ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diberi 2-ME

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME

MOTILITAS SPERMATOZOA MENCIT (Mus musculus) SETELAH PEMBERIAN POLISAKARIDA KRESTIN DARI EKSTRAK JAMUR Coriolus versicolor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang meliputi persentase hepatosit normal, pembengkakan hepatosit, hidropik,

BAB I PENDAHULUAN. untuk menelitinya lebih jauh adalah Coriolus versicolor.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Senyawa 2-Methoxyethanol (2-ME) tergolong senyawa ptalate ester (ester

BAB I PENDAHULUAN. (Wasser, 2002). Polisakarida mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sistem

BAB III METODE PENELITIAN. Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya sebagai tempat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMBAHASAN. 6.1 Efek Pelatihan Fisik Berlebih Terhadap Spermatogenesis Mencit. Pada penelitian ini, data menunjukkan bahwa kelompok yang diberi

BAB I PENDAHULUAN. Infertilitas adalah salah satu masalah kesehatan utama dalam hidup, dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari emisi pembakaran bahan bakar bertimbal. Pelepasan timbal oksida ke

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan suatu masalah kesehatan pada masyarakat dan merupakan

BAB V PEMBAHASAN. untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak Etanol Pegagan terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari pengamatan kualitas sperma mencit (konsentrasi sperma,

I. PENDAHULUAN. Angka pengguna telepon seluler (ponsel) atau handphone di Indonesia

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Rata-rata peningkatan jumlah eritrosit. Jumlah eritrosit darah (juta/ mm 3 ) ulangan ke

POTENSI EKSTRAK DAUN DAN TANGKAI DAUN PEGAGAN (Centella asiatica) PADA PENURUNAN MOTILITAS SPERMATOZOA MENCIT (Mus muscullus)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna,

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia cukup tinggi (Sugiri, 2009), yakni

BAB V PEMBAHASAN. Penelitian ini menggunakan Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) sebagai

BAB III METODE PENILITIAN. Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012).

BAB I PENDAHULUAN. bersifat nontosik, sehingga dapat juga digunakan sebagai obat anti kanker dan anti

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia saat ini, banyak sekali pasangan suami istri yang kehidupan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. penyebab kematian di dunia. Menurut WHO, lebih dari 4,2 juta orang di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia tidak dapat lepas dari pengolahan makanan dengan

BAB I PENDAHULUAN. internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor internal yang berpengaruh pada

BAB III METODE PENELITIAN. dibagi menjadi kelompok kontrol dan perlakuan lalu dibandingkan kerusakan

Kata kunci : Plumbum, malondyaldehide, Integritas membran spermatozoa, Myrmecodia pendans

1. PENDAHULUAN. penambah rasa makanan dengan L-Glutamic Acid sebagai komponen asam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari

ABSTRAK. Kata kunci: Rattus sp, asap rokok, ekstrak buah juwet, kualitas spermatozoa, ROS, antioksidan.

BAB I PENDAHULUAN. Infertilitas, menurut Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, didefinisikan

BAB V PEMBAHASAN. asap rokok serta ekstrak akuades biji sirsak (KP 1, KP 2 dan KP 3 ). KN yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara konsumen rokok terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kebiasaan merokok merupakan masalah penting sekarang ini. Rokok bagi

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kesehatan bahkan menyebabkan kematian.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit dengan angka kematian terbesar

BAB I PENDAHULUAN. Monosodium glutamate (MSG) adalah garam natrium dari asam. glutamat (glutamic acid). MSG telah dikonsumsi secara luas di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan oksidatif dan injuri otot (Evans, 2000).

BAB 1 PEBDAHULUAN. kalangan usia <18 tahun dan persentasenya sebesar 51,4%. Sementara itu, insiden

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik semen

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh hasil bahwa nilai F=96,7, sementara itu nilai F tabel = 3,68, maka nilai

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang

BAB I PENDAHULUAN. akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat zaman sekarang terpapar oleh banyaknya makanan tinggi

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk mencapai tata kehidupan yang selaras dan seimbang dengan

Tanaman sambiloto telah lama terkenal digunakan sebagai obat, menurut Widyawati (2007) sambil oto dapat memberikan efek hepatoprotektif, efek

BAB I PENDAHULUAN. Kasus diabetes mellitus yang terjadi di Indonesia semakin mengkhawatirkan,

BAB I PENDAHULUAN. penanganan serius, bukan hanya itu tetapi begitu juga dengan infertilitas. dan rumit (Hermawanto & Hadiwijaya, 2007)

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sebuah budaya sosial di seluruh dunia. 1 Data Survei Sosial Ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. mengonsumsi minuman beralkohol. Mengonsumsi etanol berlebihan akan

BAB I PENDAHULUAN. terhadap tubuh karena akan mengalami proses detoksifikasi di dalam organ tubuh.

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol merupakan zat psikotropika dengan penggunaan yang paling luas.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tujuh sumber utama pencemaran udara yaitu: partikel debu/partikulat

DAFTAR ISI x. HALAMAN JUDUL i. HALAMAN PERSETUJUAN. ii. HALAMAN PERNYATAAN... iii. RIWAYAT HIDUP... iv. KATA PENGANTAR... v. ABSTRAK...

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang

I. PENDAHULUAN. spermatozoa merupakan bagian dari sistem reproduksi yang penting bagi

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif yang merupakan salah

BAB 1 PENDAHULUAN. Sekitar 15% pasangan yang telah menikah merupakan pasangan infertil.

MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL

EFEK PEMBERIAN KOMBUCHA COFFEE TERHADAP KANDUNGAN KOLESTEROL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus L) JANTAN YANG DIINDUKSI URIC ACID

BAB I PENDAHULUAN. kerja insulin, atau kedua-duanya (American Diabetes Association, 2005).

Infertilitas pada pria di Indonesia merupakan masalah yang perlu perhatian

BAB 1 PENDAHULUAN. makhluk hidup, yang berguna bagi kelangsungan hidupnya. Makanan penting

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) merupakan tanaman berupa pohon

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsumsi alkohol telah menjadi bagian dari peradaban manusia selama

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada

BAB I PENDAHULUAN. Hormon testosteron merupakan bagian penting dalam. kesehatan pria. Testosteron memiliki fungsi utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini jumlah perokok di dunia mengalami peningkatan termasuk di

Transkripsi:

4.1 Hasil Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Pengaruh polisakarida krestin dari ekstrak jamur Coriolus versicolor terhadap kecepatan motilitas spermatozoa mencit Hasil pengamatan pengaruh polisakarida krestin dari ekstrak jamur Coriolus versicolor dalam berbagai dosis selama 62 hari terhadap motilitas spermatozoa mencit antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan (variasi dosis ekstrak 1,5; 3,0; 6,0 mg/kg BB) dapat dilihat pada lampiran 1,2, 3, dan 4 sedangkan rerata motilitas spermatozoa mencit kelompok kontrol dan kelompok perlakuan tersebut disajikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Rerata kecepatan motilitas spermatozoa mencit kelompok kontrol dan perlakuan yang diberi polisakarida krestin dari ekstrak jamur Coriolus versicolor dengan berbagai dosis Replikasi Kecepatan motilitas spermatozoa mencit pada berbagai perlakuan (µm/detik) P0 P1 P2 P3 1 5,39 4,65 4,13 4,17 2 5,50 4,80 4,33 4,29 3 5,69 4,86 4,36 4,24 4 5,34 4,71 4,43 4,13 5 5,54 4,84 4,47 4,20 6 5,43 4,74 4,32 4,12 Rerata±SD 5,487 a ±0,125 4,768 b ±0,080 4,345 c ±0,120 4,197 d ±0,066 Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. P 0 : mencit diberi akuades 0,1 ml selama 62 hari. P 1, P 2, P 3 : mencit diberi perlakuan polisakarida krestin dari ekstrak jamur Coriolus versicolor berturut-turut 1,5; 3,0; 6,0 mg/kg BB selama 62 hari. Perbedaan rerata kecepatan motilitas spermatozoa antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan (P 1, P 2, dan P 3 ) secara statistik dapat diketahui setelah 26

27 dilakukan uji ANOVA satu arah. Hasil uji ANOVA antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan (P 1, P 2, dan P 3 ) menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0,05). Perbedaan rerata masing-masing perlakuan dapat diketahui setelah dilakukan uji Duncan. Hasil uji Duncan tersebut menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan pada masing-masing kelompok perlakuan (Lampiran 8). Label huruf yang berbeda pada nilai rerata menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan menurut uji Duncan. Perbedaan tersebut juga dapat dilihat pada Gambar 4.1. Diagram Rerata Kecepatan Motilitas Spermatozoa Mencit Rerata kecepatan motilitas spermatozoa (µm/detik) 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 a b c d 0,000 P0 P1 P2 P3 Kelompok perlakuan Gambar 4.1. Diagram batang rerata kecepatan motilitas spermatozoa mencit (µm/detik) kelompok kontrol (P 0 ) dan kelompok perlakuan (P 1, P 2, dan P 3 ) dengan hasil analisis statistik.

28 Pada Gambar 4.1tersebut di atas menunjukkan bahw rerata kecepatan motilitas spermatozoa kelompok kontrol memiliki perbedaan yang signifikan dengan kelompok P 1, P 2, dan P 3 (P<0,05). Kelompok P 1 berbeda secara signifikan dengan kelompok P 2, dan P 3 (P<0,05). Kelompok P 2 berbeda secara signifikan dengan kelompok P 3 (P<0,05). 4.1.2 Pengaruh pemberian polisakarida krestin dari ekstrak jamur Coriolus versicolor terhadap persentase morfologi normal spermatozoa mencit Hasil pengamatan pengaruh pemberian polisakarida krestin dari ekstrak jamur Coriolus versicolor dalam berbagai dosis selama 62 hari terhadap persentase morfologi normal spermatozoa mencit antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan (variasi dosis ekstrak 1,5; 3,0; 6,0 mg/kg BB) dapat dilihat pada lampiran 5, sedangkan rerata persentase morfologi normal spermatozoa mencit kelompok kontrol dan kelompok perlakuan tersebut disajikan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Rerata persentase morfologi normal spermatozoa mencit kelompok kontrol dan perlakuan yang diberi polisakarida krestin dari ekstrak jamur Coriolus versicolor dengan berbagai dosis. Morfologi normal spermatozoapada berbagai kelompok perlakuan Replikasi (%) P0 P1 P2 P3 1 99,1 97,5 94,1 90,5 2 99,6 98,6 94,0 91,9 3 98,7 96,8 94,2 91,8 4 98,4 97,4 93,8 91,2 5 98,6 99,4 93,2 91,0 6 98,9 97,7 93,6 91,3 rerata ± SD 98,88 a ±0,42 97,90 b ±0,93 93,82 c ±0,37 91,28 d ±0,51 Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. : mencit diberi akuades 0,1 ml selama 62 hari. P 0

29 P 1, P 2, P 3 : mencit diberi perlakuan polisakarida krestin dari ekstrak jamur Coriolus versicolor berturut-turut 1,5; 3,0; 6,0 mg/kg BB selama 62 hari. Perbedaan rerata persentase morfologi normal spermatozoa antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan (P 1, P 2, dan P 3 ) secara statistik dapat diketahui setelah dilakukan uji ANOVA satu arah. Hasil uji ANOVA antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan (P 1, P 2, dan P 3 ) menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0,05). Perbedaan rerata masing-masing perlakuan dapat diketahui setelah dilakukan uji Duncan. Hasil uji Duncan tersebut menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan pada masing-masing kelompok perlakuan (Lampiran 8). Label huruf yang berbeda pada nilai rerata menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan menurut uji Duncan. Perbedaan tersebut juga dapat dilihat pada Gambar 4.2.1. Rerata persentase morfologi normal spermatozoa (%) Diagram Rerata Persentase Morfologi Normal Spermatozoa Mencit 100,00 98,00 96,00 94,00 92,00 90,00 88,00 86,00 a b c d P0 P1 P2 P3 Kelompok perlakuan Gambar 4.2.1 Diagram batang rerata morfologi normal spermatozoa mencit (%) kelompok kontrol (P 0 ) dan kelompok perlakuan (P 1, P 2, dan P 3 ) dengan hasil analisis statistik.

30 Pada Gambar 4.2.1 tersebut di atas menunjukkan bahwa rerata persentase morfologi normal spermatozoa kelompok Kontrol memiliki perbedaan yang signifikan dengan kelompok P 1, P 2, dan P 3 (P<0,05). Kelompok P 1 berbeda secara signifikan dengan kelompok P 2, dan P 3 (P<0,05). Kelompok P 2 berbeda secara signifikan dengan kelompok P 3 (P<0,05). Kelainan morfologi spermatozoa dapat terjadi di bagian kepala, leher, ekor. Kelainan morfologi sering tampak pada saat pengamatan adalah pada bagian kepala dan ekor. Bentuk kepala yang tidak beraturan (amorfus), kepala kecil (microcephali), ekor patah, bengkok, melingkar atau bercabang dan terdapat citoplasmic droplet. a b 1 2 3 Gambar 4.2.2 Morfologi spermatozoa mencit., 1. Morfologi spermatozoa nomal. a. Spermatozoa hidup., b. Spermatozoa mati, 2. Morfologi spermatozoa mencit dengan kelainan terdapat citoplasmic droplet., 3. Morfologi spermatozoa mencit dengan kelainan pada ekor (Perbesaran 400 x). 4.1.3 Pengaruh pemberian polisakarida krestin dari ekstrak jamur Coriolus versicolor terhadap persentase viabilitas spermatozoa mencit Hasil pengamatan pengaruh pemberian polisakarida krestin dari ekstrak jamur Coriolus versicolor dalam berbagai dosis selama 62 hari terhadap persentse viabilitas spermatozoa mencit antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan (variasi dosis ekstrak 1,5; 3,0; 6,0 mg/kg BB) dapat dilihat pada

31 lampiran 6, sedangkan rerata persentase viabilitas spermatozoa mencit kelompok kontrol dan kelompok perlakuan tersebut disajikan pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Rerata persentase viabilitas spermatozoa mencit kelompok kontrol dan perlakuan yang diberi polisakarida krestin dari ekstrak jamur Coriolus versicolor dengan berbagai dosis Viabilitas spermatozoa mencit pada berbagai kelompok perlakuan Replikasi (%) P0 P1 P2 P3 1 82,8 77,3 76,5 49,1 2 81,1 79,9 79,5 51,0 3 82,0 79,6 75,0 49,6 4 83,6 76,6 75,6 49,7 5 82,0 79,3 75,4 50,4 6 80,0 75,2 77,7 49,0 Rerata ± SD 81,92 a ±1,26 77,98 b ±1,90 76,62 b ±1,71 49,80 c ±0,77 Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. P 0 : mencit diberi akuades 0,1 ml selama 62 hari. P 1, P 2, P 3 : mencit diberi perlakuan polisakarida krestin dari ekstrak jamur Coriolus versicolor berturut-turut 1,5; 3,0; 6,0 mg/kg BB selama 62 hari. Perbedaan rerata persentase viabilitas spermatozoa antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan (P 1, P 2, dan P 3 ) secara statistik dapat diketahui setelah dilakukan uji ANOVA satu arah. Hasil uji ANOVA antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan (P 1, P 2, dan P 3 ) menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0,05). Perbedaan rerata masing-masing perlakuan dapat diketahui setelah dilakukan uji Duncan. Hasil uji Duncan tersebut menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan pada masing-masing kelompok perlakuan (Lampiran 8). Label huruf yang berbeda pada nilai rerata menunjukkan adanya perbedaan yang

32 signifikan menurut uji Duncan. Perbedaan tersebut juga dapat dilihat pada Gambar 4.3. Rerata persentase viabilitas spermatozoa (%) 90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 Diagram Rerata Persentase viabilitas Spermatozoa Mencit a b b c P0 P1 P2 P3 Kelompok perlakuan Gambar 4.3. Diagram batang rerata viabilitas spermatozoa mencit (%) kelompok kontrol (P 0 ) dan kelompok perlakuan (P 1, P 2, dan P 3 ) dengan hasil analisis statistik. Rerata persentase viabilitas spermatozoa kelompok P 0 memiliki perbedaan yang signifikan dengan kelompok P 1, P 2, dan P 3 (P<0,05). Kelompok P 1 berbeda secara tidak signifikan dengan P 2 (P>0,05), namun berbeda secara signifikan dengan kelompok P 3 (P<0,05), sedangkan pada perlakuan P 2 berbeda secara signifikan dengan P 3 (P<0,05). 4.1.4 Pengaruh pemberian polisakarida krestin dari ekstrak jamur Coriolus versicolor terhadap jumlah spermatozoa mencit Hasil pengamatan pengaruh pemberian polisakarida krestin dari ekstrak jamur Coriolus versicolor dalam berbagai dosis selama 62 hari terhadap jumlah spermatozoa mencit antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan (variasi dosis ekstrak 1,5; 3,0; 6,0 mg/kg BB) dapat dilihat pada lampiran 7, sedangkan

33 rerata jumlah spermatozoa mencit kelompok kontrol dan kelompok perlakuan tersebut disajikan pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Rerata jumlah spermatozoa mencit kelompok kontrol dan perlakuan yang diberi polisakarida krestin dari ekstrak jamur Coriolus versicolor dengan berbagai dosis Replikasi Rerata jumlah spermatozoa (10 6 sel/ml) pada berbagai kelompok P0 P1 P2 P3 1 3,55 4,59 5,22 5,56 2 3,56 4,58 5,22 5,55 3 3,54 4,60 5,23 5,56 4 3,55 4,59 5,22 5,56 5 3,55 4,59 5,23 5,56 6 3,54 4,59 5,24 5,56 Rerata ± SD 3,55 a ±0,0075 4,59 b ±0,0055 5,23 c ±0,0073 5,56 d ±0,0040 Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. K 0 : mencit diberi akuades 0,1 ml selama 60 hari. P 1, P 2, P 3 : mencit diberi perlakuan polisakarida krestin dari ekstrak jamur Coriolus versicolor berturut-turut 1,5; 3,0; 6,0 mg/kg BB selama 60 hari. Perbedaan rerata jumlah spermatozoa antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan (P 1, P 2, dan P 3 ) secara statistik dapat diketahui setelah dilakukan uji ANOVA satu arah. Hasil uji ANOVA antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan (P 1, P 2, dan P 3 ) menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0,05). Perbedaan rerata masing-masing perlakuan dapat diketahui setelah dilakukan uji Duncan. Hasil uji Duncan tersebut menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan pada masing-masing kelompok perlakuan (Lampiran 8). Label huruf yang berbeda pada nilai rerata menunjukkan adanya perbedaan yang

34 signifikan menurut uji Duncan. Perbedaan tersebut juga dapat dilihat pada Gambar 4.4. Rerata jumlah spermatozoa (10 6 sel/ml) 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 Diagram Rerata Jumlah Spermatozoa Mencit c d b a PO P1 P2 P3 Kelompok perlakuan Gambar 4.4. Diagram batang rerata jumlah spermatozoa mencit (10 6 sel/ml) kelompok kontrol (P 0 ) dan kelompok perlakuan (P 1, P 2, dan P 3 ) dengan hasil analisis statistik. Pada Gambar 4.1 tersebut di atas menunjukkan bahwa rerata jumlah spermatozoa kelompok Kontrol memiliki perbedaan yang signifikan dengan kelompok P 1, P 2, dan P 3 (P<0,05). Kelompok P 1 berbeda secara signifikan dengan kelompok P 2, dan P 3 (P<0,05). Kelompok P 2 berbeda secara signifikan dengan kelompok P 3 (P<0,05).

35 4.2 Pembahasan Coriolus versicolor adalah salah satu jenis jamur yang paling sering digunakan sebagai obat tradisional di berbagai negara. Menurut Cui dan Chisti (2003), klinik modern yang berada di negara-negara Asia telah menggunakan obat dari jamur, salah satunya adalah Coriolus versicolor. Polisakarida krestin yang merupakan ekstrak dari jamur C. versicolor telah banyak digunakan sebagai obat penyakit berbahaya di Jepang (Ooi dan Liu, 2000). Penelitian Ho et al. (2006) melaporkan bahwa polisakarida krestin (PSK) dapat menghambat leukemia, limpoma, dan hepatoma secara in vitro. Menurut Fisher dan Yang (2002), PSK juga merupakan adjuvant dalam treatment pada kanker lambung, esofagus, usus besar, payudara dan paru-paru. Manfaat PSK dari jamur Coriolus versicolor sudah tidak diragukan lagi. Walaupun demikian, bukan berarti PSK dari jamur Coriolus versicolor tidak memiliki efek samping yang merugikan. Penggunaan yang berlebihan dapat menimbulkan efek buruk. Pada dasarnya menurut Murtini dkk. (2010), semua zat yang masuk dalam tubuh berpotensi menjadi racun tergantung dari dosis yang dikonsumsi serta lama jangka waktu pemakaian. Menurut Wahyuningsih dan Darmanto (2010), PSK dari ekstrak C. versicolor cukup toksik dengan nilai LD 50 pada mencit betina sebesar 231,8 mg/kg BB. Agar penggunaannya optimal, perlu diketahui informasi yang memadai tentang kelebihan dan kelemahan serta kemungkinan kesalahan penggunaaan PSK yang diisolasi dari jamur C. versicolor.

36 Pada penelitian ini diketahui bahwa kecepatan motilitas spermatozoa mencit mengalami penurunan pada kelompok yang diberi perlakuan pemberian polisakarida krestin (PSK) dari ekstrak jamur Coriolus versicolor secara berturutturut adalah P1: 4,768; P2 : 4,345; dan P3: 4,197 µm/detik. Menurut Cui dan Chisti (2003), β-glukan yang merupakan senyawa aktif dari PSK dapat menginduksi makrofag untuk meningkatkan aktivitasnya dalam fogistosis benda-benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Hal yang sama akan terjadi pada saluran reproduksi jantan. Senyawa β-glukan yang merupakan senyawa aktif dari polisakarida krestin juga akan dapat meningkatkan aktivitas sel leukosit pada saluran reproduksi jantan. Dengan meningkatnya sel leukosit pada saluran reproduksi jantan maka akan dapat mempengaruhi kualitas spermatozoa. Menurut Hayati (2011), molekul glikoprotein yang berada dipermukaan spermatozoa akan dikenali oleh sistem imun dan merupakan tanda bahwa sel tersebut (spermatozoa) harus dilenyapkan dari tubuh. Ketika spermatozoa meninggalkan testis, perlindungan terhadap sistem imun menjadi berkurang sehingga banyak spermatozoa yang rusak atau mati. Selain itu sumber ROS yang berasal dari faktor enzimatis (internal) diantaranya adalah pada sel leukosit. Pada kadar yang tinggi, ROS berpotensi menimbulkan efek toksik, sehingga dapat berpengaruh pada kualitas dan fungsi spermatozoa. Kecepatan motilitas spermatozoa sangat dipengaruhi di antaranya oleh pergerakan ion-ion, transpor membran spermatozoa, serta integritas membran spermatozoa. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pemberian PSK yang berlebihan serta dalam jangka waktu yang lama akan manghasilkan senyawa

37 radikal bebas atau ROS yang berlabihan pula. Radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan sel diantaranya melalui reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol membran yang mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk atau disebut poly unsaturated fatty acid (PUFA) (Haliwell dan Gutteridge, 1999 dalam Wresdati, 2006). Menurut Hayati (2011), peroksidasi lipid pada membran spermatozoa dapat menurunkan permeabilitas membran untuk ion-ion spesifik dan menurunkan kelenturan membran. Menurut Sanocka dan kurpiz (2004), kerusakan spermatozoa yang disebabkan oleh ROS terjadi karena dapat menghambat reaksi akrosom dan kerusakan ekor yang sangat berpengaruh terhadap motilitas spermtozoa. Menurut Aryosetyo (2009), kadar ROS yang tinggi akan dapat merusak membran mitokondria sehingga menyebabkan hilangnya fungsi potensial mitokondria yang mana akan sangat mengganggu motilitas spermatozoa karena energi motilitas spermatozoa disuplai dalam bentuk adenosin trifosfat yang disintesis oleh mitokondria pada badan ekor. Persentase morfologi normal juga mengalami penurunan pada kelompok yang diberi perlakuan polisakarida krestin (PSK) dari ekstrak jamur Coriolus versicolor. Secara berturut-turut adalah P1: 97,90%; P2 : 93,82%; dan P3: 91,28%. Pemberian polisakarida krestin dari ekstrak jamur Coriolus versicolor yang berlebihan dan dalam jangka waktu yang lama menyebabkan kadar ROS dalam tubuh tinggi. Menurut Bashandy (2007), stres oksidatif berperan sebagai mediator kerusakan pada membran plasma, sehingga mengurangi fungsi sperma.

38 ROS menginduksi lipid peroksidasi yang merupakan agen penyebab perubahan morfologi spermatozoa (kepala, leher dan ekor). Salah satu bentuk kelainan morfologi spermatozoa diantaranya adalah adanya cytoplasmic droplet. Menurut Hayati (2011), terbentuknya cytoplasmic droplet terjadi pada proses spermotogenesis terganggu yang menyebabkan mekanisme penghilangan (extrusion) sitoplasma juga terganggu. Oleh karena itu, spermatozoa yang lepas dari epitel tubulus seminiferus masih membawa cytoplasmic droplet dan menempel di membran spermatozoa. Banyaknya cytoplasmic droplet ini mempunyai korelasi positif dengan kadar ROS melalui mekanisme yang difasilitasi oleh enzim glucose-6-phosphate-dehydrogenase. Pemberian perlakuan polisakarida krestin (PSK) dari ekstrak jamur Coriolus versicolor juga menyebabkan persentase viabilitas spermatozoa mengalami penurunan pada kelompok perlakuan. Secara berturu-turut adalah P1: 77,98%; P2 : 76,62%; dan P3: 49,80%. Viabilitas spermatozoa yang menurun pada kelompok yang diberi perlakuan pemberian polisakarida krestin (PSK) dari ekstrak jamur C. versicolor disebabkan karena produksi ROS yang tinggi kibat pemberian PSK yang berlebihan dan dalam jangka waktu yang lama. Kadar ROS yang tinggi dapat menyebabkan penuruan persentase viabilitas spermatozoa karena, menurut Thannickal dan Fanburg (2000), kadar ROS yang tinggi tidak hanya menurunkan kelenturan membran namun juga merusak integritas DNA dalam inti sel. Menurut Hammam (2008), stres oksidatif merusak integritas DNA pada nukleus spermatozoa sehingga akan menginduksi terjadinya apoptosis sel. Apoptosis sel

39 adalah kematian sel terprogram dimana proses ini merupakan proses fisiologis yang ditentukan oleh perubahan morfologi dan biokimia sel. Jumlah spermatozoa mencit mengalami kenaikan pada kelompok perlakuan (P 1, P 2, dan P 3 ) berturut-turut adalah 4,59 x 10 6 ; 5,23 x 10 6 sel/ml; dan P3: 5,56 x 10 6 sel/ml. Peningkatan jumlah spermatozoa tersebut disebabkan karena kenaikan jumlah sel leukosit akibat pemberian PSK yang juga berkorelasi positif terhadap kenaikan kadar ROS pada saluran reproduksi jantan tidak mempengaruhi saat spermotogenesis yang sangat berhubungan dengan jumlah spermatozoa yang dihasilkan. Menurut Hayati (2011), blood testis barrier dikendalikan oleh tight junction yang dibentuk oleh dinding sel antara sel sertoli yang ada di epitel tubulus seminiverus. Tight junction berperan sebagai media komunikasi antara sel spermatogenik baru dengan pembuluh darah yang ada diruang interstisial. Hal ini memberikan kenyamanan untuk sel spermatogenik yang baru terbentuk dari proses spermatogenesis supaya tidak dikenali oleh sel imun sehingga tidak menimbulkan respon imun. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pemberian polisakrida krestin dari ekstrak jamur C. versicolor dapat menurunkan kecepatan motilitas, persentase morfologi normal dan persentase viabilitas spermatozoa. Hal sebaliknya terjadi pada jumlah spermatozoa yang justru mengalami peningkatan. Menurut Centola (1996), semakin banyak jumlah spermatozoa yang terdapat pada ejakulat tidak selalu menunjukkan bahwa seseorang pria semakin subur. Konsentrasi spermatozoa yang tinggi dapat

40 menimbulkan tabrakan antara spermatozoa motil, atau antara spermatozoa motil dan immotil, yang berakibat turunnya persentase motilitas progresif. Hal ini menunjukkan bahwa polisakarida krestin dari ekstrak jamur Coriolus versicolor dapat memberikan pengaruh negatif pada proses maturasi spermatozoa namun tidak pada pada tubulus seminiverus atau pada saat spermatogenesis karena pada tahap ini spermatozoa dilindungi oleh blood testis barrier yang dapat mencegah pengenalan sel imun terhadap sel spermatozoa sehingga tidak menimbulkan respon imun saat proses spermatogenesis.