I. PENDAHULUAN. dihasilkan dan paling banyak menyerap tenaga kerja. Devisa yang dihasilkan oleh

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN Latar Belakang

KONDISI KERJA KARYAWAN PEREMPUAN PERKEBUNAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KESEJAHTERAAN KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Filipina, Malaysia dan lainnya yang mengalami distorsi ekonomi yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ( kekuatan posisi tawar (Bargaining Power) yang sejajar dengan pengusaha dan

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Jakarta, Desember 2006 Direktur Pangan dan Pertanian BAPPENAS. Endah Murniningtyas

V. STRUKTUR PASAR TENAGA KERJA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemiskinan merupakan masalah yang dialami secara global dan telah

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

BAB I PENDAHULUAN. saat ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan. Jumlah penganggur

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, dan mengarahkan pembagian pendapatan secara merata. Dalam

I. PENDAHULUAN. industrialisasi dan pembangunan industri sebenarnya merupakan satu jalur

BAB I PENDAHULUAN. saat ini masih dalam proses pembangunan disegala bidang baik dari sektor

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan yang penting dalam pembangunan ekonomi adalah

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

I. PENDAHULUAN. Pemerintah dalam beberapa tahun terakhir ini secara konsisten. menetapkan pembangunan ekonomi Indonesia dengan prinsip triple track

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI JAWA TENGAH PERIODE TAHUN

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas dalam perdagangan internasional seperti ekspor dan impor sangat

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek

I. PENDAHULUAN. untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan suatu bangsa. Dalam upaya

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

BAB I PENDAHULUAN. bermakana. Peranansektor ini dalam menyerap tenaga kerja tetap menjadi yang

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Tengah memiliki luas wilayah sebesar 4.789,82 Km 2 yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012

BAB I PENDAHULUAN. Nilai sosial budaya dan norma sosial yang berlaku di masyarakat Indonesia

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pekerja atau buruh. Oleh karena itu seorang tenaga kerja sebagai subyek

BAB I PENDAHULUAN. ketertinggalan dibandingkan dengan negara maju dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya di kehidupan sehari-hari, sehingga akan terjadi beberapa masalah

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang disertai terjadinya perubahan struktur ekonomi. Menurut Todaro

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan tidak sekedar di tunjukan oleh prestasi pertumbuhan ekonomi. perekonomian kearah yang lebih baik. (Mudrajad,2006:45)

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang dan jasa demi memenuhi kebutuhan dasarnya. Seseorang yang melakukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV KEPENTINGAN INDONESIA DALAM PERUMUSAN KEBIJAKAN PERBURUHAN. 95 memang terkait dengan tidak mewajibkan meratifikasi konvensi tersebut.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan dalam bidang ketenagakerjaan merupakan bagian dari usaha

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Penduduk Indonesia usia 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang) No.

BAB I PENDAHULUAN. adang nutu. Syair yang terjemahan bebasnya berbunyi ; Balada kue putu, lelaki

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan industri di Indonesia diarahkan untuk mampu. pemerataan pendapatan dan pengentasan kemiskinan. Salah satu jalan untuk

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk

BAB I P E N D A H U L U A N

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. sajikan data-data yang terkait dengan sektor - sektor yang akan di teliti,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara kesetaraan jender dengan proses pembangunan ekonomi

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dapat diatasi dengan industri. Suatu negara dengan industri yang

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. menganggap pengangguran bukan masalah ketenagakerjaan yang serius

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor yang dapat diandalkan dalam perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan tingginya sumbangan devisa yang dihasilkan dan paling banyak menyerap tenaga kerja. Devisa yang dihasilkan oleh sektor ini pada tahun 2003 adalah sekitar 16,6 persen (BPS, 2003). Berdasarkan lapangan buruhannya, dari 95,5 juta penduduk yang bekerja, sekitar 43,67 persen dari mereka bekerja di sektor pertanian. Sektor lain yang cukup besar peranannya dalam penyerapan tenaga kerja diantaranya sektor perdagangan sebanyak 20,13 persen, industri sebanyak 12,46 persen, dan jasa sebanyak 11,90 persen (BPS, 2007a). Secara nasional, jumlah angkatan kerja terus bertambah dengan struktur penyerapan tenaga kerja menurut sektor yang tidak mengalami banyak perubahan. Berdasarkan data BPS, pada Februari 2005 sektor pertanian menyerap 44,04 persen tenaga kerja, pada Februari 2006 naik menjadi 44,46 persen, kemudian menurun lagi menjadi 43,67 persen pada Februari 2007 (BPS, 2007b). Krisis ekonomi di Indonesia sejak Juli 1997 telah melumpuhkan sebagian besar perekonomian Indonesia. Terjadi peningkatan angka kemiskinan pada semua sektor akibat krisis tersebut. Hal itu menunjukkan bahwa semua sektor menerima dampak negatif dari krisis yang terjadi. Menurut data Susenas 1996 dan 1999 (dalam Kristina 2004), angka kemiskinan tertinggi yang secara konsisten terjadi pada sektor pertanian justru mengalami penurunan. Hal ini karena buruh di berbagai sektor beralih ke pertanian.

2 Salah satu sub sektor yang cukup besar peranannya dalam pertanian adalah sub sektor perkebunan. Hal ini terlihat dari sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) sub sektor perkebunan pada tahun 2004 telah mencapai 16,2 persen dari total PDB sektor pertanian. Selain itu volume ekspor komoditas perkebunan juga terus meningkat mencapai 47 persen dari total ekspor komoditas pertanian pada tahun yang sama (BPS, 2005). Sub sektor perkebunan menunjukkan ketangguhannya dalam menghadapi krisis ekonomi. Hal ini karena hasil dari sub sektor perkebunan mengalami peningkatan harga sebagai dampak dari perbedaan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Sejak pertengahan tahun 1970-an pertumbuhan sektor perkebunan terus dipicu melalui berbagai kebijakan baik produksi, investasi, ekspor, dan berbagai kebijakan lainnya. Hal ini dilakukan karena dengan sumberdaya domestik yang dikandungnya, sektor perkebunan ini dinilai memiliki keunggulan komparatif di pasar domestik dan internasional. (Suprihartini et all.,1996 dalam Anggraeni, 2003). Di samping peranannya dalam perekonomian nasional, peran sub sektor perkebunan dalam penyerapan tenaga kerja nasional juga cukup besar. Pada tahun 2004 sekitar 18,6 juta tenaga kerja nasional diserap oleh sub sektor ini (BPS, 2005). Gambaran positif peran perkebunan itu berbeda dengan kondisi kerja buruh perkebunan. Golongan buruh tidak berdaya meskipun telah ada peraturan tentang tenaga kerja, namun peraturan ini ternyata lebih melindungi dan menjamin kepentingan pengusaha akan penyediaan tenaga kerja daripada kepentingan kaum buruh (Kartodirdjo dan Djoko Suryo, 1991). Seharusnya

3 perusahaan perkebunan memperlakukan buruhnya sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu melakukan pembagian kerja sesuai dengan kapasitas dan kompetensi yang dimiliki oleh buruh. Menurut Daulay (2006), pada sistem pengupahan perusahaan perkebunan, upah buruh masih rendah, belum memakai standar upah minimum rata-rata. Kenyataan lain yaitu hubungan antara perusahaan dengan buruh perkebunan tidak harmonis padahal kehidupan buruh sangat tergantung pada perusahaan, dalam arti buruh tidak dapat keluar dari perusahaan walau buruh diupah rendah dengan jaminan kerja yang kurang baik. Masalah lain adalah pembagian kerja dan pengupahan yang tidak mengalami banyak perubahan. Dalam gambaran Kartodirjo dan Djoko Suryo (1991), kondisi buruh perkebunan serba berat, secara fisik dieksploitasi, menerima upah minimal, sehingga taraf hidupnya sangat rendah. Lebih dari separuh penduduk Indonesia adalah perempuan, namun kondisi ketertinggalan perempuan menggambarkan adanya ketidakadilan gender di Indonesia (Soemartoyo, 2002 dalam Hastuti, 2003). Hal ini dapat dilihat dari Gender related Development Index (GDI) yang berada pada peringkat ke 88 pada tahun 1995, kemudian menurun ke peringkat 90 pada tahun 1998 dari 174 negara dan menurun lagi menjadi 92 dari 146 negara pada tahun 1999. Di dalam peringkat dunia indeks tersebut masih lebih rendah dari negara-negara ASEAN, dan dengan adanya berbagai krisis di Indonesia indeks-indeks tersebut peringkatnya akan semakin menurun. Pasal 5 dan 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyatakan bahwa setiap tenaga kerja memiliki

4 kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi. Hal ini menggambarkan bahwa kebijakan pembangunan di Indonesia menjamin hak-hak dasar pekerja dan tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya, namun dalam prakteknya masih mengalami hambatan. Peluang perempuan di bidang ekonomi untuk memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan masih terkendala oleh berbagai faktor. Jenis kelamin merupakan prinsip pembeda utama dalam pembagian kerja di perkebunan. Pekerja dibedakan berdasarkan pekerjaan untuk laki-laki dan pekerjaan untuk perempuan (Grijns 1987, Oktaviani 1995, Tetiani 2005). Perempuan diposisikan pada pekerjaan yang dianggap mudah, tidak perlu keterampilan sehingga boleh diupah rendah, serta ada pandangan penghasilan perempuan sebagai penghasilan tambahan dalam keluarga. Ketidakadilan gender berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga tercermin dari adanya diskriminasi dalam hal jaminan sosial. Buruh perempuan tidak mendapatkan fasilitas kesehatan dan dana pensiun bagi anak-anaknya sedangkan untuk buruh laki-laki akan mendapatkan fasilitas kesehatan untuk dirinya dan juga berlaku bagi anggota keluarganya yaitu seorang istri dan 2 anak. Kesehatan anak-anak dianggap menjadi tanggung jawab laki-laki. Begitu pula soal tabungan untuk masa depan anak-anak (Oktaviani, 1995). Nasib buruh perempuan yang berstatus harian lebih memprihatinkan lagi. Mereka sama sekali tidak mendapat fasilitas kesehatan, dana pensiun dan hak cuti haid serta melahirkan. Tekanan ekonomi akibat rendahnya pendapatan sering membuat perempuan tetap bekerja dan tidak menggunakan hak cuti haid. Mereka

5 juga harus berutang kepada tengkulak maupun koperasi perkebunan. Pada hari libur, di samping mengerjakan kewajiban di rumah tangga, perempuan memilih tetap bekerja di perkebunan milik perorangan yang membuat akses sosial dan politik buruh perempuan terpinggirkan. Mereka tidak mempunyai kesempatan berinteraksi dengan masyarakatnya. Jadi, buruh perkebunan identik dengan keterpaksaan, ketiadaan lahan, pendapatan rendah, minimnya pendidikan, dan banyak hutang (Nur R, 2002). Permasalahan ke depan adalah dapatkah sektor perkebunan tetap menjadi tumpuan bagi tenaga kerja Indonesia. Oleh karena itulah, penelitian mengenai kondisi kerja dan pengaruhnya terhadap kesejahteraan keluarga buruh atau selanjutnya akan disebut karyawan perkebunan ini menjadi suatu hal yang penting dan menarik untuk dikaji dan dibuktikan. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas ada beberapa masalah yang menjadi titik perhatian dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana kondisi kerja karyawan perempuan (golongan karir, pendapatan, jaminan kerja, dan jaminan keluarga) di perkebunan? 2. Apa saja faktor yang berhubungan dengan kondisi kerja karyawan perempuan di perkebunan? 3. Sejauhmana hubungan kondisi kerja terhadap kesejahteraan keluarga karyawan perempuan di perkebunan?

6 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui dan menganalisis kondisi kerja karyawan perempuan (golongan karir, pendapatan, jaminan kerja, dan jaminan keluarga) di perkebunan. 2. Mengetahui dan menganalisis faktor yang berhubungan dengan kondisi kerja karyawan di perkebunan. 3. Mengetahui dan menganalisis hubungan kondisi kerja terhadap kesejahteraan keluarga karyawan di perkebunan. 1.4 Kegunaan Penelitian Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberikan sumbangsih yang bermanfaat khususnya bagi: 1. Peneliti, merupakan sarana untuk menerapkan ilmu yang telah diperoleh dengan melihat fenomena praktis yang terjadi dan mengaitkanya dengan teori yang telah diperoleh. 2. Kalangan akademisi, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi untuk penulisan atau penelitian selanjutnya mengenai kondisi kerja karyawan perkebunan. 3. Instansi terkait, tulisan ini diharapkan dapat menjadi pendorong agar memperhatikan karyawan perkebunan dan dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukan tindakan terkait dengan ketenagakerjaan.