BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau. Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, jasa, dan industri. Penggunaan lahan di kota terdiri atas lahan

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

RUANG TERBUKA HIJAU DI KECAMATAN KEMILING KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2016 (JURNAL) Oleh FADELIA DAMAYANTI

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. kondisi Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Yogyakarta masih belum sesuai

BUPATI BANGKA TENGAH

ANALISIS MENGENAI TAMAN MENTENG

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI. 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

TIPOLOGI KEPEMILIKAN RTH DI PERKOTAAN TOBELO

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MEMUTUSKAN : : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU.

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

BAB I PENDAHULUAN. bagi suatu negara, termasuk Indonesia. Dampak peningkatan jumlah penduduk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI

HUTAN DIKLAT RUMPIN SEBAGAI SALAH SATU RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN BOGOR

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

ANALISIS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MERAUKE

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

HIRARKI IV ZONASI. sub zona suaka dan pelestarian alam L.1. sub zona sempadan lindung L.2. sub zona inti konservasi pulau L.3

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

ARAHAN POLA PENYEBARAN RUANG TERBUKA HIJAU IBUKOTA KECAMATAN TADU RAYA KABUPATEN NAGAN RAYA, NAD. Oleh : Linda Dwi Rohmadiani

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA,

===================================================== PERATURAN DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang

II PENATAAN TAMAN KOTA DALAM KONTEKS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA KUPANG

SCAFFOLDING 1 (2) (2012) SCAFFOLDING. IDENTIFIKASI RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA REMBANG

BAB I PENDAHULUAN. Fristiawati, 2015 PENGEMBANGAN TAMAN RA. KARTINI SEBAGAI RUANG REKREASI PUBLIK DI KOTA CIMAHI

JURNAL. Diajukan oleh : DIYANA NPM : Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Hukum Pertanahan dan Lingkungan Hidup FAKULTAS HUKUM

Pembangunan (Jakarta: Universitas Trisakti,2005), hal Dalam Penjelasan Pasal ayat 5 Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

BAB II KAJIAN PUSTAKA...

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) WILAYAH PERKOTAAN

BAB I PENDAHULUAN. yang semula merupakan ruang tumbuh berbagai jenis tanaman berubah menjadi

Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA CIMAHI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. mengikuti struktur nasional atau daerah dengan standar-standar yang ada

Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta)

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 Tentang : Penataan Ruang Terbuka Hijau Di Wilayah Perkotaan

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

BAB I PENDAHULUAN. 1 Panduan Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka 2 Ibid

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Studi Peran & Efektifitas RTH Publik di Kota Karanganyar Isnaeny Adhi Nurmasari I BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TINJAUAN HUKUM PENDIRIAN BANGUNAN PADA JALUR HIJAU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Kondisi suatu wilayah yang terus mengalami perkembangan menyebabkan adanya

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011).

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 60 TAHUN TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN RUANG TERBUKA HIJAU

PEMBANGUNAN HUTAN KOTA DALAM STRATEGI PEMBANGUNAN PERKOTAAN PROVINSI BANTEN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB I PENDAHULUAN. dimensi ekonomi dibandingkan dengan dimensi ekologi. Struktur alami sebagai tulang punggung Ruang Terbuka Hijau harus dilihat

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBUATAN JALUR HIJAU DI JALAN PIERE TENDEAN MANADO

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak berupa pembangunan fisik seperti pembangunan berbagai fasilitas perkotaan, perumahan, gedung-gedung, serta sarana dan prasarana transportasi. Tingkat pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi di wilayah perkotaan juga menjadi salah satu penyebab cepatnya pembangunan. Para imigran di perkotaan menyebabkan tingginya tingkat pembangunan perumahan, dengan kata lain lahan yang berfungsi sebagai permukiman akan senantiasa bertambah seiring dengan tingginya pertumbuhan penduduk di suatu wilayah perkotaan. Bukan hanya permukiman saja yang bertambah, gedung serta fasilitas lainnya pun ikut bertambah. Hal ini yang menjadi salah satu faktor perubahan penggunaan lahan untuk ruang terbuka hijau (RTH). Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan komponen yang paling penting dalam ekosistem suatu wilayah. Keberadaan ruang hijau bertujuan untuk menjaga kelestarian, keserasian, dan keseimbangan ekosistem. Berlangsungnya fungsi ekologis alami dalam lingkungan secara seimbang dan lestarikan membentuk suatu wilayah yang sehat. Suatu wilayah membutuhkan vegetasi karena tumbuh-

2 tumbuhan mempunyai peranan dalam segala kehidupan makhluk hidup selain keindahan bagi masyarakat. Secara definitif, ruang terbuka hijau adalah ruang yang didominasi oleh lingkungan alami di luar maupun di dalam kota, dalam bentuk taman, halaman, areal rekreasi kota dan jalur hijau (Roger Trancik, 1986). Ruang terbuka hijau merupakan kawasan atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, dan atau sarana lingkungan/kota, dan atau budidaya pertanian. Selain untuk meningkatkan kualitas atmosfer, menunjang kelestarian air dan tanah, ruang terbuka hijau (RTH) di tengah-tengah ekosistem perkotaan juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas lansekap kota. Ruang terbuka hijau kawasan perkotaan merupakan bagian dari penataan ruang kota dengan tujuan menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air. Menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat. Meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, serasi, indah dan bersih. Ruang terbuka hijau (RTH) adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Pemanfatan ruang terbuka hijau berdasarkan fungsinya berupa pemanfaatan langsung, yaitu membentuk keindahan dan kenyaman (teduh, segar, sejuk) dan mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga, buah), serta manfaat tidak langsung, yaitu pembersih udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah,

3 pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada (Permen PU Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan). Penataan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan diselenggarakan bertujuan untuk 1) mencapai tata ruang kawasan perkotaan yang optimal, serasi, selaras, dan seimbang dalam pengembangan kehidupan manusia; 2) meningkatkan fungsi kawasan perkotaan secara serasi, selaras, dan seimbang antara perkembangan lingkungan dengan tata kehidupan masyarakat; dan 3) mengatur pemanfaatan ruang guna meningkatkan kemakmuran rakyat dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan alam, lingkungan buatan, dan lingkungan sosial (UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang). Kota mempunyai luas yang tertentu dan terbatas. Permintaan akan pemanfaatan lahan kota yang terus tumbuh dan bersifat akseleratif untuk pembangunan berbagai fasilitas perkotaan, termasuk kemajuan teknologi, industri dan transportasi, selain sering mengubah bentuk alami lahan/bentang alam perkotaan juga menyita lahan-lahan tersebut dan berbagai bentukan ruang terbuka lainnya. Kedua hal ini umumnya merugikan keberadaan RTH yang sering dianggap sebagai lahan cadangan dan tidak ekonomis. Di lain pihak, kemajuan alat dan pertambahan jalur transportasi dan sistem utilitas, sebagai bagian dari peningkatan kesejahteraan warga kota, juga telah menambah jumlah bahan pencemar dan telah menimbulkan berbagai ketidaknyamanan di lingkungan perkotaan. Untuk mengatasi kondisi lingkungan kota seperti ini sangat diperlukan RTH sebagai suatu teknik bioengineering dan bentukan biofilter yang relatif lebih murah, aman, sehat, dan nyaman.

4 Sejumlah areal di perkotaan, dalam beberapa dasawarsa terakhir ini, ruang publik, telah tersingkirkan karena pembangunan gedung-gedung yang cenderung berpola kontainer, yaitu bangunan yang secara sekaligus dapat menampung berbagai aktivitas sosial ekonomi, seperti supermarket, perkantoran, hotel, dan lain sebagainya, yang berpeluang menciptakan kesenjangan sosial maupun ekosistem di perkotaan sehingga dapat dikatakan bahwa terjadi banyak alih fungsi lahan di areal perkotaan yang menyebabkan berkurangnya ruang terbuka hijau. Alih fungsi pemanfaatan ruang terbuka hijau kota yang pesat di daerah perkotaan, telah memberikan tekanan yang besar terhadap upaya mewujudkan keterpaduan penataan ruang dan pembangunan perkotaan. Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara keseluruhan. Dapat diamati bahwa perkembangan pembangunan daerah telah berlangsung dengan pesat dan diperkirakan akan terus berlanjut. Perkembangan ini akan membawa dampak terjadinya alih fungsi atau perubahan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak direncanakan. Penataan ruang terbuka hijau di Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang mengharuskan penyediaan ruang terbuka hijau (RTH) minimal 30% dari luas wilayah suatu daerah, dimana 20% merupakan ruang publik dan sebesar 10% ruang privat. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/008 tentang Pedoman Pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan menyebutkan bahwa RTH di sebuah kota penting untuk menjamin tersedianya ruang konversi, kawasan pengendalian air tanah, dan area pengembangan keanekaragaman hayati. Alih fungsi pemanfaatan ruang terbuka

5 hijau (RTH) menyebabkan luas wilayah ruang terbuka hijau di suatu kota berkurang dari luas minimal yang telah ditetapkan. Kondisi ruang terbuka hijau yang semakin berkurang juga terjadi di Kota Bandarlampung. Ibu kota Provinsi Lampung tersebut merupakan kota dengan pertumbuhan tercepat di Provinsi Lampung. Kota Bandarlampung terdiri atas 20 kecamatan dan 126 kelurahan. Kota Bandarlampung berada pada posisi 0 sampai 700 meter di atas permukaan laut. Secara geografis Kota Bandarlampung sebagian besar merupakan dataran rendah. Hal tersebut sangat memungkinkan untuk digunakan berbagai pembangunan dengan ruang yang ada. Penggunaan lahan di Kota Bandarlampung mulai dari untuk kawasan industri, kawasan lindung, kawasan permukiman, perdagangan, pendidikan, hingga ruang terbuka hijau yang tidak dapat dipisahkan. Luas wilayah Kota Bandarlampung sekitar 19.722 hektare, jika berdasarkan peraturan yang menaungi luas RTH suatu wilayah maka Kota Bandarlampung sekurang-kurangnya harus memiliki 5.916 ha untuk RTH dan lahan milik pemerintah sekurang-kurangnya 3.944 ha (20% dari luas wilayah Kota Bandarlampung). Sebagaimana diamanatkan pada UU Nomor 26 Tahun 2007 Pasal 29 ayat (3), bahwa proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah perkotaan paling sedikit dua puluh persen dari luas wilayah kota. Akan tetapi penyediaan RTH di Kota Bandarlampung saat ini belum mencapai 30% atau setidaknya 20% wilayah publik yang dikelola pemerintah kota. Berdasarkan data Bappeda Kota Bandarlampung pada tahun 2009 RTH publik di Kota Bandarlampung seluas +2.489,80 ha atau 12,62% dari total luas wilayah

6 Kota Bandarlampung. Memasuki tahun 2012 luasan RTH publik di Kota Bandarlampung mengalami penurunan menjadi +2.185,59 ha dengan luas RTH privat sebesar 289,7 ha. Kondisi tersebut menunjukkan adanya perubahan penggunaan lahan RTH publik sebesar +304,21 ha. Distribusi RTH di Kota Bandarlampung tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Distribusi RTH di Kota Bandarlampung Tahun 2012 No. Jenis RTH Luas (Ha) 1. Taman Kota 19,25 2. Taman Rekreasi 23,40 3. Taman Wisata Alam 22,30 4. Taman Lingkungan Perumahan 2,40 5. Taman Lingkungan Perkantoran 8,90 6. Taman Hutan Raya 510,00 7. Hutan Kota 83,00 8. Hutan Lindung 350,00 9. Bentang Alam 745,00 10. Kebun Binatang 5,80 11. Pemakaman 40,33 12. Lapangan Olahraga 25,70 13. Lapangan Upacara 1,60 14. Lapangan Parkir 12,70 15. Lahan Pertanian 278,40 16. Jalur SUTET 5,60 17. Sempadan Sungai dan Pantai 0,90 18. Median Jalan & Pedestrian 43,01 19. Jalur Hijau 6,50 Total Luas RTH 2.185,59 Luas Total 19.722,00 % Luas RTH 11,08 Sumber: Bappeda Kota Bandarlampung Tahun 2012 Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa persentase luas RTH Kota Bandarlampung sampai dengan tahun 2012 hanya mencapai 11,08%. Jika dibandingkan dengan luas RTH publik Kota Bandarlampung tahun 2009, mengalami penurunan sebesar 1,54% dari luas total wilayah. Luas tersebut belum memenuhi ketentuan luas

7 minimal RTH di perkotaan yang harus mencapai 20% untuk ruang publik. Hal Hal ini dapat terjadi dikarenakan kemungkinan adanya perubahan penggunaan lahan dengan semakin berkembangnya pembangunan di Kota Bandarlampung. Perubahan yang terjadi begitu cepat seiring dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan oleh masyarakat. Ruang terbuka hijau publik sebagai salah satu bagian penting dari tata ruang kota mendapatkan dampak dari hasil pembangunan yang terjadi. Dampak tersebut berupa pengurahan lahan RTH publik yang telah berubah menjadi penggunaan lahan lainnya yang diakibatkan proses pembangunan dan perkembangan wilayah. Mengingat potensi perubahan penggunaan lahan RTH publik di Kota Bandarlampung yang cukup tinggi yang diakibatkan pembangunan yang terjadi, maka dibutuhkan analisis perubahan penggunaan lahan ruang terbuka hijau publik. Dalam proses pengumpulan dan manipulasi data untuk memperoleh zonasi pemanfaatan ruang terbuka hijau dibutuhkan data penggunaan lahan melalui petapeta administrasi dan tematik yang membutuhkan waktu cukup panjang dengan proses yang cukup rumit. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan antara lain: 1. Berapakah luas perubahan lahan Ruang Terbuka Hijau publik Kota Bandarlampung pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2015? 2. Apa penyebab perubahan lahan Ruang Terbuka Hijau publik di Kota Bandarlampung pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2015?

8 C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini antara lain: 1. Untuk mengetahui luas perubahan lahan RTH publik di Kota Bandarlampung pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2015. 2. Untuk mengetahui penyebab perubahan penggunaan lahan Ruang Terbuka Hijau publik di Kota Bandarlampung pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2015. D. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini dapat diuraikan menjadi dua, yaitu manfaat secara teoritis dan manfaat praktis. 1. Manfaat Teoritis a. Untuk menambah pengetahuan serta lebih mendukung teori-teori yang ada sehubungan dengan masalah yang telah diteliti. b. Sebagai dasar untuk mengadakan penelitian lebih lanjut. 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan masukan untuk pihak Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandar Lampung dalam usaha perencanaan dan pengembangan ruang terbuka hijau di Kota Bandarlampung. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan informasi kepada masyarakat.

9 E. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini antara lain: 1. Ruang lingkup objek penelitian adalah lahan untuk ruang terbuka hijau publik di Kota Bandarlampung, Provinsi Lampung. 2. Ruang lingkup tempat penelitian adalah Kota Bandarlampung, Provinsi Lampung. 3. Ruang lingkup waktu penelitian yaitu tahun 2015. 4. Ruang lingkup ilmu penelitian adalah Geografi. Geografi adalah ilmu yang mempelajari tentang lokasi serta persamaan dan perbedaan (variasi) keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi. Kata geografi berasal dari bahasa Yunani yaitu geo yang berarti bumi dan graphein yang berarti tulisan. Geografi lebih dari sekadar kartografi, studi tentang peta. Geografi juga mempelajari fenomena-fenomena yang terjadi dan akibat yang disebabkan oleh perbedaan-perbedaan fenomena yang terjadi itu. Berdasarkan hasil seminar lokakarya di Semarang (1988) dijelaskan bahwa Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kewilayahan dan kelingkungan dalam konteks keruangan.