Oseana, Volume XXXII, Nomor 4, Tahun 2007 : ISSN

dokumen-dokumen yang mirip
MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT LAUT Gracilaria gigas DENGAN MODIFIKASI METODE BUDIDAYA DAN SISTEM JARING

MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA KEDALAMAN PENANAMAN YANG BERBEDA

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN

PRODUKSI Gracilaria verrucosa YANG DIBUDIDAYAKAN DI TAMBAK DENGAN BERAT BIBIT DAN JARAK TANAM YANG BERBEDA

1. PENDAHULUAN. berkembang pada substrat dasar yang kuat (Andi dan Sulaeman, 2007). Rumput laut

PRAKATA. Purwokerto, Februari Penulis. iii

METODE PENELITIAN. A. Materi, Waktu dan Lokasi Penelitian. 1. Materi. 2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Laju Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria sp dengan Metode Rak Bertingkat di Perairan Kalianda, Lampung Selatan

PRAKATA. Purwokerto, Januari Penulis

3. METODE PENELITIAN

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Sam Ratulangi. Jl. Kampus Unsrat Bahu, Manado 95115, Sulawesi Utara, Indonesia.

POSISI TANAM RUMPUT LAUT DENGAN MODIFIKASI SISTEM JARING TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI Eucheuma Cottonii DI PERAIRAN PANTURA BREBES

II. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. internasional. Menurut Aslan (1991), ciri-ciri umum genus Eucheuma yaitu : bentuk

Pertumbuhan Rumput Laut

Laju Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria sp. dengan Metode Penanaman yang Berbeda di Perairan Kalianda, Lampung Selatan

KANDUNGAN KLOROFIL, FIKOERITRIN DAN KARAGINAN PADA RUMPUT LAUT Eucheuma spinosum YANG DITANAM PADA KEDALAMAN YANG BERBEDA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Budidaya Laut (BBL) stasiun

PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT Gracilariagigas Harvey YANG DI TANAM DENGAN TEKNIK SEMPOT DAN METODE APUNG PADA SISTEM PENANAMAN BERTINGKAT

Pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii pada perbedaan kedalaman dan berat awal di perairan Talengen Kabupaten Kepulauan Sangihe

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 2: Metode long-line

PENINGKATAN LAJU PERTUMBUHAN THALLUS RUMPUT LAUT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Tiga Jenis Pupuk Kotoran Ternak (Sapi, Ayam, dan Kambing) Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Brachiaria Humidicola

Pengaruh Berat Bibit Awal Berbeda terhadap Pertumbuhan Kappaphycus alvarezii di Perairan Teluk Tomini

Pertumbuhan rumput laut (Kappaphycus alvarezii) yang dibudidaya dalam kantong jaring dengan berat awal berbeda di Teluk Talengen Kepulauan Sangihe

Kata kunci : pencahayaan matahari, E. cottonii, pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah

Studi Pertumbuhan Rumput Laut Eucheuma cottonii dengan Berbagai Metode Penanaman yang berbeda di Perairan Kalianda, Lampung Selatan

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

3. METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI. Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.

Volume 6, No. 2, Oktober 2013 ISSN:

TUGAS LINGKUNGAN BISNIS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BUDIDAYA RUMPUT LAUT

Alginofit 20 gram. Perendaman KOH 2% selama 30 menit. Dicuci dengan air mengalir. Perendaman NaOH 0,5% selama 30 menit. Dicuci dengan air mengalir

3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Materi Uji

PENGARUH DOSIS PUPUK ANORGANIK NPK MUTIARA DAN CARA APLIKASI PEMUPUKAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN MENTIMUN

Jurnal LPPM Bidang Sains dan Teknologi Volume 2 Nomor 2 Oktober 2015

Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) - Bagian 2: Metode longline

PERBANDINGAN PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN KARAGINAN RUMPUT LAUT

Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume II, Nomor 1, Maret 2014

PRODUKSI IKAN NEON TETRA Paracheirodon innesi UKURAN L PADA PADAT TEBAR 20, 40 DAN 60 EKOR/LITER DALAM SISTEM RESIRKULASI

Evaluasi Lahan Pembudidayaan Rumput Laut di Perairan Kampung Sakabu, Pulau Salawati, Kabupaten Raja Ampat

Effect of NPK ferlilizer (nitrogen, phosphorus, potassium) on seaweed, Kappaphycus alvarezii, growth and white spot desease prevention

Analisis finansial usaha budidaya rumput laut berdasarkan uji pertumbuhan bibit dengan dengan jarak ikat berbeda

Pertumbuhan Gracilaria Dengan Jarak Tanam Berbeda Di Tambak. Growth of Gracilaria under Different Planting Distances in Pond

OPTIMASI PERTUMBUHAN CAULERPA SP YANG DIBUDIDAYAKAN DENGAN KEDALAMAN YANG BERBEDA DI PERAIRAN LAGURUDA KABUPATEN TAKALAR

RESPON PERTUMBUHAN PADA BERBAGAI KEDALAMAN BIBIT DAN UMUR PANEN RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii DI PERAIRAN TELUK PALU ABSTRAK

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - Desember 2009, di Balai Besar

PERTUMBUHAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Eucheuma cottoni Dan Gracilaria sp.) DENGAN METODE LONG LINE DI PERAIRAN PANTAI BULU JEPARA

PENGARUH PERBEDAAN STRAIN RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN SPESIFIK. Dodi Hermawan 1) ABSTRACT

RESPOMS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAAWI (Brassica Juncea. L) TERHADAP INTERVAL PENYIRAMAN DAN KONSENTRASILARUTAN PUPUK NPK SECARA HIDROPONIK

Gambar di bawah ini memperlihatkan bentuk rumput laut segar yang baru dipanen (a. Gracillaria, b. Kappaphycus, c. Sargassum) Rumput laut segar

PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN KARAGINAN RUMPUT LAUT Eucheuma cotnnii YANG DIBUDIDAYAKAN PADA JARAK DARI DASAR PERAIRAN YANG BERBEDA Burhanuddin

Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 1: Metode lepas dasar

MANAJEMEN KUALITAS AIR

PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN BABY CORN (Zea mays L) PADA BEBERAPA MACAM PENYIAPAN LAHAN DAN KETEBALAN MULSA JERAMI

PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) PADA KEDALAMAN BERBEDA DI PERAIRAN TELUK LAIKANG KABUPATEN TAKALAR

STUDY TENTANG TIGA VARIETAS TERUNG DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN

PENGARUH TEKNIK ADAPTASI SALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN, Pangasius sp.

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN KARAGINAN RUMPUT LAUT (Eucheuma) PADA SPESIES YANG BERBEDA

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN

PERFORMA PRODUKSI RUMPUT LAUT Euchema cottonii YANG DIBUDIDAYAKAN MENGGUNAKAN METODE LONG-LINE VERTIKAL DAN HORISONTAL

LAJU KECEPATAN PENYERANGAN ICE-ICE PADA RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii DI PERAIRAN BLUTO SUMENEP MADURA

Lampiran 1. Sketsa lokasi tambak penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

STUDI LAJU PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT Euchema spinosum DAN Eucheuma cottoni DI PERAIRAN DESA KUTUH, KECAMATAN KUTA SELATAN, KABUPATEN BADUNG-BALI

PENGARUH DOSIS DAN LAMA PEMBENAMAN PUPUK HIJAU OROK-OROK (Crotalaria juncea L.) PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI (Glycine max L.

L102. Staf Pengajar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Biologi UMS ABSTRAK

Vol 2 No. 1 Januari - Maret 2013 ISSN :

Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 2, September 2013

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI TANAMAN BUNCIS (Phaseolus vulagris L.) E- JURNAL FATMA RIZA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

RESPONS PERTUMBUHAN DAN HASIL MENTIMUN (CUCUMIS SATIVUS L.) AKIBAT PERLAKUAN VARIETAS DAN KONSENTRASI ZPT DEKAMON

Media Air Laut Yang Diperkaya Terhadap Laju Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria lichenoides (L) Harvey

Udayana, Denpasar. Alamat (Diterima Juli 2017 /Disetujui September 2017) ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Desember 2012.

PENGARUH VARIASI KETINGGIAN PENEMPATAN RAKIT BUDIDAYA RUMPUT LAUT GANDA DALAM MEREDUKSI GELOMBANG

Iklim Perubahan iklim

Volume 11 Nomor 2 September 2014

APLIKASI CARA TANAM PADA DNA VARIETAS WIJEN, TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN

(Eucheuma cottonii) TERHADAP PENDAPATAN KELUARGA PESISIR (Studi Kasus di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur)

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro,

Kapasitas Penyerapan dan Penyimpanan Air pada Berbagai Ukuran Potongan Rumput Laut Gracilaria verrucosa sebagai Bahan Dasar Pupuk Organik.

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas

PERTUMBUHAN Kappaphycus alvarezii PADA TINGKAT KEDALAMAN BERBEDA DI PERAIRAN TELUK PERANCIS, SANGATTA SELATAN KABUPATEN KUTAI TIMUR

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan Pada bulan Februari - Maret 2015 di Balai

Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan Terhadap Tingkat Pertumbuhan Benih Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada Saat Pendederan

Jurnal Cendekia Vol 12 No 1 Januari 2014 ISSN

Transkripsi:

Oseana, Volume XXXII, Nomor 4, Tahun 2007 : 13-20 ISSN 0216-1877 MENINGKATKAN PRODUKSI RUMPUT LAUT GRACILARIA GIGAS MELALUI MODIFIKASI SISTEM JARING (STUDI KASUS : DI PERAIRAN NUSAKAMBANGAN, CILACAP) Oleh: Dwi Sunu Widyartini 1) dan A. Ilalqisny Insan 1) ABSTRACT INCREASING PRODUCTION OF SEAWEED GRACILARIA GIGAS USING MODIFIED NET SYSTEM (CASE STUDY: IN NUSAKAMBANGAN WATERS, CILACAP). Production of seaweed (Gracilaria gigas) depends on cultivation system and environmental factors. In order to know the growth and production state of G. gigas, different cultivation systems were used to find out which system that performs the highest growth and production state. This experiment was conducted in Nusakambangan waters, Cilacap using Random Device of Group Method. Each combination of treatment was replicated three times. The result showed that the highest growth and production was yielded by tubular net system (JT). PENDAHULUAN Produksi rumput laut Gracilaria gigas di Indonesia, sebagian besar berasal dari panen alami (wild crop), sehingga kelangsungan produksi sulit dikendalikan, baik secara kuantitas maupun kualitasnya. Usaha budidaya yang lebih intensif, perlu dilakukan untuk meningkatkan produksi dan mutu ekspornya. Peningkatan produksi, dapat diupayakan dengan meningkatkan teknologi budidayanya. Pada umumnya, masyarakat nelayan, dalam budidaya rumput laut masih menggunakan metode apung dengan sistem rakit tali tunggal. Dalam hal ini banyak kendala yang sangat merugikan petani rumput laut, terutama dalam produksinya. Pada budidaya dengan sistem tali tunggal, bila pertumbuhannya sudah besar (2-3 minggu setelah tanam) biasanya talus rumput laut mudah patah dan hanyut terkena gelombang/ arus, serta mudah rusak akibat adanya herbivor. Pemilihan metode budidaya yang digunakan harus disesuaikan dengan tempat budidaya yang tersedia. Pemilihan metode budidaya yang tepat akan meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi rumput laut. Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Sudirman, Purwokerto 13

Menurut ASLAN (1998) metode budidaya rumput laut berdasarkan posisi tanaman terhadap dasar perairan, dibedakan menjadi tiga cara yaitu metode dasar, metode lepas dasar dan metode apung. Metode budidaya dasar dan lepas dasar pada prinsipnya sama dengan metode apung, hanya peletakan budidayanya dipengaruhi oleh kedalaman. Cara penanamannya perlu mengikatkan dengan tiang pancang, sehingga letaknya dapat diatur dan tetap (KADI & ATMADJA, 1988). SOEJATMIKO & ANGKASA (2003) menambahkan, bahwa rumput laut akan tumbuh lebih baik pada metode apung dibandingkan dengan metode lain. Penetrasi cahaya berpengaruh lebih efektif pada proses fotosintesis di permukaan daripada di dasar perairan. Teknik penanaman pada setiap metode, dapat dilakukan secara tali tunggal dan jaring. Pada perairan yang berombak kuat penggunaan sistem jaring lebih baik daripada tali tunggal. Sistem jaring dapat dimodifikasi dengan beberapa cara, diantaranya jaring rakit, jaring tabung dan jaring tabung bertingkat. Ketiga sistem jaring tersebut masing-masing mempunyai keuntungan dan kelemahan. Kelemahan sistem-sistem tersebut terletak pada keamanan, biaya dan irradiasi cahaya yang kurang efektif apabila terletak di bagian bawah. Keberhasilan budidaya yang dicapai tidak terlepas dari kesesuaian iklim setempat, minat masyarakat, kemudahan budidayanya serta ketersediaan bahan baku. Untuk itu dilakukan eksperimental tentang sistem jaring yang cocok diterapkan di perairan Nusakambangan Cilacap. Peningkatan dalam mengelola usaha rumput laut, perlu teknologi budidaya yang tepat sehingga pada gilirannya kelangsungan usaha budidaya yang dilakukan dapat meningkatkan produksi baik kualitas maupun kuantitasnya. Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui : (1) Laju pertumbuhan dan produksi rumput laut Gracilaria gigas yang ditanam dengan berbagai sistem jaring di perairan Pantai Nusakambangan, Cilacap. (2) Selain itu, tujuan tulisan ini adalah untuk mengetahui sistem jaring yang menghasilkan produksi rumput laut paling tinggi di perairan Pantai Nusakambangan, Cilacap. Manfaat hasil kajian ini adalah sebagai informasi kepada petani rumput laut pada umumnya, khususnya di perairan Pantai Nusakambangan, Cilacap mengenai berbagai sistem jaring yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil panen rumput laut G gigas, serta memberikan informasi tentang sistem jaring yang dapat meningkatkan produksi rumput laut G. gigas paling tinggi. EKSPERIMEN SISTEM JARING YANG DIMODIF1KASI Eksperimen dengan menggunakan berbagai macam sistem jaring dilaksanakan di perairan Nusakambangan, Cilacap, selama 2 bulan (Juni s/d. Juli 2006). Materi yang digunakan dalam eksperimen adalah jenis Gracilaria gigas. Peralatan yang digunakan antara lain : bambu, tali plastik 4 mm, tali rafia, jaring tabung, pisau, timbangan analitik, hand refractometer, ph indikator universal, termometer, keping Sechi, botol plastik, timbangan, pisau kecil, kamera, batu, gunting, pisau besar, meteran, kantung plastik dan alat tulis. Desain eksperimen menggunakan metode eksperimental. Rancangan yang digunakan dalam eksperimen ini adalah Rancangan Acak Kelompok. Perlakuan yang dicobakan adalah metode apung dengan sistem jaring rakit, jaring tabung dan jaring 14

tabung bertingkat. Setiap perlakuan diulang tiga kali. Bibit yang digunakan masing-masing seberat 20 gr. Cara kerjanya sebagai berikut : a. Sistem budidaya jaring rakit Bibit rumput laut diikatkan pada titik-titik tanam pada jaring dengan ukuran 200 cm x 160 cm, menggunakan tali rafia. Jaring diikat pada rakit. Rakit kemudian diikatkan pada pancang yang sudah ditanam di perairan. b. Sistem budidaya jaring tabung Jaring yang berbenruk tabung (tubular) dibuat dengan mengikatkan kedua ujungnya pada tiang bambu dengan menggunakan tali nilon. Ukuran tabung 5-10 cm. Bibit rumput laut dimasukkan pada jaring tubular, sebagai titik tanam. Jaring dengan ukuran mata jaring 0,5-2,5 cm diikatkan pada rakit dan diikat pada pancang yang sudah ditanam di perairan. c. Sistem budidaya jaring tabung bertingkat Jaring tubular dengan ukuran 50 cm x 20 cm diberi sekat-sekat sebanyak 5 buah dengan ukuran tinggi 10 cm. Bibit rumput laut dimasukkan pada masing-masing ruang sekat tanam. Jaring yang telah terisi diikatkan pada rakit. Rakit diikat pada pancang yang sudah ditanam di perairan. d. Pengamatan 1. Pertumbuhan Sampel tanaman diambil sebanyak tiga titik secara destruktif untuk masing-masing perlakuan dan kemudian ditimbang. Pengambilan sampel ini diulang sebanyak tiga kali. Data hasil penimbangan dimasukkan ke dalam rumus : Keterangan : G = Pertumbuhan (g/hari) W t1 = Berat rumput laut pada umur t 1 (g) W t2 = Berat rumput laut pada Umur t 2 ( g) t 1 = Waktu pengambilan sampel ke-1 t 2 = Waktu pengambilan sampel ke-2 (HEDDY,2001) 2. Produksi rumput laut Pada umur 45 hst, rumput laut dipanen dan diambil sampel sebanyak tiga titik tanam secara destruktif untuk masing-masing perlakuan dan kemudian ditimbang. Pengambilan sampel ini diulang sebanyak tiga kali. Data hasil penimbangan kemudian dimasukkan ke dalam rumus : Keterangan : Pr = Produksi rumput laut pada umur tertenru (g/m 2 ) Wo = Berat bibit rumput laut (g) Wt = Berat saat panen rumput laut (g) A = Panjang tali (m) atau luas lahan (m 2 ) B = Jumlah titik tanam (SAMAWI & ZAINUDDIN, 1996) Variabel pendukung yang diamati meliputi salinitas, suhu, derajat keasaman (ph) dan kecerahan air (PRATIWI & ISMAIL, 2004). Data hasil pengamatan dianalisis dengan mengunakan ANOVA dengan uji F dengan taraf kepercayaan 95% dan 99% yaitu untuk mengetahui pengaruh faktor yang dicobakan. Apabila hasilnya berbeda nyata, dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan (HEDDY, 2001). 15

PERTUMBUHAN Hasil pertambahan berat basah Gracilaria gigas yang ditanam dengan tiga macam sistem budidaya apung, memperlihatkan pertambahan berat basah rata-rata tertinggi pada umur 0-10 hari setelah tanam (hst). Pada G gigas menggunakan sistem jaring tabung bertingkat yaitu sebesar 0,024467 g/hari, sedangkan pada umur 10-20 hst pertambahan berat basah tertinggi pada G gigas dengan menggunakan sistem jaring tubular yaitu sebesar 0,0438 g/hari, dan pada umur 20-30 hst G gigas dengan menggunakan sistem jaring tubular yaitu sebesar 0,083267 g/hari (Gambar 1). Pada pengamatan umur 10 hst, 20 hst dan 30 hst, menunjukkan pertambahan berat basah G gigas yang semakin meningkat. Menurut YULIANTO et al., (1990), rumput laut akan tumbuh dengan cepat setelah mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Penerimaan intensitas cahaya matahari yang optimal dan didukung adanya arus yang membawa zat hara, maka proses fotosintesis dapat berjalan lebih baik, sehingga dihasilkan cadangan makanan dan oksigen. Cadangan makanan pada talus rumput laut, terutama yang masih muda sebagian besar digunakan untuk pertumbuhan. Hasil uji F pada umur 0-10 hst, pertambahan berat basah Gracilaria dengan sistem metode budidaya apung berbeda menunjukkan perbedaan sangat nyata (Tabel 1). Pemindahan rumput laut ke perairan yang memiliki salinitas yang hampir sama dengan asal, akan memudahkan adaptasi pada rumput laut, sehingga pertambahan berat basah meningkat lebih cepat. Menurut LAKITAN (1993), apabila perbedaan salinitas sangat ekstrim, dapat menyebabkan adanya perbedaan potensial osmotik. Akibatnya, permeabilitas dinding sel semakin berkurang dan perubahan ph sitoplasma sel, menyebabkan aktivitas enzim sebagai biokatalisator reaksi kimia dalam proses fotosintesis menurun. Pertumbuhan yang sangat berbeda dikarenakan pada sistem jaring yang digunakan, fungsi tali nilon yang panjang digantikan jaring nilon, sehingga bibit lebih terjaga dari gerakan air dan pertumbuhan rumput laut menjadi seragam (ASLAN, 1998). Gambar 1. Pertambahan berat basah rumput laut Gracilaria gigas dengan sistem metode budidaya apung yang berbeda pada umur 0-10, 10-20 dan 20-30 hst. (JR= jaring rakit; JT= jaring tubular; JB=jaring tabung bertingkat). 16

Hasil uji BNT pada umur 0-10 hst (Tabel 2), menunjukkan bahwa rumput laut G gigas yang ditanam dengan sistem jaring tabung bertingkat memberikan pertambahan berat basah yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditanam dengan jaring rakit dan jaring tubular. Teknik penanaman pada ketiga sistem jaring memperlihatkan perbedaan kekuatan peregangan jaring. Pada sistem jaring rakit dan jaring tabung tubular, jaring menjadi kurang fleksibel sehingga kurang optimal bagi pertumbuhan rumput laut, karena akses yang terbatas dalam mendapatkan unsur hara. Jaring yang lebih kuat, kurang mengikuti pergerakan air. Konstruksi pada sistem jaring tabung bertingkat hampir sama dengan jaring tabung tubular. Perbedaannya adalah bahwa pada sistem jaring bertingkat, satu tabung mempunyai sekat/pemisah ruang yang bertingkat-tingkat sehingga hasil yang diperoleh lebih banyak. Adanya perbedaan kedalaman pada jaring tabung bertingkat kurang berpengaruh, karena pada awal pertumbuhan ruang tumbuh masih luas. Berdasarkan hasil eksperimen TRIANA (2004), ruang tumbuh yang luas diperlukan oleh talus untuk dapat tumbuh dengan optimal. Hal ini disebabkan, karena semakin kecil kemungkinan terjadinya persaingan dalam mendapatkan unsur hara serta sinar matahari yang diperlukan dalam proses fotosintesis. Hasil uji F pada umur 10-20 hst menunjukkan, bahwa sistem budidaya apung menyebabkan pertambahan berat basah G gigas tidak berbeda atau hampir seragam (Tabel 1). Rumput laut G gigas tumbuh dengan baik, karena pemakaian metode apung yang didukung faktor lingkungan yang optimal, sehingga pertumbuhan hampir sama, meskipun pada jaring tabung bertingkat dipengaruhi kedalaman pada tingkatantingkatan jaring. Menurut INSAN & WIDYARTINI (2006), tumbuhan yang berada pada lingkungan optimal, maka fotosintesis berjalan dengan baik. Bertambahnya kedalaman, laju fotosintesis dapat menurun dan beberapa jenis tumbuhan dapat mengalami etiolasi (Tanaman menjadi pucat, jumlah rumpun berkurang dan rapuh). Intensitas yang maksimal dan tidak terhalang dapat mencapai kedalaman maksimal, sehingga pertumbuhan seragam. Tabel 1. Analisis ragam pertambahan berat basah Gracilaria gigas dengan metode budidaya yang berbeda pada umur 0-10,10-20 dan 20-30 hst. Keterangan: ns = tidak berbeda nyata ** = berbeda sangat nyata 17

Tabel 2. Uji BNT perbedaan sistem jaring terhadap pertambahan berat basah rumput laut Gracilaria gigas pada umur 0-10 hst dan 20-30 hst Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan pada uji BNT 5% Hasil uji F pada umur 20-30 hst menunjukkan perbedaan sistem budidaya metode apung yang berbeda, menyebabkan pertambahan berat basah G gigas berbeda sangat nyata (Tabel 1). Sistem budidaya dengan konstruksi berbeda, menghasilkan elastisitas jaring yang berbeda dalam mengikuti pergerakan air. Sistem budidaya yang memiliki jaring fleksibel dalam mengikuti pergerakan air lebih menguntungkan, karena dapat memperlancar proses difusi unsur hara yang diterima rumput laut. Menurut ASLAN (1998), apabila rumput laut dibudidayakan dengan cara diikat pada tali nilon tunggal atau jaring yang fleksibel dapat tumbuh dengan baik, karena tetap mengikuti naik turunnya pergerakan air. Hasil uji BNT pada umur 20-30 hst menunjukkan bahwa sistem jaring tubular menghasilkan pertambahan berat basah tertinggi (Tabel 2). Sistem jaring tubular memiliki konstruksi tabung yang fleksibel dalam mengikuti pergerakan air yang membawa unsur hara sehingga proses difusi dapat berjalan lancar. Menurut ASLAN (1991), sistem jaring tubular menghasilkan pertambahan berat basah harian yang tinggi, karena pada sistem ini konstruksi tabungnya dapat mengikuti pergerakan air serta melindungi rumput laut dari faktor abiotik dan biotik. AMINI et al. (1994) menambahkan, pergerakan air berfungsi sebagai pembawa unsur hara dan CO 2, selain itu juga dapat membersihkan kotoran yang menempel pada rumput laut. PRODUKSI Produksi basah rumput laut pada umur 45 hst menunjukkan hasil tertinggi pada perlakuan sistem jaring tubular, yaitu sebesar 918,7899 g/m 2, diikuti perlakuan sistem jaring tabung bertingkat yaitu sebesar 804,6210 g/m 2, sedangkan produksi terendah pada sistem jaring rakit yaitu sebesar 794,9743 g/m 2. Hasil uji F pada umur 45 hst (hari setelah tanam) menunjukkan perbedaan sistem budidaya menghasilkan produksi basah antara G gigas berbeda sangat nyata (Tabel 3). Sistem budidaya dengan konstruksi tali fleksibel, memungkinkan jaring bergerak mengikuti pergerakan air, sehingga memperlancar proses difusi unsur hara yang diterima oleh rumput laut. Adanya pergerakan air selain berfungsi untuk membawa unsur hara yang berperan dalam proses fotosintesis, juga berfungsi untuk membersihkan kotoran yang menempel pada talus rumput laut. Menurut WIJIASTUTI (2001), pergerakan air dapat mencegah pengendapan lumpur atau kotoran-kotoran yang menempel pada permukaan talus, sehingga proses fotosintesis berjalan lancar. 18

Hasil uji BNT pada umur 45 hst menunjukkan produksi rumput laut tertinggi pada budidaya system jaring tubular (Tabel 4). Sistem jaring tubular mempunyai konstruksi jaring lebih fleksibel. Menurut DAWES (1991), unsur hara dibutuhkan sebagai salah satu bahan dasar untuk menyusun energi guna memenuhi kebutuhan metabolisme. Semakin tinggi penyerapan unsur hara, maka pertambahan berat juga semakin besar. Selain itu, pada jaring yang fleksibel, talusnya relatif bersih dari kotoran yang menempel sehingga penerimaan sinar matahari dapat optimal. Menurut KADI & ATMADJA (1998), intensitas sinar matahari merupakan faktor pembatas dalam proses fotosintesis. Makin besar intensitas cahaya matahari, maka proses fotosintesis dapat berjalan semakin cepat pula dan pada akhirnya akan meningkatkan berat basah rumput laut. Tabel 3. Analisis ragam produksi basah Gracilaria dengan jenis dan sistem budidaya yang berbeda pada umur 45 hari setelah tanam Keterangan: ns = tidak berbeda nyata ** = berbeda sangat nyata Tabel 4. Uji BNT perbedaan sistem budidaya terhadap produksi basah rumput laut pada umur 45 hst Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan pada uji BNT 5% 19

KESIMPULAN Berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Perbedaan sistem budidaya menghasilkan pertumbuhan dan produksi rumput laut Gracilaria gigas yang berbeda pada budidaya rumput laut di perairan Nusakambangan, Cilacap. 2. G gigas yang ditanam dengan sistem jaring tubular menghasilkan pertumbuhan tertinggi di perairan Nusakambangan, Cilacap yaitu sebesar 0,083267 g/hari dan produksi tertinggi sebesar 918,7899 g/m 2. 3. Berdasarkan hasil eksperimen ini, disarankan pada para petani rumput laut untuk menggunakan budidaya dengan jaring tubular atau dengan jaring tabung bertingkat apabila cahaya matahari sampai kedalaman minimal 100 cm. DAFTAR PUSTAKA AMINI, S.; A. MACHLUDIN dan D. NANCY 1994. Pengaruh Asal Benih dan Kedalaman Terhadap Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria verrucosa di Perairan Pantai Barru, Sulawesi Selatan. Warta Balitdita 6 ( I ) : 4-7. ASLAN, L.M. 1998. Budidaya Rumput Laut. Kanisius, Yogyakarta: 76 hal. DAWES, C. J. 1991. Marine Botany. John and Sons Inc, New York: 238 pp. HEDDY, S. 2001. Ekofisiologi Tumbuhan : Suatu Kajian Kuantitatif Pertumbuhan Tanaman. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.: 154 hal. INSAN, A.I.dan D.S. WIDYARTINI 2006. Makro Alga. Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto: 85 hal. KADI, A. dan W.S. ATMADJA 1988. Rumput Laut (Algae), Jenis, Reproduksi, Budidaya dan Pasca Panen. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI, Jakarta: 128 hal. LAKITAN, B. 1993. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. PRATIWI, E. dan W. ISMAIL 2004. Perkembangan Budidaya Rumput Laut di Pulau Pari. Warta Edisi Akuakultur 10 (2): 15-19. SAMAWI, F. dan ZAINUDIN 1996. Studi Penggunaan Pupuk Cair Invitro terhadap Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria lichenoides. Torani Buletin Ilmu Kelautan I (60): 31-36. SUJATMIKO, W dan W.I. ANGKASA 2003. Teknik Budidaya Rumput Laut dengan Metode Tali Panjang. http:// www.iptek.net.id/ttg/artlk/artikel 18.htm TRIANA Y. 2004. Pertambahan Berat Basah dan Produksi Gracilaria verrucosa pada Berbagai Jarak Tanam dengan Metode Apung di Tambak Goa Petruk, Kebumen. Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. WIJIASTUTI, W. 2001. Kandungan Karaginan Kappaphycus alvarezii Dotty Secara Hidrasi dari Hasil Budidaya di Perairan Nusakambangan Cilacap. Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. YULIANTO, K. 1990. Pengaruh Penurunan Salinitas Terhadap Laju fotosintesis Alga Hijau Caulerpa serrulata dan Valonia aegropila. Laporan Eksperimental Balitbang Sumber Daya Laut. LIPI, Jakarta. 20