HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG TB PARU DENGAN KEPATUHAN MENJALANI PROGRAM PENGOBATAN PADA PENDERITA TB PARU DI BBKPM SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.bakteri ini berbentuk batang dan bersifat

J. Teguh Widjaja 1, Hartini Tiono 2, Nadia Dara Ayundha 3 1 Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha

Artikel Penelitian. Abstrak. Abstract PENDAHULUAN. Nitari Rahmi 1, Irvan Medison 2, Ifdelia Suryadi 3

Sri Marisya Setiarni, Adi Heru Sutomo, Widodo Hariyono Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang. disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis yang pada

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. Badan kesehatan dunia, World Health Organitation

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. komplikasi berbahaya hingga kematian (Depkes, 2015). milyar orang di dunia telah terinfeksi bakteri M. tuberculosis.

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN MOTIVASI PETUGAS TBC DENGAN ANGKA PENEMUAN KASUS TBC DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUPATEN BOYOLALI

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) paru yaitu salah satu penyakit menular yang

HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN KESEMBUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU BTA POSITIF DI PUSKESMAS DELANGGU KABUPATEN KLATEN

HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT KONTAK, KELEMBABAN, PENCAHAYAAN, DAN KEPADATAN HUNIAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU PADA ANAK DI KABUPATEN SUKOHARJO

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PENDERITA TUBERKULOSIS TERHADAP KETIDAKPATUHAN DALAM PENGOBATAN MENURUT SISTEM DOTS DI RSU

BAB I PENDAHULUAN. Perkembagan laju penyakit di Indonesia dewasa ini sangat

Kata kunci: Tuberkulosis paru, tingkat kepatuhan, konsumsi obat Tuberkulosis

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PENDERITA TUBERKULOSIS TERHADAP KETIDAKPATUHAN DALAM PENGOBATAN MENURUT SISTEM DOTS DI RSU

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. pengobatan. Pada era Jaminan Kesehatan Nasional saat ini pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar

Nurhayati Jumaelah 1, Ns. Yunie Armiyati, M.Kep, Sp.KMB 2, Ir. Rahayu Astuti, M.Kes 3

Maria Jita Iba Badu¹, Tedy Candra Lesmana², Siti Aspuah³ ABSTRACT

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terbaru (2010), masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan

BAB I PENDAHULUAN. infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia. Tuberculosis menyebabkan 5000 kematian perhari atau hampir 2 juta

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sinar matahari, tetapi dapat hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan

Hubungan Pengetahuan dan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis di Puskesmas Andalas Kota Padang

Kata Kunci : Peran PMO, Kepatuhan minum obat, Pasien tuberkulosis paru. Pengaruh Peran Pengawas... 90

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta

PRATIWI ARI HENDRAWATI J

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di seluruh dunia. Sampai tahun 2011 tercatat 9 juta kasus baru

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan

Artikel Penelitian. thedots strategysince 1995.Based on the annual report of Padang City Health Department in 2011, the treatment. Abstrak.

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu

HUBUNGAN DUKUNGAN PASANGAN PENDERITA TB DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. kematian terbesar kedua di dunia setelah Human Immunodeviciency Virus

Marieta K. S. Bai, SSiT, M.Kes. Abstract

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menimbulkan komplikasi kesakitan (morbiditas) dan kematian

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERHASILAN PENGOBATAN TUBERKULOSIS DI WILAYAH PUSKESMAS NGUTER KABUPATEN SUKOHARJO

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ANGKA KESEMBUHAN DAN ANGKA PENEMUAN KASUS TUBERKULOSIS DI KOTA SEMARANG TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. menyerang paru dan dapat juga menyerang organ tubuh lain (Laban, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat


SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Ari Kurniati 1, dr. H. Kusbaryanto, M. Kes 2 ABSTRAK

ABSTRACT. Keywords: Supervisory Swallowing Drugs, Role of Family, Compliance Drinking Drugs, Tuberculosis Patients ABSTRAK

Jurnal Care Vol. 3, No. 2, Tahun 2015 PENGETAHUAN PASIEN TUBERCULOSIS BERIMPLIKASI TERHADAP KEPATUHAN BEROBAT

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesehatan penduduk Indonesia. Mycrobacterium Tuberculosis (Mansyur, 1999). Penyakit tuberkulosis (TB) paru masih

PENDAHULUAN. Herdianti STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan. masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan terutama di Negara berkembang seperti di Indonesia. Penyebaran

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Melalui pembangunan kesehatan diharapkan akan tercapai

Keyword : pulmonary tuberculosis smear positive, characteristic of patient

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terdapat di negara-negara berkembang dan 75% penderita TB Paru adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

PENGARUH KOINSIDENSI DIABETES MELITUS TERHADAP LAMA PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Asam) positif yang sangat berpotensi menularkan penyakit ini (Depkes RI, Laporan tahunan WHO (World Health Organitation) tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

PERAN PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) TERHADAP KEBERHASILAN PENGOBATAN TB PARU DI KECAMATAN MEDAN MAIMUN. Oleh: FILZA RIFQI AUFA ASLAM

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. tanah lembab dan tidak adanya sinar matahari (Corwin, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (World

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas

KARAKTERISTIK PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS TUMINTING MANADO

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor risiko..., Helda Suarni, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

Transkripsi:

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG TB PARU DENGAN KEPATUHAN MENJALANI PROGRAM PENGOBATAN PADA PENDERITA TB PARU DI BBKPM SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran DONI PRABOWO J 500 070 085 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012

NASKAH PUBLIKASI ii

ABSTRAK Doni Prabowo, J500070085, 2012. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Tentang TB Paru Dengan Kepatuhan Menjalani Program Pengobatan Pada Penderita TB Paru di BBKPM Surakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. Latar Belakang : Tuberkulosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Indonesia saat ini berada pada peringkat kelima negara dengan beban TB Paru tertinggi di dunia. Kepatuhan menjalani program pengobatan TB Paru menjadi salah satu faktor yang berperan dalam keberhasilan penanggulangan TB Paru, dan pengetahuan menjadi salah satu faktor yang mendorong pasien TB Paru untuk menjalani program pengobatan TB Paru. Tujuan : Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan tentang TB Paru dengan kepatuhan menjalani program pengobatan pada penderita TB Paru di BBKPM Surakarta. Metode : Desain penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Data tingkat pengetahuan dan kepatuhan diperoleh melalui kuesioner. Subjek penelitian ini adalah pasien TB Paru yang mendapat pengobatan jangka pendek tahun 2012 di BBKPM Surakarta. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Fisher s Exact. Hasil : Terdapat 50 responden, terdiri dari 42 responden patuh dan 8 responden tidak patuh. Dari 42 responden patuh terdapat 30 responden berpengetahuan baik, 12 responden berpengetahuan rendah. Dari 8 responden tidak patuh terdapat 1 responden berpengetahuan baik, dan 7 responden berpengetahuan rendah. Dari hasil analisis Fisher s Exact didapatkan p=0.003. Kesimpulan : Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan tentang TB Paru dengan kepatuhan menjalani program pengobatan pada penderita TB Paru. Responden yang memiliki tingkat pengetahuan baik tentang TB Paru akan meningkatkan kepatuhan pengobatan TB Paru, sedangkan yang memiliki pengetahuan kurang akan menurunkan tingkat kepatuhan. Kata kunci: Tingkat Pengetahuan, Kepatuhan, TB Paru iii

ABSTRACT Doni Prabowo, J500070085, 2012. Relationship Between Levels of Pulmonary TB Awareness Program With Compliance Undergoing Treatment in Pulmonary TB Patients at BBKPM Surakarta. Faculty of Medicine Surakarta Muhammadiyah University. Background: Pulmonary Tuberculosis (Pulmonary TB) is a contagious disease that remains a public health problem globally and of course Indonesia. This disease is caused by the Mycobacterium Tuberculosis infection. Indonesia currently ranks fifth of Pulmonary TB in the world. Compliance of Pulmonary TB treatment program to be one contributing factor in the success tackling, and knowledge become one of the factors that encourage Pulmonary TB patients to undergo Pulmonary TB treatment program. Objectives: To determine the relationship between knowledge levels of Pulmonary TB with compliance of undergoing treatment in Pulmonary TB patients at BBKPM Surakarta. Methods: The study design was observational analytic with cross sectional approach. Knowledge-level and compliance data obtained through questionnaires. The subject of this study were pulmonary TB patients who received short-term treatment on 2012 at BBKPM Surakarta. Data were analyzed with Fisher's Exact test. Results: There were 50 respondents, consisting of 42 compliance s respondents and 8 uncompliance respondents. From 42 respondents there were 30 good knowledgeable respondents, 12 low-knowledgeable respondents. From 8 respondents there is a good knowledgeable respondents, and 7 lowknowledgeable respondents. Fisher's Exact obtained p=0.003. Conclusion: There is a relationship between knowledge levels of Pulmonary TB with compliance of undergoing treatment in Pulmonary TB patients. Respondents who have a good level of knowledge about Pulmonary TB would improve compliance of Pulmonary TB treatment s, and those with less knowledge will reduce the level of compliance. Keywords: Level of Knowledge, Compliance, Pulmonary TB iv

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis merupakan masalah di dunia baik dari segi angka morbiditas maupun mortalitas, penyakit ini banyak menyerang golongan usia produktif antara 15 49 tahun. Umur diatas 40 tahun merupakan faktor risiko paling tinggi terkena TB Paru (Mansyur, 2001). Perkiraan jumlah kasus TB sekitar dua miliar orang dari sepertiga penduduk dunia terkena basil TB dan setengah penduduk dunia meninggal akibat penyakit TB terutama di Negara berkembang (WHO, 2009). Hingga saat ini, belum ada satu negara pun yang bebas TB. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis ini pun tinggi. Tahun 2009, 1,7 juta dari total 9,4 juta total kasus meninggal karena TB (Depkes RI, 2011). Di Indonesia, TB Paru merupakan masalah utama kesehatan masyarakat, Laporan WHO pada tahun 2009, mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi lima dengan jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Lima negara dengan jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan Indonesia. Data TB Indonesia, Total seluruh kasus TB tahun 2009 sebanyak 294.731 kasus, dimana 169.213 adalah kasus TB baru BTA positif, 108.616 adalah kasus TB BTA negatif, 11.215 adalah kasus TB Extra Paru, 3.709 adalah kasus TB Kambuh, dan 1.978 adalah kasus pengobatan ulang diluar kasus kambuh (WHO, 2009). Sementara itu, untuk keberhasilan pengobatan dari tahun 2003 sampai tahun 2008 (dalam %), tahun 2003 (87%), tahun 2004 (90%), tahun 2005 sampai 2008 semuanya sama (91%). Penanggulangan TB Paru di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda namun pada saat itu terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang kemerdekaan, Tuberkulosis ditanggulangi melalui Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta. Penanggulangan TB Paru dilakukan secara nasional melalui Puskesmas. Program Nasional Penanggulangan TB Paru mulai melaksanakan strategi DOTS (Directly Observed Treatmennt Short course) dan menerapkannya pada Puskesmas secara bertahap. Tahun 2000, hampir seluruh Puskesmas telah mempunyai komitmen dan melaksanakan strategi DOTS yang diintergrasikan dalam Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) (Depkes RI, 2006). Penemuan penderita baru BTA (+) di Provinsi Jawa Tengah tahun 2008 sebanyak 16.748 penderita atau 47,97%, meningkat bila dibandingkan dengan CDR tahun 2007 sebesar 47,75%. CDR tertinggi adalah di Kota Pekalongan sebesar 106,44% dan yang terendah adalah di Kota Salatiga sebesar 24,08%. Terdapat lima kabupaten/kota yang sudah melampaui target 70% yaitu Kota Pekalongan (106,44%), Kota Surakarta (84,29%), Kabupaten Tegal (71,55%), Kota Pekalongan (80,02%), dan Kabupaten Batang (77,53%) (Dinkes Jateng, 2008). Berdasarkan data dari Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta, jumlah kasus TB Paru dewasa pada tahun 2008 terdapat 398 kasus pada tahun 2009 terdapat 588 kasus, sedangkan pada tahun 2010 terdapat 435 kasus. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah kasus 1

tuberkulosis pada orang dewasa di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta mengalami fluktuaktif artinya jumlah kasus tidak menentu selama tiga tahun terakhir (BBKPM Surakarta, 2010). Usaha untuk membasmi TB Paru telah dilakukan dengan berbagai macam cara mulai dari pengobatan, sampai dengan pencegahan, namun hingga saat ini masih merupakan masalah yang serius. Usaha pengobatan dengan menggunakan empat macam obat yang umum digunakan sekarang belum memberikan hasil pengobatan yang memadai, disebabkan oleh tidak terjangkaunya biaya pengobatan, ketidakdisiplinan mengkonsumsi obat, lamanya waktu pengobatan dan sebab-sebab lain (Suryanto, 2000). B. Rumusan Masalah Adakah hubungan tingkat pengetahuan tentang TB Paru dengan kepatuhan menjalani program pengobatan pada penderita TB Paru di BBKPM Surakarta? C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan tentang TB Paru dengan kepatuhan menjalani program pengobatan pada penderita TB Paru di BBKPM Surakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang adanya hubungan tingkat pengetahuan tentang TB Paru dengan kepatuhan menjalani program pengobatan pada penderita TB Paru di BBKPM Surakarta. 2. Manfaat Aplikatif a. Diharapkan dapat sebagai bahan pertimbangan bagi BBKPM Surakarta untuk meningkatkan kepatuhan bagi penderita TB Paru untuk berobat. b. Agar masyarakat lebih mengetahui program pemberantasan TB Paru sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. II. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di BBKPM Surakarta pada bulan Mei sampai Juni 2012. C. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah pasien TB Paru yang mendapat program pengobatan jangka pendek tahun 2012 di BBKPM Surakarta. D. Teknik Sampling Teknik sampling yang digunakan menggunakan purposive sampling yaitu didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2005). 2

Kriteria Retriksi : 1. Kriteria Inklusi : Kriteria inklusi adalah karakteristik umum dari subjek penelitian yang layak untuk dijadikan responden. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah : a. Penderita TB Paru. b. Usia diatas 15 tahun. c. Sudah melewati fase intensif. d. Mendapat obat. e. Pasien yang kooperatif. 2. Kriteria eksklusi : Kriteria eksklusi merupakan subjek penelitian yang tidak dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah : a. Wanita hamil atau menyusui. b. Tidak bersedia menjadi subyek penelitian. Jumlah sampel ditemukan dengan rumus : Z²1 α/2 pq d² 1,96. 0,5.0,5 0,01921 50 Dengan demikian, besar sampel dalam penelitian ini ditetapkan sebanyak 50 responden. Keterangan : n = besar sampel. p = perkiraan proporsi (prevalensi) penyakit pada populasi (Kharisma, 2010). q = 1-p. Z²1-α/2 = statistik Z pada distribusi standar, pada tingkat kemaknaan α. d = presisi absolut yang di inginkan pada kedua sisi proporsi populasi. E. Identifikasi Variabel Penelitian Dalam penelitian ini dipakai variabel sebagai berikut: 1. Variabel bebas : Tingkat pengetahuan tentang TB Paru. 2. Variabel terikat : Kepatuhan pengobatan penderita TB Paru. F. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Tingkat pengetahuan TB Paru. a. Definisi : Pemahaman penderita tentang penyakit TB Paru menyangkut gejala, penyebab, cara penularan serta cara mencegah. b. Skala pengukuran : Ordinal. c. Cara pengukuran : Menggunakan kuesioner. Prosentase penilaian tingkat pengetahuan dimasukkan ke dalam standar kriteria obyektif sebagai berikut (Arikunto, 2006) : 1) Tingkat pengetahuan baik jika jawaban benar 76% - 100%. 3

2) Tingkat pengetahuan sedang jika jawaban benar 55% - 75%. 3) Tingkat pengetahuan kurang jika jawaban benar <55%. 2. Kepatuhan pengobatan penderita TB Paru. a. Definisi : Ketaatan minum obat diukur dari kesesuaiannya dan aturan yang ditetapkan, dengan pengobatan lengkap sampai selesai dalam jangka waktu 6 bulan. b. Skala pengukuran : Nominal. c. Cara pengukuran : Penulis mengambil cut of point dengan menganalogikakan kategori pengetahuan yakni 76% ke atas sebagaimana pada Arikunto (2006). Untuk kepatuhan, dianggap patuh jika nilainya 16x76%=12,6. Jadi dianggap patuh jika nilainya 12,6 ke atas, dan jika tidak patuh nilainya kurang dari 12,6. G. Sumber Data Data primer diambil dari pengisian kuesioner. H. Instrumen Penelitian Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Peneliti menggunakan kuesionernya langsung dengan item kuesioner tipe pilihan di mana responden hanya memilih salah satu jawaban dari sekian banyak jawaban (alternatif) yang sudah disediakan (Hadi, 2005). Di mana kuesioner yang digunakan berupa kuesioner pengetahuan tentang TB Paru dan kuesioner kepatuhan dalam berobat. I. Jalannya Penelitian Semua Penderita TB Paru di BPKPM Surakarta Kriteria inklusi dan eksklusi Sampel Purposive Sampling Kuesioner Pengetahuan Kuesioner Kepatuhan Analisis dengan Fisher s Exact Gambar 2. Rancangan penelitian J. Teknik dan Analisis Data Data yang sudah diperoleh kemudian dianalisis dengan uji analisis statistik Fisher s Exact dengan program SPSS for Windows versi 17.0. 4

K. Pelaksanaan Penelitian Kegiatan Okt Nov Des Jan Feb Maret Apr Mei Juni Penyusunan Proposal Ujian Proposal Perbaikan Proposal Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Penyusunan Skripsi Ujian Skripsi Perbaikan Skripsi Tabel 2. Pelaksanaan Penelitian III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Dari hasil penelitian di BBKPM yang dilaksanakan bulan Mei sampai Juni 2012. Didapatkan sampel sejumlah 50 responden. Adapun data hasil penelitian terperinci sebagai berikut : 1. Distribusi tingkat pengetahuan tentang TB Paru Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan tentang TB Paru dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tingkat Pengetahuan Responden Persentase (%) Tentang TB Paru Baik 31 62 Kurang 19 38 Total 50 100 Tabel 3. Distribusi gambaran berdasarkan tingkat pengetahuan tentang TB Paru. 2. Distribusi kepatuhan pengobatan penderita TB Paru Distribusi responden berdasarkan kepatuhan pengobatan penderita TB Paru dapat dilihat pada tabel berikut ini: Kepatuhan Responden Persentase (%) Patuh 42 84 Tidak Patuh 8 16 Total 50 100 Tabel 4. Distribusi gambaran berdasarkan kepatuhan pengobatan penderita TB Paru. 5

3. Distribusi jenis kelamin Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini: Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%) Laki-laki 30 60 Perempuan 20 40 Total 50 100 Tabel 5. Distribusi gambaran berdasarkan jenis kelamin. 4. Distribusi tingkat pendidikan Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut ini: Pendidikan Responden Persentase (%) Tidak sekolah 3 6 SD 11 22 SMP 11 22 SMA 21 42 Sarjana 4 8 Total 50 100 Tabel 6. Distribusi gambaran berdasarkan tingkat pendidikan. 6

5. Distribusi tingkat usia Distribusi responden berdasarkan tingkat usia dapat dilihat pada tabel berikut ini: Usia Responden Persentase (%) 15-24 7 14 25-34 5 10 35-44 16 32 45-54 13 26 >55 9 18 Total 50 100 Tabel 7. Distribusi gambaran berdasarkan tingkat usia. B. Analisis Data Distribusi frekuensi pengetahuan tentang TB Paru yang patuh dan tidak patuh pada pengobatan penderita TB Paru dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tingkat Pengetahuan Tidak Patuh Kepatuhan Persentase (%) Patuh Persentase (%) Total Baik 1 12,5 30 71,4 31 0.003 Kurang 7 87,5 12 28,6 19 Total 8 100 42 100 50 Tabel 8. Hubungan antara tingkat pengetahuan tentang TB Paru dengan kepatuhan menjalani program pengobatan TB Paru. P 7

45 40 35 30 25 20 15 Tidak Patuh Patuh 10 5 0 Baik Kurang Total Gambar 8. Distribusi frekuensi hubungan antara tingkat pengetahuan tentang TB Paru dengan kepatuhan menjalani program pengobatan TB Paru. Interpretasi hasil : Dari analisis fisher s exact dengan program SPSS 17.0 for windows (terlampir) untuk menguji adanya hubungan antara tingkat pengetahuan tentang TB Paru dengan kepatuhan menjalani program pengobatan TB Paru didapatkan hasil sebagai berikut : - Angka Fisher s Exact adalah 0.003 yang berarti lebih kecil dari 0.05, berarti hipotesis nihil ditolak dan hipotesis alternatif diterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan tentang TB Paru dengan kepatuhan menjalani program pengobatan TB Paru. C. Pembahasan Penelitian dilakukan di BBKPM Surakarta pada bulan Mei sampai Juni 2012. Pada penelitian ini, data responden yang dipakai adalah responden dengan kriteria berikut : penderita paru, usia > 15th, sudah melewati fase intensif, mendapat obat dan pasien yang kooperatif. Dan apabila diketahui ada responden yang tidak bersedia ataupun diketaui wanita hamil maka tidak disertakan dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di BBKPM Surakarta diperoleh data-data yang telah disajikan dalam bentuk gambar dan tabel. Pada penelitian ini diteliti 50 responden. Karakteristik responden pada penelitian ini terdiri dari 31 responden (62%) memiliki pengetahuan tentang TB Paru baik, 19 responden (38%) memiliki pengetahuan tentang TB Paru kurang. Karakteristik responden pada penelitian ini terdiri dari 42 responden (84%) patuh, 8 responden (16%) tidak patuh, 30 responden (60%) berjenis kelamin laki-laki, 20 responden (40%) perempuan, 3 responden (6%) tidak sekolah, 11 responden (22%) berpendidikan SD, 11 responden (22%) berpendidikan SMP, 8

21 responden (42%) berpendidikan SMA dan 4 responden (8%) berpendidikan Sarjana. Karakteristik responden pada penelitian ini terdiri 7 responden (14%) berusia 15-24th, 5 responden (10%) berusia 25-34th, 16 responden (32%) berusia 35-44th, 13 responden (26%) berusia 45-54th, dan 9 responden (18%) berusia >55th. Analisis data menggunakan uji Chi-Square dengan nilai p=0.05. Akan tetapi karena jumlah cells yang memiliki expected count nya kurang dari 5 lebih dari 20% maka uji Chi-Square tidak memenuhi syarat. Penulis menggabungkan cells dari tabel 3x2 menjadi tabel 2x2. Cells yang penulis gabung adalah cells pengetahuan sedang dan pengetahuan rendah dengan alasan cells yang berpengetahuan rendah frekuensinya kecil sehingga digabungkan dengan cells berpengetahuan sedang. Cells hasil penggabungan penulis uji dengan Chi-Square lagi untuk tabel 2x2, hasil uji Chi-Square tabel 2x2 hasil penggabungan juga tidak memenuhi syarat karena alasan yang sama dengan alasan yang disebut sebelumnya. Penulis menggunakan uji Fisher s Exact sebagai alternatif uji Chi-Square tabel 2x2, dari uji Fisher s Exact didapat nilai p=0.003. Disimpulkan bahwa terdapat ada hubungan antara tingkat pengetahuan tentang TB Paru dengan kepatuhan menjalani program pengobatan pada penderita TB Paru. Dapat dijelaskan bahwa responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang lebih baik tentang TB Paru akan mematuhi program pengobatan TB Paru. Sedangkan yang memiliki pengetahuan kurang akan menurunkan tingkat kepatuhan. Hal ini sesuai dengan penelitian Intang (2004) bahwa pengetahuan lebih dominan mempengaruhi kepatuhan dimana rendahnya pengetahuan akan mempengaruhi ketidakpatuhan penderita minum obat OAT hampir 4 kali dibandingkan dengan yang mempunyai pengetahuan tinggi. Masalah yang dihadapi sebagian besar penderita TB Paru adalah masyarakat miskin yang tingkat ekonominya lemah, pendidikan dan pengetahuan terhadap kesehatan sangat minim. Peningkatan jumlah penderita TB Paru ada korelasinya dengan tingkat daya beli masyarakat dan pendidikan atau pengetahuan (Rahmat, 2001). Seorang penderita kadang-kadang berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai. Hal ini terjadi karena penderita belum memahami bahwa obat harus ditelan seluruhnya dalam waktu yang ditetapkan (Depkes RI, 2002). Jumlah penderita tuberkulosis mencerminkan kemajuan sebuah bangsa karena TB Paru terikat dengan kebodohan dan kemiskinan rakyatnya. Jika ingin menjadi negara sejahtera, masyarakat dan pemerintah harus lebih giat memberantas TB Paru, lewat upaya terkait dengan pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan. Tingkat pendidikan yang diperoleh seseorang dari bangku sekolah dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin tinggi pengetahuan tentang kesehatan terutama dalam upaya pencegahan penyakit seperti pada penyakit TB Paru dan penyakit lainnya (Aris, 2000). Pendidikan umum yang tinggi akan memudahkan masyarakat menyerap informasi dan pengetahuan untuk menuju hidup sehat serta mengatasi masalah kesehatan (Depkes RI, 2001). Hal ini 9

sesuai dengan penelitian Lamsai et al., (2009) bahwa tingkat pendidikan yang rendah dapat menyebabakan penderita kesulitan memahami penjelasan dari petugas kesehatan akan tuberkulosis dan pengobatannya sehingga akan mempengaruhi kepatuhan berobat. IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan tentang TB Paru dengan kepatuhan menjalani program pengobatan pada penderita TB Paru. Dapat dijelaskan bahwa responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang TB Paru akan lebih mematuhi program pengobatan TB Paru, sedangkan yang memiliki pengetahuan kurang akan menurunkan tingkat kepatuhan. B. Saran Dari penelitian ini didapatkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan tentang TB Paru dengan kepatuhan menjalani program pengobatan pada penderita TB Paru, untuk itu penulis menyarankan: 1. Perlu ditingkatkan penyuluhan TB paru oleh BBKPM Surakarta kepada masyarakat luas agar lebih mengetahui program pemberantasan TB Paru sehingga dapat meningkatkan pengetahuan tentang TB Paru dan derajat kesehatan masyarakat. 2. Perlunya motivasi yang terus-menerus oleh petugas kesehatan kepada penderita TB Paru yang berobat agar lebih patuh untuk menyelesaikan pengobatannya sesuai jadwal yang ditentukan. 3. Perlunya penelitian lebih lanjut dengan menggunakan metode yang lebih baik yaitu menggunakan metode cohort prospective dan melibatkan sampel yang lebih besar serta variabel lain yang mempengaruhi. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S., 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Proses. Rineka Cipta: Jakarta. Aris, M., 2000. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penularan Tuberkulosis Paru di Kabupaten Tabalong Propinsi Kalimantan Selatan. Tesis. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta, 2010. Data Kasus TB Paru 2008-2009. Surakarta: BBKPM Depkes RI., 2001. Kematian. Jakarta : Portal Depkes RI www.depkes.go.id Depkes RI., 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : Depkes RI hal. 8: 3-47 Depkes RI., 2002. Penemuan dan Diagnosa Tuberkulosis. Jakarta : Gerdunas TB. Modul 2 hal 1. Depkes RI., 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : Depkes RI bab 10 hal. 70-73 Depkes RI., 2011. TBC Masalah Kesehatan Dunia. Jakarta: BPPSDMK Dinkes Propinsi Jawa Tengah., 2008. Profil Propinsi Jawa Tengah 2008. Semarang: Dinkes Propinsi Jateng 10

Hadi, S., 2005. Metodologi Research 2. Yogyakarta : Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. 158 Intang, B., 2004. Evaluasi Faktor Penentu Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis di Puskesmas Kabupaten Maluku Tenggara. Tesis. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada Kharisma, E.S., 2010. Hubungan Jarak Rumah, Tingkat Pendidikan, dan Lama Pengobatan Dengan Kepatuhan Berobat Penderita Tuberkulosis Paru Di RSUD dr.moewardi. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Lamsai D.K., Lewis O.D., Smith S., Jha N., 2009. Factors Related to Defaulters and Treatment Failure of Tuberculosis in The DOTS Program in The Sunsari, Nepal. SAARC J. Tuberc: Lung Disease. Vol.6(1) : 25-30 Mansyur, S., 2001. The Pattern of Antituberculosis Drugs in Pulmonary Tuberculosis Patients, Tuberculosis Outpatients Clinic Pesahabatan Hospital. Jakarta : Jurnal Respirologi Indonesia. 21 : 24-26 Notoatmodjo, S., 2005. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta hal. 88 Rahmat, H., 2001. Pertemuan Nasional Program Pembrantasan Penyakit Menular Langsung (P2ML). Purwokerto : Portal Pikiran Rakyat Online www.pikiran-rakyat.com Suryanto, E., 2000. Tuberkulosis dan HIV. Dalam Jurnal Respirologi Indonesia. Jakarta : JRI World Health Organization, 2009. The Stop Tuberculose Strategy. WHO. 24 : 10-11 11