BAB I PENDAHULUAN. pemberdayaan. Pengertian aset menurut Standar Penilaian Indonesia (2015)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. penelitian terkait analisis nilai sewa. Selain itu, dalam bab ini juga dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. dikelolanya. Aset merupakan bagian terpenting dalam kegiatan pemerintahan,

BAB I PENGANTAR. revisi dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. mengestimasi nilai barang milik daerah berupa nilai tanah dan bangunan Gedung

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Daerah sebagaimana diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 2008, dan

BAB I PENDAHULUAN. pemilik aset. Aset berarti kekayaan atau harta yang nantinya diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks perlu dikelola secara optimal karena sudah tidak sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki aset tetap yang kurang produktif dan belum termanfaatkan atau kurang

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan secara umum tentang pengelolaan Barang Milik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. otonomi daerah, yang ditandai dengan lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. disebabkan karena tarif yang ditetapkan pada Perda Yogyakarta No. 5 tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan lahan pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terus

BAB I PENDAHULUAN. Sejak Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang

PROSEDUR SEWA BARANG MILIK NEGARA/DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan latar belakang, tujuan dan manfaat terkait dengan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. keputusan publik pada suatu wilayah kota. Dengan demikian, pertimbangan aspek

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 telah mengatur tentang pemerintahan provinsi,

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan daerah otonom yang luas serta bertanggung jawab. Tiap

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Otonomi daerah dimulai sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 22

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat mengartikan pajak sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah secara

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun mengamanatkan diselenggarakannya otonomi seluas-luasnya dalam kerangka

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012 PENERIMAAN SUMBANGAN PIHAK KETIGA

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pendekatan Pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

1 of 11 7/26/17, 12:19 AM

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat memberikan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sisi retribusi

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR : 34 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun1999 tentang Perimbangan Keuangan

SALINAN NO : 14 / LD/2009

I. PENDAHULUAN. tersebut dibutuhkan sumber-sumber keuangan yang besar. Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. Indenosia tersebar di desa-desa seluruh Indonesia. diundangkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/PMK.06/2008 TENTANG PENILAIAN BARANG MILIK NEGARA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 7

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara membutuhkan pendanaan dalam menggerakan dan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. adalah investasi. Akan tetapi, banyak investasi pada real estate lebih banyak

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR : 1 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH KEPADA DAERAH KABUPATEN KATINGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 02/PMK.06/2008 TENTANG PENILAIAN BARANG MILIK NEGARA MENTERI KEUANGAN,

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang memadai dan

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan

I. PENDAHULUAN. Penerimaan Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dapat

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 25

diungkapkan Riduansyah (2003: 49), yang menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DAFTAR ISI... Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... PRAKATA...

BUPATI BULUKUMBA PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR : 24 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENYEWAAN BARANG MILIK DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah diperbaharui

I. PENDAHULUAN. Organisasi sebagai satu kesatuan yang dinamis merupakan alat untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. penelitian terkait analisis nilai sewa. Dalam bab ini juga dijelaskan rumusan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran menurut Yuwono (2005:27) adalah rencana terinci yang

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

I. PENDAHULUAN. dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Sesuai dengan amanat Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan, menjadikan investasi di bidang properti komersial merupakan salah

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG

1. Marketing-related intangible asset, contoh: trademark, tradename, brand, logo

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Desentralisasi merupakan salah satu perwujudan dari pelaksanaan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.40/Menhut-II/2014

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 140/PMK.06/2014 TENTANG

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Dengan adanya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

AKUNTANSI PERPAJAKAN. Akuntansi Pajak atas Aktiva Tidak Berwujud

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lemba

BAB 1 PENDAHULUAN. wilayah yang lebih kecil. (Josef Riwu Kaho, 1998:135) pembayaran tersebut didasarkan atas prestasi atau pelayanan yang diberikan

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DAFTAR ISI. 1.2 Rumusan Masalah Maksud dan Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian...

BAB I PENDAHULUAN. pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri

KEGIATAN PENILAIAN DALAM PENGELOLAAN BMN Oleh : Listiyarko Wijito Widyaiswara Muda, Pusdiklat KNPK

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan otonomi daerah merupakan proses yang memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. tentunya perlu mendapatkan perhatian serius baik dari pihak pemerintah pada

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

local accountability pemerintah pusat terhadap pembangunan di daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik

5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bertumpu pada penerimaan asli daerah. Kemandirian pembangunan baik di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

PERATURAN DESA PAWEDEN KECAMATAN BUARAN KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR TAHUN TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEKAYAAN DESA

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN BARANG DAERAH MENTERI DALAM NEGERI,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aset merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan yang meliputi pelayanan, pengaturan, pembangunan, dan pemberdayaan. Pengertian aset menurut Standar Penilaian Indonesia (2015) adalah sumber daya ekonomi yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh suatu perseorangan atau pemerintah dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan dapat diperoleh, serta dapat diukur dalam satuan uang. Selanjutnya menurut Siregar (2004: 178), aset adalah barang yang dalam pengertian hukum disebut benda, yang terdiri dari benda tidak bergerak dan benda bergerak. Barang yang dimaksud meliputi barang tidak bergerak (tanah dan atau bangunan) dan barang bergerak, baik yang berwujud ( tangible) maupun yang tidak berwujud (intangible) yang tercakup dalam aktiva/kekayaan atau harta kekayaan dari suatu perusahaan, badan usaha, institusi, atau individu orang. Pemerintah daerah dalam menyelenggarakan fungsi pemerintahan di daerah pastinya memiliki aset daerah atau istilah lainnya adalah barang milik daerah. Pengertian barang milik daerah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Selain dalam rangka menyelenggarakan fungsi pemerintahan, barang milik daerah juga dapat dimanfaatkan guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Ciptono (2015) menjelaskan bahwa pengelolaan aset telah mengalami perubahan 1

paradigma dari aset sebagai cost center menjadi benefit center atau menghasilkan manfaat. Bentuk pemanfaatan barang milik daerah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 dan Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 terdiri dari: sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, bangun guna serah, bangun serah guna, dan kerja sama penyediaan infrastruktur. Kegiatan pemanfaatan barang milik daerah bertujuan untuk meningkatan pendapatan asli daerah ( revenue generator). Pengertian PAD pada penjelasan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah adalah pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai wujud dari asas desentralisasi. Pemerintah Provinsi Jawa Barat memiliki aset berupa gedung di Jalan Tubagus Ismail Nomor 1A Kota Bandung. Gedung tersebut sebelumnya digunakan oleh salah satu Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Dinas Pertambangan Provinsi Jawa Barat sebagai pelaksana kegiatan pemerintahan daerah, tetapi sejak tahun 2004 Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengalihfungsikan penggunanan gedung sebagai banguan komersial gedung perkantoran. Salah satu potensi pendapatan dari bangunan komersial adalah dari kegiatan sewa menyewa. Ketentuan sewa menyewa terhadap barang milik daerah selanjutnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 33 Tahun 2

2012 terutama dalam penentuan tarif sewa barang milik daerah yang mempunyai potensi pendapatan (bangunan komersial). Sumber: Google Map (diolah) Gambar 1.1 Lokasi Objek Penelitian Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33 Tahun 2012 Pasal 47 Ayat (1) mengamanatkan perlunya sebuah penelitian yang dilakukan oleh pengelola barang atas kelayakan penyewaan terkait permohonan dari calon penyewa. PMK Nomor 33 Tahun 2012 mengamanatkan bahwa penelitian kelayakan dan penilaian terhadap barang milik negara dapat dilakukan ketika kondisi bangunan yang menjadi objek sewa tidak sesuai dengan peruntukan terbaiknya. Pasal 47 Ayat (3) lebih lanjut menjelaskan bahwa pengelola barang harus menugaskan penilai untuk melakukan penilaian objek sewa guna memperoleh nilai wajar barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan yang akan disewakan. Pemerintah Provinsi Jawa Barat selaku pengelola barang milik daerah berupa gedung 3

perkantoran di Jalan Tubagus Ismail Raya Kota Bandung akan melakukan perjanjian sewa menyewa yang baru kepada PT. Jasa Sarana, setelah sebelumnya jangka waktu sewa menyewa telah habis. Merujuk pada ketentuan PMK Nomor 33 Tahun 2012 Pemerintah Provinsi Jawa Barat perlu melakukan penelitian tentang kelayakan tarif sewa terhadap bangunan tersebut. 1.2 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai penentuan nilai sewa wajar terhadap gedung perkantoran di Jalan Tubagus Ismail Nomor 1A Kota Bandung yang merupakan aset milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat sampai saat ini belum pernah dilakukan. Akan tetapi, penelitian terhadap aset pemerintah guna menentukan nilai sewa maupun nilai sewa dalam bentuk tarif retribusi telah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, seperti yang dijelaskan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu No Nama Peneliti dan Tahun Penelitian 1 Septriani (2014) Penelitian Alat Analisis Hasil Penelitian Analisis Penentuan Tarif Retribus Pasar Beringharjo Tahun 2014 Pendekatan pendapatan ( income approach) dengan metode direct capitalization method dan pendekatan biaya (cost approach) Melalui pendekatan biaya diperoleh nilai bangunan sebesar Rp69.832.239.193. melalui metode kapitalisasi langsung diperoleh nilai properti sebesar Rp33.898.045.951 (tidak mencerminkan potensi pendapatan properti). Berdasarkan optimalisasi diperoleh nilai properti sebesar Rp71.929.637.142, pendapatan retribusi Rp10.629.330.063, sehingga kontribusi pendapatan retribusi terhadap PAD sebesar 3,5 persen dan tarif retribusi antara Rp200 Rp4.600 4

No Nama Peneliti dan Tahun Penelitian Tabel 1.1 Lanjutan Penelitian Alat Analisis Hasil Penelitian 2 Manfield (2015) Estimasi Nilai Sewa Aset Tetap Daerah (Studi Kasus Plaza Beringin Kabupaten Barito Selatan) dengan Pendekatan Biaya Estimasi nilai aset tetap daerah menggunakan pendekatan biaya ( cost approach). Estimasi nilai tanah kosong menggunakan metode pendekatan data pasar (market approach) sedangkan estimasi nilai bangunan menggunakan metode biaya reproduksi baru (reproduction cost new) Berdasarkan analisis pendekatan biaya didapat estimasi niai aset daerah (Plaza Bringin) milik Pemerintah Kabupaten Barito Selatan sebesar Rp50.411.321.884, yang terdiri dari nilai tanah sebesar Rp8.061.331.250,67 dan nilai bangunan sebesar Rp42.349.990.709. Estimasi nilai sewa per dengan sewa pasar adalah Rp5.387.160. 3 Iskandar (2015) Analisis Nilai Sewa Pasar Dengan Pendekatan Pendapatan dalam Rangka Pendayagunaan Aset Tetap BUMN (Studi Kasus Offshore Supply Base Tanjung Batu Balikpapan) Pendekatan yang digunakan pada penilitian ini yaitu pendekatan pendapatan karena ketidaktersediaan tarif sewa properti sejenis, serta menguakan formula tarif sewa yang terdapat pada PMK No.96/PMK.06/2007 Terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai sewa tanah dan nilai sewa bangunan dengan mengguakan PMK No.96/PMK.06/2007 dan pendekatan pendapatan (discounted cash flow). secara kelesuruhan, penentuan dengan menggunakan PMK lebih kecil sebesar 26 persen dibandingkan dengan mengunakan pendekatan pendapatan (discounted cash flow) 4 Olawande dan Ayodele (2011) Determinasi nilai tanah dan nilai sewa ruangan kantor di Ikeja, Nigeria Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah random sampling. Penilitian ini menunjukkan bahwa jaringan sangat mempengaruhi nilai sewa, hasil analisis regresi pada tingkat kepercayaan 95 persen. Aksesibilitas (p - value = 0,0045), permintaan (p -value = 0,0022), pasokan (p - value= 0,0115) Annova indicated 0,0423 5

No Nama Peneliti dan Tahun Penelitian Tabel 1.1 Lanjutan Peneltian Alat Analisis Hasil Penelitian 5 Wardhana (2015) 6 Darmawan (2015) Evaluasi Nilai Sewa Aset Daerah (Studi pada Pasar Pekauman Kota Banjarmasin Penilaian Untuk Estimasi Tarif Sewa pada Pasar Seni dan Kerajinan Yogyakarta Pendekatan data pasar, pendekatan biaya, dan estimasi nilai sewa aset Pendekatan pasar, pendekatan biaya, dan kerelaan membayar (wilingness to pay) Dengan menggunakan pendekatan data pasar dan pendekatan biaya, diperoleh nilai aset sebesar Rp16.732.000,00 yang terdiri dari estimasi nilai tanah Rp1.924.000,00/m 2 dan nilai bangunan sebesar Rp14.808.000,00. Analisis tersebut tanpa memperhitungkan inflasi. Menurut Pemerintah Kota Bajarmasin, nilai sewa sebesar Rp3.029.000,00 dan menurut MAPPI sebesar Rp2.992.000,00 per unit per tahun. Estimasi nilai sewa yang dipengaruhi oleh inflasi diperoleh untuk tarif sewa terendah sebesar Rp2.317.000,00 dan tertinggi sebesar Rp4.312.000,00 per unit per tahun. Diperoleh estimasi nilai pasar objek penilaian sebesar Rp57.700.076.000,00 yang terdiri dari indikasi nilai bangunan sebesar Rp25.855.078.000,00, nilai pasar tanah Rp31.844.998.000,00. Tarif kios optimum untuk blok A sebesar Rp225.000/m 2 /bulan, untuk blok B Rp220.000/m 2 /bulan, Blok C Rp177.000/m 2 /bulan, dan untuk blok outdoor Rp162.000/m 2 /bulan 6

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang telah dijelaskan pada Tabel 1.1 adalah metode analisis data dan objek penilaian. Objek penelitian ini berupa gedung perkantoran dan metode analisis yang digunakan adalah pendekatan biaya dan pendekatan pendapatan, serta menggunakan formula sewa yang terdapat pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33 tahun 2012. 1.3 Rumusan Masalah Penelitan dan penilaian mengenai kelayakan sewa menyewa barang milik daerah yang merujuk pada ketentuan pasal 47 PMK Nomor 33 Tahun 2012 dimulai dengan mempelajari peruntukan tertinggi dan terbaik dari sebuah aset. Peruntukan aset milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat di Jalan Tubagus Ismail No 1A Kota Bandung telah sesuai dengan peruntukan terbaiknya yaitu untuk gedung perkantoran. Kondisi bangunan dalam keadaan hal tersebut didukung dengan survei yang dilakukan oleh peneliti serta luasan aset yang disewakan telah sesuai dengan dokumen buku induk inventaris No 1 kode barang 01.11.04.01. Luas tanah adalah 1050 m 2 dan luas bangunan 1.651 m 2. Permasalahan yang terjadi adalah pada penentuan tarif sewa gedung yang merujuk pada nilai aset. Nilai tersebut masih berpedoman pada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Nilai jual objek pajak (NJOP) tidak dapat mencerminkan nilai pasar dari sebuah aset, sehingga tarif sewa yang dihasilkan dari NJOP memiliki indikasi di bawah nilai sewa pasar. Indikasi tersebut didukung oleh survei nilai sewa pasar yang dilakukan oleh peneliti seperti yang terdapat pada Tabel 1.2. 7

Tabel 1.2 Nilai Sewa Pasar Gedung Perkantoran No Properti Pembanding Nilai Sewa Tarif/M 2 /Bulan 1. Properti Pembanding 1 (Jalan Bangunrangin Dago) Rp400.000.000,00 Rp33.353,00 2. 3. Properti Pembanding 2 (Jalan Ir. H. Juanda Dago) Properti Pembanding 3 (Gedung Hegarmanah Bandung Utara) Tarf sewa rata-rata/m 2 Rp120.000.000,00 Rp250.000.000,00 Rp43.478,00 Rp46.296,00 Rp41.402,00 Berdasarkan Tabel 1.2, tarif sewa gedung eks Kantor Dinas Pertambangan Provinsi Jawa Barat masih di bawah rata-rata tarif sewa pasar gedung perkantoran yang ada di sekitarnya. Tarif sewa Gedung Tubagus Ismail adalah Rp7.713,00/M 2 sedangkan tarif sewa rata-rata gedung pembanding adalah Rp41.402,00/M 2. Dengan demikian, terdapat selisih tarif sewa sebesar Rp33.689/m 2 yang seharusnya menjadi pendapatan potensial ( potential income) bagi Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagai pengelola barang milik daerah apabila dasar penentuan tarif sewa adalah nilai pasar dari gedung tersebut. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, peneliti akan melakukan penelitian terkait penentuan tarif sewa dan penilaian terhadap nilai pasar bangunan yang menjadi dasar penentuan tarif sewa gedung eks Kantor Dinas Pertambangan Provinsi Jawa Barat. 1.4 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijelaskan, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut. 8

1. Berapa nilai pasar tanah dan bangunan gedung eks Kantor Dinas Pertambangan Provinsi Jawa Barat yang berpedoman pada teori penilaian properti dan SPI 2015? 2. Berapa nilai sewa gedung eks Kantor Dinas Pertambangan Provinsi Jawa Barat yang berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33 Tahun 2012? 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengestimasi nilai pasar tanah dan bangunan gedung eks Kantor Dinas Pertambangan Provinsi Jawa Barat yang berpedoman pada teori penilaian properti dan SPI 2015. 2. Mengestimasi nilai sewa eks Kantor Dinas Pertambangan Provinsi Jawa Barat yang berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33 tahun 2012. 1.6 Manfaat Penelitian Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memeberikan sumbangan pikiran dan manfaat bagi Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagai berikut. 1. Sebagai salah satu bahan pertimbangan untuk membuat kebijakan pada penentuan tarif sewa untuk kegiatan sewa menyewa yang baru terhadap gedung eks Kantor Dinas Pertambangan di jalan Tubagus Ismail nomor 1A Kota Bandung. 9

2. Sebagai informasi adanya potential profit dari tarif sewa yang dihasilkan pada penelitian ini sebagai optimalisasi aset dalam rangka meningkatkan pendapatan asli daerah. 1.7 Sistematika Penulisan Penulisan tesis ini terdiri dari 5 bab dan mengacu pada sistematika sebagai berikut. Bab I Pendahuluan terdiri dari uraian latar belakang, keaslian penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori dan Kajian Pustaka terdiri dari tinjauan pustaka, landasan teori, kajian terhadap penelitian terdahulu, dan kerangka penelitian. Bab III Metode Penelitian menjelaskan desain penelitian, definisi operasional, dan metode analisis data. Bab IV Analisis Data memaparkan deskripsi data serta pembahasan penelitian. Bab V Simpulan dan Saran terdiri dari simpulan, implikasi, keterbatasan, dan saran terkait penelitian yang telah dilakukan. 10