SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

dokumen-dokumen yang mirip
METODELOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

GAMBARAN TITER ANTIBODI ANTI H5 PADA SERUM DAN KUNING TELUR AYAM SINGLE COMB BROWN LEGHORN YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN INAKTIF H5N2 WA ODE YUSRAN

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

PEMBUATAN DAN STANDARISASI ANTIGEN AI H5N1 KOMERSIAL UNTUK MONITORING TITER ANTIBODI HASIL VAKSINASI AI DI INDUSTRI PETERNAKAN AYAM

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan

DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI H5N1 MENGGUNAKAN METODE ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) PADA SERUM SAPI YANG DIVAKSINASI H5N1 NOVIYANTI

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya

GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PRODUKSI ANTIBODI POLIKLONAL ANTI H5N1 PADA MARMOT (Cavia porcellus) YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN AVIAN INFLUENZA H5N1 DAN H5N2 KUNTO WIDYASMORO

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam subfamily Paramyxovirinae, family Paramyxoviridae (OIE, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur . Sistem Kekebalan pada Ayam

DETEKSI ANTIBODI BAKTERI GRAM NEGATIF (Escherichia coli dan Salmonella sp.) PADA TELUR AYAM KAMPUNG DENGAN Agar Gel Precipitation Test (AGPT)

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Salah Satu Manajemen Perkandangan pada Peternakan Ayam Broiler.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Avian influenza (AI) dan Newcastle disease (ND) adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

ABSTRAK. Kata Kunci : Bursa Fabrisius, Infectious Bursal Disease (IBD), Ayam pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

DETEKSI ANTIBODI ANTI- Escherichia coli K99 DI DALAM SERUM INDUK SAPI FRIESIAN HOLSTEIN BUNTING POST VAKSINASI E. coli DENGAN TEKNIK ELISA

KEMAMPUAN NETRALISASI ANTIBODI SPESIFIK AVIAN INFLUENZA H5 TERHADAP BEBERAPA VIRUS H5N1 ISOLAT LAPANG 1)

TINJAUAN PUSTAKA Newcastle Disease (ND)

FLU BURUNG. HA (Hemagglutinin) NA (Neoraminidase) Virus Flu Burung. Virus A1. 9 Sub type NA 15 Sub type HA. 3 Jenis Bakteri 1 Jenis Parasit

HASIL DAN PEMBAHASAN

NEWCASTLE DISEASE VIRUS,,,, Penyebab Newcastle Disease. tahukan Anda???? Margareta Sisca Ganwarin ( )

PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM

EVALUASI HASIL VAKSINASI AVIAN INFLUENZA (AI) DI KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMEDANG ANI SITI NURFITRIANI

Kajian Vaksin Avian Influesa (AI) pada Ayam Buras dengan Sistem Kandang Kurung di Gunung Kidul Yogyakarta

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI

Proses Penyakit Menular

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013.

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B

Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

UJI TANTANG DENGAN VIRUS IBD ISOLAT LAPANG PADA AYAM YANG MENDAPATKAN VAKSIN IBD AKTIF DAN INAKTIF KOMERSIL

Deteksi Respon Antibodi dengan Uji Hemaglutinasi Inhibisi dan Titer Proteksi terhadap Virus Avian Influenza Subtipe H5N1

GAMBARAN RESPON VAKSINASI IBD MENGGUNAKAN VAKSIN IBD INAKTIF PADA AYAM PEDAGING KOMERSIAL DEVA PUTRI ATTIKASARI

PENYAKIT VIRUS UNGGAS PENYAKIT VIRUS UNGGAS

OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI VIRUS Avian influenza ASAL BEBEK

HASIL DAN PEMBAHASAN

FLU BURUNG AVIAN FLU BIRD FLU. RUSDIDJAS, RAFITA RAMAYATI dan OKE RINA RAMAYANI

Tinjauan Mengenai Flu Burung

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

RESPON IMUN ANAK BABI PASCA VAKSINASI HOG CHOLERA DARI INDUK YANG TELAH DIVAKSIN SECARA TERATUR ABSTRAK

KEMAMPUAN NETRALISASI ANTIBODI SPESIFIK AVIAN INFLUENZA H5 TERHADAP BEBERAPA VIRUS H5N1 ISOLAT LAPANG ANDRIJANTO HAUFERSON ANGI

METODE PENELITIAN. Kerangka Konsep. Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai. berikut :

Respon Kekebalan Vaksin Avian Influenza Inaktif pada Ayam Indukan Pedaging Strain Hubbard (Studi Kasus pada Peternakan Ayam Indukan Pedaging)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN PENGGUNAAN VAKSIN AVIAN INFLUENZA PADA UNGGAS DELIN NOFIFTA B

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Usaha pembibitan ayam merupakan usaha untuk menghasilkan ayam broiler

MODUL 2 DASAR DASAR FLU BURUNG, PANDEMI INFLUENZA DAN FASE FASE PANDEMI INFLUENZA MENURUT WHO

GUBERNUR MALUKU UTARA

I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus

TINJAUAN PUSTAKA. Ekologi Avian Influenza

Waktu Vaksinasi Avian Influenza (AI) yang Tepat untuk Menghasilkan Respon Imunologis Protektif pada Ayam Ras Pedaging

KEBIJAKAN UMUM PENGENDALIAN FLU BURUNG DI INDONESIA DIREKTUR PANGAN DAN PERTANIAN BOGOR, 25 FEBRUARI 2009

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi

Vaksinasi adalah imunisasi aktif secara buatan, yaitu sengaja memberikan

Maulana Ar Raniri Putra

HASIL DAN PEMBAHASAN

DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI H5N1 MENGGUNAKAN METODE HEMAGLUTINASI INHIBISI (HI) PADA KOLOSTRUM SAPI YANG DIVAKSINASI H5N1

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk.,

SUHU TUBUH, FREKUENSI JANTUNG DAN NAFAS INDUK SAPI Friesian Holstein BUNTING YANG DIVAKSIN DENGAN VAKSIN Avian Influenza H5N1 ACHMAD HASAN MAULADI

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

DISTIBUSI VIRUS AVIAN INFLUENZA (H5N1) PADA JARINGAN TUBUH ITIK DENGAN METODE IMUNOHISTOKIMIA KUSUMA SRI HANDAYANI

PIDATO PENGANTAR MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IV DPR-RI TANGGAL 1 FEBRUARI 2007

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan epidemiologi Avian Influenza

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

RINGKASAN. Kata kunci : Titer antibodi ND, Newcastle Disease, Ayam Petelur, Fase layer I, Fase Layer II

RIWAYAT HIDUP. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 2005 di SDN 1

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Sistem Kekebalan Tubuh Pada Unggas

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe

Flu burung adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Umumnya tipe ini ditemukan pada burung dan unggas. Kasus penyebaran :

EFEKTIVITAS VAKSIN DNA DALAM MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS YANG TERINFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) ISWI HAYATI FITRIA SKRIPSI

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI

PRODUKSI TELUR AYAM RAS MENGANDUNG ANTIBODI (IMUNOGLOBULIN Y ) ANTI PROTEASE Eschericia coli. Oleh: Wendry Setiyadi Putranto

Transkripsi:

STUDI KEMAMPUAN NETRALISASI ANTIBODI ANTI AI H5N1 ASAL INDUK DALAM KUNING TELUR AYAM YANG DIVAKSINASI BERBAGAI VAKSIN AI H5N1 KOMERSIAL TERHADAP VIRUS AI H5N1 ISOLAT LAPANG AGUNG PUJI HARYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

STUDI KEMAMPUAN NETRALISASI ANTIBODI ANTI AI H5N1 ASAL INDUK DALAM KUNING TELUR AYAM YANG DIVAKSINASI BERBAGAI VAKSIN AI H5N1 KOMERSIAL TERHADAP VIRUS AI H5N1 ISOLAT LAPANG AGUNG PUJI HARYANTO Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh Gelar Magister Sains pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

Penguji Luar Komisi Ujian Tesis : Prof. Dr. drh. I Wayan T. Wibawan, MS

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Studi Kemampuan Netralisasi Antibodi Anti AI H5N1 Asal Induk Dalam Kuning Telur Ayam Yang Divaksinasi Berbagai Vaksin AI H5N1 Komersial Terhadap Virus AI H5N1 Isolat Lapang adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini. Bogor, 8 Agustus 2012 Agung Puji Haryanto B.253100051

RINGKASAN AGUNG PUJI HARYANTO. B253100051. Studi Kemampuan Netralisasi Antibodi Anti AI H5N1 Asal Induk Dalam Kuning Telur Ayam Yang Divaksinasi Berbagai Vaksin AI H5N1 Komersial Terhadap Virus AI H5N1. Dibawah bimbingan RETNO D. SOEJOEDONO dan SRI MURTINI Tahun 2011 terdapat 1.411 kasus avian influenza (AI) pada unggas di Indonesia. Vaksinasi merupakan strategi pemerintah sebagai salah satu cara pengendalian AI di Indonesia (DITJENNAK 2007; 2008). Vaksinasi mampu menginduksi antibodi protektif terhadap virus AI tantang homolog (Capua & Marangon 2007). Selain itu vaksinasi dapat menyebabkan tekanan tekanan terhadap virus sehingga mengurangi peluang terjadinya mutasi alami melalui pengurangan jumlah virus yang bersirkulasi (Angi 2008). Kekebalan pasif (Passive Immunity) merupakan transfer kekebalan asal induk dari induk ke anak ayam melalui telur, yang berfungsi sebagai perlindungan awal setelah anak ayam lahir. Titer antibodi asal induk yang tinggi diperlukan agar anak ayam dapat terhindar dari infeksi virus dilingkungan kandang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa kemampuan antibodi asal induk dalam kuning telur dalam menetralisasi virus AI subtipe H5N1 isolat lapang (Nagrak (2009) dan Lawang (2010), sehingga mampu melindungi anak ayam dari infeksi virus lapang saat masa awal pemeliharaan. Pada penelitian ini sejumlah 25 ekor induk ayam petelur dikelompokkan menjadi lima kelompok perlakuan. Tiap-tiap kelompok divaksin dengan vaksin AI H5N1 inaktif yang diproduksi oleh produsen vaksin dalam negeri, yang menggunakan isolat Indonesia sebagai seed virus vaksinnya. Satu kelompok ayam digunakan sebagai kontrol tidak divaksin. Keempat jenis vaksin diberi kode VS, VC, VV dan VM. Kuning telur dari masing-masing kelompok ayam dipanen dari telur-telur yang dikumpulkan pada seminggu setelah vaksinasi kedua. Kuning telur dengan titer 2 7 dikumpulkan dan diuji kemampuan netralisasi virus AI H5N1 dengan Uji Virus Netralisasi menggunakan isolat lapang virus AI isolat Nagrak (2009) dan Lawang (2010) (koleksi FKH- IPB).

Hasil penelitian menunjukan bahwa antigen Nagrak (2009) dan Lawang (2010) dapat dinetralisasi oleh antibodi asal induk dari telur yang diinduksi oleh vaksin VS, VC, dan VM. Antibodi asal induk yang diinduksi oleh vaksin VV hanya dapat menetralisasi antigen Nagrak (2009). Titer antibodi dalam kuning telur yang dapat menetralisasi virus isolat lapang diatas 2 6. Kuning telur mengandung IgY dapat digunakan sebagai parameter kekebalan asal induk setelah dilakukan induksi vaksin pada induk. Kata kunci : Antibodi Asal Induk, Antigen, Vaksin, Kuning telur.

ABSTRACT AGUNG PUJI HARYANTO. Study of Maternal Antibody s Neutralization Ability for Anti AI H5 in Chicken s Egg Yolk Induce From Several Commercial Vaccines Against Field of AI H5N1 Virus. Under the direction of RETNO D. SOEJOEDONO and SRI MURTINI. The research was designed to study the capability of antibody anti H5N1 Avian Influenza from egg yolk to neutralize H5N1 AIV. Twenty five hens were divided into five groups, one group as a control group were unvaccinated and four other groups were vaccinated with H5N1 AI inactive vaccine produced by several Indonesia vaccine company. Four H5N1 AI inactive vaccine code VS, VC, VV and VM were vaccinated twice for each group with a month, interval. Group 2 were vaccinated with vaccine code VS, group 3, 4, 5 were vaccinated by vaccine code VC, VV and VM. A week after second vaccination the egg were collected and analyzed the antibody titer against H5N1 AIV by heamagglutination test using H5N1 AIV field isolates as standard virus (Nagrak (2009) and Lawang (2010)). Egg yolk which contains high antibody titer (above 2 6 ) were collected and tested against H5N1 AIV field isolates (Nagrak (2009) and Lawang (2010)) by serum neutralization test. The result showed that H5N1 AIV Nagrak (2009) isolate were neutralized by antibody anti H5N1 AIV from egg yolk produced by hens vaccinated with VS,VC,VV and VM, but Lawang (2010) isolate were only neutralized by antibody anti H5N1 AIV from egg yolk produced by hens vaccinated with VS, VC and VM. It is concluded that hens which were vaccinated with H5N1 AI inactive vaccine were able to protect their off spring against H5N1 AIV from the field by transferred maternal antibody trough the egg yolk with titer above 2 6. Keywords : Maternal Antibody, Antigen, Vaccine, Egg yolk.

Judul Tesis Nama NRP Program Studi : Studi Kemampuan Netralisasi Antibodi Anti AI H5N1 Asal Induk Dalam Kuning Telur Ayam Yang Divaksinasi Berbagai Vaksin AI H5N1 Komersial Terhadap Virus AI H5N1 : Agung Puji Haryanto : B253100051 : Mikrobiologi Medik (MKM) Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. drh. Retno D. Soejoedono, MS Ketua Dr. drh. Sri Murtini, M.Si Anggota Diketahui Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. drh. Fachriyan H. Pasaribu Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tanggal Lulus : Tanggal Ujian : 8 Agustus 2012

Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Riwayat Hidup Penulis dilahirkan di Banjarnegara pada tanggal 25 Mei 1978, dari pasangan bapak Ir. Rusli Hamzah dan Ibu Dra. Tri Rahayu RPH, M.Pd. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara. Tahun 1996 penulis lulus SMA Negeri 2 Purwokerto, pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Fakultas Kedokteran Hewan, IPB - Bogor. Penulis lulus sebagai Sarjana Kedokteran Hewan pada tahun 2001 dan memperoleh Gelar Dokter Hewan pada tahun 2002. Selanjutnya pertengahan tahun 2010 penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Pascasarjana IPB Bogor, mengambil Program Studi Mayor Mikrobiologi Medik (MKM). Sejak tahun 2002, penulis bekerja sebagai QA/QC Divisi Komersial dan Kemitraan Broiler Farm, (Wilayah Jawa Barat Banten), PT. Sierad Produce, Tbk. Pada tahun 2005, penulis bekerja sebagai Manager Fasilitas dan Dokter Hewan Laboratorium Animal Biosafety Level-2 (Hewan Coba Macaca fascisularis dan Macaca nemestrina), PT. Bimana Indomedical-PSSP IPB. Pada tahun 2007, penulis bekerja sebagai Health and Diseases Control, Poultry Trading Business Unit Division, (Wilayah Jawa Barat, Banten dan Jawa Timur), Cheil Jedang Indonesia. Tahun 2009, penulis bekerja sebagai Business Development Analyst, Development Alternate Inc. (DAI) USAID. Pada tahun 2011, penulis sebagai praktisi Dokter Hewan. Selama mengikuti program S2, penulis menjadi pengurus Bidang Pengembangan Anggota dan Organisasi, Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Cabang Jawa Barat II. Bidang Hubungan Internasional, Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan Indonesia (ADHPI). Selain itu penulis sebagai Auditor Halal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bogor (2010 2014) dan Konsultan ISO 9001;2008, PT. Tritis Bina Mandiri TÜV pada BPTP Sumatera Utara, BPTP Sulawesi Utara dan Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih, Sumatera Utara. vii

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penulisan Tesis hasil penelitian ini berjudul Studi Kemampuan Netralisasi Antibodi Anti AI H5N1 Asal Induk Dalam Kuning Telur Ayam Yang Divaksinasi Berbagai Vaksin AI H5N1 Komersial Terhadap Virus AI H5N1 diajukan sebagai Tesis untuk memenuhi syarat penyelesaian tugas akhir Program Magister (S2) pada Program Studi Mayor Mikrobiologi Medik, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tesis ini disusun untuk memberikan informasi dasar membantu dalam pembuatan program vaksinasi yang tepat bagi ayam indukan (parent stock), sehingga terbentuk antibodi asal induk protektif terhadap DOC (final stock) yang dihasilkan. Pada kesempatan ini Penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada : 1. Ibu Prof. Dr. drh. Retno D. Soejoedono, MS, selaku Ketua Komisi Pembimbing. 2. Ibu Dr. drh. Sri Murtini, M.Si., selaku Anggota Komisi Pembimbing. 3. Bapak Prof. Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS, selaku Penguji Luar Komisi Pembimbing. 4. Bapak Prof. Dr. drh. Fachriyan Hasmi Pasaribu, selaku Ketua Program Studi Pascasarjana Mikrobiologi Medik dan atas masukannya selama penelitian berlangsung. 5. Ibu drh. Okti Nadia Poetri, M.Si., drh. Tanti Gunadi, drh. Ita Krisanti, drh. Ratih, drh. Agustin, Bapak Kosasih dan Mas Lukman, atas bantuanya selama penelitian di Laboratorium Mikrobiologi dan Imunologi serta Laboratorium Kandang Terpadu FKH IPB 6. Bapak Dr. Ashari Thahar, drh. Warih Nugroho, H. Romli Eko Wahyudi, SKH, M.Si dan Bestari Dwi Handayani, SE, M.Si., yang tiada henti-hentinya senantiasa memberikan dukungan moril serta motivasi selama penelitian berlangsung hingga selesainya tesis ini. viii

7. Ibu Zakiyah Widowati, S.Pi, Mbak Wiwin Mukti Andriyani, S.Pi dan rekan-rekan mahasiswa program studi MKM Sekolah Pascasarjana IPB, yang senantiasa memberikan dukungan semangat dan sarannya selama penulis menyelesaikan tesis ini. 8. Ibunda Ayahanda dan anakku Hanif Raditya Ardiansyah serta Aisha Aulia Hapsari, atas segala doa dan kasih sayangnya. 9. Kepada semua pihak yang telah membantu, yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu. Pepatah mengatakan tiada gading yang tak retak, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran membangun demi penulisan karya ilmiah selanjutnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembacanya. Bogor, 28 Agustus 2012 Agung Puji Haryanto ix

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 4 Manfaat Penelitian... 4 Hipotesis... 4 TINJAUAN PUSTAKA... 5 Avian Influenza (AI)... 5 Kajian Penyakit Avian Influenza (AI) pada Ayam..... 6 Dampak Ekonomi Outbreak Avian Influenza (AI) Pada Ayam komersial... 8 Potensi dan Jenis Vaksin AI Komersial di Indonesia..... 9 Ig Y dan Fungsinya... 10 Teknik Diagnosa Avian Influenza (AI) pada Ayam..... 13 A. Hemaglutination Inhibition (HI)... 13 B. Serum Neutralization Test (SNT)... 14 METODE PENELITIAN... 15 Waktu dan Tempat Penelitian... 15 Desain Penelitian... 15 Kerangka Konsep... 16 Roadmap Penelitian... 17 Hewan Coba... 18 Vaksin dan Antigen Virus AI H5N1... 18 Vaksinasi Ayam Petelur... 18 Pengumpulan Antibodi Asal Induk dari Kuning Telur.. 19 ix

Uji Hemaglutinasi (HA) Mikrotitrasi... 19 Pemeriksaan Antibody Anti AI H5 dengan Uji Penghambatan Aglutinasi (Heamagglutination Inhibition Test/HI Test)... 21 Uji Serum Netralisasi (SNT)... 22 Analisa Data... 23 HASIL DAN PEMBAHASAN... 25 Pengujian Serum Netralisasi (SNT)... 31 SIMPULAN DAN SARAN... 35 DAFTAR PUSTAKA... 37 x

DAFTAR TABEL Halaman 1. Panel Uji HI Kuning Telur Pada Masing-masing Kelompok... 21 2. Panel Uji serum Netralisasi Kuning Telur Pada Masing-masing kelompok... 23 3. Hasil Pengujian Netralisasi Serum...32 xi

DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Morfologi Virus Avian Influenza A... 6 2. Struktur IgY dan IgG... 11 3. Titer Antibodi Koleksi Telur Setelah Vaksinasi Kedua Diuji Dengan Isolat Nagrak (2009)... 27 4. Titer Antibodi Koleksi Telur Setelah Vaksinasi Kedua Diuji Dengan Isolat Lawang (2010)... 29 xii

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Virus Avian Influenza (AI) merupakan penyakit unggas menular berasal dari famili Orthomyxoviridae yang terbagi menjadi tiga tipe yaitu virus influenza tipe A, B dan C. Virus Influenza tipe A diklasifikasikan berdasarkan antigenitas glikoprotein yaitu : hemaglutinin (HA) dan neuraminidase (NA), yang diekspresikan pada permukaan partikel virus (Indriyani & Dharmayanti 2006). Virus AI memiliki 17 subtipe HA dan 9 subtipe NA yang terdeteksi pada mamalia, unggas dan burung liar didunia (Tong et al. 2012). Virus tersebut dapat menginfeksi berbagai macam spesies antara lain : unggas, babi, kuda dan manusia (Dhamayanti et al. 2004). Berdasarkan patogenitasnya dibedakan menjadi 2 bentuk yaitu Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) dan Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI). Berdasarkan kombinasi genetik dan karakteristik antigenik isolat virus AI di Indonesia tergolong clade 2.1, dengan mayoritas sub-clade 2.1.3 (80%). Beberapa virus sub-clade 2.1.1 dan tidak terdefinisi garis keturunanya (Mudigdo 2009). Di Indonesia, pertengahan tahun 2003 hingga awal 2004 sekitar 16,2 juta ayam dari peternakan komersial mati dan dipotong paksa (stamping out), jumlah tersebut belum termasuk ayam kampung yang dipelihara masyarakat (backyard farm). Nilai ekonomi akibat dampak penyakit AI unggas ini mencapai 16,2-32,4 juta US dollar. Kerugian tersebut selain akibat kematian juga penurunan permintaan anak ayam umur sehari atau Day Old Chicken (DOC) dan pakan ternak 45-60% pengurangan jumlah pekerja (Basuno 2008). Komisi Nasional Flu Burung dan Pandemi Influenza (Komnas FBPI), memperkirakan besarnya kerugian di Indonesia akibat wabah AI dari tahun 2004-2008 sebesar Rp. 4,3 triliun, diluar kerugian dari hilangnya kesempatan kerja dan berkurangnya konsumsi protein hewani asal unggas bagi masyarakat. Perkiraan tersebut berdasarkan model standar Computable General Equilibrum (CGE). Kerugian tersebut dihitung dari banyaknya ayam dimusnahkan, berkurangnya permintaan terhadap produk unggas, konsumsi telur dan ayam

2 di restoran, tambahan biaya yang dikeluarkan peternak dan pemerintah dalam penanganan AI, serta menurunnya kunjungan wisatawan (Basuno 2008). Perkembangan kasus AI pada unggas tahun 2007 sampai dengan 2011, kasus secara bertahap menurun setiap tahun. Pada tahun 2011 masih terjadi 1.411 kasus AI di Indonesia. Jumlah tersebut lebih rendah dibanding tahun sebelumnya 1.502 (2010), 2.293 (2009), 1.413 (2008) dan 2.751 (2007). Jumlah kasus sebanyak 1.411 tersebut terjadi di 29 provinsi dengan urutan kasus tertinggi hingga terendah yakni : Sumatra Barat, Sulawesi Selatan, Riau, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Barat, Bali, Jambi, Gorontalo, DI. Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Bengkulu, NTB, Kalimantan Timur, Sumatra Utara, Sulawesi Barat, Aceh, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Tengah, NTT, Kepulauan Riau, DKI Jakarta dan Kalimantan Selatan. Wilayah yang tercatat tidak terjadi kasus AI di tahun 2011 adalah provinsi Maluku, Papua, Papua Barat dan Maluku Utara. Provinsi yang saat ini masih berstatus bebas AI adalah Maluku Utara. Kasus AI pada unggas secara nasional terjadi sepanjang bulan setiap tahunnya, namun berdasarkan data laporan dari lapangan peningkatan kasus AI terjadi di bulan Januari sampai April setiap tahunnya. Pada bulan tersebut merupakan musim hujan sehingga terjadi perubahan suhu secara ekstrim. Perubahan suhu yang ekstrim menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh sehingga hewan mudah terserang berbagai penyakit unggas termasuk AI (DITJENAK 2012). Gejala klinis yang menciri, diantaranya oedema muka dan leher; kepala membengkak; jengger, pial dan otot disekujur tubuh kebiruan serta muncul kelainan syaraf tortikolis dan ataxia (inkoordinasi syaraf). Perubahan patologi anatomi diantaranya eksudat rongga hidung, perdarahan ovarium, proventrikulus lemak jantung, abdominal, usus halus bagian atas, perdarahan dan pembengkakan bursa Fabricius. Kondisi ini tentu akan mengakibatkan penurunan produksi telur maupun kematian. Vaksinasi merupakan strategi pemerintah sebagai salah satu cara pengendalian AI di Indonesia (DITJENNAK 2007; 2008). Vaksinasi mampu menginduksi antibodi protektif terhadap virus AI

3 tantang homolog (Capua & Marangon 2007). Selain itu vaksinasi dapat menyebabkan tekanan tekanan terhadap virus sehingga mengurangi peluang terjadinya mutasi alami melalui pengurangan jumlah virus yang bersirkulasi (Angi 2008). Perubahan virus AI sejak tahun 2003 hingga tahun 2011 mengarah kepada perubahan sifat biologis yang sangat nyata (Susanti et al. 2008), sehingga vaksin AI yang beredar secara komersial di Indonesia diproduksi bentuk monovalen. Ayam pedaging komersial di Indonesia umumnya tidak dilakukan vaksinasi AI karena masa panen ayam yang singkat (24-32 hari), kecuali wilayah Indonesia bagian tengah dan timur lebih menyukai pasar berat ayam 2.0 2.2 kg (panen berkisar umur 35 40 hari). Kedua Vaksin yang tersedia di Indonesia merupakan vaksin inaktif dengan respon pembentukan antibodi cukup lama dan perlu dilakukan vaksinasi ulangan (booster). Pada kenyataannya dalam masa pemeliharaan relatif singkat, ayam pedaging komersial terserang virus AI. Untuk mengatasi hal tersebut, umumnya DOC ayam pedaging mendapatkan kekebalan pasif, yaitu melalui vaksinasi terhadap induknya dengan harapan DOC yang dihasilkan memiliki antibodi asal induk protektif terhadap serangan virus AI lapangan. Kekebalan pasif (Passive Immunity) merupakan transfer kekebalan asal induk dari induk ke anak ayam melalui telur, yang berfungsi sebagai perlindungan awal setelah anak ayam lahir. Pada ayam terdapat Imunoglobulin Y, Ig A dan Ig M (Hamal et al. 2006). Kekebalan pasif memunculkan IgG, tetapi tidak memunculkan IgA atau Immunoglobulin M (IgM). Induk ayam dengan antibodi diturunkan melalui kuning telur IgY. Anak ayam memiliki antibodi asal induk sebagai pertahanan tubuh hingga umur satu sampai dua minggu (Hamal et al. 2006). Titer antibodi asal induk yang tinggi diperlukan agar anak ayam dapat terhindar dari infeksi virus dilingkungan kandang. Kemampuan netralisasi antibodi asal induk DOC terhadap infeksi virus AI lapangan sampai saat belum diketahui. Studi untuk mengetahui daya lindung antibodi asal induk terhadap infeksi virus AI dilapang perlu dipelajari.

4 Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan : 1. Mempelajari kemampuan netralisasi antibodi asal induk yang terkandung dalam kuning telur ayam terhadap virus AI isolat lapang. 2. Menentukan titer antibodi asal induk yang protektif terhadap infeksi virus AI. Manfaat penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu membuat program vaksinasi yang tepat bagi ayam indukan (parent stock), sehingga terbentuk antibodi asal induk protektif terhadap DOC (final stock) yang dihasilkan. Hipotesis Antibodi asal induk dalam tubuh DOC mampu melindungi anak ayam pedaging dari infeksi AI isolat lapang.

5 TINJAUAN PUSTAKA Avian Influenza (AI) Avian Influenza (AI) adalah penyakit yang disebabkan virus influenza tipe A. Virus ini menginfeksi unggas, manusia, babi dan kuda. Virus Influenza famili Orthomyxoviridae terdiri dari 3 genus Influenza A, B, dan C. Virus ini tersusun atas asam inti RNA utas tunggal, polaritas negatif, bersegmen. Genom virus tipe A dan B terdiri dari 8 segmen, sedangkan tipe C terdiri 7 segmen. Segmen tunggal C mengkode sebuah protein haemaglutininesterase fusion (HEF) yang memiliki reseptor binding dan aktivitas membran heamaglutinin dan aktifitas reseptor dari neuraminidase yang dikode secara terpisah oleh gen segmen influenza A dan B. Tidak seperti virus influenza B dan C, virus influenza A mempunyai dua sifat yang mudah berubah, yaitu antigenic drift dan antigenic shift. Antigenic drift merupakan perubahan pada satu titik dari genom virus influenza A, perubahan ini sebagai penyebab flu musiman yang sering terjadi. Antigenic shift melibatkan perubahan antigenik mayor pada HA dan atau NA (Angi 2008). Glikoprotein HA dan NA merupakan protein permukaan yang sangat berperan dalam penempelan dan pelepasan virus dari sel inang. Protein HA merupakan bagian terbesar dari serabut (spike) yaitu 80% dan NA sebesar 20% (Dharmayanti 2006). Struktur virus Avian influenza tipe A, terdiri dari asam inti RNA, Neuraminidase (NA), Hemaglutinin (HA), Kapsid dan amplop (lipid), sebagaimana pada Gambar 1. Struktur HA dan NA menentukan subtipe dari virus Avian Influenza, sedangkan NP dan M digunakan untuk membedakan antara virus Influenza A, B, atau C. Kandungan dalam virus influenza terdiri dari 0,8-1,1% RNA, 70-75% protein, 20-24% lipid dan 5-8% karbohidrat. Permukaan virus avian influenza ditutupi oleh serabut protein setebal 10-12 nm. Penamaan subtipe ditetapkan berdasarkan antigenisitas pada dua buah glikoprotein permukaan yaitu Hemaglutinin (HA) dan Neuraminidase (NA) (Dharmayanti 2006).

6 Protein Hemagglutinin memperantarai pengikatan virus ke sel-sel inang. Protein Neuraminidase berperan dalam pelepasan progeni virus baru dari sel-sel yang telah terinfeksi (Manathan & Haryanto 2009). Gambar 1. Morfologi Virus Avian Influenza A (sumber : http//micro.magnet.fsu.edu/cells/viruses/influenzavirus.html) Kajian Penyakit Avian Influenza (AI) pada Ayam Avian Influenza (AI) menyebabkan angka kematian yang tinggi pada ayam di Italia pada tahun 1878. Namun, baru diketahui pada tahun 1955 bahwa penyebab fowl plague sebenarnya adalah virus AI yang memiliki komposisi gen yang mirip dengan virus influenza manusia (Wibawan et al. 2009). Penyakit Avian Influenza (AI) pada unggas telah bersirkulasi di Indonesia sejak tahun 2003 dan merupakan subtipe H5N1 (Indriani & Dharmayanti 2006). Virus AI berdasarkan atas patogenitasnya dibedakan menjadi 2 bentuk yaitu Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) dan High Pathogenic Avian Influenza (HPAI). Galur LPAI H5 dan H7 bermutasi dari LPAI menjadi HPAI dalam waktu beberapa minggu, sejak menulari ayam. Beberapa galur membutuhkan waktu enam bulan sampai satu tahun untuk dapat bermutasi. Virus Avian Influenza bermutasi dan mengubah susunan genetik mereka menjadi tipe virus baru sehingga sulit untuk membuat vaksin yang efektif sebelum mutasi terjadi (Manathan & Haryanto 2009).

7 Periode inkubasi HPAI bervariasi dari beberapa jam hingga 2-3 hari, tergantung pada sifat virulensi galur virus, dosis, cara pemaparan, spesies dan umur inang, status kekebalan tubuh inang. Avian influenza patogenisitas tinggi (HPAI) memiliki tanda-tanda klinis berupa (keluar lendir dari hidung dan mata); (kepala bengkak), kelopak mata, jengger dan pial cyanosis (kebiruan), diare berwarna hijau, tortikolis, paralisis dan inkoordinasi, produksi telur menurun, cangkang lebih putih, lunak atau tanpa cangkang dan angka kematian tinggi mendadak sampai 100% dalam waktu 48 jam, hemorrhagi kulit kaki, telapak kaki dan dada. Pengaruh lain yang memperparah kejadian penyakit : spesies dan, umur inang serta penyakit lain pada saat bersamaan dan kondisi lingkunganya. Avian influenza patogenisitas rendah (LPAI) bersifat subklinis. Replikasi virus terjadi pada sistem pernafasan dan pencernaan. Tanda-tanda klinis berupa gangguan pernafasan ringan, penurunan produksi, berkomplikasi dengan agen penyakit lain (Manathan & Haryanto 2009). LPAI terdiri dari subtipe : H1- H4, H6, H8-H16, sedangkan HPAI terdiri atas H5 dan H7 (Zarkasie 2010). Virus dalam konsentrasi tinggi diekskresi melalui feses dan cairan lendir oculonasal mata dan hidung. Penularan melalui udara (airborne disease) jika ayam berada dalam jarak dekat. Infeksi terjadi melalui deposisi virus pada konjungtiva, nares dan trachea. Belum terbukti penularan secara vertikal. Penyebaran antar flok terjadi dari perpindahan ayam terinfeksi, kontaminasi virus pada sepatu, pakaian, kendaraan dan peralatan (Manathan & Haryanto 2009). Strategi pengendalian High Pathogenic Avian Influenza (HPAI) antara lain adalah identifikasi subtipe virus, mengoptimalkan biosekuriti, perlindungan daerah bebas AI dari penularan, depopulasi daerah tertular, pembatasan pergerakan unggas dan produknya, pengendalian transportasi penjualan ayam dan limbah peternakan, vaksinasi yang sesuai dengan strain virus daerah tersebut (Zarkasie 2010).

8 Dampak Ekonomi Outbreak Avian Influenza (AI) Pada Ayam Komersial Wabah AI subtipe H5N1 yang terjadi hingga akhir-akhir ini menjadi perhatian banyak pihak diseluruh dunia. Infeksi H5N1 menyerang unggas telah dilaporkan terjadi 60 negara hingga bulan April 2008, 14 negara diantaranya melaporkan kasus pada manusia (Krisnamurthi 2008). Di Indonesia sudah 31 dari 33 provinsi di Indonesia dan 293 dari 473 kabupaten/kota telah terjangkit virus AI H5N1 dengan wabah terberat di Jawa, Sumatera, Bali dan Sulawesi Selatan (Krisnamurthi 2008). Ancaman virus AI terbukti telah menjadikan peternak skala kecil maupun besar mengalami kerugian ekonomi yang tinggi, akibat terlilit hutang dan tidak mampu bangkit kembali. Kerugian ekonomi tersebut menjadikan daya beli dipedesaan dan perkotaan menurun, sehingga berimbas pada berkurangnya konsumsi pangan bergizi akibat harga yang tidak terjangkau (Basuno 2008). Penyakit AI masuk ke Indonesia sekitar bulan Agustus 2003, yaitu dibeberapa peternakan ayam petelur (layer) di Legok Tangerang. Wabah tersebut meluas ke-11 provinsi, antara lain di Pulau Jawa dan Bali sehingga menimbulkan dampak ekonomi yang luas. Angka mortalitas unggas mencapai 6-10 juta ekor dan produksi telur serta daging ayam mengalami penurunan antara 30-40%. Beberapa perusahaan peternakan, khususnya usaha rakyat rugi akibat penurunan permintaan daging ayam dan telur (Basuno 2008). Dampak AI terhadap suplai day old chicken (DOC) ayam pedaging (broiler) dan ayam petelur (layer) berupa penurunan suplai yang tajam sampai bulan Februari 2004. Pada bulan Maret sampai Juni 2004 suplai mulai pulih kembali, walaupun dibawah normal. Penurunan produksi DOC dalam negeri diperkirakan mencapai 9,6% ayam pedaging (broiler) dan 27,5% ayam petelur (layer). Wabah AI tahun 2003 juga mempengaruhi angka ekspor DOC, sehingga mengalami penurunan sampai 30%, dibandingkan angka ekspor 2002. Tahun 2004 tidak ada ekspor DOC karena penolakan negara importir akibat wabah AI di Indonesia, kecuali telur tetas yang jumlahnya setara 695 ribu ekor DOC (Basuno 2008).

9 Potensi dan Jenis Vaksin AI Komersial di Indonesia Metoda untuk mencegah dan mengendalikan wabah Avian Influenza (AI) adalah depopulasi ayam atau unggas yang terinfeksi, pelaksanaan biosekuriti terukur dan vaksinasi (Rahimi et al. 2007). Teknologi vaksinasi terdiri dari vaksin konvensional homolog, vaksin konvensional heterolog, vaksin rekombinan. Vaksin rekombinan terdiri vaksin rekombinan aktif dengan vektor virus lain dan vaksin rekombinan reverse genetics inaktif. Kebijakan Pemerintah Republik Indonesia mengenai vaksin AI sebagian besar mengacu pada ketentuan Office International des Epizooties (OIE) (OIE 2004) menyatakan bahwa vaksin yang direkomendasikan penggunaanya adalah vaksin AI inaktif. Vaksin AI aktif konvensional tidak direkomendasikan. Vaksin AI inaktif konvensional hanya boleh diproduksi dengan menggunakan seed virus low pathogenic. Vaksin harus bersifat imunogenik, dilihat dari respon pembentukan antibodi tinggi dan kemampuan pertumbuhan seed virus tinggi pada media kultur (Zarkasie 2010). Vaksin konvensional homolog inaktif menggunakan subtipe virus AI H5N1, yang cocok dengan virus lapang. Program vaksinasi dengan sistem Differentiating Infection and Vaccinated Animal (DIVA) menggunakan protein NS1 memiliki kelemahan karena hingga saat ini tidak ada virus AI H5N1 yang bersifat Low Pathogenic sehingga berbahaya pada proses produksi. Kemungkinan adanya beberapa partikel virus yg masih aktif setelah proses inaktivasi dapat menimbulkan infeksi atau wabah. Vaksin konvensional heterolog menggunakan subtipe virus AI H5N2 dan H5N9. Pada vaksin konvensional karena sifatnya Low Pathogenic sehingga tidak berbahaya pada proses produksi vaksin dan dapat menghasilkan titer virus tinggi yang dibutuhkan dalam formulasi vaksin inaktif. Program vaksinasi dengan Differentiating Infection and vaccinated Animal (DIVA) menggunakan neuraminidase (NA) kelemahannya adalah antigenisitasnya tidak sepenuhnya cocok dengan virus lapang sehingga besar kemungkinan terbentuk mutant akibat tekanan imunologis (antigenic drift). Vaksin rekombinan homolog terdiri dari DNA vaksin menggunakan vektor plasmid, vaksin rekombinan aktif menggunakan vektor virus lain dan vaksin reverse genetics inaktif.

10 Teknologi rekombinan dapat dibuat seed vaksinnya non patogen H5N1, sehingga tidak berbahaya pada proses produksi vaksin dan dapat menghasilkan titer virus tinggi yang dibutuhkan dalam formulasi vaksin inaktif (Zarkasie 2010). Ig Y dan Fungsinya Ayam memiliki sistem pertahanan cukup berkembang, sehingga sangat responsif terhadap antigen yang memaparnya. Sensitivitas tinggi terhadap protein asing, sehingga dalam jumlah sedikit dapat memberikan respon pembentukan antibodi (Wibawan et al. 2009). Keberadaan kelenjar Herderian di nasotrakheal dan bursa Fabricius memungkinkan unggas sangat responsif terhadap berbagai protein asing dan ayam mampu menginduksi titer IgY yang tinggi dan bertahan lama pada telur (Gassmann et al. 1990). Imunoglobulin ayam yang terbentuk dalam darah akibat paparan antigen mudah ditransfer ke dalam kuning telur dan dikenal dengan nama IgY (Yolk Immunoglobulin) (Poetri & Soejoedono 2006). Imunoglobulin Y merupakan molekul imunoglobulin utama yang bersifat sistemik ditemukan juga pada duodenum, cairan trakhea maupun plasma seminal. Imunoglobulin Y induk akan ditransfer secara vertikal kepada anak-anaknya melalui telur dan titer IgY dalam darah dan kuning telur tidak berbeda secara signifikan (Larsson et al. 1993). Transfer imunitas ini melalui dua tahapan yaitu : IgY serum induk ditransfer ke kuning telur (analog dengan transfer cross placental pada mamalia), IgY dalam kuning telur selanjutnya akan terserap pada saat embrio berkembang menjadi anak ayam. Konsentrasi IgY pada kuning telur dilaporkan konstan selama pematangan oosit. Pada oosit matang mengandung 10 20mg/ml kuning telur. Reseptor IgY pada oosit berikatan dan memindahkan hampir seluruh populasi IgY dari serum induk ke kuning telur. Jumlah populasi IgY yang dipindahkan tergantung dari konsentrasinya dari serum induk dan tidak terjadi seleksi serta penghancuran selama proses pemindahan (Suartini 2005). Terdapat perbedaan waktu 3 4 hari saat pertama kali IgY ditemukan pada serum dengan IgY pada kuning telur (Woolley et al. 1995). Pada ayam telah diketahui keberadaan tiga kelas imunoglobulin analog dengan imunoglobulin mamalia yaitu IgA, IgM, dan IgY(IgG).

11 Narat (2003) melaporkan bahwa struktur IgY terdiri dari dua rantai berat dan dua rantai ringan. Rantai berat memiliki satu daerah variabel dan empat daerah konstan. Berat molekul masing-masing rantai adalah 67-70 kilo Dalton (kda) sedangkan rantai ringan 25 kda. IgY mempunyai empat regio konstan yaitu Cv1 Cv4. Terdapat penambahan satu regio konstan sehingga berat molekul IgY menjadi lebih besar 180 kda. Selain itu ditemukan regio tambahan antara Cv1- Cv2 dan Cv2 Cv3 yang mengandung residu proline dan glisin (Gambar 1). Regio tambahan ini menyebabkan fleksibilitas IgY terbatas (Narat 2003). Gambar 2. Struktur IgY dan IgG (Schade et al. 1991) Karakter penting IgY yang tidak dimiliki oleh antibodi mamalia lain : IgY lebih resisten terhadap pengaruh suhu dan ph, tidak berikatan dengan protein A dan G. IgY juga tidak berikatan dengan faktor rheumatoid dalam darah, tidak mengaktifkan faktor komplemen mamalia sehingga tidak merangsang timbulnya efek samping.

12 IgY tidak berikatan dengan reseptor Fc pada permukaan sel, dan kemampuan mengikat antibodi sekunder 3 hingga 5 kali lebih kuat (Poetri & Soejoedono 2006). Ayam umumnya bertelur 5 6 butir per minggu dan tiap butir kuning telur mempunyai volume 10-15 ml. Rata-rata tiap kuning telur mengandung 50 100 mg IgY, dengan kandungan antibodi spesifik berkisar 2% - 10% (Wibawan et al. 2009). IgY murni tersebut dapat diaplikasikan secara parenteral dalam pencegahan atau pengobatan melalui pengebalan pasif. Pada hewan, pemanfaatan IgY pernah dilaporkan oleh Kermani-Arab et al. (2001), sebagai cara pengebalan spesifik terhadap penyakit Marek, infeksi virus Rota dan virus Distemper (Wibawan et al. 2010). Dilaporkan pula bahwa penyakit kolibasilosis dan influenza pada unggas dapat dicegah dengan pemberian IgY spesifik secara pasif. Selain itu IgY dapat dimanfaatkan untuk mencegah penyakit pernafasan (Wibawan et al. 2009). Pemanfaatan IgY telur ayam berkhasiat anti virus flu burung H5N1 sebagai bahan suplemen pangan atau nutricional food yang dapat menetralkan virus flu burung H5N1 yang menginfeksi hewan coba telah dilaporkan pula oleh Soejoedono (2008). Penggunaan IgY spesifik selain bermanfaat bagi pengobatan atau terapi juga dikembangkan untuk tujuan imunodiagnostik seperti pembuatan konjugat Western Blot, ELISA dan reaksi imunopresipitasi. Di Indonesia sendiri telah dilakukan beberapa penelitian mengenai IgY, diantaranya sebagai anti tetanus oleh Suartha (2006), anti adhesin pada pembentukan biofilm oleh Chismirina (2006) dan anti EPEC oleh Rawendra (2005) serta Mustopa (2004). Ayam mampu memproduksi IgY anti S. mutans pada serum dan kuning telur. Kemampuan IgY dalam menurunkan jumlah perlekatan bakteri S. mutans menunjukan adanya peluang tentang penggunaan IgY dalam mengatasi masalah karies gigi akibat serangan S. mutans (Poetri & Soejoedono 2006). Imunoglobulin Y yang diperoleh dari kuning telur ayam yang mengandung anti Streptococcus mutans dapat dikembangkan menjadi sediaan farmasi modern berbentuk obat hisap dan obat pasta gigi yang berkhasiat sebagai antiplaque (Soejoedono 2007).

13 Ayam petelur berespon sangat baik terhadap antigen vaksin virus H5N1 yang disuntikan. Pembentukan antibodi spesifik terhadap H5N1 dalam serum, telah dideteksi pada minggu pertama, dengan kisaran titer 2 2-2 4 setelah vaksinasi pertama. Reaksi presipitasi antara IgY dalam serum dengan antigen virus H5N1 belum terbentuk jelas pada uji imunodifusi. Titer antibodi H5N1 dalam serum meningkat dengan kisaran titer menjadi 2 7-2 9 setelah dilakukan penyuntikan kedua (booster). IgY dalam kuning telur memiliki kemampuan netralisasi terhadap virus AI H5N1 dan memiliki peluang yang cukup besar sebagai imunoterapi dalam pencegahan dan pengobatan penderita flu burung (Wibawan et al. 2009). Titer antibodi AI maksimum dalam serum dan kuning telur terdeteksi masing pada 14 dan 35 hari setelah dilakukan vaksinasi. Telur mengandung antbodi tidak hanya melindungi terhadap ayam dari serangan penyakit, tetapi juga mengurangi penularan virus AI, sehingga dapat mencegah terjadinya wabah AI (Rahimi et al. 2007). Teknik Diagnosa Avian Influenza (AI) pada Ayam Uji Hemaglutination Inhibition (HI) Uji serologi merupakan uji menggunakan serum darah yang mengandung antibodi (Ab) dengan antigen (Ag) baik berupa virus, bakteri maupun benda yang dianggap asing bagi tubuh. Antibodi adalah molekul protein yang dihasilkan sel plasma akibat dari sel limfosit peka antigen. Antigen merupakan senyawa yang dapat merangsang pembentukan antibodi. Fungsi uji serologis untuk kepentingan diagnosa terhadap penyakit yang melihat kandungan antibodi dalam serum darah, penentuan jenis antigen baik virus, bakteri dan sebagainya (Soejoedono & Murtini 2009). Sebagian besar spesies ayam yang terpapar virus AI atau telah divaksinasi, akan membentuk antibodi dalam serumnya sehingga bisa dideteksi keberadaannya dengan hambatan aglutinasi (HI). Uji HI berguna untuk mengindikasikan adanya paparan agen yang menggumpalkan darah dan identifikasi isolat baru. Terdapat dua metode uji antibodi dengan HI yaitu menggunakan virus konstan yang diencerkan dalam serum (metode β), sedangkan uji yang menggunakan

14 serum konstan dan virusnya diencerkan dikenal dengan metode α (Hitchner et al. 1975). Serum Neutralization Test (SNT) Uji netralisasi virus digunakan megukur titer antibodi secara kuantitatif dan identifikasi virus yang tidak diketahui, dengan menggunakan antisera yang sudah diketahui. Uji netralisasi terdiri dua tahap. Tahap pertama adalah virus dengan titer tertentu direaksikan dengan serum pada beberapa titer tertentu pada tabung uji. Campuran virus dan serum diinkubasikan bersama pada suhu tertentu untuk jangka waktu tertentu. Tahap kedua, dilakukan pembiakan virusvirus yang tidak ternetralisasi ke sistem indikator (media biakan) media penumbuh virus diinkubasikan dan diamati sehingga dapat diketahui adanya netralisasi yang ditandai dengan tidak tumbuhnya virus pada sistem indikator. Oleh karenanya diperlukan sistem indikator baik berupa hewan coba maupun telur tertunas serta biakan jaringan yang bersifat Spesific Pathogen Free (SPF) (Soejoedono & Murtini 2009). Uji netralisasi metode β dilakukan dengan mengencerkan serum yang diuji secara seri dan dicampurkan dengan virus standar titer tertentu. Keuntungan teknik ini penggunaan serumnya relatif sedikit, dapat digunakan untuk menguji virus dengan titer yang rendah dan menggambarkan secara signifikan perbedaan netralisasi antibodi antara serum kondisi akut ataupun baru sembuh penyakit tertentu. Penghitungan indek netralisasi metode β dengan menghitung respon quantal, titik akhir 50% dari netralisasi dihitung menggunakan metode Reed-Muench. Indek netralisasi mdihitung dari titik terakhir. Metode α, pengenceran virus secara seri dicampur dengan serum standar titer tertentu (ideal, serum tidak diencerkan). Campuran serum dengan virus diinkubasi dan virus diencerkan kemudian diperiksa sisa virusnya. Penghitungan sisa virus yang diperiksa dengan respon quantal, titik akhir dari masing-masing serum dapat dihitung menggunakan metode Reed - Muench (Hichner 1975).

15 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dibeberapa lokasi di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan ayam petelur dilakukan di kandang hewan coba Laboratorium Kadang Terpadu. Pemeriksaan titer antibodi dan uji serum netralisasi dari kuning telur dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Bagian Mikrobiologi Medik, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor pada bulan Oktober 2011 Maret 2012. Desain Penelitian Kemampuan netralisasi maternal antibodi yang terkandung dalam kuning telur ayam terhadap virus AI isolat lapang dan menentukan titer antibodi asal induk protektif terhadap infeksi virus AI diketahui dengan uji netralisasi yang didesain melalui beberapa tahapan : 1. Pemeliharaan ayam petelur umur 22 minggu, pengambilan serum darah sebelum dilakukan vaksinasi AI (VS, VC, VV, VM dan kontrol). 2. Vaksinasi dengan vaksin VS, VC, VV dan VM, dua minggu kemudian ayam dari masing-masing kelompok diambil serumnya. 3. Deteksi menggunakan Uji HI pada serum ayam setelah 7 hari divaksin. Antigen yang digunakan isolat Nagrak (2009) dan Lawang (2010). Penggunaan kedua antigen tersebut berdasar adanya wabah didaerah Nagrak tahun 2009 dan Lawang tahun 2010 pada beberapa breeding farm, yang telah divaksinasi AI tetapi tetap terinfeksi virus AI. 4. Koleksi telur. 5. Pemisahan kuning telur dengan putih telur. 6. Pengujian HI pada kuning telur. 7. Pengujian SNT dari kuning telur dengan titer HI tinggi.

16 Kerangka Konsep Hewan Coba @ 5 ekor ayam petelur divaksinasi dengan Vaksin H5N1 yang berbeda (VS, VC, VV, VM dan kontrol) Koleksi Kuning Telur dari kelima kelompok VS, VC, VV, VM dan kontrol Pengujian HI (Haemaglutinin Inhibitor Test) Pengujian terhadap Antigen isolat Nagrak (2009) dan Lawang (2010) Titer Antibodi Protektif AI pada Kuning Telur SNT (Serum Neutralisasi Test) Pengujian terhadap Antigen isolat Nagrak (2009) dan Lawang (2010)

17 Roadmap Penelitian Koleksi Serum darah ayam petelur sebelum divaksinasi Pengujian HI pada Serum Ayam petelur Vaksinasi AI berdasarkan kelompok Ayam petelur (VS, VC, VV dan VM) Pengujian HI terhadap serum, yang telah di vaksinasi AI (setelah 7 hari), Berdasarkan kelompok ayam petelur Koleksi telur ayam, berdasarkan kelompok (VS, VC, VV, VM dan kontrol) Pemisahan kuning telur, dan pemurnian kuning telur Pengujian HI pada kuning telur yang sudah dimurnikan Hasil titer tertinggi dari uji HI kuning telur, dilanjutkan uji SNT

18 Hewan Coba Penelitian ini menggunakan 25 ekor ayam petelur strain Isa Brown umur 22 minggu (siap bertelur). Ayam tersebut selanjutnya dibagi menjadi lima kelompok, masing-masing terdiri dari lima ekor ayam. Kelompok pertama tidak divaksinasi sebagai kelompok kontrol. Kelompok kedua divaksinasi dengan vaksin AI H5N1 inaktif komersial dengan kode VS. Kelompok ketiga divaksinasi dengan vaksin AI H5N1 inaktif komersial dengan kode VC. Kelompok keempat divaksinasi dengan vaksin AI H5N1 inaktif komersial dengan kode VV, sedangkan kelompok kelima divaksinasi dengan vaksin AI H5N1 inaktif komersial dengan kode VM. Vaksin dan Antigen Virus AI H5N1 Vaksin yang digunakan pada penelitian ini adalah vaksin AI H5N1 inaktif komersial yang diproduksi oleh produsen vaksin dalam negeri. Terdapat empat jenis vaksin AI yang digunakan yaitu vaksin dengan kode VS, VC, VV dan VM. Pada penelitian ini juga akan digunakan antigen AI H5N1 sebagai virus standar pada uji penghambatan hemaglutinasi (HI). Hasil titrasi ayam sebelum divaksin 2 3,60. Setelah ayam petelur diistirahatkan selama 2 (dua) hari dilakukan penyuntikan antigen AI dan vaksin yang semuanya dalam bentuk inaktif. Jenis antigen AI H5N1 yang digunakan adalah antigen AI H5N1 isolat A/Chicken/Nagrak/2009 dan A/Chicken/Lawang/2010 yang telah diinaktivasi. Penyuntikan antigen Nagrak (2009), dosis 0,2 ml (1024 HAU) dan antigen Lawang (2010), dosis 0,05 ml (104 HAU) masing-masing secara intra vena. Vaksinasi dilakukan secara subkutan pada masing-masing kelompok ayam yang divaksin. Dosis vaksinasi pada kelompok VS : 0,5ml per ekor, kelompok VM : 0,5 ml per ekor, kelompok VC : 0,3ml per ekor, sedangkan kelompok VV : 0,5ml per ekor. Vaksinasi Ayam Petelur Ayam petelur umur 22 minggu yang akan digunakan, diperiksa terlebih dahulu titer antibodinya terhadap AI H5 dengan uji HI menggunakan kedua jenis antigen tersebut diatas. Hasil uji HI ini digunakan dasar menentukan vaksinasi

19 yang akan dilakukan. Vaksinasi dilakukan ketika hasil uji HI dari ayam yang akan digunakan titernya lebih rendah dari 2 2. Ayam yang titer antibodi terhadap AI-nya rendah selanjutnya dibagi dalam lima kelompok seperti diuraikan diatas. Perlakuan vaksinasi secara subkutan pada masing-masing kelompok ayam yang divaksin. Dosis vaksinasi pada kelompok VS : 0,5 ml per ekor, kelompok VM : 0,5 ml per ekor, kelompok VC : 0,3ml per ekor, sedangkan kelompok VV : 0,5ml per ekor. Vaksinasi dilakukan sebanyak dua kali dengan interval satu bulan. Seminggu setelah vaksinasi kedua setiap tujuh hari ayam diambil darahnya, diperiksa titer antibodinya terhadap AI H5 dengan uji HI menggunakan kedua jenis antigen. Pada saat titer antibodinya minimum 2 7 maka telurnya mulai dikumpulkan setiap hari. Pengumpulan Antibodi Asal Induk dari Kuning Telur Telur dari induk yang telah divaksin dikumpulkan dan diperiksa antibodi dalam kuning telur terhadap AI H5. Kuning telur yang telah mengandung antibodi terhadap AI dengan titer diatas 2 5 selanjutnya dikumpulkan berdasarkan kelompok dan hari pemanenan. Kuning telur tersebut dimasukan ke tabung mikro (microtube) dan disimpan pada suhu -20 o C sampai saat akan digunakan. Koleksi kuning telur dalam microtube diencerkan menggunakan PBS ph 7,4 perbandingan 1:1 (Soejoedono & Murtini 2009). Suspensi kuning telur di-vortex sampai homogen. Supernatan dari suspensi kuning telur tersebut selanjutnya diuji titer antibodinya terhadap AI H5. Uji Hemaglutinasi (HA) Mikrotitrasi Virus yang akan digunakan sebagai standar ditentukan titernya atau dititrasi menggunakan uji HA. Virus AI H5 yang digunakan sebagai virus standar pengujian adalah isolat Nagrak (2009) dan Lawang (2010) yang merupakan isolat lapang. Prosedur HA (OIE 2004) sebagai berikut : Sebanyak 25 µl PBS menggunakan mikropipet dimasukan ke dalam baris A hingga F pada kolom 2 sampai 12. Virus AI sebanyak 50 µl dimasukan ke dalam sumur A1 hingga E1.

20 25 µl virus AI dipindahkan dari sumur AI hingga E1 ke dalam sumur A2 sampai E2 dan dihomogenkan. PBS sebanyak 25 µl ke dalam sumur B2 dan dihomogenkan kemudian diambil sebanya 25 µl sehingga diperoleh pengenceran sepertiga. Selanjutnya ke dalam sumur C2 diambahkan PBS 75 µl, dihomogenkan kemudian diambil sebanya 75 µl sehingga diperoleh pengenceran seperlima, Ke dalam sumur D2 ditambahkan PBS 125 µl dimasukan dan dihomogenkan, dan diambil 125 µl sehingga diperoleh pengenceran sepertujuh. Ke dalam sumur E2 ditambahkan PBS 175 µl dan dihomogenkan, diambil 175 µl sehingga diperoleh pengenceran sepersembilan. Selanjutnya campuran pada sumur A2 hingga E2 diambil 25 µl ke dalam kolom A3 sampai E3, kemudian dihomogenkan demikian seterusnya dipindahan dari A3 sampai E3 ke sumur A4 sampai E4. langkah tersebut hingga kolom A12 hingga E12. Setelah dihomogenkan kolom A12 hingga E12, diambil 25 µl dibuang. Ke semua sumur ditambahkan 25 µl PBS pada setiap sumur Selanjutnya kesemua sumur di tambahkan suspensi sel darah merah 1% sebanyak 25 µl. Campuran dalam plate dihomogenkan selama 10 detik menggunakan plate shaker. Plate diinkubasi selama 60 menit pada suhu 4 C. Titer HA dibaca berdasarkan pengenceran tertinggi yang memberikan agglutinasi sempurna. Berdasarkan titer yang diperoleh virus stok yang dititrasi diencerkan menjadi 4 HAU yang selanjutnya digunakan pada uji penghambatan agglutinasi (Uji HI).

21 Pemeriksaan Antibodi Anti AI H5 dengan Uji Penghambatan Aglutinasi (Heamagglutination Inhibition Test / HI Test) Penentuan titer antibodi anti AI H5 pada serum ayam petelur maupun kuning telur dilakukan dengan uji HI menurut metode OIE (2004). Uji HI ini menggunakan dua jenis antigen seperti yang tersaji pada Tabel 1. Pengujian serum ayam dan kuning telur dilakukan sebagai berikut : Sumur 1 12 dari microplate V bottom diisi dengan PBS. steril masingmasing 25 µl menggunakan mikropipet kapasitas 200 µl. Sebanyak 25 µl serum atau kuning telur yang akan diuji dan masukkan kedalam sumur pertama dan dihomogenkan. Campuran 25 µl serum/kuning telur sumur pertama dipindahkan ke sumur kedua kemudian dihomogenkan, seterusnya sampai sumur ke-12. Sumur ke-12 diambil 25 µl dan dibuang. Masing-masing sumur ditambahkan suspensi virus standar (4 HAU) 25 µl. Microplate dihomogenkan menggunakan plate shaker selama 10 detik dan diinkubasikan pada suhu 4 0 C selama 60 menit. Plate yang telah diinkubasi kemudian diisi 25 µl suspensi sel darah merah 1 % ke seluruh sumur. Microplate kembali digerakan menggunakan plate shaker selama 10 detik dan diinkubasikan pada suhu 4 0 C selama 60 menit. Titer antibodi ditentukan dari pengenceran tertinggi kuning telur yang mampu menghambat aglutinasi pada sel darah merah. Tabel 1. Panel Uji HI Kuning Telur Pada Masing-Masing Kelompok Kelompok Kuning Telur Antigen A/chicken/ Nagrak/2009 A/chicken/Lawang/2010 K VS VC VV VM V: nilai titer yang diperoleh dalam uji panel.

22 Uji Serum Netralisasi Kemampuan antibodi yang terdapat dalam kuning telur untuk menetralkan virus AI diuji dengan uji serum netralisasi. Uji serum netralisasi dilakukan terhadap kuning telur dari masing-masing kelompok dengan virus isolat lapang (A/chicken/Nagrak/2009 dan A/chicken/Lawang/2010). Titer virus yang digunakan 10 6 sampai dengan 10 3 EID 50. Uji serum netralisasi ini menggunakan telur ayam berembrio bebas antibodi AI H5 (spesific antibody negative) umur 10 hari. Uji serum netralisasi menggunakan metode α dan dihitung dengan metode Reed-Muench. Pada uji ini virus diencerkan sedangkan titer antibodi tetap. Rancangan uji serum netralisasi disajikan pada Tabel 2. Uji netralisasi dilakukan dengan cara sebagai berikut : Virus isolat lapang yang akan diuji dititrasi terlebih dahulu dengan uji titrasi pada telur ayam berembrio (titrasi EID 50 ). Virus yang telah diketahui titernya diencerkan secara desimal menggunakan PBS antibiotik, sehingga titernya mencapai 10 6, 10 5, 10 4 dan 10 3 EID 50. Virus yang telah diencerkan dimasukan ke tabung mikro (microtube) masing-masing 0,5 ml. Tabung yang telah berisi suspensi virus ditambahkan kuning telur yang akan diuji dengan perbandingan 1:1 (0,5 ml virus; 0,5 kuning telur) (Soejoedono et al. 2011).. Campuran virus dengan kuning telur diinkubasikan pada suhu 37 0 C selama 30 menit atau suhu kamar 40 menit. Masing-masing campuran diinokulasikan ke telur ayam berembrio melalui ruang alantois. Dosis inokulasi 0,2 ml/butir dan tiap pengenceran disuntikan pada tiga butir telur. Telur yang telah diinokulasi diinkubasi selama 4 hari pada suhu 37 o C. Selama masa inkubasi diamati adanya kematian, setelah 4 hari embrio dalam telur dimatikan dengan menyimpan pada suhu 4 0 C semalam. Selanjutnya masing-masing telur dipanen cairan allantoisnya dan diamati adanya pertumbuhan virus.

23 Tabel 2. Panel Uji Serum Netralisai Kuning Telur Pada Masing-masing Kelompok Antigen dan pengencerannya A/chicken/ Nagrak/2009 Kelompok Kuning telur K VS VC VV VM Jumlah Inokulasi Telur 10 6 3 butir 10 5 3 butir 3 butir 3 butir 3 butir 3 butir 10 4 3 butir 3 butir 3 butir 3 butir 3 butir 10 3 3 butir 3 butir 3 butir 3 butir A/chicken/Lawang/2010 Jumlah Inokulasi Telur 10 6 3 butir 10 5 3 butir 3 butir 3 butir 3 butir 3 butir 10 4 3 butir 3 butir 3 butir 3 butir 3 butir 10 3 3 butir 3 butir 3 butir 3 butir Analisa Data : Data dianalisa secara deskriptif dengan menghitung indek netralisasi masing-masing pengenceran.