BAB I PENDAHULUAN. sebagai hal yang tidak terhindarkan dan terjadi dimana pun mereka

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkuliahan merupakan sebuah proses yang tidak dapat dipisahkan dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat merealisasikan dan mewujudkan suatu tujuan pendidikan nasional. Perguruan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. individual yang bisa hidup sendiri tanpa menjalin hubungan apapun dengan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kebanyakan orang percaya bahwa jika suatu pekerjaan dikerjakan

Bab I Pendahuluan. Mahasiswa erat hubungannya dengan tugas perkuliahan. Menurut pandangan Kusuma

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tugas merupakan suatu hal yang sangat dekat dengan perkuliahan dan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi sangat pesat khususnya di bidang informasi dan

Jenjang perguruan tinggi merupakan suatu tahap transisi menuju pada dunia. kerja. Pada tahap tersebut seorang mahasiswa dipersiapkan kemampuannya agar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan

BAB 1 PENDAHULUAN. diwarnai dengan berbagai macam emosi, baik itu emosi positif maupun

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan perbedaan persepsi dan sikap terhadap pengalaman, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan komunikasi memiliki kaitan yang sangat erat, segala sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. dan individu yang telah lulus dari perguruan tinggi disebut sebagai Sarjana

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. Untuk mengembangkan dirinya, mahasiswa tidak hanya bisa memanfaatkan ruang kuliah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mahasiswa merupakan calon sarjana yang dalam keterlibatannya dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan sebutan untuk seseorang yang sedang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah

Perpustakaan Unika LAMPIRAN KUESIONER 30

BAB 1 PENDAHULUAN. Ekonomi Asean (MEA) untuk meningkatkan stabilitas perekonomian di. bidang ekonomi antar negara ASEAN (

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi semakin diperbaharui dan sumber daya manusia dituntut untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA MAHASISWA AKTIVIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN. 1. Karakteristik Responden

PENDAHULUAN. mengajar yang berkaitan dengan program studi yang diikutinya serta hasil

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia melalui kegiatan pengajaran, kegiatan pengajaran ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja adalah suatu periode transisi dari fase anak hingga fase

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penggunaan tugas kelompok semakin populer dalam dunia

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri. Berpikir kritis berarti melihat secara skeptikal terhadap apa yang

BAB I PENDAHULUAN. siap pakai dan berkualitas. Berkaitan dengan itu, pendidikan diharapkan mampu

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Mahasiswa yang menjalani kuliah di kampus ada yang merasa kurang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana untuk belajar bagi setiap individu dengan mengembangkan dan mengasah keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. puncak dari seluruh kegiatan akademik di bangku kuliah adalah menyelesaikan

BAB II LANDASAN TEORI. individualisme kolektivisme dengan toleransi social loafing. Peneliti terlebih

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan ini khususnya dalam melatih kemampuan verbal, kuantitatif, berpikir

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat luas. Thyphoid fever (demam tipoid) dan parathyphoid

BAB I PENDAHULUAN. Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua. Melalui orang tua,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya menuju dewasa. Remaja cenderung memiliki peer group yang

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan individu menghadapi persaingan global yang menuntut adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahap perkembangannya, seperti pada tahap remaja.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Pada era globalisasi saat ini, pendidikan menjadi sesuatu yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berasal dari kata bahasa inggis move yang artinya pindah. Moving diartikan dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Self Efficacy adalah keyakinan seseorang dalam mengkoordinasikan keterampilan dan kemampuan untuk mencapai

HUBUNGAN ANTARA PEMALASAN SOSIAL DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK. S K R I P S I Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1

Topik : school adjustment remaja ADHD yang bersekolah di sekolah umum. hubungan interpersonal yang positif pada remaja ADHD di sekolah umum

BAB I PENDAHULUAN. membahas suatu permasalahan atau fenomena dalam bidang ilmu tertentu dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN hingga (Unicef Indonesia, 2012). Menurut Departemen Sosial

BAB I PENDAHULUAN. mahasiswa lulus dari mata kuliah tersebut. selalu menilai negatif, tidak mengikuti ujian, belum mengambil mata kuliah

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pakaian yang ketinggalan zaman, bahkan saat ini hijab sudah layak

sendiri seperti mengikuti adanya sebuah kursus suatu lembaga atau kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang paling mutlak dimiliki oleh semua orang.

BAB I PENDAHULUAN. membangun sebuah peradaban suatu bangsa. Menurut Kamus Besar Bahasa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Skripsi merupakan istilah yang digunakan di Indonesia untuk mengilustrasikan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Judul Tema: Perilaku Asertif

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari mulai lahir sampai dengan meninggal dunia. Dari semua fase

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah Anggota

BAB I. Di era globalisasi saat ini, sungguh tak asing lagi berbicara mengenai dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bidang pelayanan kesehatan tempat yang mendukung rujukan dari pelayanan

BAB VII PERSEPSI PEGAWAI MENGENAI PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN LURAH TERHADAP EFEKTIVITAS ORGANISASI

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, semakin banyak wanita yang

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Sebagai makhluk sosial manusia tumbuh bersama-sama dan mengadakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan para mahasiswa yang tanggap akan masalah, tangguh, dapat di

Penyesuaian Diri Menantu Perempuan Mean empirik: 49,67 SD Empirik: 6,026 SD: 6/5 x : 7,2312

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tugas perkembangan yang sangat penting yaitu mencapai status

Manusia makhluk sosial sehingga membutuhkan interaksi dengan manusia lain. Kemampuan manusia berinteraksi menjadi tolak ukur keberhasilan penyesuaian

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peran kota Yogyakarta dalam dunia pendidikan Indonesia (

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Esa unggul merupakan salah satu Universitas swasta yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian lain dari social loafing adalah kecenderungan untuk mengurangi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

1. Kegiatan selama liburan

BAB I PENDAHULUAN. Bekerja adalah sarana untuk membangun kepribadian dan sisi

BAB VI CITRA PERUSAHAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang berbeda pada masing-masing masa. Diantara masamasa

BAB III METODE PENELITIAN. yang sistematik (Suriaumantri dalam Kriyantono, 2010, h. 48). digeneralisasikan (Kriyantono, 2010, h. 55).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola. Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu

PENDAHULUAN. Layanan pendidikan menyangkut tentang keseluruhan upaya yang. dilakukan untuk mengubah tingkah laku manusia demi menjaga kesinambungan

BAB I PENDAHULUAN. siswa sebagai calon pemimpin bangsa dan intelektual muda. Komunikasi juga

WAWANCARA KEPADA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) maka kosmetik tersebut dapat dikategorikan sebagai kosmetik impor ilegal.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat lepas dari kehidupan berkelompok. Keanggotaan manusia pada suatu kelompok sebagai hal yang tidak terhindarkan dan terjadi dimana pun mereka berada. Hampir sepanjang hari, bahkan sepanjang hidup manusia berinteraksi dalam suatu kelompok dan dengan kelompok lain. Baik itu interaksi di dalam keluarga ataupun interaksi pada saat aktivitas di luar keluarga. Hidup dalam kelompok dapat memengaruhi kualitas hidup individu secara menyeluruh dan dapat diimplementasikan dalam berbagai sisi kehidupan. Salah satu pengaruhnya yaitu pada bidang pendidikan. Paradigma pengajaran sudah berubah dari bentuk kuliah umum dan tugas-tugas individu ke dalam pembelajaran secara berkelompok atau yang disebut dengan cooperative learning(johnson dan Johnson, 2000, h. 8). Dalam cooperative learning mahasiswa diharapkan dapat bekerja sama untuk menyelesaikan suatu tugas. Tugas kelompok seharusnya menjadi tangggung jawab dari semua orang anggota yang terlibat di dalam kelompok. Pada kenyataannya banyak mahasiswa yang mengurangi kontribusinya ketika mendapatkan tugas kelompok. Mahasiswa tersebut biasanya berpikir bahwa tugas tersebut dapat dikerjakan oleh beberapa orang saja tanpa harus melibatkan seluruh 1

2 anggota, sehingga hanyabeberapa orang saja yang aktif dalam tugas kelompok.berbeda ketika mahasiswa mendapatkan tugas individu mereka akan mengerjakan secara bertanggung jawab dan berusaha lebih baik untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Fenomena yang terjadi ini disebut sebagai social loafing atau pemalasan sosial. Myers (2014, h. 363)berpendapat bahwa social loafing adalah orang-orang yang mempunyai kecenderungan untuk mengeluarkan usaha yang lebih sedikit ketika mereka mengumpulkan usaha mereka untuk mencapai suatu tujuan yang sama di dalam kelompok dibandingkan jika mereka bekerja diperhitungkan secara individual. Pendapat dari tokoh lain yaitu Baron dan Byrne (2005, h. 185)mengungkapkanbahwa social loafing adalah pengurangan motivasi dan usaha ketika individu bekerja secara kolektif dalam kelompok dibandingkan ketika mereka bekerja sendiri atau sebagai rekan yang independen. Social loafing merujuk pada kecederungan tiap-tiap orang menghasilkan usaha yang lebih sedikit dalam kelompok karena individu merasa berkurang tanggung jawabnya untuk usaha yang diterima secara individual. Menurut Latane (dalam King, 2010, h. 209) dampak dari social loafing akan menurunkan kinerja seorang individu di dalam kelompok. Pada kegiatan pengerjaan tugas kelompok, mahasiswa tak jarang melakukan free rider atau mendompleng nama. Itu artinya bahwa individu tersebut tidak memberikan kontribusi apapun di dalam kelompok (Van dan Hoggdalam Sarwono dan Meinarno, 2009, h. 182). Pelaku free rider akan mendapatkan keuntungan dari kelompok,

3 namun hanya memberikan kontribusi yang sangat sedikit(myers, 2014, h. 365). Selain itu, menurut Latane (dalam Sarwono dan Meinarno, 2009, h. 182), semakin banyak anggota kelompok menyebabkan social loafing semakin tinggi. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil wawancara yang peneliti lakukan pada beberapa mahasiswa Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, sebagai berikut:...aku sih kalo kelompoknya pinter-pinter gak terlalu banyak kerja, palingan diem, nanti kalo mereka minta pendapat ya aku jawab seadanya yang penting aku dah jawab, sering gak kepake juga ideku di kelompok. (C, fakultas Tekonologi Pangan, 2013)...Tugas kelompok enak sih, bebannya bisa di bagi ke tementemen apalagi kalo pas kelompokkan temennya klop buat diajak kerja tapi kalo temen yang gak pas malah jadi beban biasanya yang kerja hanya 1 atau 2 orang saja. (D, fakultas Teknologi Pangan, 2012)...Males banget dapet tugas kelompok, seringnya banyakkan temen yang numpang, jadi kerja sendiri. Udah dibagi tugas tapi sama aja kerjanya gak sesuai sama yang diharapkan kelompok. (B, fakultas Hukum, 2012)...Kalo pas dapet tugas kelompok gitu biasanya satu orang bagi tugas nanti tinggal kirim email, terutama sama temen yang pinter, rajin, gitu buat diedit dibener-benerin. Tugasku aku kerjaian aja, habis itu kirim sesuai apa nggak ya yang penting aku sudah buat. (BS, fakultas Manajemen, 2013)...Enakan lagi kalo pas dapet kelompok yang suka kerja, tinggal ngikut aja, ntar tiba tiba jadi aja tugasnya. (A, fakultas Psikologi, 2013)...Kelompok anggotanya banyak lebih seringnya sih enak buat alesan gak ikut kerja, banyak ngehindar gitu, misalkan ikutan kerja ya pasif aja. (F, fakultas Psikologi, 2012)

4 Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti kepada sebagian orang mahasiswa Universitas Katolik Soegijapranata Semarang mengungkapkan bahwa alasan mahasiswa melakukan social loafing adalah kemampuan yang berbeda yang dimiliki oleh masingmasing anggota kelompok, tidak ada koordinasi mengenai pembagian tugas, memiliki kesibukkan atau kepentingan lain, tidak mendengarkan saat dosen memberikan penjelasan, merasa senior sehingga tidak ikut mengerjakan tugas, mengandalkan teman dekat, tugas yang diberikan terlalu mudah sehingga tidak perlu dikerjakan oleh semua anggota kelompok, ketidakpuasan terhadap anggota kelompok dan teman sekelompok malasmengerjakan tugas kelompok atau yang disebut sucker effect. Beberapa alasan yang dikemukakan tersebutmenyebabkan mahasiswa melakukan social loafing.dampak yang muncul dari social loafing yang dilakukan oleh mahasiswaadalah menurunkan kinerja mahasiswa sendiri sebagai individu di dalam kelompok. Mahasiswa tidak dapat menunjukkan dan mengembangkan potensinya karena terbiasa mengandalkan kemampuan orang lain,dan mahasiswa menjadi pasif ketika berada di dalam kelompok. Mahasiswa juga kurang inisiatif karena selalu mengikuti apa saja yang anggota kelompok lakukan tanpa mereka mau mengutarakan pendapat. Pada segi kelompok, anggota di dalamnya juga terlihat kurang kompok dan tidak peduli satu sama lain. Maka dari itu, secara menyeluruh social loafingmerugikan kelompok dan anggota di dalamnya.

5 Sarwono (2001, h. 104-107)mengungkapkan bahwa ada beberapa faktor yang memengaruhi social loafing. Faktor-faktor tersebut dapat digolongkan menjadi faktor internal dan faktor eskternal. Faktor internal yang memengaruhi yaitu kepribadian, jenis pemerhati, harga diri, ketrampilan, dan persepsi terhadap kehadiran orang lain. Faktor eksternal yang memengaruhi social loafing yaitu free riding, ketidakjelasan tugas, sucker effect, pengambilalihan peran, kultur, tidak ada spesifikasi pekerjaan, dan tidak adanya hadiah atau insentif. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan faktor harga diri yang merupakan faktor internal sebagai prediktornya. Myers (2014, h. 71) berpendapat, harga diri merupakan keseluruhan rasa akan nilai diri yang seseorang gunakan untuk menilai sifat dan kemampuan diri sendiri. Hal ini akan tampak pada mahasiswa yang kurang atau bahkan sama sekali tidak memberikan kontribusinya di dalam tugas kelompok. Harga diri mahasiswa tersebut akan berpengaruh bagaimana individu berperan pada pengerjaan tugas kelompok. Penilaian harga diri seseorang dapat positif atau negatif tergantung dari bagaimana seseorang tersebut berperilaku dan menunjukkan sifatnya (Rahmaniadan Yuniar, 2012, h. 112).Dalam kasus ini peneliti mengungkapkan bahwa mahasiswa yang memiliki harga diri tinggi memberikan kontribusinya pada tugas individu maupun kelompok sedangkan mahasiswa yang memiliki harga diri yang rendah tetap mengerjakan tugas individu untuk memperoleh hasil yang maksimal tetapi mengurangi kinerja di dalam kelompok.

6 Harga diri dan social loafing memiliki hubungan negatifsesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kusuma(2015, h. 11). Seorang mahasiswa yang memiliki harga diri tinggi tentunya akan tetap mengerjakan tugas kelompok, dapat bekerja sama, memberikan kontribusi kepada kelompoknya seperti: mengerjakan tugas yang menjadi tanggungjawab individu tanpa harus melimpahkannya pada orang lain, mengoptimalkan potensi atau kemampuannya dengan memberikan ide atau gagasan yang sesuai tugas, membantu anggota kelompok yang mengalami kesulitan ketika mengerjakan tugas tersebut, dan lain-lain. Penelitian Muslimah dan Wahdah (2013, h. 53) mengungkapkan bahwa harga diri seseorang yang tinggi menunjukkan seseorang tersebut mempunyai motivasi belajar yang tinggi. Selain itu, penelitian Sandha, Hartati, dan Fauziah (2012, h. 77) mengatakan bahwa seseorang dengan harga diri yang tinggi memiliki penyesuaian diri yang baik terhadap lingkungan sekitar. Dapat dikatakan bahwaharga diri seseorang yang tinggi ditunjukkan oleh motivasi belajar yang tinggi dan penyesuaian diri yang baik terhadap lingkungan. Oleh karena itu, sesuai dengan penelitian yang dilakukan seseorang dengan harga diri yang tinggi mempunyai kemungkinan kecil untuk mengalami social loafing. Motivasi belajar yang tinggi tentunya ditunjukkan tidak hanya pada saat seorang mahasiswa mendapatkan tugas individu akan tetapi juga pada saat mendapatkan tugas kelompok karena mereka menginginkan hasil prestasi yang baik. Mahasiswa yang memiliki harga diri tinggi dapat menyesuaikan diri dengan baik.

7 Mereka memiliki penilaian positif terhadap dirinya sehingga mereka dapat menentukan bagaimana sikapnya agar dapat diterima dalam sebuah kelompok. Maslow (dalam Alwisol, 2014, h. 206) mengatakan bahwa penghargaan dari orang lain hendaknya diperoleh berdasarkan penghargaan diri kepada diri sendiri. Seorang individu seharusnya memperoleh harga diri dengan potensi atau kemampuan yang dimilikinya, bukan dari faktor eksternal yang tidak dapat dikontrol seperti ketenaran, dominasi, dan kehormatan yang dimiliki oleh lain. Sama halnya dengan mahasiswa yang melakukan social loafing, mahasiswa mengantungkan dirinya pada kelompok dan tidak menunjukkan atau memaksimalkan potensinya di dalam kelompok. Mahasiswa sebagai social loafer, cenderung tergantung pada kemampuan anggota kelompok yang dirasa memiliki kemampuan lebih dibandingkan yang lainnya. Hal itu, mengakibatkan mahasiswa menjadi lemah akan penghargaan terhadap dirinya. Selain itu, faktor internal lain yang memengaruhi social loafingadalah kepercayaan diri. Penelitian yang dilakukan oleh Mukti (2013, h. 11)mengatakan bahwa ada hubungan negatif antara kepercayaan diri dengan social loafing. Rasa percaya diri yang rendah menjadikan mahasiswa enggan atau tidak bekerja sesuai dengan potensi yang dimiliki, sementara Lauster (dalam Yulianto dan Nashori, 2006, h. 58)mengungkapkan kepercayaan diri sebagai suatu sikap atau perasaan yakin akan kemampuan diri sendiri sehingga orang yang bersangkutan tidak cemas dalam melakukan tindakan-tindakannya, memiliki

8 tanggung jawab, dan sopan dalam berinteraksi dengan orang serta memiliki dorongan untuk berprestasi. Penelitian mengenai kepercayaan diri yang dilakukan oleh Yulianto dan Nashori (2006, h.60) mengatakan bahwa individu dengan rasa percaya diri tinggi dapat mencapai prestasi yang tinggi. Mahasiswa yang memiliki rasa percaya diri tinggi dapat mencapai prestasi yang tinggi karena percaya dengan segala kemampuan yang dimiliki. Dorongan berpretasi yang tinggi akan menurunkan kecenderungan individu untuk berperilaku social loafing. Dalam penelitian Siska, Sudardjo, dan Purnamaningsih (2003, h. 70)menunjukkan bahwa seseorang dengan kepercayaan diri yang tinggi memiliki komunikasi interpersonal yang baik, baik itu secara one to one dengan orang lain maupun dalam kelompok. Mahasiswa mampu melakukan komunikasi dan menjalin hubungan baik dengan orang lain tanpa mengalami kecemasan untuk bergabung dalam suatu kelompok sehingga mereka tidak akan bersikap pasif atau memilih diam ketika berada dalam kelompok. Maka mahasiswa yang memiliki kepercayaan diri yang rendah akan mudah melakukan social loafing atau sebagai social loafer. Sutanto dan Simanjuntak (2015, h. 41) mengatakan bahwa mahasiswa yang menganggap dirinya tidak memiliki kemampuan baik dalam mengerjakan tugas, maka mahasiswa tersebut akan memiliki kemungkinan kesulitan mengerjakan suatu tugas sehingga mendorong perilaku social loafing. Penelitian tersebut dapat dikaitkan bahwa tidak percaya diri merupakan ungkapan pernyataan ketidakmampuan

9 sesorang untuk melaksanakan atau mengerjakan sesuatu. Seseorang berpikir dan menilai negatif dirinya sendiri sehingga mendorong timbulnya perasaan berat dan tidak menyenangkan serta muncul dorongan untuk segera menghindari atas apa yang hendak dilakukannya itu(surya, 2009, h. 64). Dengan kata lain, perasaan negatif akan memengaruhi kemauan sesorang dalam berusaha. Mahasiswa yang memiliki rasa percaya diri yang rendah memiliki kecenderungan yang tinggi untuk melakukan social loafing karena berusaha menghindari tanggungjawabnya untuk mengerjakan tugas kelompok. Penelitian mengenai social loafing penting untuk dilakukan, mengingat mahasiswa dapat mengalami kecenderungan social loafing ketika berada di dalam kelompok.ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya social loafing, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Berdasarkan penelitian, faktor yang lebih banyak memberikan pengaruh pada terjadinya social loafing adalah faktor internal. Faktor eksternal yang sudah disebutkan di atas, akan memberikan pengaruh atau tidak, tergantung pada faktor internal yang dimiliki oleh setiap individu. Ketika faktor internalnya kuat, maka faktor eksternal tersebut memberikan pengaruh yang lemah terhadap terjadinya social loafing. Faktor internal yang akan diteliti adalah harga diri dan kepercayaan diri. Jika kedua faktor yang dimiliki oleh mahasiswa itu rendah, maka pada saat terlibat dalam pembelajaran kelompok menyebabkan mahasiswa berperilaku social loafing. Berdasarkan uraian dari penjelasan di atas mengenai fenomena social loafing yang terjadi pada mahasiswa dan hubungannnya dengan

10 harga diri dan kepercayaan diri sebagai faktor yang diprediksi dapat memengaruhi social loafing muncul pertanyaan Apakah ada hubungan antara harga diri dan kepercayaan diri dengan social loafing pada mahasiswa?. Oleh karena itu, peneliti akan melakukan penelitian dengan judul Hubungan antara harga diri dan kepercayaan diri dengan social loafing pada mahasiswa. B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui secara empiris hubungan antara harga diri dan kepercayaan diri dengan social loafing pada mahasiswa. C. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu psikologi maupun keperluan praktis. 1. Teoritis a. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan khususnya di bidang Psikologi Sosial mengenai hubungan antara harga diri dan kepercayaan diri dengan social loafing. b. Penelitian ini diharapkan dapat membantu peneliti lain yang membutuhkan informasi mengenai social loafing untuk dapat dijadikan sebagai bahan referensi.

11 2. Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada mahasiswa untuk mengatasi permasalahan social loafing dengan mempertimbangkan segi harga diri dan kepercayaan diri.