BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun baik stimulus suara,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN TEORI. pengecapan maupun perabaan (Yosep, 2011). Menurut Stuart (2007)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI. sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun, baik stimulus suara, bayangan, bau-bauan,

BAB II TINJAUAN TEORI. Adapun definisi lain yang terkait dengan halusinasi adalah hilangnya

BAB II KONSEP DASAR. serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik.

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI (HALUSINASI) Mei Vita Cahya Ningsih. Pengertian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

BAB II KONSEP TEORI. Perubahan sensori persepsi, halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. stimulus yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun, baik stimulus

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP DASAR. Halusinasi merupakan salah satu respon neurobiology yang maladaptive, yang

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI. (DepKes, 2000 dalam Direja, 2011). Adapun kerusakan interaksi sosial

MERAWAT PASIEN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORIK : HALUSINASI

BAB II TINJAUAN KONSEP

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI. Jiwa, 2000). Halusinasi dapat didefinisikan sebagai seseorang yang

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak muncul sama sekali. Namun jika kondisi lingkungan justru mendukung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam

BAB II TINJAUAN TEORI. maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri).

PENGKAJIAN HALUSINASI Jenis halusinasi Data Objektif Data Subjektif Halusinasi Dengar/suara Bicara atau tertawa sendiri Marah-marah tanpa sebab

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang. menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Walgito (2001, dalam Sunaryo, 2004).

BAB II TUNJAUAN TEORI. orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

Koping individu tidak efektif

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB II KONSEP DASAR. tanda-tanda positif penyakit tersebut, misalnya waham, halusinasi, dan

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang

BAB II KONSEP DASAR. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan

PROSES TERJADINYA MASALAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasakan sebagai ancaman (Nurjannah dkk, 2004). keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, kedalam

BAB II KONSEP DASAR. rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan di mana terjadi

LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP DASAR. orang lain maupun lingkungan (Townsend, 1998). orang lain, dan lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1998).

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MAKALAH HALUSINASI. Rentang respon :

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. Menuju era globalisasi manusia disambut untuk memenuhi kebutuhan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok

BAB II TINJAUAN TEORI. menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam

BAB II KONSEP DASAR. memelihara kesehatan mereka karena kondisi fisik atau keadan emosi klien

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa Menurut World Health Organization adalah berbagai


BAB II KONSEP DASAR. Halusinasi adalah gangguan pencerapan ( persepsi ) panca indera tanpa

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi berkepanjangan juga merupakan salah satu pemicu yang. memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan pada

BAB II KONSEP DASAR A.

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manic depresif

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan dalam kehidupan dapat memicu seseorang

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

BAB II KONSEP DASAR. mungkin organik, fungsional, psikotik ataupun histerik (Maramis, 2004).

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP DASAR. datang internal atau eksternal. (Carpenito, 2001) organic fungsional,psikotik ataupun histerik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sistem saraf. Gejala psikologis dikelompokan dalam lima katagori utama fungsi

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari sudut panang medis. Rentang adaptasi-maladaptasi berasal dari sudut sudut

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

BAB I PENDAHULUAN. terpisah. Rentang sehat-sakit berasal dari sudut pandang medis. Rentang

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

MAKALAH SISTEM NEUROBEHAVIOR II ASKEP HALUSINASI

BAB II TINJAUAN TEORI. kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman.

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mencerminkan kedewasaan kepribadiannya. halusinasi. Meskipun bentuk halusinasinya bervariasi tetapi sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar. menjawabpertanyaan what misalnya apa air, apa manusia, apa alam dan

BAB II KONSEP DASAR PERILAKU KEKERASAN. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat atau sakit mental dapat dinilai dari keefektifan fungsi

BAB II KONSEP DASAR. Halusinasi adalah suatu sensori persepsi terhadap suatu hal tanpa

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB IV PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

BAB 1 PENDAHULUAN. pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. S DENGAN GANGGUAN MENARIK DIRI DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI-SENSORI: HALUSINASI PENDENGARAN DI BANGSAL ABIMANYU RSJD SURAKARTA

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN MENARIK DIRI INTERAKSI PERTAMA/AWAL

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Halusinasi didefinisikan sebagai seseorang yang merusak stimulasi yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun baik stimulus suara, bayangan, bau-bauan, pengecapan maupun perabaan (Yosep, 2011). Menurut Stuart (2007) Halusinasi adalah kesan respon dan pengalaman sensori yang salah. Halusinasi juga dinyatakan sebagai persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya klien menginterpretasikan sesuatu yang nyata tanpa rangsangan dari luar (Direja, 2011). Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien terhadap suara atau bunyi tersebut (Stuart, 2007). Dari beberapa pergantian yang dikemukakan oleh para ahli mengenai halusinasi di atas, disimpulkan bahwa halusinasi adalah suatu kejadian tidak nyata pada panca indra tanpa adanya stimulus dari luar. Jenis-jenis halusinasi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa diantaranya adalah halusinasi pendengaran, halusinasi penglihatan, halusinasi penciuman, halusinasi pengecapan, halusinasi perabaan, & halusinasi kinestetik (Baihaqi, Sunardi, Akhlan, & Heryati 2005).

B. Etiologi 1. Faktor Predisposisi menurut Yosep (2011) a. Faktor perkembangan Perkembangan klien yang terganggu misalnya kurangnya mengontrol emosi dan keharmonisan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, dan hilang percaya diri. b. Faktor sosiokltural Stres lingkungan dapat menyebabkan terjadinya respon maladaptif, misalnya bermusuhan, kehilangan harga diri, kerusakan dalam berhubungan interpersonal, tekanan dalam pekerjaan dan kemskinan. c. Faktor biokimia Adanya stress yang berlebihan yang dialami oleh seorang maka di dalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia buffoferom dan dimetytron ferase sehingga terjadi ketidakseimbangan acetykolin dan dopamine. d. Faktor psikologis Tipe kepribadian yang lemah dan tidak bertanggung jawab akan mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat aditif. Klien lebih memilih beserangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.

e. Faktor genetik dan pola asuh Hasil study menunjukan bahwa faktor keluarga menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini. 2. Faktor Presipitasi Faktor presipitasi terjadinya gangguank sensori persepsi halusinasi menurut Stuart (2007) adalah : a. Biologis Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak juntuk di interpretasikan. b. Stress lingkungan Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku. c. Sumber koping Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor. C. Tanda dan Gejala Pasien pada halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku pada pandangan mata pada satu arah arah tertentu, tersenyum

atau bicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah atau melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari klien sendiri tentang halusinasi yang dialami dirinya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan) Tanda Menurut Direja (2011) 1. Halusinasi pendengaran : Bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, mengarahkan telinga ke arah tertentu, menutup telinga, mendengar suara atau kegaduhan, mendengar suara yang bercakapcakap, mendengar suara yang menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya. 2. Halusinasi penglihatan : Melihat bangunan, melihat hantu/monster, menunjuk-nunjuk ke arah tertentu, ketakutan terhadap sesuatu yang berbahaya. 3. Halusinasi penghidung : Membaui bau-bauan seperti bau darah, urine, feses (kadang-kadang bau itu menyenangkan), menghidung seperti sedang membaui bau-bauan tertentu, menutup hidung. 4. Halusinasi pengecap : Merasakan rasa seperti darah, urine atau feses, sering meludah, muntah. 5. Halusinasi perabaan : Mengatakan adanya serangga di permukaan kulit, merasa tersengat listrik, menggaruk-garuk permukaan kulit.

D. Fase halusinasi Menurut (Depkes, 2000 dalam Rusdi, 2013). 1. Fase comforting Fase dimana memberikan rasa nyaman atau menyenangkan, tingkat ansietas sedang secara umum halusinasi merupakan suatu kesenangan Karakteristik : mengalami ansietas kepesepian, rasa bersalah dan ketakutan, fokus pada pikiran yang dapat menghasilkan ansietas, pikiran dan pengalaman sensori masalah ada dalam control kesadaran non psikotik. Perilaku yang mucul tertawa/senyum yang tidak sesuai, gerakan bibir tanpa suara, respon verbal lambat. 2. Fase condemning Klien merasa halusinasi menjadi menjijikan, tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi menyebabkan rasa antipati. Karakteristik mulai merasa kehilangan kontrol menarik diri dari orang lain. Prilaku ansietas terjadi peningkatan tanda tanda vital, kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realita. 3. Fase controling Tingkat kecemasan klien menjadi berat, halusinasi tidak dapat ditolak lagi. Karakteristik klien menyerah dan menerima pengalaman sendiri, kesepian bila pengalaman sensori berakhir psikotik. Perilaku : perintah halusinasi ditaati sulit berhubungan dengan orang lain.

4. Fase conquering/panic Klien mengalami kepanikan, ketakutan, klien sudah di kuasai oleh halusinasi. Karakteristik pengalaman sensori menakutkan berlangsung lama dan intensitas lebih sering muncul. Perilaku pasein panic, mencederai diri, orang lain dan lingkungan, amuk, tidak mampu berespon terhadap petunjuk komplek, tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang. E. Jenis-Jenis Halusinasi Jenis halusinasi menurut Stuart (2007) antara lain : 1. Halusinasi pendengaran Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, terutama suara-suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu. 2. Halusinasi penglihatan Karakteristik ditandai dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambaran kartun dan atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bias menyenangkan atau menakutkan. 3. Halusinasi penghidung Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikan seperti darah, urine atau feses. Kadang-kadang terhidu bau harum.biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia. 4. Halusinasi peraba

Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh merasakan listrik datang dari tanah. Benda mati. 5. Halusinasi pengecap Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikan. Merasa mengecap rasa seperti darah, urine atau feses. 6. Halusinasi kenestik Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir, melalui vena atau arteri. Makanan dicerna atau pembentukan cairan. 7. Halusinasi kinestetik Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak F. Psikopatologi Proses terjadinya halusinasi diawali dengan seseorang menderita halusinasi akan menganggap sumber dari halusinasinya berasal dari lingkungannya/stimulus eksternal. Padahal sumber itu berasal dari stimulus internal yang berasal dari dalam dirinya tanpa ada stimulus eksternal (Yosep, 2011) Pada fase awal masalah itu menimbulkan peningkatan kecemasan yang terus menerus dan sistem pendukung yang kurang akan membuat persepsi untuk membeda-bedakan apa yang kurang akan membuat persepsi untuk

membeda-bedakan apa yang difikirkan dengan perasaan sendiri menurun. Klien sulit tidur sehingga terbiasa mengkhayal dan klien biasanya menganggap lamunan itu sebagai pemecahan masalah. Meningkat pada fase comforting.klien mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya cemas, kesepian, perasaan berdosa dan sensorinya dapat diatur pada fase ini klien cenderung merasa nyaman dengan halusinasinya. Halusinasi menjadi sering datang, klien tidak mampu lagi mengontrolnya dan berupaya menjaga jarak dengan obyek yang dipersepsikan.pada fase condemning klien mulai dapat merasakan kesepian bila halusinasinya berhenti. Pada fase controlling klien dapat merasakan kesepian bila halusinasinya berhenti. Pada fase conquering lama-kelamaan pengalaman sensorinya terganggu, klien merasa terancam dengan halusinasinya terutama bila tidak menuruti perintah yang ia dengar dari halusinasinya.

Hubungan model adaptasi stress dengan rentang respon biologis dapat dilihat pada gambar berikut : Faktor presidposisi Biologi Psikologi Sosial budaya Faktor presipitasi Biologi Tekanan lingkungan pemicu gejala Penilaian terhadap stresor Penurunan koping Mekanisme koping Menarik diri proyeksi regresi Konstruktif destruktif Gambar 2.1 Model adaptasi stress Sumber : Kusumawarti, F & Hartono, Y. (2011).

G. Rentang Respon Respon adaptif Respon maladaptive Pikiran logis Persepsi akurat Emosi konsisten dengan pengalaman Perilaku sesuai Berhubungan sosial Pikiran kadang menyimpang Ilusi Reaksi emosi tidak stabil Perilaku aneh / tidak biasa Menarik diri Gangguan pikiran / waham Halusinasi Sulit merespon emosi Perilaku disorganisasi Isolasi sosial Gambar 2.2 Rentang respon Halusinasi Sumber : Stuart (2013)

H. Pohon Masalah Resiko perilaku kekerasan (akibat) Gangguan sensori persepsi : haluainasi (masalah utama) Isolasi sosial (penyebab) Gambar 2.3. Pohon masalah Sumber : Rusdi (2013) I. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan sensosi persepsi : Halusinasi 2. Isolasi sosial 3. Perilaku kekerasan

J. Intervensi keperawatan 1. Gangguan sensori persepsi : Halusinasi a. TUM : Klien dapat mengontrol halusinasi. b. TUK : 1). Klien dapat membina hubungan saling percaya 2). Klien dapat mengenal halusinasi 3). Klien dapat mengontrol halusinasi 4). Klien memiliki cara mengatasi seperti yang telah didiskusi 5). Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasi 6). Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik c. Intervensi 1.) Bina hubungan saling percaya dengan mengungka Perilaku kekerasan prinsip komunikasi terapeutik 2.) Sapa dengan ramah klien 3.) Perkenalkan diri dengan sopan 4.) Tanya nama lengkap klien 5.) Jelaskan tujuan pertemuan 6.) Jujur dan tepat janji 7.) Tunjukan sikap empati 8.) Beri perhatian pada klien 9.) Bantu klien mengenal halusinasi 10.) Diskusikan dengan klien situasi yang menimbulkan halusinasi

11.) Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi. 12.) Yang dilakukan klien dan beri pujian pada klien 13.) Diskusikan cara lain untuk memutus halusinasi 2. Isolasi Sosial a. TUM : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain. b. TUK : 1.) Klien dapat Bina hubungan saling percaya. 2.) Klien dapat mengidentifikasi penyebab isolasi sosial. 3.) Klien dapat mengetahui keuntungan dan kerugian berhubungan dengan orang lain. 4.) Klien dapat berkenalan. 5.) Klien dapat menentukan topik pembicaraan. 6.) Klien dapat berinteraksi dengan orang lain secara bertahap berkenalan dengan orang pertama (perawat), orang kedua (pasien lain). c. Intervensi 1.) Beri salam dan panggil nama klien. 2.) Sebut nama perawat dan sambil berjabat tangan. 3.) Jelaskan tujuan interaksi. 4.) Jelaskan kontrak yang akan dibuat

5.) Bantu klien mengungka Perilaku kekerasanan alasan klien dibawa RS. 6.) Beri kesempatan klien mengatakan keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain. 7.) Beri kesempatan klien mencontokan teknik berkenalan. 8.) Beri kesempatan klien meneraperilaku kekerasanan teknik berkenalan. 9.) Latih berhubungan sosial secara bertahap dengan perawat. 3. Risiko Perilaku Kekerasan a. TUM : Klien dapat mengontrol atau mencegah Perilaku kekerasan baik secara fisik, sosial, verbal. b. TUK : 1.) Bina hubungan saling percaya. 2.) Klien dapat mengidentifikasi Perilaku kekerasan. 3.) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda Perilaku kekerasan. 4.) Klien dapat mengontrol Perilaku kekerasan. c. Intervensi 1.) Bina hubungan saling percaya 2.) Bantu klien mengungkaperilaku kekerasanan perasaan 3.) Bantu mengungkaperilaku kekerasanan tanda Perilaku kekerasan

4.) Diskusikan dengan klien keuntungan dan kerugian perilaku kekerasan. 5.) Diskusikan bersama klien cara mengontrol Perilaku kekerasan 6.) Anjurkan klien mempraktekan latihan. 4. Harga Diri Rendah a. TUM : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal dan mampu meningkatkan harga diri. b. TUK : 1.) Klien mampu bina hubungan saling percaya. 2.) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki. 3.) Klien dapat merancang kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. 4.) Klien dapat melakukan kegiatan. c. Intervensi 1.) Bina berhubungan terapeutik 2.) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki klien 3.) Beri kesempatan klien untuk mencoba 4.) Setiap bertemu klien untuk mencoba 5.) Setiap bertemu klien hindarkan penilaian negatif 6.) Utamakan memberi pujian realistik 7.) Diskusikan dengan klien kegiatan yang masih bias digunakan

8.) Rencanakan bersama. 9.) Beri reinforcement positif atas usaha klien.