Penatalaksanaan Osteoporosis pada penderita Diabetes mellitus

dokumen-dokumen yang mirip
Patogenesis dan Metabolisme Osteoporosis pada Manula

Principles of the management of diabetic osteoporosis

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN OSTEOPOROSIS

Pathogenesis of Osteoporosis

OSTEOPOROSIS DEFINISI

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat. menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di

Patomekanisme osteoporosis sekunder akibat steroid dan kondisi lainnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya patah tulang. Selama ini osteoporosis indentik dengan orang tua tapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK

Gambaran Kepadatan Tulang Wanita Menopause Pada Kelompok X di Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang pada tahap awal belum

Osteoporosis. Anita's Personal Blog Osteoporosis Copyright anita handayani

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering

PENYAKIT DEGENERATIF V I L D A A N A V E R I A S, M. G I Z I

BAB II KEROPOS TULANG (OSTEOPOROSIS)

Calcium Softgel Cegah Osteoporosis

MANFAAT KEBIASAAN SENAM TERA PADA WANITA TERHADAP KEPADATAN MINERAL TULANG DI DUSUN SOROBAYAN, GADINGSARI, SANDEN, BANTUL SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

OBAT YANG MEMPENGARUHI HOMEOSTASIS MINERAL TULANG

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan merupakan rangkaian proses yang terjadi secara alami

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang. menjadi permasalah global di bidang kesehatan termasuk di Indonesia.

LATIHAN FISIK DAN OSTEOPOROSIS PADA WANITA POSTMENOPAUSE. Ni Made Sri Dewi Lestari

BAB 5 HASIL Osteoporosis. Proporsi kasus osteoporosis dan osteoporosis berat terlihat pada gambar. berikut:

Tulang Rawan. Struktur Dasar, Tipe dan Lokasi

Osteoporosis Apakah tulang anda beresiko?

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Osteoporosis merupakan kondisi atau penyakit dimana tulang

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. zat atau substasi normal di urin menjadi sangat tinggi konsentrasinya. 1 Penyakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

OSTEOPOROSIS. Penyebab Osteoporosis dan Faktor Risiko Osteoporosis

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas hidup manusia, baik kemajuan dalam bidang sosioekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia yang telah memasuki usia diatas 55 tahun mengalami proses penuaan

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan ekstraksi biji tanaman kopi. Kopi dapat digolongkan sebagai minuman

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB I. PENDAHULUAN. berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

EFEK JALAN KAKI PAGI TERHADAP KEPADATAN MINERAL TULANG PADA WANITA LANSIA DI DESA GADINGSARI SANDEN BANTUL SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Para ahli tulang Indonesia sepakat bahwa dengan meningkatnya harapan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama. Hipertensi

Pencegahan Tersier dan Sekunder (Target Terapi DM)

ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB OSTEOPOROSIS. Paulus Budi Santoso ( ) Pembimbing : David Gunawan T., dr

BAB I PENDAHULUAN. 41,4% dan osteoporosis selalu menyertai usia lanjut baik perempuan maupun laki-laki,

Nutrition in Elderly

LATIHAN, NUTRISI DAN TULANG SEHAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berakibat pada rendahnya kepadatan ( densitas ) tulang. Orang-orang acap kali

Oleh: Yudik Prasetyo Dosen IKORA-FIK-UNY

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. demografi, epidemologi dan meningkatnya penyakit degeneratif serta penyakitpenyakit

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita

BAB I PENDAHULUAN. Pengukuran antropometri terdiri dari body mass index

BAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil

BAB I PENDAHULUAN. epidemiologi di Indonesia. Kecendrungan peningkatan kasus penyakit

Vitamin D and diabetes

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Osteoporosis

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu munculnya penyakit tidak

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengambil kebijakan di bidang kesehatan. Beberapa dekade belakangan ini,

BAB I PENDAHULUAN. jumlah lansia (Khomsan, 2013). Menurut Undang-Undang No.13/1998

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mellitus tipe 2 di dunia sekitar 171 juta jiwa dan diprediksi akan. mencapai 366 juta jiwa tahun Di Asia Tenggara terdapat 46

BAB I PENDAHULUAN. kencing manis semakin mengkhawatirkan. Menurut WHO pada tahun 2000

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral

TINJAUAN PUSTAKA. Hormon adalah pembawa pesan kimiawi yang dihasilkan oleh kelenjar

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit degeneratif atau penyakit tidak menular akan terus meningkat

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa yaitu bila

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi glukosa (1). Terdapat dua kategori utama DM yaitu DM. tipe 1 (DMT1) dan DM tipe 2 (DMT2). DMT1 dulunya disebut

BAB I PENDAHULUAN. diseluruh dunia baik di negara berkembang maupun negara yang sedang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. organ, khususnya mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (America

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tahun. Menurut data dari Kementerian Negara Pemberdayaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi yang dibutuhkan untuk kesehatan optimal sangatlah penting.

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. insidensi tertinggi terjadi pada usia antara tahun. Fraktur ini terjadi lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. Hati adalah organ tubuh yang paling besar dan paling kompleks. Hati yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Stroke merupakan suatu sindroma neurologis yang. terjadi akibat penyakit kardiovaskular.

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

Transkripsi:

Penatalaksanaan Osteoporosis pada penderita Diabetes mellitus Pendahuluan Hikmat Permana Sub Bagian Endokrinologi dan Metabolisme Bagian Ilmu Penyakit Dalam RS Perjan Hasan Sadikin FK Universitas Padjadjaran Bandung Sampai saat ini hubungan antara diabetes mellitus (DM) dengan osteoporosis masih belum dapat dimengerti seluruhnya. Selain keduanya merupakan penyakit degeneratif juga masih banyak dugaan tentang faktor faktor apa saja pada penderita diabetes berperan dalam patogenesis osteoporosis. Pertanyaannya adalah apakah faktor hiperglikemia ataukah hormon insulin ataukah memang dua kelainan tersebut berlangsung secara bersamaan, ataukah kedua duanya berjalan sesuai dengan perjalanan usia seseorang? Saat ini osteoporosis menjadi permasalahan di seluruh negara, dan menjadi isue global dalam bidang kesehatan. Di negara berkembang insidensi osteoporosis terus meningkat sejalan dengan meningkatnya usia harapan hidup. Dengan bertambah usia harapan hidup ini, maka penyakit degeneratif dan metabolisme juga meningkat seperti penyakit jantung koroner, diabetes melitus, hipertensi, obesitas, dislipidemia, dan termasuk osteoporosis. Dari berbagai penelitian ditemukan insidensi fraktur tulang panggul terus meningkat baik di negara Amerika utara, Eropa, Amerika latin juga di negara negara Asia. Insidensi ini sudah menjadi peringatan keras bagi petugas kesehatan di negara tersebut. Diabetes mellitus sendiri yang dihubungkan dengan terjadinya osteoporosis, sampai saat ini diduga sebagai penyebab osteoporosis sekunder. Pada makalah ini akan dikemukakan patogenesis osteoporosis dan penatalaksanaannya pada penderita DM. Dalam penetalaksanaan tersebut pada umumnya tidak jauh berbeda pada osteoporosis pada umumnya disertai dengan kontrol gula darah. Angka kejadian dan dampaknya Selain insidensi yang terus meningkat tampak insidensi osteoporosis merupakan kasus yang paling banyak di bandingkan dengan kasus cardiac event, stroke ataupun tumor payudara. Hal ini menggambarkan bahwa osteoporosis adalah penyakit tulang metabolik yang paling sering dijumpai. Penyakit ini sering tanpa keluhan dimana densitas tulang berkurang secara progresif dengan kerusakan mikroarsitektur tulang

sehingga tulang menjadi rapuh, mudah patah dan tidak terdeteksi sampai terjadi patah tulang. Tulang tulang yang sering terjadi fraktur akibat osteoporosis adalah tulang belakang, panggul dan pergelangan tangan. Dari berbagai penelitian di Amerika, Osteoporosis saat ini sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang mengancam penduduk sebanyak 44 juta, 68 % diantaranya adalah wanita. Dan 10 juta penduduk sudah mengalami osteoporosis, 34 juta penduduk mempunyai massa tulang rendah dan menjadi resiko terjadinya fraktur. Kejadian osteoporosis dapat terjadi pada setiap umur kehidupan akibat terjadi penurunan bone turn over sepanjang kehidupan. Satu dari dua wanita akan mengalami osteoporosis, sedangkan pada laki-laki hanya 1 kasus osteoporosis dari lebih 50 orang laki-laki. Keadaan ini diduga berhubungan dengan adanya fase masa menopause dan proses kehilangan tulang pada wanita jauh lebih banyak. Kalau memang osteoporosis itu tetap terjadi sepanjang kehidupan timbullah pertanyaan, Permasalahan apa yang akan ditimbulkan pada penderita osteoporosis? Dengan insidensi yang terus meningkat, maka akan menimbulkan angka kesakitan yang terus meningkat bahkan kematian, dan akan menjadi beban anggaran belanja bagi negara dalam bidang kesehatan, sehingga dari sisi segi ekonomi akan membutuhkan biaya yang sangat besar. Hal ini terbukti dengan beberapa penelitian menyatakan bahwa 30 40 % separuh kehidupan wanita akan mengalami fraktur, sedangkan pada laki-laki sebesar 13 %. Ini menunjukan rata rata angka kesakitan akibat fraktur terus meningkat, dan ironisnya di negara berkembang angka kesakitan ini lebih besar. Di Amerika sebanyak 30 % penderita yang mengalami fraktur tulang panggul tidak dapat kembali kerumah dan 20 diantaranya meninggal dunia setiap tahunnya. Penelitian di Amerika ini pun memberikan gambaran betapa besar biaya yang harus dikeluarkan dalam penatalaksanaan osteoporosis. Terlihat dari kasus yang ditemukan lebih dari 1,5 juta setiap tahunnya, Fraktur yang terjadi pada tulang panggul sebesar 300.000, vertebra lebih 700.000, serta 250.000 pada pergelangan tangan, dan lebih 300.000 kasus terjadi fraktur pada tempat lainnya. Tentu saja akan memerlukan biaya yang sangat besar baik selama perawatan rumah sakit maupun di rumah, yaitu sebesar $ 14 miliar setiap tahunnya. Apabila biaya perawat ini diproyeksikan sampai tahun 2040, yang digunakan untuk biaya medis, perawatan rumah sakit, lama perawatan, dan jasa dokter, serta perawatan lainnya maka harus dipersiapkan biaya sebesar $ 50 miliar.

Mengingat insidensi dan dampaknya maka pengeloaan Osteoporosis harus optimal. Dalam upaya ini tentu saja perlu mengerti patofisiologi osteoporosis primer maupun sekunder. Definisi Osteoporosis. Definisi yang diajukan tampak lebih konseptual dan dan menjadi sulit dalam penerapannya pada penderita, misalnya definisi yang diajukan oleh kelompok studi osteoporosis sebagai berikut ; Osteoporosis atau keropos tulang adalah suatu penyakit tulang yang ditandai dengan adanya penurunan masa tulang dan perubahan struktur pada jaringan mikroarsitektur tulang, yang menyebabkan kerentanan tulang meningkat disertai kecenderungan terjadinya fraktur, terutama pada proksimal femur, tulang belakang dan pada tulang radius. Sedangkan definisi yang sering dan banyak digunakan adalah definisi dari WHO yaitu suatu penyakit yang disifati oleh adanya berkurangnya massa tulang dan kelainan mikroarsitektur jaringan tulang, dengan akibat meningkatnya kerapuhan tulang dan resiko terjadinya fraktur tulang. Atas dasar definisi ini maka osteoporosis diukur densitas massa tulang dengan ditemukan nilai t-score yang kurang dari 2,5. Sedangkan dikatakan normal nilai t- score > -1 dan Osteopenic apabila t-score antara -1 to - 2,5. Dan dikatakan osteoporosis apabila nilai z-score < 2. Pada seseorang akan mempunyai resiko fraktur apabila nilai t-score seperti dibawah ini : Gambar 1: Gradient resiko fraktur

Faktor Risiko Beberapa faktor resiko yang berhubuungan dengan osteoporosis atau yang mempengaruhi seseorang mengalami osteoporosis. Pada beberapa individu yang osteoporosisi dapat diidentifikasi faktor resiko tersebut, tetapi masih banyak individu mengalami osteoiporisis tetapi sulit untuk diidentifikasi faktor resiko. Faktor resiko tersebut ada yang dapat dirubah, tetapi terdapat juga yang tidak dapat dirubah seperti : Gender, Umur, Ukuran tubuh, Etnis, dan Riwayat keluarga. Sedangkan faktor resiko yang dapat dirubah adalah : Hormon seks seperti pada amenorrhea, kadar estrogen rendah (menopause), dan kadar testosterone rendah pada laki-laki, anoreksia, asupan diet kalsium and vitamin D yang rendah, pengguna obat obata golongan glucokortikoid atau beberapa anti konvulsan, gaya hidup yang santai, istirahat berbaring yang lama, merokok, dan konsumsi berlebihan alkohol. Faktor- faktor yang mempengaruhi pencapaian massa tulang puncak adalah genetik, lingkungan, ras, seks, aktifitas fisik, diet masukan kalsium, hormonal dan vitamis D. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kehilangan massa tulang diantaranya hormonal, aktifitas, defisiensi kalsium dan vit D. Laju kehilangan massa tulang akibat defisiensi hormon steroid seks (estrogen) bersifat eksponensial sedangkan bila terjadi akibat faktor lain bersifat bertahap (gradual). Hal - hal lain yang dapat mempengaruhi percepatan kehilangan massa tulang adalah alkohol, merokok, nutrisi, mobilisasi dan aktifitas fisik. Anatomi tulang dan patogenesis osteoporosis Patogenesis osteoporosis pada hakekatnya adalah rangkaian yang terjadi mulai dari pembentukan tulang sampai terjadi proses resorpsi tulang yang lebih menonjol. Tulang merupakan jaringan yang terus berubah secara konstan, dan terus diperbaharui. Jaringan yang tua akan digantikan dengan jaringan tulang yang baru. Proses ini terjadi pada permukaan tulang dan dikatakan sebagai remodelling. Dalam remodeling ini melibatkan osteoclast sebagai perusak jaringan tulang dan osteoblas sebagai pembentuk sel sel tulang baru. Tulang terdiri atas sel dan matriks. Matriks ekstra seluler terdiri atas dua komponen, yaitu anorganik sekitar 30-40% dan matrik inorganik yaitu garam mineral sekitar 60-70 %. Matrik inorganik yang terpenting adalah kolagen tipe 1 ( 90%), sedangkan komponen anorganik terutama terdiri atas kalsium dan fosfat, disampinh magnesium, sitrat, khlorid dan karbonat.

Tulang sendiri terdiri dari jaringan kolagen yang lebih dominan, yang akan membentuk kerangka lunak dan kalsium yang akan membentuk jaringan keras dan padat. Komposisi ini menjadikan tulang dalam keadaan yang kuat dan tidak fleksibel saat mendapat tekanan dalam posisi berdiri. Kombinasi antara kolagen dan kalsium ini sebanyak 99 % terdapat pada tulang dan gigi, sisanya terdapat pada sel darah darah. Ditinjau secara anatomi, pada keadaan normal tulang rangka, sebanyak 25% volume tulang anatomi yang spesifik sebagai jaringan tulang. Dan 75 % merupakan sumsum tulang (bone marrow) dan lemak, tetapi ini sangat bervariasi tergantung sebagaimana besar tulang skeletonnya. Pada jaring tulang yang spesifik, hanya 60% berupa mineral tulang dan 40% merupakan jaringan organik, berupa kolagen. Sumsum tulang mengandung stroma, jaringan mieloid, sel lemak, pembuluh darah, sinusoid, dn beberapa jaringan limfe. Dalam pembentukan massa tulang tersebut tulang akan mengalami perubahan selama kehidupan melalui tiga fase: Fase pertumbuhan, fase konsolidasi dan fase involusi. Pada fase pertumbuhan sebanyak 90% dari massa tulang dan akan berakhir pada saat eepifisi tertutup. Sedangkan pada tahap konsolidasi yang terjadi usia 10-15 tahun. Pada saat ini massa tulang bertambah dan mencapai puncak ( peak bone mass ) pada umur tiga puluhan. Serta terdapat dugaan bahwa pada fase involusi massa tulang berkurang ( bone Loss ) sebanyak 35-50 tahun. Selama kehidupan proses resorpsi dan formasi tulang terus berlangsung. Pada awalnya pembentukan tulang lebih cepat dibanding dengan resorpsi, yang menghasilkan tulang mejadi besar, berat dan padat. Menjelang usia tua proses remodeling ini berubah. Aktifitas osteoclast menjadi lebih dominan dibandingkan dengan aktifitas osteoblast sehingga menyebabkan osteoporosis. Separuh perjalanan hidup manusia, tulang yang tua akan di resorpsi dan terbentuk serta bertambahnya pembentukan tulang baru. Pada saat kanak kanak dan menjelang dewasa, pembentukan tulang terjadi percepatan dibandingkan dengan proses resorpsi tulang, yang mengakibatkan tulang menjadi lebih besar, berat dan padat. Proses pembentukan tulang ini terus berlanjut dan lebih besar dibandingkan dengan resorpsi tulang sampai mencapai titik puncak massa tulang, yaitu keadaan tulang sudah mencapai densitas dan kekuatan yang maksimum. Massa tulang puncak ini terjadi sepanjang awal kehidupan sampai dewasa muda. Selama ini, tulang tidak hanya tumbuh tetapi juga menjadi solid. Pada usia rata rata 25 tahun tulang mencapai pembentuk massa tulang puncak. Walaupun demikian

massa puncak tulang ini secara individual sangat bervariasi dan pada umumnya pada laki-laki lebih tinggi dibanding pada wanita. Massa puncak tulang ini sangatlah penting, yang akan menjadi ukuran seseorang menjadi risiko terjadinya fraktur pada kehidupannya. Apabila massa puncak tulang ini rendah maka akan mudah terjadi fraktur, tetapi apabila tinggi maka akan terlindung dari ancaman fraktur. Faktor faktor yang menentukan tidak tercapainya massa tulang puncak sampai saat ini belum dapat dimengerti sepenuhnya tetapi diduga terdapat beberapa faktor yang berperan, yaitu genetik, intake kalsium, aktifitas fisik, dan hormon seks. Untuk memelihara dan mempertahan massa puncak tulang adalah dengan diet, aktifitas fisik, status reproduktif, rokok, konsumsi alkohol berlebihan, dan beberapa obat. Secara garis besar patofisiologi osteoporosis berawal dari adanya massa puncak tulang yang rendah disertai adanya penurunan massa tulang. Massa puncak tulang yang rendah ini diduga berkaitan dengan faktor genetik, sedangkan faktor yang menyebabkan penurunan massa tulang adalah proses ketuaan, menopause, faktor lain seperi obat obatan atau aktifitas fisik yang kurang serta faktor genetik. Akibat massa puncak tulang yang rendah disertai adanya penurunan massa tulang menyebabkan densitas tulang menurun yang merupakan faktor resiko terjadinya fraktur. Percepatan pertumbuhan tulang, yang mencapai massa puncak tulang pada usia berkisar 20 30 tahun, kemudian terjadi perlambatan formasi tulang dan dimulai resorpsi tulang yang lebih dominan. Dan peak bone mass ini tercapai pada umumnya pada usia menjelang 30 tahun. Setelah usia 30 tahun, resorpsi tulang secara perlahan dimulai akhirnya akan lebih dominan dibandingkan dengan pembentukan tulang. Pada wanita yang mengalami menopause akan terjadi percepatan resorpsi tulang. Kehilangan massa tulang menjadi cepat pada beberapa tahun pertama setelah menopause dan akan menetap pada beberapa tahun kemudian pada masa postmenopause. Osteoporosispun berkembang akibat proses resorpsi yang sangat cepat atau proses penggantian terjadi sangat lambat. Proses ini terus berlangsung pada akhirnya secara perlahan tapi pasti terjadi osteoporosis. Cepat lambatnya terjadi osteoporosis hampir sama cepat atau tidaknya massa tulang puncak tercapai selama pembentukan tulang. Aktifitas remodeling tulang ini melibatkan faktor sistemik dan faktor lokal. Faktor sistemik adalah Hormonal hormonal yang berkaitan dengan metabolisme Kalsium, seperti Hormon Parathiroid, Vitamin D, Calcitonin, estrogen, androgen, hormon

pertumbuhan, dan hormon tiroid. Sedangkan faktor lokal adalah Sitokin dan faktor pertumbuhan lain. Metabolisme kalsium, Hormon Paratiroid, dan Calsitonin Dalam proses remodeling tulang atau bone turnover, intinya adalah terjadinya pergerakan ion kalsium. Ion kalsium yang berada dalam osteoklas akan dilepaskan kemudian oleh osteoblas akan digunakan sebagai bahan baku tulang di dalam osteocyte dan pada akhirnya berperan dalam pembentukan tulang baru. Artinya metabolisme kalsium inilah yang mempunyai peranan dominan dalam proses pembentukan tulang. Seperti diketahui, asupan kalsium yang normal berkisar 1000 1500 mg / hari, dan akan diekskresikan juga tidak jauh berbeda dengan asupan tersebut, melalui faeces ( 800 mg ) dan urine (200 mg). Dalam perjalanannya Kalsium akan mempunyai peran penting dalam remodeling tulang, yaitu sebanyak 300 500 mg yang berasal dari kalsium ekstra seluler sebanyak 900 mg. Artinya dalam proses remodeling tulang, kalsium tersebut diperlukan kadar antara 300-500 mg. Jumlah inilah yang akan ditambahkan dalam asupan kalsium dari luar, jadi berkisar 1000 1500 mg, sehingga kalsium serum berada dalam keadaan homeostatis ( seimbang ). Dalam mempertahankan keseimbangan kalsium serum ini, dua hormon secara langsung berhubungan dengan metabolisme Kalsium, yaitu hormon paratiroid dan calsitonin. Adanya peningkatan asupan kalsium / kalsium darah akan merangsang calsitonin, upaya ini untuk menekan proses resorpsi tulang, dan sebaliknya. Sedangkan dengan adanya kalsium yang rendah maka hormon paratiroid akan meningkat sehingga proses remodeling tulang tetap berjalan dalam keadaan seimbang. Apabila kalsium plasma meningkat akan meningkatkan formasi tulang dan meningkatkan sekresi Calsitonin dari sel parafolikuler kelenjar thyorid. Dengan adanya calsitonin, maka proses resopsi tulang ditekan. Dan sebaliknya keadaan kalsium darah yang rendah akan meningkatkan sekresi hormon paratiroid dan akan meningkatkan proses resopsi tulang serta peningkatan absorpsi kalsium di intestinal. Mekanisme ini adalah upaya kalsium didalam darah tetap dalam keadaan stabil. Gambaran mekanisme ini tampak pada gambar dibawah ini.

Gambar 2. Metabolisme Kalsium Dengan demikian hormon paratiroid berperan dalam meningkatkan resorpsi kalsium, menurunkan resorpsi fosfat di intestinal, dan meningkatkan sintesis vitamin D ( 1,25 (OH) 2 D di ginjal. Selain itu hormon ini juga dapat meningkatkan aktifitas osteoclast yang menyebabkan proses resorpsi tulang meningkat. Hormon Tiroid Dalam keadaan hipertiroidi, kadar hormon tiroid meningkat menyebabkan peningkatan mekanisme remodeling tulang. Dalam keadaan ini terjadi proses resorpsi lebih dominan daripada pembentukan tulang. Peningkatan mekanisme resorpsi tulang menyebabkan penurunan kadar hormon paratiroid, kemudian terjadi penurunan 1,25 dihidroksi vitamin D. Dan penurunan kadar 1,25 dehidroksi vitamin D ini menyebabkan peningkatan absorpsi kalsium. Vitamin D

Peran vitamin D dalam mekanisme remodeling tulang melalui peningkatan absorpsi kalsium dan fosfat di intestinal. Melalui mekanisme ini maka vitamin D berperan dalam menyediakan cadangan kadar kalsium dan fosfat untuk proses mineralisasi tulang sehingga meningkatkan resorpsi tulang. Vitamin D mempunyai peran penting dalam proses absorpsi kalsium dan penting dalam mendapatkan tulang yang sehat. Vitamin D ini disintesa di kulit yang terpapar sinar matahari. Produksi Vitamin D ini menurun pada usia lanjut, orang yang bekerja di dalam gedung, dan selama musim semi. Dalam mempertahankan integritas mekanisme dan struktur tulang diperlukan proses remodelling tulang yang konstan, yaitu respon terhadap keadaan baik fisiologis maupun patologis yang terjadi selama kehidupan. Adanya kebutuhan asupan kalsium dan vitamin D yang meningkat terutama dengan bertambahnya umur, dengan sendirinya akan meningkatkan proses remodelling. Estrogen Baik pada laki-laki maupun wanita, kehilangan massa tulang terjadi mulai usia 49 tahunan dan berjalan terus selama menjalani kehidupan. Pada wanita sebanyak 35 % terjadi pada tulang panjang dan 50 % pada tulang berongga, sedangkan pada laki-laki hanya dua pertiga dari wanita. Dengan demikian kehilangan massa tulang pada wanita lebih besar dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini disebabkan massa tulang wanita pada awalnya dan pada menopause terjadi kehilangan massa tulang lebih besar dibanding laki-laki dengan usia yang sama. Sehingga menopause merupakan suatu faktor resiko terjadinya fraktur, diduga hal ini berhubungan dengan defisiensi estrogen. Osteoporosis pada diabetes mellitus Walaupun bukan komplikasi utama, penurunan densitas tulang sering dialami penderita DM, bahkan dapat terjadi fraktur. Penurunan masa tulang bersama sama dengan onset DM, namun patogenesisnya masih belum jelas, ada dugaan diakibatkan defisiensi insulin, terbuangnya kalsium pada saat glikosuria, atau peningkatan resorpsi karena sebab lainnya. Pada diabetes mellitus tipe 1, telah diamati dalam beberapa penelitian ternyata didapatkan gambaran radiologis pada tulang padat terdapat penipisan struktur tulang. Hal ini diduga disebabkan akibat kontrol gula darah yang buruk. Tetapi dalam penelitian yang lebih besar tidak ditemukan hubungan kejadian fraktur dengan DM tipe 1. Ketidaksesuaian ini disebabkan adanya perbedaan antara pemeriksaan densitas tulang

dengan tempat terjadinya fraktur. Pengukuran dengan densitometri ternyata tidak adekuat pada penderita DM tipe 1 disebabkan adanya perbedaan/perubahan berat badan, sedangkan pada penderita dengan resiko tinggi terhadap fraktur biasa terjadi pda tulang berongga biasanya pada penderita dengan neurapati perifer, yaitu pada pergelangan kaki. Pada DM tipe 2, densitas tulang pada wanita tidak terjadi penurunan. Hal ini disebabkan pembentukan massa tulang yang lebih dari pada normal, yang berhubungan dengan peningkatan Indeks massa tubuh pada DM tipe 2. Beberapa penelitian menduga hal tersebut karena penderita dalam keadaan obese, mungkin juga adanya kadar estrogen dan amylin yang lebih tinggi pada menopause. Pengelolaan Ostoporosis pada diabetes Dalam penatalaksaan osteoporosis baik pada penderita diabetes maupun non diabetes tetap berdasarkan patogenesis osteoporosis. Walaupun masih belum dapat dijelaskan secara keseluruhan patogenesis osteoporosis pada diabetes mellitus, tetapi pengelolaan Osteoporosis hampir sama dengan pada penderita non-diabetik disertai pengelolaan diabetesnya dengan kontrol yang baik, yaitu kadar gula darah dan berat badan dalam keadaan normal. Obat yang paling banyak digunakan adalah antiresorptif, termasuk estrogen, biphosphonat, calcitonin, SERMs (selective estrogen receptor modulator), biphosphonate, kalsitonin, strontium dan yang termasuk dalam kelompok perangsang formasi tulang (bone forming agent) adalah : kalsium, vitamin D, thiazide, garam flourida, hormon paratiroid (PTH), anabolik steroid, statin. Dengan pemberian anti resorptif ini maka akan terjadi penurunan resorpsi tulang pada beberapa minggu dan dalam beberapa bulan akan terjadi penurunan formasi tulang. Dengan terjadi mekanisme remodelling tulang yang baru, yang meningkatkan densitas tulang 5-10%. Hasil ini didapatkan dalam kurun waktu 2-3 tahun setelah pengobatan. Hormon seks Hormon seks pada wanita seperti estrogen, SERMs, ipriflavone ataupun tibolone, sedangkan pada pria, androgen. Testosteron berperan dalam pertumbuhan tulang, sedang estrogen berperan dalam membatasi pertumbuhan tulang. Seperti halnya pada defisiensi estrogen, defisiensi androgen juga mengakibatkan bone loss dengan cara merangsang osteoklas untuk resorpsi tulang.

Sampai saat ini informasi terapi sulih estrogen pada fraktur vertebra sangat terbatas. Walaupun demikian penelitian pada 75 wanita menopause dengan osteoporosis yang mendapat terapi estrogen transdermal, didapatkan relative risk 0,39 dibanding tidak diobati dan terjadi peningkatan densitas tulang lumbal sebesar 5,1 %, dan menurunkan remodelling tulang. Dan pada penelitian kohort, mendapatkan terapi sulih estrogen ini sebagai terapi preventif osteoporosis. Biphosphonat, Biphosphonat adalah analog pyrophosphate yang stabil, mempunyai Mekanisme pasti belum begitu jelas, tetapi diduga mempengaruhi osteoklas atau prekusornya sehingga terjadi peningkatan sel sel mati, pada akhirnya terjadi penurunan resorpsi tulang. Beberapa biphosphonat dapat mempengaruhi : aktivasi prekursor osteoklas, diferensiasi prekursor osteoklas menjadi osteoklas matang, khemotaksis, perlekatan osteoklas pada tulang dan apoptosis osteoklas. Disamping itu biphosphonat mempunyai efek secara tidak langsung terhadap osteoklas, yaitu dengan cara merangsang osteoblas untuk menghasilkan zat yang dapat menghambat kerja osteoklas dan menurunkan kadar stimulator osteoklas. Dengan demikian Bisphosphonate menyebabkan peningkatan densitas tulang dan penurunan fraktur tulang. Preparat yang dianjurkan untuk terapi pencegahan hilangnya massa tulang adalah clodronate, pamidronate, tiludronate, risedronate, and ibandronate, sedangkan pada penderita yang telah terjadi fraktur dapat digunakan etidronate dan alendronate. Dosis untuk kasus osteoporosis : etidronat 400 mg/hari selama 2 minggu, dilanjutkan dosis rendah sebagai terapi intermiten disertai pemberian 500 mg kalsium selama 76 hari selama 11 bulan. Alendronat 10 mg/hari yang diberikan secara terus-menerus sebagai terapi pada wanita menopause akan meningkatkan densitas tulang lumbal sebesar 8.8% dan 5,9% pada tulang leher selama 3 tahun pemberian serta dapat menurunkan angka fraktur spinal dan nonvertebra sebesar 40%-50%. Kalsitonin; Kalsitonin adalah asam amino 32 peptida diproduksi oleh sel C kelenjar tiroid dan dihasilkan apabila terjadi penurunan resorpsi tulang, oleh sebab itu bekerja hanya pada keadaan dimana kadar kalsium dalam darah meningkat seperti pada penderita osteoporosis dan bukan pada orang keadaan normal. Kalsitonin juga dapat menghambat kelebihan kadar kalsium dalam darah sesudah seseorang yang mengkonsumsi makanan yang kaya kalsium dan mampu melindungi badan terhadap kehilangan cadangan kalsium tubuh, misalnya pada kehamilan, menyusui, masa

pertumbuhan dan intake kalsium yang rendah. Disamping itu pada osteoklast terdapat reseptor calsitonin dan secara cepat calsitonin akan menghambat aksi osteoklas. Salmon atau human calsitonin diberikan secara subkutan dengan dosis 100 IU perhari, akan meningkatkan densitas tulang dan menurunkan fraktur vertebra. Dengan cara pemberian intaranasal dengan dosis tudak kurang dari 200 IU perhari ternyata tidak memberikan hasil yang baik pada wanita tua dengan fraktur vertebra. Kalsium dan Vitamin D ; Salah satu kegunaan kalsium dalam tubuh adalah untuk proses mineralisasi tulang dan juga berfungsi sebagai anti resorptive agent dengan cara meningkatkan kadar kalsium dalam darah dan menekan kadar hormon paratiroid. Berbagai penelitian telah membuktikan adanya penambahan densitas tulang pada pemberian kalsium. Dosis yang dianjurkan adalah antara 1.000 1.500 mg/hari. Pemberian vitamin D sebanyak 17,5 g/hari selama 2 tahun dapat menghambat penurunan densitas tulang panggul dan kaput femuris. Kalsitriol; kalsitriol adalah salah satu hasil metabolit vitamin D atau 1,25 dihydroxyvitamin D suatu bentuk aktif dari vitamin D dan dipakai dalam pengobatan osteoporosis, menurunkan absorbsi kalsium dan mungkin mempunyai efek langsung pada sel tulang oleh karena itu pemberian kalsitriol pada penderita osteoporosis rasional terutama pada penderita lansia. Hormon paratiroid (PTH); Dengan pemberian PTH akan meningkatkan biokimiawi pada proses formasi dan resorpsi tulang sehingga bertindak sebagai pengatur lalu lintas kalsium dan fosfat melalui membran sel tulang dan ginjal serta akan mengakibatkan peningkatan kadar kalsium dan penurunan kadar fosfat dalam serum. Pada pemberian PTH injeksi setiap hari merangsang pembentukan tulang. Pemberian selama 2 tahun, ternyata terjadi peningkatan densitas tulang vertebra, tetapi pada tulang leher tidak terjadi. Walaupun demikian sampai saat ini efek PTH terhadap insidensi fraktur belum diketahui. Anabolik steroid; anabolik steroid telah lama dipakai untuk pengobatan osteoporosis pada wanita post menopause dan ternyata terapi ini dapat meningkatkan densitas tulang yang diduga melalui mekanisme merangsang pembentukan tulang. Akan tetapi marka biokimia tentang adanya proses pembentukan tulang tidak ditemukan, dengan demikian keadaan ini tidak menyokong hipotesa tersebut. Bekerjanya anabolik steroid ternyata primer pada penurunan bone turnover. Apabila anabolik steroid diberikan pada wanita, untuk mengurangi efek samping obat pemberiannya dianjurkan secara intermiten selama 6-9 bulan.

Raloxifene Raloxifene merupakan formulasi kombinasi agonis estrogen dan antagonist estrogen dan mempunyai sifat selektif terhadap modulator reseptor. Pada menopause yang diberikan raloxipene selama 2 tahun, didapatkan penururunan resorpsi dan peningkatan densitas tilang limbal ( 2,4% ), Panggul ( 2,4%), dan pada densitas seluruh tulang ( 2,0%). Raloxipene juga menurunkan kolesterol LDL tetapi tidak menstimulasi pertumbuhan endometrial, sehingga raloxipene dapat digunakan sebagai terapi alternative pengganti estrogen. Rujukan 1. Francis RM. Osteoporosis: Pathogenesis and management, Kluwer Academic press, Boston, 1990. 2. Cumming SR, Black D, Nevitt M, Browner W, Cauley J, Ensrud K, et al. Bone density at various sites for prediction of hip fractures. Lancet 1993;341:72-75. 3. Riggs, B.L., and Melton, L.J. III, Bone Suppl : 1995 : 17 : 505S-511S, 4. Heart and Stroke Facts: Statistical Supplement, American Heart Association,1996 5. Kanis JA., Osteoporosis, Elsevier, London, 1997 6. Cumming and Melton, Epidemiology and outcomes of osteoporotic fractures Lancet, 2002, 359 : 1761 7. Bikle DD. Agents That Affect Bone Mineral Homeostasis. In : Katzung BG. Ed. Basic & Clinical Pharmacology. 8 th ed. McGraw-Hill Coy, San Francisco, USA: 2000: 735-738. 8. Heath H, Melton LJ, Chun C-P. Diabetes Mellitus and Risk of skeletal fracture. N Engl J Med; 1980; 303: 567 570. 9. Eastell R. Treatment of Postmenopausal Osteoporosis. N Engl J Med; 1998; 338 ; 736-746.

Penatalaksanaan Osteoporosis pada penderita Diabetes mellitus Hikmat Permana Sub Bagian Endokrinologi dan Metabolisme Bagian Ilmu Penyakit Dalam RS Perjan Hasan Sadikin FK Universitas Padjadjaran Bandung Osteoporosis atau keropos tulang adalah suatu penyakit tulang yang ditandai dengan adanya penurunan masa tulang dan perubahan struktur pada jaringan mikroarsitektur tulang, yang menyebabkan kerentanan tulang meningkat disertai kecenderungan terjadinya fraktur, terutama pada proksimal femur, tulang belakang dan pada tulang radius. Baik pada laki-laki maupun wanita mempunyai kecenderungan yang sama terhadap ancaman fraktur tulang tersebut, walaupun demikian penyakit ini dapat dicegah maupun diobati. Terdapat beberapa faktor utama sebagai faktor resiko yang berhubungan erat dan mempunyai kontribusi utama terhadap proses perkembangan osteoporosis. Faktor resiko tersebut sering ditemukan, tetapi pada beberapa individu dengan osteoporosis sulit ditentukan dengan jelas faktor resiko osteoporosis tersebut. Hampir separuh masa kehidupan terjadi mekanisme kerusakan tulang ( resorpsi ) dan pembentukan tulang ( formasi). Selama masa anak-anak dan dewasa muda, pembentukan tulang jauh lebih cepat dibandingkan dengan kerusakan tulang. Titik puncak massa tulang ( Peak bone mass ) tercapai pada sekitar usia 30 tahun, dan setelah itu mekanisme resopsi tulang menjadi jauh lebih cepat dibandingkan dengan pembentukan tulang. Penurunan massa tulang yang cepat akan menyebabkan kerusakan pada mikroarsitektur tulang khususnya pada tulang trabekular. Osteoporosis dibagi dalam 2 bentuk, yaitu primer dan sekunder. Pada Osteoporosis sekunder ; kebiasaan gaya hidup, obat-obatan atau penyakit tertentu merupakan penyebab utama terjadinya osteoporosis. Penyebab tersering osteoporosis sekunder adalah terapi dengan glukokortikoid ( sindroma cushing ), tirotoksikosis, alkoholisme, hiperparatiroid, diabetes melitus, hipogonadisme, perokok, penyakit gastrointestinal, gangguan nutrisi, hipercalsiuria dan immobilisasi. Pada penderita diabetes yang mengalami osteoporosis dengan adanya ancaman fraktur tanpa sebab dan densitas tulang yang rendahterutama disertai ada faktor resiko lainnya harus diterapi. Penatalaksaan pada penderita tersebut adalah perubahan gaya hidup, pengaturan makanan dan aktifitas fisik seperti jalan kaki, asupan kalsium sebanyak 1500 mg perhari dapat berupa makanan ataupun suplement dan vitamin D. Terapi sulih estrogen merupakan pilihan pertama, sedangkan bisphosphonat dapat sebagai therapi pengganti estrogen.