanurban Desa Air Gelubi 2 2 > 100 orang/ha; Urban Kelurahan Teluk Lobam 1 1 > 100 orang/ha; Urban Kelurahan Tanjung Permai 1 1 > 100 orang/ha; bukan- Desa Busung 2 2

urban > 100 orang/ha; bukanurban Desa Teluk Sasah 2 2 > 100 orang/ha; bukanurban Desa Kuala Sempang 2 2

Gambar 2.3.a Peta Area Beresiko Persampahan di Kabupaten Bintan Gambar 2.3.b Peta Area Beresiko Persampahan di Kecamatan Tambelan, Kabupaten Bintan

2. 1. 4 2 K e u a n g a n e

1.1.4 Keuangan Daerah Sebagai penunjang terlaksananya tahapan pengembangan sub sektor sanitasi di atas maka diperlukan juga perencanaan keuangan oleh kabupaten sesuai dengan kemampuan Kabupaten Bintan. Oleh sebab itu berikut perkiraan dana sanitasi yang diperlukan berdasarkan kebutuhan dan kemampuan periode 2014-2018 : Tabel 2.5 Perhitungan pertumbuhan pendanaan APBD Kabupaten Bintan untuk sanitasi Total Pendana U Perkiraan Kebutuhan Operasional 2014 2015 2016 (Rp) 1,881,411,362 2,306,747,314 2,732,083,266 3,157,419,218 3,582,755,170 13,660,416,330 Perkiraan APBD Murni Untuk Sanitasi 25,318,327,255 31,248,134,197,177,941,139 43,107,748,081 49,037,555,023 185,889,705,697 Perkiraan Komitmen 20,517,456,798 23,974,965,620 27,432,474,441 30,889,983,262 Pendanaan 34,347,492,083 137,162,372,204 Sanitasi Kemam puan 23,436,915,893 28,941,386,883 34,445,857,873 39,950,328,863 Mendan 45,454,799,853 172,229,289,367 ai SSK (APBD Murni) (2-1) Kemampua n Mendanai 18,636,045,436 21,668,218,306 24,700,391,175 27,732,564,044 SSK Komitmen) 30,764,736,913 123,501,955,874 Sumber : Pokja Sanitasi Kabupaten Bintan 2014, diolah

2.2 Air Limbah 2.2.1 Permasalahan Mendesak Air Limbah Di Kabupaten Bintan, kegiatan limbah domestik yang dihasilkan oleh masyarakat bersumber dari WC sentor, jamban helikopter, tempat cuci piring, tempat pembuangan air cucian dan mandi. Seperti halnya black water yang dihasilkan oleh rumah tangga tertentu yang disalurkan langsung dan mengendap di tanah dimana saluran penampungan itu berada. Pada wilayah semi perkotaan yang terdapat di Kecamatan Bintan, limbah domestik dari masyarakat disalurkan ke penampungan awal/tangki septik kemudian diangkut dan disedot oleh mobil tinja berhubung jenis dari tangki septik yang dibangun sifatnya permanen, sehingga limbah (black water) yang ada tidak dapat mengendap/diolah langsung oleh tanah. Selain itu, limbah domestik (black water) yang kelompok penggunanya tanpa ada sarana sanitasi atau jamban helikopter membuang langsung kotorannya kesungai dan ada juga yang membuang kotorannya langsung ke pekarangan belakang rumah/kebun. Pada wilayah tertentu dibagian desa masih terdapat masyarakat yang membuang limbah cuciannya langsung ke tanah tanpa ada saluran pembuangan. Sementara itu, ada juga masyarakat yang membuang limbah air cucian ke laut dan sungai. Untuk pipa sewer yang terdapat pada grafik di atas berupa sarana sanitasi system komunal seperti SANIMAS yang tersedia di beberapa desa di kabupaten Bintan. Berdasarkan hasil studi EHRA dapat diketahui bahwa tidak semua tanki yang dimiliki masyarakat aman masih ada 35% merupakan tanki septik suspek tidak aman. Hal ini dikarenakan tanki septik sudah dibangun lebih dari 5 tahun dan belum pernah dikuras. Beberapa permasalahan mendesak terkait kondisi air limbah Kabupaten Bintan dapat dilihat pada tabel berikut:

Permasalahan mendesak o Permasalahan Mendesak Belum ada PERDA yang mengatur permasalahan air limbah Manajemen air limbah belum optimal Kurangnya sarana dan prasarana pengelolaan air limbah Sumber : Pokja PPSP Kabupaten bintan 2014 Tabel 2.7: Permasalahan mendesak Air Limbah Domestik Aspek Teknis 1.Aspek pengembangan sarana dan prasarana: User Interface: Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa tempat penyaluran akhir tinja di Kabupaten Bintan terbesar mengunakan - tangki septic sebesar 64 %, - tidak tahu sebesar 13 %, - cubluk atau lobang tanah sebesar 1 %, - ke sungai 19,5 %, pipa

sewer 2 % - langsung ke drainase 1%. Pengumpulan & Penampungan / Pengolahan Awal: Berdasarkan hasil studi EHRA dapat diketahui bahwa tidak semua tanki yang dimiliki masyarakat aman masih ada 35% merupakan tanki septik suspek tidak aman. Hal ini dikarenakan tanki septik sudah dibangun lebih dari 5 tahun dan belum pernah dikuras. Pengangkutan / Pengaliran: Pengolahan Akhir Terpusat Belum memiliki IPLT. Daur Ulang / Pembuangan belum dilakukannya praktek Akhir: pendeteksian kualitas limbah Perencanaan Teknis dll. Belum adanya Master Plan Air Limbah Permukiman yang terintegrasi dengan RTRW perkotaan

Aspek Non-Teknis Teralokasi pendanaan dari Pemerintah Belum tertariknya sektor swasta untuk 2. Aspek Pendanaan: melakukan investasi Belum optimalnya penggalian potensi pendanaan dari masyarakat Masih rendah dan terbatasnya SDM yang terkait pengelolaan 3. Aspek Kelembagaan: Rendahnya koordinasi antar instansi dalam penetapan kebijakan Belum memadainya perangkat Perda 4. Aspek Peraturan yang diperlukan dalam pengelolaan Perundangan dan penegakan Belum adanya Perda terkait Restribusi hukum: Air Limbah Permukiman Masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan air limbah Terbatasnya penyelenggaraan pengembangan system yang berbasis 5. Aspek Peran serta masyarakat Masyarakat dan Dunia Usaha Masih kurangnya sosialisasi mengenai / Swasta: pentingnya pengelolaan Rendahnya koordinasi antar instansi terkait dalam menggerakkan peran masyarakat Sebagian besar masyarakat belum 6. Aspek Komunikasi, PMJK memahami akan pentingnya pola hidup dll. bersih dan sehat (PHBS) Sumber BPS Bab 3 Kabupaten Bintan 2014

2.2.2 Sasaran dan Rencana Pengembangan Pembangunan Air Limbah Tabel 2.8: Resume Tujuan dan Sasaran Air Limbah Domestik Air Limbah Permukiman Tujuan: 1. Membentuk karakter atau prilaku masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan dalam pengelolaan air limbah permukiman 2. Meningkatnya akses masyarakat terhadap pelayanan pengelolaan air limbah permukiman dengan sistem setempat (on-site) dan sistem terpadu atau sistem pengelolaan dan reklamasi air terpusat pada suatu kawasan yang saling terhubung dalam untuk jangka panjang tahun 2019 Sasaran: 1. Berkurangnya angka BABS sebanyak 16.61% atau 6.657,8 Rumah Tangga dan Berkurangnya angka Cubluk dan Sejenisnya sebanyak 0.48% atau 230,79 Rumah Tangga pada tahun 2020 dengan indikator sasaran Tahun 2020 penduduk yang BABS berkurang menjadi 6.657,8 Rumah Tangga dan Berkurangnya angka Cubluk dan Sejenisnya sebanyak 0.48% atau 230,79 Rumah Tangga pada tahun 2020 2. Peningkatan layanan air limbah sistem on-site menjadi 65.23% atau 26.146,14 Rumah Tangga pada tahun 2020 serta penyediaan sistem komunal bertambah dengan cakupan layanan eksisting menjadi 1.40% atau 561,162 Rumah Tangga pada tahun 2020 dan penyediaan MCK++ menjadi 0.83% atau 332,68 Rumah Tangga dan penyediaan sistem offsite dengan cakupan layanan 4.63% atau 1.855,84 Rumah Tangga pada tahun 2020 dengan indikator sasaran Sampai tahun 2020 sebanyak 26534,95 Rumah Tangga yang terlayani sistem on site dan 561,16 Rumah Tangga yang terlayani sistem sistem komunal, sebanyak 332,68 RT yang terlayani siatm MCK/MCK++, serta 1.855,84 Rumah Tanggayang terlayani dengan sistem off-site. Sumber referensi : Dokumen SSK

Tabel 2.9: Rencana Pengembangan Jangka Menengah Air Limbah Domestik Cakupan Tahun Jumlah No Sistem layanan KK (2015) (2016) (2017) (2018) (2019) eksisting terlayani (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) (i) Buang Air A B 1 2 C Besar Sembarangan (BABS)** 49% 39% 29% 19% 9% 0% Sistem Onsite (setempat) Cubluk dan 3% sejenisnya. 2,5% 2% 1,5% 1% 0% Individual 47,9% (tangki septik) 50,5% 60,5% 70% 80% 85% Sistem Komunal 1 MCK/MCK++ 0,1% 1% 2% 4% 6% 8% 2 IPAL komunal 0% 0% 0% 0% 0% 0% 3 Tangki septik komunal 0% 0% 0% 0% 0% 0% D Sistem Offsite (terpusat) 0% 0% 0% 0% 0% 0% 2.2.3 Kerangka Kerja Logis Air Limbah Kerangka Kerja Logis (KKL) merupakan benang merah atau keterkaitan atau rangkuman antara Buku Putih dan SSK yang mencerminkan kondisi eksisting (permaalahan mendesak dan isu strategis), tujuan, Sasaran, Indikator

Sasaran, Program dan Kegiatan. Tabel Kerangka Kerja Logis (KKL) dapat dilihat di Lampiran A. 2.2.4 Prioritas Pembangunan Air Limbah Uraian pada Sub bab ini merupakan rangkaian dari sub bab sebelumnya dan sesuai manual data ini bisa di adopsi dari Daftar Program dan Kegiatan yang sudah disusun dari SSK. Penekanan pada sub bab ini, adalah agar Pokja dapat mengkaji dan menyepakati Daftar Program sesuai urutan Tingkat Prioritas-nya, dengan semata-mata mempertimbangkan kepentingan Kab/Kota dan tanpa dipengaruhi kepentingan dari masing-masing kedinasan. Secara proses, direkomendasikan untuk menetapkan terlebih dahulu 3 atau 4 saja sebagai Prioritas UTAMA kaji terkait ketersediaan ANGGARAN dan RENCANA IMPLEMENTASI-nya. Apabila dalam proses ke 3 atau 4 program diatas sudah ada kepastian penganggarannya (dari berbagai sumber pendanaan), Pokja dapat menetapkan kembali prioritas lanjutan (kemungkinan bisa dilakukan pada tahun n+3 atau n+4 atau di review pada dokumen MPS Tahunan ). Konsultasi dan koordinasi dengan seluruh Dinas terkait untuk penetapan prioritasi ini merupakan KEHARUSAN. Tabel 2.10: Prioritas Program dan Kegiatan Air Limbah Domestik Score (dan bobot) Permasalahan Persepsi Pro- Score Urutan No Penerima Program. manfaat mendesa Pokja poor total prioritas k 25% 25% 20% 30% (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1 Pembangunan MCK 1 4 4 4 3.25 1 2 Pembangunan IPAL Komunal 1 4 4 3 2.25 2 3 Revitalisasi IPLT 2 3 3 1 2.25 2

2.3 Persampahan 2.3.1 Permasalahan Mendesak Persampahan No Permasalahan Mendesak Pengadaan Sarana dan Prasarana pengelolaan sampah di Kec. 1 Toapaya, Gunung Kijang dan Bintan Timur telah dilaksanakan namun belum difungsikan Kurangnya tenaga kerja (pasukan kuning) dan sarana prasarana 2 pengangkutan sampah yang dapat menjangkau seluruh Kecamatan di Kabupaten Bintan Tabel 2.11 Permasalahan Mendesak Persampahan Aspek Teknis 1.Aspek Pengembangan Sarana dan Prasarana User Interface: Grafik memperlihatkan pengelolaan sampah rumah tangga berdasarkan hasil studi EHRA hanya sebesar 26,4% yang dinilai cukup baik antara lain :

1. Dikumpulkan dan dibuang ke TPS sebesar 25,3%. 2. Dikumpulkan oleh pendaur ulang sebesar 0,8%. 3. Dibuang ke lubang dan ditutup tanah sebesar 0,3% Sebagian besar belum mengelola sampahnya dengan baik atau sebesar 73,6% yang antara lain : 1. Dibuang ke lahan kosong/kebun/hutan dan dibiarkan membusuk sebesar 1,8%. 2. Di bakar sebesar 55 %. 3. Dibuang ke sungai/danau/kali/laut sebesar 15,3%. 4. Dibuang kedalam lubang tetapi tidak ditutup dengan tanah sebesar 1,5%. Pengumpulan Alat pengumpulan setempat tidak memadai dari segi setempat kuantitas (hanya ada 12 unit Becak Motor) Belum ada pembagian zona sistem pengangkutan sampah. Sudah ada skema strategi untuk kerjasama dengan swasta/kelompok masyarakat dalam pengelolaan persampahan namun belum maksimal Penampungan Jumlah TPS yang ada tidak mencukupi (hanya ada 8 Sementara (TPS): unit TPS biasa dan 4 unit kontainer). Jumlah TPST hanya tersedia: 2 unit TPST, kapasitas total: 20 m3/hari atau setara dengan 0,21 % dari timbulan sampah Kab./Kota. Pengangkutan: Masih kurangnya sarana pengangkut sampah, hanya ada 2 unit truk dan 1 unit Amroll hanya untuk melayani wilayah perkotaan. (Semi) Kapasitas pengolahan sampah sebesar: 150 m3/hari Pengolahan Akhir atau setara dengan 1,8 % dari timbulan sampah Terpusat kab/kota hanya dimanfaatkan untuk pengolahan 50

m3/hari. Daur Ulang / TPA xx yang akan habis masa pemanfaatannya pada Tempat tahun xx Pemrosesan Akhir: Pengelolaan TPA masih memakai system Open Dumping Perencanaan Belum tersedianya master plan dan dokumen perencanaan lainnya Aspek Non-Teknis 2. Aspek Kelembagaan: Dinas masih berfungsi sebagai operator dan regulator Badan Pengelola TPST dan (Semi) Pengolahan Akhir Terpusat belum bekerja maksimal karena keterbatasan pendanaan operasional. SDM kurang memadai, baik dari kuantitas dan kualitas 3. Aspek Pendanaan: Penganggaran untuk pembangunan prasarana dan sarana persampahan belum dapat melayani seluruh wilayah perkotaan. Biaya Operasi dan Pemeliharaan untuk pengangkutan, TPST dan TPA masih sangat kurang untuk dapat melakukan O & P infrastruktur yang ada. Rendahnya dana penarikan restribusi 4. Aspek Peran Serta Potensi masyarakat belum dikembangkan Masyarakat dan Dunia secara sistematis Usaha / Swasta: Peran serta masyarakat dan dunia usaha / swasta masih sangat kecil dibandingkan kebutuhan untuk pengelolaan persampahan skala kota/kab. 5. Aspek Peraturan Penerapan sanksi hukum dari Perda belum

Perundangan dan penegakan hukum: efektif Belum ada Perda yang mengatur tentang tata kelola persampahan khususnya yang mengatur kelembagaan pengelolaan persampahan secara keseluruhan dan berkelanjutan. Belum tersosialisasinya ketentuan penangan sampah terhadap masyarakat 2.3.2 Sasaran Pembangunan Sampah Tabel 2.12 Tujuan dan Sasaran Pengembangan Persampahan Tabel 2.13: Rencana Pengembangan Jangka Menengah Persampahan Cakupa Sasaran Tahun n N Keteranga Sistem layanan (2015 (2016 (2017 (2018 (2019 o n eksistin ) ) ) ) ) g (a (c) (d) (e) (f) (g) (h) (i) (b) ) Penangana A n Langsung 1 Zona 1 0% 2 Zona 2 0% Penangana B n tidak langsung 1 Zona 2 Zona C TPA

2.3.3 Kerangka Kerja Logis Kerangka Kerja Logis dimasukkan dalam Lampiran A. Masukkan Kerangka Kerja Logis untuk PHBS menjadi bagian dari KKL Persampahan. 2.3.3 Prioritas Pembangunan Persampahan Tabel 2.14: Prioritas Program dan Kegiatan Persampahan Domestik Score (dan bobot) No. Program Permasalah Urutan Penerima Persepsi Propoor total Score an priorit manfaat Pokja mendesak as 25% 25% 25% 25% (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1 2 3 4 5 dst Pembangunan TPA Penyusunan Masterplan Persampahan Pengadaan alat angkut sampah Pembangunan TPST Pembangunan ITF Dst... 4 4 4 3 3.75 1 4 4 4 2 3.50 1 2 4 4 1 2.75 2 1 3 3 3 2.50 2 3 2 2 1 1.75 3 2.4 Drainase 2.4.1 Permasalahan Mendesak Drainase No Permasalahan Mendesak

1 Timbulnya daerah genangan air 2 Belum ada perda yang mengatur permasalahan drainase Rendahnya kesadaran masyarakat tentang fungsi dan manfaat drainase 3 lingkungan 4 Terbatasnya anggaran pemerintah untuk pembangunan drainase 5 Belum ada Perda yang mengatur Pengelolaan drainase perkotaan

Gambar 2.4 Lokasi Genangan