I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu primadona tanaman

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan fungi akar yang memiliki peran dan manfaat yang penting

I. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan suatu bentuk asoasiasi mutualisme antara cendawan (myces)

I. PENDAHULUAN. Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu memberikan

I. PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman yang berasal dari

I. PENDAHULUAN. Penggunaan pupuk anorganik telah menjadi tradisi pada sistem. pertanian yang ada pada saat ini. Hal ini mulai dilakukan sejak

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit termasuk tanaman tahunan yang mulai menghasilkan pada umur 3

TINJAUAN PUSTAKA. jamur (mykos = miko) dan akar (rhiza). Jamur ini membentuk simbiosa

I. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia modern saat ini tidak terlepas dari berbagai jenis makanan

TINJAUAN PUSTAKA. dengan akar tumbuhan tingkat tinggi, yang mencerminkan adanya interaksi

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pangan dari tahun ke tahun meningkat, hal ini sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditi yang sangat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A.

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan sebuah istilah yang mendeskripsikan adanya hubungan

TINJAUAN PUSTAKA. Mikoriza adalah simbiosis mutualistik, hubungan antara fungi dan akar

TINJAUAN PUSTAKA. A. Budidaya Kedelai. diberi nama nodul atau nodul akar. Nodul akar tanaman kedelai umumnya dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mikoriza merupakan asosiasi mutualistik antara jamur dengan akar

I. PENDAHULUAN. Sektor perkebunan kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kedelai Varietas Detam-1. Kegunaan utama kedelai hitam di Indonesia yaitu sebagai bahan baku

TINJAUAN PUSTAKA. Fungi mikoriza arbuskular (FMA) merupakan fungi obligat, dimana untuk

TINJAUAN PUSTAKA. Mykes (cendawan) dan Rhiza (akar). Kata mikoriza pertama kali dikemukakan

TINJAUAN PUSTAKA. endomikoriza atau FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula) pada jenis tanaman. (Harley and Smith, 1983 dalam Dewi, 2007).

II. TNJAUAN PUSTAKA. klasifikasinya termasuk famili Meliaceae. Ada dua spesies yang cukup dikenal yaitu:

I. PENDAHULUAN. yang termasuk ke dalam kelompok legum merambat (cover crop). Legum pakan

PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

TINJAUAN PUSTAKA. dirusak, baik melalui penebangan pohon, perladangan berpindah maupun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula, etanol, vetsin dan

I. PENDAHULUAN. Berbagai upaya perbaikan tanah ultisol yang mendominasi tanah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Caisin (Brassica chinensis L.) merupakan salah satu jenis tanaman sayuran

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) termasuk tanaman monokotil tidak

BAB I. PENDAHULUAN. Tanaman penutup tanah atau yang biasa disebut LCC (Legume Cover

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, termasuk ke dalam jenis tanaman polong-polongan. Saat ini tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA)

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (pada tahun 2000) dan produksi rata-rata 1,4 ton/ha untuk perkebunan rakyat dan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Syarat Tumbuh Tembakau Deli. Tembakau termasuk klas Dikotil, famili Solanaceae, genus Nicotiana dan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah

I. PENDAHULUAN. hanya sekitar 7,8% dari 15 TW (terawatt) konsumsi energi dunia yang

I. PENDAHULUAN. Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan lahan-lahan yang subur lebih banyak

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Respon Pertumbuhan Kelapa Sawit Bibit ( Elaeis guineensis Jacq.) Terhadap Jenis fungi mikoriza arbuskula pada Dua Tingkat Pemupukan NPK

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Tanaman Suren. Sistematika tumbuhan jenis surian atau suren menurut Dephut (2002) diklasifikasikan ke dalam:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas sayuran yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. ini kemudian disepakati oleh para pakar sebagai titik awal sejarah mikoriza.

PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh Plasmodium vivax, P. falciparum, maupun P. malariae. Hampir

1.5. Hipotesis 3. Pemberian pupuk hayati berperan terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman nilam. 4. Pemberian zeolit dengan dosis tertentu dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. dengan bulan-bulan kering untuk pembungaannya. Di Indonesia tanaman kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. berubah kembali ke asal karena adanya tambahan substansi, dan perubahan bentuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) merupakan asosiasi antara fungi tertentu

TINJAUAN PUSTAKA. Kondisi Lahan Gambut. beserta vegetasi yang terdapat diatasnya, terbentuk di daerah yang topografinya

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat berperan penting dalam bidang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata) merupakan salah satu komoditas pertanian

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN. itu strategi dalam mengatasi hal tersebut perlu diupayakan. Namun demikian,

BAB I PENDAHULUAN. bertambahnya jumlah penduduk, sehingga bahan pangan yang tersedia harus

I. PENDAHULUAN. Rhizobium sp. merupakan hal yang penting dalam bidang pertanian saat ini. Salah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Forastero (bulk cocoa atau kakao lindak), Criolo (fine cocoa atau kakao mulia),

I. PENDAHULUAN. untuk dikembangkan di Indonesia, baik sebagai bunga potong maupun tanaman

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Permasalahan. Perkebunan merupakan sektor yang strategis bila dilihat dari tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami

II. TINJAUAN PUSTAKA. Fungi mikoriza arbuskular merupakan suatu bentuk asosiasi antara fungi dan akar

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akan pangan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut dilakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat mencapai cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

TINJAUAN PUSTAKA. Kakao (Theobroma cacao L.) termasuk salah satu komoditas perkebunan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap trapping mikoriza. jagung pada tiga media tanam yaitu indigenous tanah Mediteran

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nama mikoriza pertama kali digunakan oleh Frank pada tahun 1885 untuk menunjukkan

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

POPULASI DAN KERAGAMAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR PADA RIZOSFIR UBI KAYU KLON KASETSART DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR DAN TULANG BAWANG BARAT.

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman. penghasil minyak yang berasal dari Afrika Barat.

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB I PENDAHULUAN. yang menduduki urutan kedua setelah kedelai (Marzuki, 2007), Kebutuhan kacang tanah di Indonesia mencapai

RESPON TANAMAN RAMI (Boehmeria nivea L.Gaud) TERHADAP PEMBERIAN BEBERAPA DOSIS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) PADA ULTISOL

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang memiliki prospek pengembangan cukup cerah. Kelapa sawit menghasilkan minyak sawit dan inti sawit yang dimanfaatkan sebagai minyak pangan, minyak industri, maupun bahan bakar nabati (biodiesel). Minyak kelapa sawit menghasilkan produk yang kaya manfaat di berbagai industri, bahkan limbahnya masih dapat dimanfaatkan untuk industri kosmetik, oleokimia, hingga pakan ternak (Fauzi et al., 2012). Bagi Indonesia, tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja juga sebagai sumber perolehan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu produsen utama minyak sawit, bahkan saat ini telah menempati posisi kedua di dunia setelah Malaysia. Indonesia memiliki luas areal kelapa sawit terbesar di dunia, yaitu sebesar 34,18% dari luas kelapa sawit dunia (Fauzi et al., 2012). Pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia menjadi sangat berkembang pesat karena: (1) kebutuhan minyak nabati dunia cukup besar dan akan terus meningkat, sebagai akibat jumlah penduduk yang terus meningkat sedangkan tingkat konsumsi per kapita yang masih rendah, (2) di antara berbagai jenis

2 tanaman penghasil minyak nabati, kelapa sawit merupakan tanaman dengan potensi produksi minyak tertinggi, dan (3) semakin berkembangnya jenis-jenis industri hulu pabrik kelapa sawit maupun industri hilir oleokimia dan oleomakanan (oleochemical dan oleofoods), hingga industri konversi minyak sawit sebagai bahan bakar biodiesel. Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit (Kementerian Pertanian, 2010). Pada tahun 2012, luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai ± 9.074.621 ha dan total produksi ± 23.521.071 ton TBS (tandan buah segar). Sedangkan di Provinsi Lampung sampai tahun 2012, luas perkebunan kelapa sawit mencapai ± 153.160 ha dan total produksi ± 401.952 ton TBS dengan sebagian besar jenis tanah di Lampung adalah Podsolik Merah Kuning (PMK) seluas 1.522.336 ha (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012). Dalam sistem klasifikasi tanah USDA, tanah PMK secara umum tergolong dalam ordo Ultisol. Menurut Notohadiprawiro (2006) yang dikutip oleh Madjid (2009), pada umumnya lahan kering masam didominasi oleh tanah ultisol yang dicirikan oleh kapasitas tukar kation (KTK) dan kemampuan memegang atau menyimpan air yang rendah, tetapi kadar Al tinggi. Oleh karena itu, kesuburan tanah ultisol sering kali hanya ditentukan oleh kadar bahan organik pada lapisan atas, dan bila lapisan ini tererosi maka tanah menjadi miskin hara dan bahan organik. Selain itu, kekahatan fosfor merupakan salah satu kendala terpenting bagi usaha tani di lahan masam. Hal ini karena sebagian besar koloid dan mineral tanah yang terkandung

3 dalam tanah ultisol mempunyai kemampuan menyemat fosfat cukup tinggi, sehingga sebagian besar fosfat dalam keadaan tersemat oleh Al dan Fe, tidak tersedia bagi tanaman maupun biota tanah. Untuk mengatasi permasalahan budidaya tanaman kelapa sawit pada tanah ultisol diperlukan pengembangan teknologi yang dilakukan dengan perbaikan mutu tanaman di pembibitan. Kegiatan pembibitan berperan sangat penting dalam menghasilkan tanaman kelapa sawit yang baik dan bermutu. Salah satunya adalah dengan pemanfaatan mikroorganisme tanah berupa fungi mikoriza yang dapat bekerja sama dengan akar tanaman dalam menyerap unsur hara dan air. Mikoriza merupakan suatu bentuk asoasiasi mutualisme antara cendawan (myces) dan perakaran (rhiza) tumbuhan tingkat tinggi. Berdasarkan struktur tubuhnya dan cara infeksi terhadap tanaman inang, mikoriza dapat dikelompokkan ke dalam 3 golongan besar yaitu Endomikoriza, Ektomikoriza, dan Ektendomikoriza (Kabirun dan Widada, 1994). Fungi yang tergabung ke dalam endomikoriza banyak mendapat perhatian karena penyebarannya lebih luas dan dapat berasosiasi dengan hampir 90% spesies tanaman tingkat tinggi. Salah satu jenis fungi endomikoriza yang banyak diteliti adalah fungi mikoriza arbuskular (FMA) (Cruz, Ishii dan Kadoya, 2000). Kelapa sawit adalah tanaman yang secara alami dapat bersimbiosis dengan FMA. Fungi mikoriza yang bersimbiosis ini dapat membantu meningkatkan daya absorbsi hara, air dan memperbaiki agregasi tanah. Selain itu, fungi mikoriza dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap infeksi patogen (Sunarti et al., 2004). Mikoriza juga sangat berperan dalam meningkatkan toleransi tanaman

4 terhadap kekeringan, logam berat Al dan Fe, dan meningkatkan serapan hara terutama unsur hara P (Setiadi et al., 2003). Untuk mempelajari potensi suatu organisme, hal pertama yang harus diketahui adalah melihat keanekaragaman organisme tersebut. Dengan adanya data tentang keanekaragaman FMA dapat dilakukan seleksi untuk mendapatkan isolat FMA yang potensial dan efektif. Keanekaragaman dan penyebaran mikoriza sangat bervariasi, hal ini dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan yang bervariasi juga. Eksplorasi jenis-jenis FMA pada daerah pertanaman kelapa sawit merupakan studi awal yang penting dan diperlukan untuk dapat mengidentifikasi jenis-jenis FMA dominan dan spesifik yang ada. Setiap jenis FMA mungkin berbeda-beda dalam kemampuannya membentuk hifa di dalam tanah, baik distribusi maupun kuantitasnya yang berhubungan dengan kemampuan dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman (Delvian, 2003 yang dikutip oleh Hartoyo et al., 2011). Keberadaan dan keberagaman FMA pada rizosfer kelapa sawit belum cukup memberikan gambaran peran FMA, perlu dilakukan uji lanjut untuk mengetahui jenis FMA yang kompatibel dan efektif untuk meningkatkan pertumbuhan kelapa sawit. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan FMA. Keefektifan setiap jenis FMA dipengaruhi oleh jenis tanaman dan jenis tanah. Setiap jenis tanaman memberikan tanggapan yang berbeda terhadap jenis FMA. Persentase kolonisasi antara spesies FMA dan tanaman inang sering dihubungkan dengan pertumbuhan akar dan kepekaan tanaman. Faktor jenis tanah berkaitan erat dengan ph dan tingkat kesuburan tanah (Daniels dan Menge, 1981 yang dikutip

5 oleh Kartika, 2012). Perbedaan jenis tanah, tekstur, serta jarak dari garis pantai menyebabkan perbedaan keanekaragaman spesies dan populasi fungi mikoriza, misalnya pada tanah dengan fraksi lempung berdebu merupakan tanah yang baik bagi perkembangan Glomus sp. Pada tanah mangrove yang bercirikan tanah berlumpur dan cenderung liat hanya Glomus sp. yang dapat hidup, sedangkan tanah yang berpasir genus Acaulospora sp. dan Gigaspora sp. ditemukan dalam jumlah yang tinggi (Siradz dan Kabirun, 2007). Selain itu juga, aktivitas dan perkembangan fungi mikoriza sangat dipengaruhi oleh tingkat pemupukan fosfat. Penambahan pupuk fosfat dapat menurunkan aktivitas fungi mikoriza dan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman, karena pupuk mempunyai pengaruh yang lebih cepat terhadap pertumbuhan daripada infeksi mikoriza (White, 1989 yang dikutip Zulaikha dan Gunawan 2006). Berdasarkan latar belakang dan masalah yang telah diajukan maka dilaksanakan suatu penelitian untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut : 1. Jenis FMA mana yang paling baik dalam meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit? 2. Dosis NPK manakah yang paling sesuai digunakan untuk pertumbuhan bibit kelapa sawit? 3. Apakah respons bibit kelapa sawit terhadap jenis FMA dipengaruhi oleh dosis pupuk NPK yang diberikan?

6 4. Berapakah dosis NPK yang terbaik untuk masing-masing jenis FMA yang digunakan? 1.2 Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut : 1. Menentukan jenis FMA terbaik dalam meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit. 2. Menentukan dosis NPK yang paling sesuai untuk bibit kelapa sawit. 3. Mengetahui apakah respons bibit kelapa sawit terhadap jenis FMA dipengaruhi oleh dosis pupuk NPK. 4. Menentukan dosis NPK terbaik untuk masing-masing jenis FMA. 1.3 Landasan Teori Dalam rangka menyusun penjelasan teoretis terhadap pertanyaan yang telah dikemukakan, digunakan landasan teori sebagai berikut. Menurut Madjid (2009), ultisol adalah tanah-tanah yang berwarna kuning merah dan telah mengalami pencucian lanjut yang dikenal sebagai Podsolik Merah Kuning (PMK). Tanah-tanah ini mendominasi lahan kering yang ada di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa. Usaha pertanian di tanah Ultisol akan menghadapi sejumlah permasalahan. Tanah Ultisol umumnya mempunyai ph rendah yang menyebabkan kandungan Al, Fe, dan Mn terlarut tinggi sehingga dapat meracuni tanaman. Jenis tanah ini biasanya miskin unsur hara esensial

7 makro seperti N, P, K, Ca, dan Mg; unsur hara mikro Zn, Mo, Cu, dan B, serta bahan organik. Menurut Tisdale, Nelson, dan Beaton (1995) yang dikutip oleh Wachjar (2002), tingginya biaya pemupukan bagi kelapa sawit (berkisar 20-60% dari biaya pemeliharaan kebun) mendorong upaya untuk mencari cara supaya mengefisienkan pemupukan agar biaya produksi dapat dikurangi. Salah satunya adalah penemuan di bidang bioteknologi dalam pemanfaatan fungi mikoriza. Hubungan simbiosis mutualisme antara fungi (mykes) dan perkaran (rhiza) tumbuhan tinggi ini diketahui mampu memberikan sejumlah keuntungan bagi tanaman inang dan yang terpenting adalah peranannya dalam membantu tanaman menyerap unsur hara terutama hara fosfor. Fosfor merupakan salah satu unsur hara esensial penyusun beberapa senyawa kunci dan sebagai katalis reaksi-reaksi biokimia penting di dalam tanaman. Kandungan hara P dalam tanah melimpah, namun sebagian fraksi P di dalam tanah berada dalam bentuk mineral atau senyawa yang tidak mudah dimanfaatkan oleh tanaman. Ion ortofosfat (HPO -2 4 dan H 2 PO - 4 ) adalah dua bentuk P utama yang dapat tersedia bagi tanaman. Fosfor memiliki reaktivitas tinggi terhadap partikel tanah. Pupuk P yang diberikan ke dalam tanah akan cepat mengalami reaksi dengan partikel liat dan senyawa Fe dan Al pada tanah masam begitu pula dengan Ca pada tanah-tanah alkalin. Hal ini menyebabkan akar tanaman tidak dapat menyerap P. Penggunaan FMA dapat memberikan manfaat positif bagi tanaman inang yang diinfeksinya dalam penyediaan air dan unsur hara terutama P yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman (Munawar, 2010).

8 Menurut Smith dan Read (2008), terdapat tiga mekanisme FMA dalam meningkatkan serapan P, yaitu (1) modifikasi kimia oleh FMA terhadap akar tanaman sehingga FMA dapat mengeluarkan enzim fosfatase dan asam-asam organik; (2) dengan adanya hifa eksternal FMA, jarak difusi ion-ion fosfat tersebut dapat diperpendek sehingga proses difusi menjadi lebih cepat; dan (3) kemampuan hifa FMA untuk tumbuh melampaui zona deplesi dan mendistribusikan P ke akar merupakan efek positif terhadap serapan P dan pertumbuhan tanaman. Proses ini terjadi karena aktifitas hifa eksternal yang tinggi sehingga terjadi peningkatan daya tarik-menarik ion-ion fosfat yang menyebabkan pergerakan P lebih cepat ke dalam hifa FMA. Fungi mikoriza arbuskular (FMA) termasuk dalam golongan endomikoriza dengan klasifikasi termasuk ke dalam filum Glomeromycota. FMA mempunyai 4 ordo, yaitu ordo Glomerales, Diversisporales, Archaeosporales, dan Paraglomerales. Ordo Glomales mempunyai satu famili yaitu Glomaceae dengan genus Glomus. Ordo Diversisporales mempunyai 4 famili yaitu famili Acaulosporaceae dengan genus Acaulospora dan Entrophospora, famili Gigasporacea dengan genus Gigaspora dan Scutellospora, famili Diversisporaceae dengan genus Diversispora (Glomus), dan famili Pacisporaceae dengan genus Pacispora. Ordo Archaeosporales mempunyai 2 famili yaitu famili Archaeosporaceae dengan genus Archaeospora dan famili Geosiphonaceae dengan genus Geosiphom. Ordo Paraglomerales mempunyai satu famili yaitu Paraglomaceae dengan genus Paraglomus (Rini, 2012).

9 Hasil penelitian Musfal (2010), memperlihatkan bahwa pemberian FMA pada tanaman jagung dapat meningkatkan serapan P oleh tanaman, bobot kering tanaman, hasil pipilan kering jagung, dan dapat mengefisienkan penggunaan pupuk hingga 50%. Penggunaan FMA dapat meningkatkan produksi kedelai di lahan kering (Hapsoh, 2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam simbiosisnya dengan tanaman kelapa sawit, fungi ini dapat meningkatkan serapan P baik melalui perbaikan sistem perakaran tanaman sawit maupun melalui aktifitasnya dalam memineralisasi P organik tanah. Percobaan di kebun kelapa sawit Cimulang dan Sukamaju PTPN VIII juga menunjukkan bahwa inokulasi FMA dapat mengurangi pupuk 75% untuk menghasilkan pertumbuhan yang sama dengan metode standar pembibitan (Widiastusi et.al., 2006 yang dikutip oleh Widiastusi dan Rostiwati 2011). Inokulasi FMA pada kelapa sawit dapat meningkatkan efisiensi pemupukan, pertumbuhan, dan serapan hara. Keefektifan inokulasi untuk setiap jenis FMA pada bibit kelapa sawit belum diketahui secara pasti. Keefektifan inokulasi FMA salah satunya dipengaruhi oleh jumlah inokulum. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pada G. margarita inokulasi 500 spora menghasilkan pertumbuhan terbaik dibandingkan dengan inokulasi 200 spora dan 350 spora. Tampak bahwa baik jumlah spora maupun spesies FMA mempengaruhi peubah pertumbuhan bibit kelapa sawit. Jumlah spora 200 buah kemungkinan kurang sesuai untuk inokulum bibit kelapa sawit yang mempunyai perakaran dengan pertumbuhan yang relatif lambat dibandingkan dengan tanaman lainnya. Jumlah spora sebanyak 500 buah menyebabkan kesempatan spora untuk menginfeksi akar tanaman menjadi lebih besar (Widiastuti et al., 2005).

10 Berdasarkan hasil penelitian Prasetyo (2012), diketahui bahwa waktu inokulasi spora FMA saat bibit berumur 1 bulan merupakan waktu terbaik dalam meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit yang ditunjukkan oleh tingginya bobot segar tajuk, bobot kering tajuk, dan tinggi tanaman. Hal itu berhubungan erat dengan mulai terjadinya infeksi FMA pada akar bibit kelapa sawit sehingga penyerapan hara dan air lebih optimal. Infeksi awal dapat terjadi lebih optimal pada bibit berumur 1 bulan karena sudah terbentuknya akar sekunder. Keanekaragaman dan penyebaran mikoriza sangat bervariasi, hal ini dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan yang bervariasi juga. Semua mikoriza tidak mempunyai sifat morfologi dan fisiologi yang sama, oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui identitasnya (Puspitasari et.al, 2012). Species dan strain mempunyai perbedaan didalam meningkatkan penyerapan nutrient dan pertumbuhan tanaman. Hal ini menyebabkan dilakukannya penelitian untuk mengetahui spesies atau strain mana yang unggul dibandingkan dengan strain yang lain untuk tanaman tertentu. Setiap spesies mempunyai innate effectiveness. Spesies yang paling efektif meningkatkan pertumbuhan adalah yang paling cepat dan efektif didalam infeksinya (Suhardi, 1988). Hasil penelitian Saputra (2011) menunjukkan bahwa inokulasi FMA jenis Glomus sp. asal Sumatera Barat memberikan respons yang lebih baik dibandingkan tanpa FMA dan FMA jenis Entropospora sp. asal Sribawono Lampung Timur pada pertumbuhan bibit kelapa sawit dengan berbagai kondisi cekaman air yang dicobakan. Kemampuan FMA Glomus sp. dapat lebih baik daripada FMA Entrophospora sp. dalam menginfeksi akar diduga karena spora

11 Glomus sp. berkecambah lebih cepat daripada spora Entrophospora sp. Menurut Tawaray et al. (1996) yang dikutip oleh Widiastuti et al. (2005) spora beberapa spesies Acaulospora sp. dan Entrophospora sp. memerlukan waktu tiga bulan untuk berkecambah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Irawan (2011) menunjukkan bahwa Glomus sp. telah mampu menginfeksi bibit kelapa sawit 2 minggu setelah inokulasi. Perkembangan FMA sangat dipengaruhi oleh ketersediaan hara tanah. Perkembangan FMA terhambat jika kandungan nitrogen dan fosfor tanah tinggi. Pada kondisi tanah yang subur, perkecambahan spora agak terhambat karena adanya kemungkinan kegiatan mikroba di dalam tanah akan mengakibatkan penguraian dinding spora atau hyperparasitis pada spora FMA, akibatnya akan mengurangi kemampuan berkecambah dari spora. Selain itu, ph juga merupakan pengendali penting perkembangan FMA karena mempengaruhi ketersediaan dan keracunan unsur hara (Suhardi, 1988). 1.4 Kerangka Pemikiran Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan, berikut ini disusun kerangka pemikiran untuk memberikan penjelasan teoretis terhadap perumusan masalah. Fungi mikoriza Arbuskular (FMA) merupakan salah satu fungi yang dapat bersimbiosis mutualisme dengan akar tanaman. Jika inokulum FMA diaplikasikan pada akar bibit kelapa sawit, maka spora FMA akan berkecambah di dalam tanah, kemudian tumbuh menuju akar dan seterusnya akan masuk ke dalam akar membentuk simbiosis dengan akar tanaman.

12 Mekanisme simbiosis berawal ketika spora berkecambah dan mengeluarkan hifa yang kemudian masuk ke dalam akar kemudian akar tanaman akan mengeluarkan eksudat berupa gula, asam organik, dan asam amino yang berfungsi sebagai sumber makanan bagi FMA untuk pertumbuhan hifa yang tumbuh dari spora. Hifa akan terus tumbuh membentuk apresorium, kemudian menembus sel epidermis akar dan selanjutnya berkembang dalam jaringan korteks. Hifa yang masuk ke dalam sel akan terus bercabang secara dikotomi disebut arbuskular, sementara hifa yang berkembang pada ruang antar sel ada yang menggelembung membentuk vesikel yang berisi cadangan makanan untuk perkembangan FMA. Selain membentuk hifa internal, FMA membentuk hifa eksternal yang berperan dalam meningkatkan kapasitas akar untuk meningkatkan serapan air dan unsur hara. Kemampuan asosiasi tanaman dengan FMA ini memungkinkan tanaman memperoleh hara dan air yang cukup pada kondisi lingkungan yang miskin unsur hara dan kering, perlindungan terhadap patogen tanah maupun unsur hara beracun, dan secara tidak langsung melalui perbaikan struktur tanah. Tanah yang digunakan pada penelitian adalah jenis tanah PMK yang umumnya memiliki kendala kekahatan fosfor karena sebagian besar koloid dan mineral tanah mempunyai kemampuan menyemat fosfat cukup tinggi sehingga sebagian besar fosfat dalam keadaan tersemat oleh Al dan Fe, tidak tersedia bagi tanaman maupun biota tanah. Melalui hifa eksternal mikoriza yang berukuran lebih halus dari bulu-bulu akar memungkinkan menyusup ke pori-pori tanah yang kecil sehingga hifa bisa menyerap unsur fosfat dari dalam tanah dan diubah menjadi senyawa polifosfat kemudian dipecah menjadi fosfat organik yang dapat diserap

13 oleh tanaman. Dengan adanya hifa eksternal ini penyerapan hara terutama fosfor menjadi lebih besar dibandingkan dengan tanaman yang tidak terinfeksi dengan mikoriza, sehingga pertumbuhan tanaman yang bermikoriza lebih baik dibandingkan yang tidak bermikoriza. Terjadinya infeksi FMA pada akar tanaman dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu kecocokan jenis FMA dengan tanaman inang, kondisi jaringan akar tanaman, dan faktor lingkungan. Kecocokan jenis FMA dengan tanaman inang berhubungan erat dengan eksudat akar yang disekresikan oleh tanaman. Kondisi jaringan akar tanaman berhubungan dengan kelunakan epidermis. Beberapa penelitian menguji keefektifan beberapa spesies fungi mikoriza pada beberapa jenis tanaman menunjukkan bahwa terdapat kesesuaian antara spesies fungi mikoriza dengan tanaman inang tertentu. Adanya adaptasi yang tinggi FMA jenis Glomus sp. dan kecenderungannya untuk bersimbiosis dengan akar kelapa sawit, menyebabkan spora FMA ini dapat berkecambah dan menginfeksi jaringan akar yang lebih baik daripada FMA jenis Entropospora sp. Selain jenis FMA, daerah asal FMA juga mempengaruhi keberhasilan inokulasi. Penggunaan jenis FMA yang berasal dari daerah Lampung dapat lebih baik dibandingkan jenis FMA yang berasal dari daerah Sumatera Utara dan Jawa Timur karena daya adaptasi terhadap lingkungan lebih sesuai sehingga spora FMA asal Lampung dapat lebih cepat berkecambah dan menginfeksi jaringan akar. Penelitian mengenai dosis pemupukan NPK sudah banyak dilakukan. Pada umumnya dosis pemupukan NPK 100% sesuai dengan dosis anjuran menghasilkan pertumbuhan tanaman yang terbaik. Adanya simbiosis FMA pada

14 akar diharapkan dapat menguntungkan pertumbuhan bibit kelapa sawit. Fungi mikoriza arbuskular akan mendapatkan fotosintat dari eksudat akar, sedangkan bibit kelapa sawit dapat memperbaiki sistem perakaran karena pada akar terdapat jaringan hifa eksternal FMA yang akan memperluas bidang serapan air dan unsur hara. Ukuran hifa yang lebih halus dari bulu-bulu akar memungkinkan hifa bisa menyusup ke pori-pori tanah yang paling kecil (mikro) sehingga hifa dapat menyerap air pada kondisi tanah yang rendah dan keberadaan unsur hara P yang jauh dari jangkauan akar akan lebih mudah dimobilisasi di daerah perakaran. Sedangkan pada kondisi unsur hara P yang cukup akar tanaman mengakumulasi P dalam jumlah yang tinggi, FMA mendapatkan senyawa C dari tanaman yang mempengaruhi metabolisme tanaman sehingga inokulasi FMA dapat meningkatkan efisiensi pemupukan sampai 50 % dari dosis anjuran. Dengan pertumbuhan sistem perakaran yang baik menyebabkan tanaman lebih mudah dalam penyerapan air dan unsur hara sehingga mempengaruhi proses fisiologi tanaman. Dengan meningkatnya kandungan air dan unsur hara, dan CO 2 maka senyawa organik yang disintesis tanaman akan meningkat juga. Hasil sintesis ini dimanfaatkan dalam proses pembelahan dan penambahan ukuran sel di seluruh jaringan tanaman. Dengan adanya penambahan ukuran dan pembelahan sel-sel baru menyebabkan akar yang terbentuk lebih banyak, meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah daun, serta bobot kering brangkasan meningkat akibat akumulasi bahan organik pada jaringan tanaman sehingga pertumbuhan bibit optimal dan meningkatkan kualitas bibit kelapa sawit (Gambar 1).

15 Produksi kelapa sawit di Indonesia rendah karena banyak ditanam pada tanah marginal atau tanah ultisol yang memiliki ketersediaan fosfor rendah dan kelarutan Al dan Fe yang tinggi. Penggunaan bibit berkualitas Aplikasi FMA keragaman jenis dan daerah asal FMA Dosis pemupukan NPK Pengujian: tanpa inokulasi FMA (kontrol), Entrophospora sp. (Isolat MV 22, Isolat MV 25, dan Isolat MV 28), Glomus sp. (Isolat MV 23 dan Isolat MV 26) interaksi Pengujian: 100% dosis anjuran dan 50% dosis anjuran Keefektifan infeksi 1. Kecocokan jenis FMA dengan tanaman inang 2. Faktor lingkungan Simbiosis FMA dan bibit kelapa sawit Kualitas bibit kelapa sawit meningkat dengan pertumbuhan bibit optimal karena sistem perakaran baik dan daya adaptasi lingkungan tinggi 1. Meningkatkan serapan unsur hara P. 2. Meningkatkan serapan air dan ketahanan terhadap kekeringan. 3. meningkatkan daya adaptasi tanaman terhadap serangan penyakit akar. Gambar 1. Bagan alir kerangka penelitian

16 1.5 Hipotesis Dari kerangka pemikiran yang telah dikemukakan dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut: 1. FMA jenis Glomus sp. menghasilkan pertumbuhan bibit kelapa sawit terbaik. 2. Dosis NPK yang sesuai untuk bibit kelapa sawit adalah dosis pupuk yang diberikan sesuai dengan dosis anjuran. 3. Respons bibit kelapa sawit terhadap pemberian FMA ditentukan oleh dosis pemupukan. 4. Dosis pemupukan 50% dari dosis rekomendasi merupakan dosis terbaik untuk perkembangan masing-masing jenis FMA.