STRUKTUR POPULASI Assiminiea brevicula PADA ZONA AVICENNIA HUTAN MANGROVE DESA SUNGAI BATANG KABUPATEN OKI. Dewi Rosanti

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

KORELASI ANTARA KERAPATAN AVICENNIA DENGAN KARAKTERISTIK SEDIMEN DI KAWASAN HUTAN MANGROVE DESA SUNGAI RAWA KABUPATEN SIAK, RIAU

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB III METODE PENELITIAN

IDENTIFIKASI POPULASI MAKROZOOBENTOS DI KAWASAN EKOSISTEM MANGROVE DESA LADONG ACEH BESAR. Lili Kasmini 11 ABSTRAK

Keanekaragaman Jenis dan Indeks Nilai Penting Mangrove di Desa Tabulo Selatan Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara mega-biodiversity dengan tingkat

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

Gambar 3. Peta lokasi penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SERTA ASOSIASINYA PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI ULEE - LHEUE, BANDA ACEH, NAD

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

Oleh. Firmansyah Gusasi

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

ANALISIS VEGETASI DAN STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI TELUK BENOA-BALI. Dwi Budi Wiyanto 1 dan Elok Faiqoh 2.

KEPADATAN DAN DISTRIBUSI BIVALVIA PADA MANGROVE DI PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATRA UTARA

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

3. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Hampir 75 % tumbuhan mangrove hidup diantara 35ºLU-35ºLS (McGill, 1958

POLA DISTRIBUSI KUTU DOMPOLAN (Planococcus citri) PADA PERKEBUNAN KOPI DESA SEMIDANG ALAS KECAMATAN DEMPO TENGAH KOTA PAGAR ALAM

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi warga Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

Produktivitas Serasah Mangrove di Kawasan Wonorejo Pantai Timur Surabaya. Abi Gayuh Sopana, Trisnadi Widyaleksono, dan Thin Soedarti

BAB III METODE PENELITIAN. Pb, Cd, dan Hg di Pantai perairan Lekok Kabupaten Pasuruan.

Jurnal Ilmiah Platax Vol. I-1, September 2012 ISSN:

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

BAB III METODE PENELITIAN

2.2. Struktur Komunitas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kelimpahan, Keanekaragaman dan Kemerataan Gastropoda di Ekosistem Mangrove Pulau Dudepo, Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis, ekologis, maupun biologis. Fungsi fisiknya yaitu sistem perakaran

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

VI. SIMPULAN DAN SARAN

BAB III METODE PENELITIAN. Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo pada bulan September-Oktober 2012.

STRUKTUR KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN MOROSARI, KECAMATAN SAYUNG, KABUPATEN DEMAK

Perubahan Luasan Mangrove dengan Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh Di Taman Nasional Sembilang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan

3. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Penelitian

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo. Peta lokasi

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KERAPATAN TEGAKAN DI KAWASAN TAMAN NASIONAL BALURAN BERBASIS QUANTUM-GIS

BAB III METODE PENELITIAN. adalah Indeks Keanekaragaman ( H) dari Shannon-Wiener dan Indeks Nilai Penting

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

ZONASI TUMBUHAN UTAMA PENYUSUN MANGROVE BERDASARKAN TINGKAT SALINITAS AIR LAUT DI DESA TELING KECAMATAN TOMBARIRI

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Identifikasi Keanekaragaman Molusca Di Pantai Bama

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

PROPOSAL PRAKTIK KERJA LAPANGAN BALAI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

13 Volume 3. No. 2. Tahun 2009 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

III. METODA PENELITIAN. Kabupaten Indragiri Hilir terletak pada posisi 102*52,28-103*18,9' BT dan

Transkripsi:

STRUKTUR POPULASI Assiminiea brevicula PADA ZONA AVICENNIA HUTAN MANGROVE DESA SUNGAI BATANG KABUPATEN OKI Dewi Rosanti e-mail: dwrosanti@gmail.com Dosen Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas PGRI Palembang ABSTRACT This paper reports the results of the study on distribution of Assiminiea brevicula at avicennia zone of Sungai Batang mangrove forest, Ogan Komering Ilir Regency. Research was conducted between November 2009 till Januari 2010. This research was carried out using purposive sampling of survey method. The data were gathered according to transects perpendicular to coastal lines towards inlands of avicennia zone. Results of the study showed that distribution of Assiminiea brevicula is clumped with value of S 2 / X = 27,8 Key words : Assiminiea brevicula, distribution, avicennia zone ABSTRAK Penelitian tentang Struktur Populasi Assiminiea brevicula pada Zona Avicennia Hutan Mangrove Desa Sungai Batang Kabupaten OKI telah dilakukan pada bulan November 2009 sampai Januari 2010 di Desa Sungai Batang Kabupaten OKI. Penelitian menggunakan metode survey, dengan pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling di sepanjang zona avicennia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi Assiminiea brevicula memiliki pola distribusi berkelompok, dengan nilai S 2 / X = 27,8. Kata Kunci : Assiminiea brevicula, pola distribusi, zona avicennia PENDAHULUAN Hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dengan bermacam-macam fungsi, yang merupakan hutan dengan jumlah spesies yang beragam. Pengelolaan yang salah terhadap ekosistem tersebut akan berakibat fatal, karena ekosistem ini sangat sulit dipulihkan kembali dan sangat mudah dipengaruhi oleh ekosistem yang ada di sekitarnya (ekosistem yang rapuh). Untuk itu ekosistem ini sangat perlu dipertahankan. Saat ini sebagian besar kawasan mangrove berada dalam kondisi rusak, bahkan di beberapa daerah sangat memprihatinkan. Tercatat laju degradasinya mencapai 160 200 ribu ha per tahun. Data lain menyebutkan bahwa kerusakan potensi hutan mangrove telah mencapai 50 %. Kerusakan tersebut terjadi karena perencanaan yang kurang dalam merumuskan pengelolaan ekosistem mangrove. Juga disebabkan oleh ISSN 1829.586x 59

tekanan kebutuhan ekosistem yang melebihi daya dukung kawasannya (Romimohtrto, 1999). Ekosistem mangrove merupakan habitat bagi berbagai fauna, baik fauna khas mangrove maupun fauna yang berasosiasi dengan mangrove. Berbagai fauna tersebut menjadikan mangrove sebagai tempat tinggal, mencari makan, dan tempat berkembang biak. Dari sekian banyak fauna yang hidup terdapat beberapa jenis kunci yang memegang peranan sangat penting. Salah satu jenis kunci tersebut adalah moluska dan kepiting yang hidup di dalam ekosistem mangrove (Bengen, 2002). Beberapa penelitian menyebutkan setidaknya lebih dari 200 jenis gastropoda yang ditemukan mendiami lumpur dan akar-akar pohon mangrove. Hughes (1986) menyebutkan terdapat lebih kurang 2.000 spesies Gastropoda yang hidup di laut. Sedangkan di Indonesia diperkirakan mencapai 1.500 jenis Gastropoda (Nybaken, 1987). Kelas gastropoda hidup sebagai pemakan bangkai, parasit dan predator. Gastropoda merupakan kelas dari Moluska yang paling baik dalam siklus hidupnya, hal ini dapat dilihat dari variasi habitatnya yang sangat beragam dimana spesies-spesies Gastropoda yang hidup di laut mampu untuk hidup pada berbagai tipe subtrat dasar perairan. Desa Sungai Batang merupakan salah satu desa yang terletak di salah satu anak sungai yang berada di kabupaten OKI (Ogan Komering Ilir) di provinsi Sumatera Selatan dimana aliran dari sungai ini akan bermuara di selat Bangka. Tingkat aktifitas manusia di sekitar muara sungai ini semakin meningkat, diantaranya penangkapan ikan dan udang. Kawasan pemukiman dengan segala aktifitas penduduk mengakibatkan kerusakan pada kawasan hutan mangrove. Sedangkan informasi tentang komunitas gastropoda di Desa Sungai Batang masih sangat terbatas. Bertitik tolak pada kondisi tersebut, maka perlu adanya penelitian terhadap struktur populasi gastropoda Assiminea brevicula yang terdapat di kawasan hutan mangrove di Desa Sungai Batang Kecamatan Air Sugihan Kabupaten Ogan Komering Ilir. BAHAN DAN METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode survei. Pengambilan sampel dilakukan secara purpossive sampling. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai dengan Januari 2010 di wilayah Desa Sungai Batang Kecamatan Air Sugihan Kabupaten Ogan Komering Ilir. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi cool box, GPS (Global Positioning System), perangkap dengan bahan waring yang berbentuk seperti jala, kamera, kertas label, kompas (untuk penunjuk arah), peta lokasi, hand refraktometer, termometer digital, ph meter, Sedangkan bahan yang digunakan adalah formalin 10 % Pengambilan Sampel Gastropoda Untuk pengumpulan data menggunakan sample survey method yaitu metode pengambilan data dengan cara mencatat populasi yang ada secara sistematik. Dari hasil yang didapat diharapkan dapat menggambarkan sifat populasi secara kuantitatif dari objek penelitian dan dapat digunakan untuk pengambilan kesimpulan secara umum ISSN 1829.586x 60

bagi populasi dan lingkungannya (Suwignya, 1976 dalam Hutabarat, 1985). Penentuan stasiun pengamatan menggunakan teknik purposive sampling yaitu penentuan stasiun dengan memilih daerah yang mewakili lokasi pengamatan. Dari hasil survey lapangan yang telah dilakukan pada bulan Agustus 2009 dan berdasarkan vegetasi mangrove maka pada Desa Sungai Batang ditentukan zona vegetasi mangrove yaitu zona Avicenia dengan luas zona ditentukan seluas 100 x 100 m. Pada masing-masing stasiun dibentangkan waring dengan ukuran 5 x 5 meter sebagai perangkap dengan tinggi 40 cm seperti yang terlihat pada gambar 3. Sampel gastropoda yang diambil adalah yang berada pada substrat maupun yang ada pada tegakan pohon mangrove. Setiap gastropoda yang diperoleh dimasukkan ke dalam plastik sampel dan diawetkan dengan larutan formalin 10 %. Selanjutnya dilakukan identifikasi dengan bantuan kunci determinasi menurut FAO (2000). Analisis Data Data yang diperoleh dari lapangan akan diolah dan dianalisis menggunakan rumus menurut Odum (1971) meliputi kepadatan (density), dan pola distribusi. Kepadatan (D) D = N A Keterangan : N = Total jumlah individu spesies A = Luas area Pola Distribusi Menurut Syafei (1995) dalam Wardoyo dan Iqbal (2003), untuk menentukan pola distribusi dengan menghitung variansi dengan rumus: S 2 2( Xi) ( 1) Xi = n 2 / n Keterangan : S 2 = Variansi atau nilai distribusi Xi = Jumlah individu plot ke i N = Jumlah plot yang Diamati Untuk menentukan rerata persatuan luas dengan rumus : Jumlah total individu X = jumlah plot yang diamati Keterangan : X = Rerata persatuan luas Untuk menentukan pola distribusi digunakan kriteria sebagai berikut : S 2 / X < 1 ; berarti distribusi seragam S 2 / X > 1 ; berarti distribusi berkelompok S 2 / X =1 ; berarti distribusi acak Pengukuran fisika kimia perairan Parameter fisika-kimia perairan yang meliputi suhu, salinitas, dan ph dilakukan secara insitu, dengan mengambil sampel air yang tergenang atau pada air pori yang banyak terdapat pada petak contoh pengamatan, kemudian diakukan pengukuran parameter sebanyak tiga kali ulangan pada setiap masing-masing stasiun pengamatan bersamaan dengan pengambilan sampel moluska. ISSN 1829.586x 61

HASIL DAN PEMBAHASAN Kepadatan Dari hasil penelitian di dapatkan kepadatan Assiminea brevicula sebesar 8.960 individu/ /hektar. Bila dibandingkan dengan penelitian Rosanti (2010), hal ini menunjukkan bahwa keberadaan Assiminea brevicula kurang melimpah dibandingkan dengan populasinya pada zona Rhizophora. Menurut Romimohtarto (1999), Assiminea brevicula umumnya dijumpai pada hutan mangrove serta mampu membenamkan diri di dalam substrat mangrove jika tanahnya basah akibat pasang dan saat surut keluar untuk mencari makan. Kondisi lumpur pada zona Avicennia lebih dalam bila dibandingkan dengan kondisi lumpur pada zona Rhizophora. Diduga keadaan ini membuat Assiminea brevicula lebih sedikit ditemukan bila dibandingkan dengan populasinya pada zona Rhizophora. Meskipun demikian, hal ini menunjukkan Assiminea brevicula mendiami hutan mangrove di zona Avicennia dan zona Rhizophora dan mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan mangrove serta mampu memiliki daya kompetisi yang tinggi untuk mendapatkan makanan serta menguasai ruang habitat dibandingkan dengan spesies lainnya. Menurut FAO (2000) Assiminea brevicula umumnya dijumpai pada hutan mangrove serta mampu membenamkan diri di dalam substrat mangrove jika tanahnya basah akibat pasang dan saat surut keluar untuk mencari makan. Walaupun Assiminea brevicula mempunyai daya adaptasi yang cukup luas terhadap faktor lingkungan dan mampu berkembang biak dengan cepat, kondisi zona yang lebih mendekati garis pantai membuat kawasan ini mengalami tingkat pasang yang lebih tinggi dibandingkan pada zona Rhizophora. Meskipun penyebarannya cukup luas serta mempunyai daerah jelajah yang digunakan untuk mencari makan pada zona Rhizophora, pada zona Avicennia, jumlah dan jenis predator lebih banyak pada zona Avicennia, sesuai dengan fungsi hutan mangrove sebagai nursery ground hewan-hewan akuatik. Penelitian Rosanti et al., (2006) dan Rosanti (2007) menyebutkan bahwa larva ikan dan udang paling banyak ditemukan pada zona Avicennia. Hal ini mengindikasikan bahwa banyaknya ikan dan udang yang memijah pada kawasan ini, sehingga gastropoda yang ada menjadi sumber makanan yang banyak bagi ikan dan udang. Pola Distribusi Pola distribusi merupakan pola yang dibentuk individu dalam ekosistem alamiah tergantung pada cara tumbuhan atau hewan yang tersebar atau terpencar di dalamnya. Pola distribusi Assiminea brevicula dapat dilihat pada tabel 1 berikut: Tabel 1. Pola Distribusi Assiminea brevicula pada zona Avicennia Lokasi S 2 / X > 1 Keterangan Zona Avicennia 27,8 Berkelompok ISSN 1829.586x 62

Pola distribusi Assiminea brevicula di zona Avicennia kawasan mangrove Desa Sungai Batang Kabupaten OKI dihitung berdasarkan nilai S 2 = 309,21 dan nilai X = 11,1sehingga nilai S 2 / X = 27,8. Ini berarti pola distribusi Assiminea brevicula bersifat berkelompok. Pola distribusi berkelompok ini terjadi karena ketersediaan makanan dan kondisi lingkungan pada zona Avicennia lebih ekstrim dari pada zona Rhizophora, sehingga Assiminea brevicula cenderung berkelompok pada daerah yang cukup makanan dan aman dari serangan predator. Kondisi fisika kimia perairan Adapun kondisi fisika kimia perairan di zona Avecenia hutan mangrove desa sungai batang kabupaten OKI dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Pengukuran faktor Fisika Kimia Perairan pada zona Avecennia Hutan Mangrove desa Sungai Batang Kabupaten OKI No Parameter Satuan Kisaran 1 Suhu 0 C 29 0 C 2 Salinitas 0 / 00 24 0 / 00 3 ph - 24 Suhu perairan mangrove pada lokasi penelitian menunjukan kisaran suhu 29 0 C. Menurut MacKinnon et al. (1996), mangrove dapat tumbuh subur di daerah tropis dan sub tropis pada suhu udara lebih dari 5 0 C. Pada umumnya organisme aquatik memerlukan suhu optimum untuk beberapa jenis gastropoda adalah 30 0 C. Hal ini berarti bahwa kisaran suhu pada zona Avicennia kawasan mangrove Desa Sungai Batang OKI masih dalam batas toleransi untuk organisme aquatik termasuk gastropoda. Kisaran toleransi salinitas untuk kehidupan gastropoda mangrove adalah sebesar 5 0 / 00 35 0 / 00. Dengan salinitas 24 0 / 00, termasuk baik untuk kelangsungan hidup tumbuhan mangrove dan gastropoda. Sedangkan derajad kemasaman (ph) akan mempengaruhi daya tahan suatu organisme. Hasil pengukuran ph sebesar 8 secara komposit pada zona Avicennia menunjukkan bahwa hutan mangrove di Desa Sungai Batang Kabupaten OKI masih mendukung kehidupan gastropoda dimana kisaran ph 5-9 masih mendukung kehidupan perairan. Selanjutnya menyatakan bahwa gastropoda umumnya banyak dijumpai pada daerah yang ph-nya berkisar dari 7-9. Bila perairan memiliki rentang ph kurang dari 4 merupakan ph perairan yang bersifat masam dan akan mengakibatkan kematian organisme gastropoda, sedangkan ph lebih dari 9,5 perairan tersebut bersifat basa dan perairannnya tidak produktif. KESIMPULAN Struktur populasi Assiminea brevicula pada zona Avicennia kawasan mangrove Desa Sungai Batang Kabupaten OKI memiliki pola distribusi berkelompok, dengan nilai S 2 / X = 27,8. ISSN 1829.586x 63

DAFTAR PUSTKA Bengen, D.G. 2000. Sinopsis : Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Data Biofisik Sumberdaya Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. IPB. Bogor. FAO. 2000. Management and Utilization of mangroves in Asia Pasific. FAO Environmental Paper 3, FAO, Rome. Hughes, R.H. 1986. A Fungtional Biology of Marine Gastropods. First Published. John Hopkins University Press. USA. Hutabarat, S ; Evans, S. M. 1985. Pengantar Oseanografi. UI- Press. Jakarta. MacKinnon, K., G. Hatta., H. Halim and A. Mangalik. 1996. The Ecology of Kalimantan. Periplus Edition Ltd. Singapore. Nybaken, J.W. 1982. Marine Biology : An Ecological Approach.Diterjemahkan Oleh Eidman, H.M. 1986. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologi. Gramedia. Jakarta. Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. Third Edition. WB.Saunders Company. USA. Romimohtarto, K. 1999. Ekosistem Perairan Sungai Sembilang. Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi. Rosanti, D., M.E. Armanto.,S.E. Rahim dan A.K.Gaffar. 2006. Ecological Impacts on Biodiversity of Sembilang National Park Mangrove Forest Banyuasin South Sumatera Indonesia : Jurnal Pusat Studi Lingkungan Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia Vol. 26 No.1, Januari 2006. Jakarta. Rosanti, D. 2007. Study Komparatif Keanekaragaman Hayati Hutan Mangrove Taman Nasional Sembilang : Prosiding Seminar Nasional Forum Perairan Umum Indonesia IV. Departemen Kelautan dan Perikanan Jakarta, Desember 2007. Jakarta. Rosanti, D. 2010. Struktur Populasi Assiminiea brevicula pada Zona Avicennia Hutan Mangrove Desa Sungai Batang Kabupaten OKI. Jurnal Sainmatika. Volume 7 Nomor 1, Juni 2010. Fakultas MIPA Universitas PGRI. Palembang. Saparinto, C. 2007. Pendayagunaan Ekosistem Mangrove. Dahara Prize. Semarang. Dahuri, R. 2002. Keanekaragaman Hayati Laut : Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Departemen Kehutanan. 1996. Strategi Nasional Untuk Pengelolaan Hutan Mangrove di Indonesia. Lokakarya Nasional. Jakarta. ISSN 1829.586x 64

Hutabarat, S ; Evans, S. M. 1985. Pengantar Oseanografi. UI- Press. Jakarta. MacKinnon, K., G. Hatta., H. Halim and A. Mangalik. 1996. The Ecology of Kalimantan. Periplus Edition Ltd. Singapore. Nybaken, J.W. 1982. Marine Biology : An Ecological Approach. Diterjemahkan Oleh Eidman, H.M. 1986. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologi. Gramedia. Jakarta. Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. Third Edition. WB.Saunders Company. USA. Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi. Rosanti, D. 2010. Struktur Populasi Assiminiea brevicula pada Zona Avicennia Hutan Mangrove Desa Sungai Batang Kabupaten OKI. Jurnal Sainmatika. Volume 7 Nomor 1, Juni 2010. Fakultas MIPA Universitas PGRI. Palembang. Wardoyo, S.A. dan M. Iqbal. 2003. Jenis-jenis ikan di Perairan Estuaria Taman Nasional Sembilang. Jurnal Ilmu-ilmu Perikanandan Budidaya Perairan. Volume 1, Nomor 1. Fakultas Perikanan Universitas PGRI.Palembang. Romimohtarto, K. 1999. Ekosistem Perairan Sungai Sembilang. ISSN 1829.586x 65