PENGARUH PURSED LIPS BREATHING

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. termasuk kelompok gangguan saluran pernapasan kronik ini. Dalam beberapa

BAB I PENDAHULUAN. peringkat kelima di seluruh dunia dalam beban penyakit dan peringkat

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

BAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur

BAB I PENDAHULUAN. Amerika dan mengakibatkan kematian jiwa pertahun, peringkat ke-empat

PENGARUH DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP NILAI ARUS PUNCAK EKSPIRASI PADA PENDERITA ASMA BRONKHIAL

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Penyakit Paru Obstruktif Kronik selanjutnya disebut PPOK atau

BAB I PENDAHULUAN. negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli

Uji Fungsi (lung function test) Peak flow meter

NASKAH PUBLIKASI DISUSUN UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN DALAM MENDAPAT GELAR SARJANA SAINS TERAPAN FISIOTERAPI. Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. SK/XI/2008 tentang pedoman pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik,

BAB I PENDAHULUAN. dengan kisaran usia 5-14 tahun (Gerald dkk, 2004). Prevalens asma di Indonesia belum

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada paru-paru terhadap partikel asing maupun gas (GOLD, 2013).

ANALISIS JURNAL PENGARUH LATIHAN NAFAS DIAFRAGMA TERHADAP FUNGSI PERNAFASAN PADA PASIEN

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

BAB 4 METODE PENELITIAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK EKSASERBASI AKUT PADA LAKI-LAKI LANSIA. Damayanti A. 1)

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

BAB I A. LATAR BELAKANG. morbiditas kronik dan mortalitas di seluruh dunia, sehingga banyak orang yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah hidup di zaman yang semakin berkembang, banyaknya inovasi yang telah bermunculan, hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of

BAB I PENDAHULUAN. dari penyebab kasus mortalitas dan morbiditas di negara-negara dengan. pendapatan tinggi dan pendapatan rendah.

Bab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW

PENGARUH RESPIRATORY MUSCLE EXERCISES TERHADAP PENURUNAN SESAK NAFAS (DYSPNEA)

Pemakaian obat bronkodilator sehari- hari : -Antikolinergik,Beta2 Agonis, Xantin,Kombinasi SABA+Antikolinergik,Kombinasi LABA +Kortikosteroid,,dll

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan. penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut.

BAB 1 PENDAHULUAN. Prevalensipenyakit paru obstruktif kronikdisingkat dengan PPOKterus

BAB I PENDAHULUAN. menerus, maka akan terjadi perubahan pada fungsi paru-paru mereka

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease)

BAB 1 PENDAHULUAN. polusi udara baik dalam maupun luar ruangan, serta polusi di tempat kerja. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang besar di dunia luas dengan prevalensi, dan biaya yang tinggi. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA KAPASITAS VITAL PAKSA DENGAN KUALITAS HIDUP PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS

: PPOK, Frekuensi pernafasan, Pursed lip breathing, Deep breathing

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang

PENGARUH INTERVENSI EDUKASI TENTANG SELF MANAGEMENT LATIHAN PURSED LIPS BREATHING TERHADAP EFIKASI DIRI DAN PEAK EXPIRATORY FLOW RATE PASIEN PPOK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau COPD (Chronic

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang lebih dari 25% populasi dewasa. (Smeltzer & Bare, 2001)

BAB I PENDAHULUAN. Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. biasanya progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA PENDERITA ASMA EKSASERBASI AKUT DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU-PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma.

BAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan yang baik atau kesejahteraan sangat diinginkan oleh setiap orang.

BAB I PENDAHULUAN. Sering juga penyaki-penyakit ini disebut dengan Cronic Obstruktive Lung

HUBUNGAN DERAJAT BERAT MEROKOK BERDASARKAN INDEKS BRINKMAN DENGAN DERAJAT BERAT PPOK

BAB I PENDAHULUAN. PPOK merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan beberapa efek

Indikasi Pemeriksaan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Cronic Obstruktive

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk-batuk terutama pada malam

LAMPIRAN 1 LEMBAR PEMERIKSAAN PENELITIAN

PENGARUH PEMBERIAN RENANG DAN PURSED LIP BREATHING UNTUK MENGURANGI SESAK NAFAS PADA KONDISI ASMA BRONKIAL

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. mengi, sesak nafas, batuk-batuk, terutama malam menjelang dini hari. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. teknologi menyebabkan kebutuhan hidup manusia semakin meningkat.

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut

BAB I PENDAHULUAN. Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) di Indonesia tahun mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur

I. PENDAHULUAN. membentuk suatu asam yang harus dibuang dari tubuh (Corwin, 2001). duktus alveolaris dan alveoli (Plopper, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. perioperatif untuk mendukung keberhasilan pembedahan (Sjamsuhidajat &

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan semakin tingginya penjanan faktor resiko, seperti faktor pejamu

Tintin Sukartini*, Ika Yuni Widyawati*, Yani Indah Sari**

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia sekarang sedang menanggung beban ganda dalam kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah

CURRICULUM VITAE. Nama : DR. Dr. Nur Ahmad Tabri, SpPD, K-P, SpP(K) Tempat, tanggal lahir : Ujung Pandang, 12 April 1959 Agama: Islam

PENGARUH FISIOTERAPI DADA TERHADAP EKSPEKTORASI SPUTUM DAN PENINGKATAN SATURASI OKSIGEN PENDERITA PPOK DI RSP DUNGUS MADIUN

PENINGKATAN FORCED EXPIRATORY VOLUME MELALUI LATIHAN BREATHING RETRAINING PADA PASIEN PPOK

ABSTRAK PENILAIAN KUALITAS HIDUP PASIEN PPOK RAWAT JALAN DENGAN METODE SAINT GEORGE S RESPIRATORY QUESTIONNAIRE (SGRQ)

BAB I PENDAHULUAN. Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan

STUDI KARAKTERISTIK PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK) DI RSUD A.W SJAHRANIE SAMARINDA PERIODE JANUARI- DESEMBER 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit paru-paru obstriktif kronis ( Chronic Obstrictive Pulmonary

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan pre post test design with control group, yang akan. mengungkapkan hubungan sebab akibat Active Cycle of Breathing

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan

PENGARUH YOGA TERHADAP KONTROL ASMA

PENGARUH SENAM ASMA TERHADAP FUNGSI PARU (KVP & FEV1) PADA WANITA ASMA DI BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BKPM) SEMARANG

Transkripsi:

PENGARUH PURSED LIPS BREATHING (PLB) TERHADAP NILAI FORCED EXPIRATORY VOLUME IN ONE SECOND (FEV1) PADA PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS DI RS PARU DR ARIO WIRAWAN SALATIGA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Dalam Mendapatkan Gelar Sarjana Fisioterapi Diajukan Oleh: Stefanie Kusuma Dewi J120131005 PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015 i

PENGESAHAN NASKAH PUBLIKASI Naskah Publikasi Ilmiah dengan judul Pengaruh Pursed Lips Breathing Terhadap Nilai Forced Exspiratory Volume In One Second (FEV1) Pada Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis di RS paru dr Ario Wirawan Salatiga Naskah Publikasi Ilmiah ini Telah Disetujui oleh Pebimbing Skripsi Untuk di Publikasikan di Universitas Muhammadiyah Surakarta DiajukanOleh: NAMA: STEFANIE KUSUMA DEWI NIM: J120131005 Pembimbing I Pembimbing II Agus Widodo, M.Kes Isnaini Herawati, S.Fis.Msc Mengetahui, Ka.ProdiFisioterapi FIK UMS (Isnaini Herawati, S.FT, M.Sc) ii

PENGARUH PURSED LIPS BREATHING (PLB) TERHADAP NILAI FORCED EXPIRATORY VOLUME IN ONE SECOND (FEV1) PADA PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS DI RS PARU DR ARIO WIRAWAN SALATIGA Stefanie Kusuma Dewi Program Studi SI Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Jl. A Yani Tromol Pos I Pabelan, Kartasura Surakarta E-mail: stefanie_kusumadewi@yahoo.com ABSTRAK Latar Belakang: PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) adalah Penyakit paru kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara didalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible, bersifat progresif, biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik. Gangguan ini dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama PPOK adalah merokok, asap polusi dari pembakaran, dan partikel gas berbahaya. Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Pursed lips Breathing Terhadap Nilai Forced Expiratory Volume In One Second (FEV1) pada penderita penyakit Paru Obstruksi Kronis di RS Paru DR Ario Wirawan Salatiga. Metode Penelitian: Penelitian ini telah dilakukan di RS Paru DR Ario Wirawan Salatiga pada tanggal 13 Januari 2015 13 Februari 2015. Metode penelitian ini menggunakan Quasi Experimental Design dengan pendekatan pre test and post test design. Populasi penelitian yang berjumlah 10 orang, sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi berjumlah 10 orang. Data yang diperoleh berdistribusi tidak normal, uji statistik menggunakan uji non parametrik. Hasil Penelitian: Analisis data dengan menggunakan Wilcoxon Test menunjukan nilai p 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Sehingga ada Pengaruh Pursed Lips Breathing (PLB) Terhadap Nilai Forced Expiratory Volume In One Second (FEV1) Pada Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis Di RS Paru DR Ario Wirawan Salatiga. Semoga penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat terutama pada penderita Penyakit Paru Obstruksi kronis. Kata kunci: Pursed Lips Breathing, Forced Expiratory Volume In One Second, Penyakit Paru Obstruksi Kronis iii

PENDAHULUAN PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara didalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible, bersifat progresif, biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik. Gangguan ini dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama PPOK adalah merokok, asap polusi dari pembakaran, dan partikel gas berbahaya (Gold, 2007). Berdasarkan data yang didapat dari pihak Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga, pada data tahun 2010, terdapat 4.714 pasien PPOK yang rawat jalan dan 604 pasien PPOK yang rawat inap, tahun 2011 terdapat 5281 pasien PPOK yang rawat jalan dan 806 pasien PPOK yang rawat inap, tahun 2012 terdapat 5309 pasien PPOK yang rawat jalan dan 828 pasien PPOK yang rawat inap sedangkan pada tahun 2013 terdapat 2873 pasien PPOK yang rawat jalan dan 791 pasien PPOK yang rawat inap. Penderita PPOK mengurangi aktifitas dan membuat penderita tidak aktif. Penderita PPOK akan jatuh ke dalam kondisi fisik yang merugikan akibat aktifitas yang rendah dan dapat mempengaruhi sistem respirasi, kardiovaskuler dan lainnya. Pada saat fungsi paru menurun, maka penderita untuk melakukan aktifitas sehari-hari akan menurun, keadaan ini menyebabkan kapasitas fungsional menjadi menurun dan kualitas hidup juga menurun. Jika fungsi paru menurun maka akan mempengaruhi nilai Forced Ekspiratory Volume in One Second (FEV1) juga akan menurun. Akibat dari penurunan FEV1 maka akan mempengaruhi derajat berat atau tingkat keparahan pada penderita PPOK semakin meningkat. Dikatakan normal bila spirometrinya menunjukkan FEV1 80%, FEV1 sedang bila spirometrinya menunjukkan 50% FEV1 < 80%, FEV1 berat bila spirometrinya menunjukkan 30% FEV1 < 50% dan FEV1 sangat berat bila spirometrinya menunjukkan FEV < 30%, FEV1 < 50% (Global Initiative for chronic Obstructive Lung Disease (2006) 1

Dengan melihat fakta tersebut dibutuhkan usaha untuk memperbaiki permasalahan pada penderita PPOK. Sebagai salah satu metode latihan pernapasan Pursed lips Breathing dapat menjadi alternatif dalam proses penatalaksanaan PPOK. Pursed lips Breathing merupakan latihan pernapasan dengan teknik bernafas secara perlahan dan dalam, menggunakan otot dada, sehingga memungkinkan dada mengembang penuh (Yunus, 2005). Dengan Pursed lips Breathing akan terjadi peningkatan tekanan pada rongga mulut, kemudian tekanan ini akan diteruskan melalui cabang-cabang bronkus sehingga dapat mencegah air trapping dan kolaps saluran nafas kecil pada waktu ekspirasi dan nilai Forced Ekspiratory volume in one second (FEV1) meningkat (Smeltzer et al.,2008). Dengan pemikiran seperti ini maka kiranya relevan jika penelitian ini mengusung judul Pengaruh Pursed Lips Breathing terhadap nilai Forced Ekspiratory Volume in One Second (FEV1) pada penderita PPOK peneliti ingin membuktikan sejauh mana Pursed Lips Breathing berdampak pada pencapaian udara normal pada pernapasan terutama saat ekspirasi pada pasien PPOK. TUJUAN Tujuan dari penelitian ini untuk memberikan gambaran tentang pengaruh Pursed Lips Breathing terhadap nilai Forced Ekspiratory Volume in One Second (FEV1) pada penderita PPOK. LANDASAN TEORI Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) adalah Penyakit paru kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara didalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible, bersifat progresif, biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik. Gangguan ini dapat dicegah dan dapat 2

diobati. Penyebab utama PPOK adalah merokok, asap polusi dari pembakaran, dan partikel gas berbahaya (Gold, 2007). Klasifikasi PPOK Tabel 1. Klasifikasi Tingkat Keparahan PPOK Tahap Keterangan Tahap I: Mild FEV1/FVC < 0,70 FEV1 80% predicted Tahap II: Moderate FEV1/FVC < 0,70 50% FEV1 < 80% predicted Tahap III: Severe FEV1/FVC < 0,70 30% FEV1 < 50% predicted Tahap IV: Very Severe FEV1/FVC < 0,70 FEV < 30% predictedor FEV1 < 50% predicted plus chronic respiratory failure Sumber : Global Initiative for chronic Obstructive Lung Disease (2006) Tabel 2. Klasifikasi PPOK Berdasarkan tahapan Penyakit Tahap Tahap I: Mild Tahap II: Moderate Keterangan Keterbatasan aliran udara ringan FEV1/ FVC < 0,70 FEV1 80% Gejala batuk kronis Sputum produktif Pasien tidak menyadari adanya penurunan fungsi paru Keterbatasan aliran udara buruk FEV1/FVC < 0,70; 50% FEV1 < 80% batuk Kronis 3

Sputum produktif Sesak nafas saat aktifitas pasien mulai mencari pelayanan kesehatan karena keluhannya Keterbatasan aliran udara buruk FEV1/FVC < 0,70; 30% FEV1 < 50% Tahap III: Severe Batuk kronis Sputum produktif Sesak nafas sangat berat Mengurangi aktifitas, kelelahan Eksaserbasi berulang Mengurangi kualitas hidup Keterbatasan aliran udara sangat buruk FEV1/FVC < 0,70; 30% FEV1 < 50% Tahap IV: Very Severe ditambah kegagalan nafas kronis Gagal nafas (PaO2: < 60 mmhg, dengan atau tanpa Pa CO2, 50 mmhg Gagal nafas (PaO2: <60 mmhg, dengan atau tanpa Pa CO2, 50 mmhg Batuk kronis Sputum produktif Sesak nafas sangat berat Eksaserbasi berulang Mengurangi kualitas hidup Terjadi komplikasi gagal jantung Mengancam nyawa Sumber : Global Initiative for chronic Obstructive Lung Disease (2006) 4

Force Ekspiratory Volume In One Second ( FEV1) Forced Ekspiratory Volume In One Second (FEV1) atau Volume Ekspirasi Paksa detik pertama (VEP1) adalah kecepatan ekspirasi maksimal yang bisa dicapai seseorang, dinyatakan dalam satu detik pertama pada saat melakukan manuver. Nilai FEV1 dapat diperoleh dari pemerikssaan spirometri (Subagyo,2013). Spirometri merupakan metode pengukuran perpindahan udara ke dalam atau keluar paru selama manuver pernapasan tertentu (pada saat ekspirasi) (Raharjoe,2008). Kemudian menghembuskannya secara cepat dan keras ke katub dari alat tersebut. Pada waktu menggunakan spirometri, grafik akan terekam (Harahap & Aryastuti,2012). Keberhasilan sangat bergantung pada kerjasama dan kemampuan penderita. Untuk mencapai hasil yang baik, penderita harus benarbenar mengerti dan dapat menjalankan instruksi (Raharjo, 2008). Nilai prediksi FEV1 diperoleh berdasarkan umur, tinggi badan, jenis kelamin, dan ras serta batasan normal variabilitas diurnal. Secara patologis partikel dan gas beracun menyebabkan hyperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran pernapasan dan bronkokontriksi akut. Selain itu partikel juga dapat menyebabkan inhibisi aktifitas sel rambut getar, magrofag alveolar dan surfaktan (Ignatavicius & Workman (2006). Aliran udara pada ekspirasi yang dipaksakan merupakan hasil keseimbangan dari rekoil elastis dari paru yang membuat udara keluar dari paru dan resistensi saluran napas yang menghalangi udara keluar dari paru. Pada penderita PPOK terjadi peningkatan resistensi saluran napas sehingga udara yang dikeluarkan saat ekspirasi berkurang. Pada penderita PPOK sering terjadi penjebakan udara air trapping (mengakibatkan naiknya volume residu dan rasio volume residu dengan kapasitas paru total) dan hiperinflasi progresif (naiknya kapasitas paru total) pada kondisi lanjut. Hiperinflasi pada thorax selama pernapasan tidal memaksimalkan aliran udara ekspirasi, karena peningkatan volume paru akan meningkatkan rekoil elastis dari paru dan pembesaran saluran napas sehingga resistensi saluran napas menurun. Hiperinflasi dapat 5

mengkompensasi obstruksi saluran napas namun disisi lain hiperinflasi dapat merugikan. Hiperinflasi dapat menurunkan diafragma sehingga inspirasi yang dilakukan pasien tidak maksimal, otot-otot inspirasi harus bekerja lebih keras. Ventilasi yang tidak merata pada PPOK terjadi akibat dari tidak meratanya obstruksi saluran napas dan kerusakan pada parenkim paru.. Seseorang dikatakan masih dalam batas skala normal bila spirometrinya menunjukkan FEV1 80%, FEV1 sedang bila spirometrinya menunjukkan 50% FEV1 < 80%, FEV1 berat bila spirometrinya menunjukkan 30% FEV1 < 50% dan FEV1 sangat berat bila spirometrinya menunjukkan FEV < 30%, FEV1 < 50% (Yunus, 2003). Pursed Lips Breathing (PLB) Komponen-komponen partikel dan gas beracun merangsang terjadinya peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang paru. Akibat hilangnya daya elastisitas paru pada PPOK menyebabkan hiperinflasi dan obstruksi jalan nafas kronik yang mengganggu proses ekspirasi sehingga volume udara yang masuk dan keluar tidak seimbang dan terdapat udara yang terjebak/air trapping (Gold, 2007). Pursed lips Breathing dilakukan untuk mendapatkan pengaturan nafas yang lebih baik dari nafas sebelumnya yaitu pernapasan cepat dan dangkal menjadi pernafasan yang lebih lambat dan dalam Tujuan Pursed lips Breathing adalah memperbaiki kelenturan rongga dada serta diafragma, dapat melatih otot-otot ekspirasi untuk memperpanjang ekhalasi dan meningkatkan tekanan jalan nafas selama ekspirasi, dengan demikian mengurangi jumlah tahanan dan jebakan udara / air trapping. Latihan ini juga dapat membantu menginduksikan pola nafas terutama frekuensi nafas menjadi lambat dan dalam (Yunus, 2005). Latihan nafas dalam juga akan meningkatkan oksigenasi dan membantu sekret atau mukus keluar dari jalan nafas sehingga dapat meningkatkan FEV1 (Speer, 2007). 6

Dengan Pursed lips Breathing akan terjadi peningkatan tekanan pada rongga mulut, kemudian tekanan ini akan diteruskan melalui cabang-cabang bronkus sehingga dapat mencegah air trapping dan kolaps saluran nafas kecil pada waktu ekspirasi. Apabila terjadi peningkatan tekanan pada rongga mulut dan tekanan ini diteruskan melalui cabang-cabang bronkus maka akan meningkatkan nilai Forced Ekspiratory Volume in One Second (FEV1) pada PPOK (Smeltzer et al., 2008). Teknik Pursed Lips Breathing diantaranya meliputi: 1) mengatur posisi pasien dengan semi fowler/fowler ditempat tidur/kursi; 2) pasien menarik nafas melalui hidung sampai hitungan 3 detik sampai dada terasa mengembang maksimal, jaga mulut tetap tertutup selama inspirasi, tahan nafas selama 2 detik; 3) menghembuskan nafas melalui bibir yang dirapatkan dan sedikit terbuka (mencucu) dalam 7 detik; 4) melakukan pengulangan 6 kali dengan jeda 2 detik setiap pengulangan 5) setiap pengulangan latihan ini dilakukan setiap hari selama 3 hari (Ignatavicius & Workman (2006). METODE Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Paru dr.ario Wirawan Salatiga yang akan dilaksanakan pada tanggal 13 Januari 2015 sampai 13 Februari 2015. Populasi dalam penelitian ini 10 subjek penderita PPOK yang berada di Rumah Sakit Paru dr.ario Wirawan Salatiga. Penelitian ini menggunakan teknik konsekutif sampling yaitu semua sampel yang ada dan memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah yang diperlukan terpenuhi. Adapun teknik pengambilan sampel dengan mengacu pada kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Nilai FEV1 adalah dengan pemeriksaan Spirometri. Spirometri merupakan metode pengukuran perpindahan udara kedalam atau keluar paru selama manuver pernafasan tertentu. Spirometri yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Spirolab MIR III tahun 2009. Subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini 10 subjek, sehingga dapat diasumsikan bahwa data berdistribusi 7

tidak normal maka dilakukan uji non parametric Kelompok pre dan post merupakan kelompok dua berpasangan, analisa data yang digunakan Wilcoxon Test. HASIL PENELITIAN Berdasarkan data 1 yang diperoleh pada penelitian ini, usia subjek paling banyak pada kelompok kontrol adalah usia 65-70 tahun dan 71-76 tahun masing - masing sebanyak 2 orang (40%) dan paling sedikit usia 58-64 tahun sebanyak 1 orang (20%). Pada kelompok perlakuan, subjek paling banyak usia 71-76 sebanyak 3 orang (60%), sedangkan paling sedikit usia 58-64 tahun dan 65-70 tahun jumlah subjek yaitu sebanyak 1 orang (20%). Mayoritas pasien PPOK pada kedua kelompok ialah usia 71-76 tahun. Berdasarkan data 2 pada penelitian ini, pada kelompok kontrol paling banyak adalah perempuan yaitu sebanyak 3 orang (60%), sedangkan subjek lakilaki sebanyak 2 orang (40%). Pada kelompok perlakuan, paling banyak adalah subjek perempuan yaitu sebanyak 4 orang (80%), sedangkan subjek laki-laki sebanyak 1 orang (20%). Total subjek paling banyak adalah subjek perempuan dengan jumlah 7 orang (70%) dan subjek paling sedikit adalah subjek laki-laki dengan jumlah 3 orang (30%). Banyak penelitian menunjukkan bahwa perempuan rentan tekena penyakit PPOK, hal ini diduga adanya pengaruh perubahan gaya hidup, asap polusi, pembakaran dan partikel gas berbahaya yang secara patologis dapat menyebabkan inhibisi aktifitas sel rambut getar, maggrofag alveola dan surfaktan sehingga dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas kronis. Berdasarkan data 3 pada penelitian ini diketahui rata-rata nilai FEV 1 pre test kelompok kontrol 38.20, standard deviation 8,585, nilai minimum 31 dan nilai maksimum 51. FEV 1 pre test kelompok kontrol 41.00, standard deviation 8,718, nilai minimum 34 dan nilai maksimum 54. Berdasarkan data 4 pada penelitian ini diketahui rata-rata nilai FEV 1 pre test kelompok perlakuan 48,00, standard deviation 15,033, nilai minimum 31 dan nilai 8

maksimum 65, sedangkan nilai FEV 1 post test kelompok perlakuan 61,80, standard deviation 15,353, nilai minimum 44 dan nilai maksimum 77. Penelitian dilakukan selama 1 bulan mulai tanggal 13 Januari 2015 13 Februari 2015. Dengan intervensi Purced Lips Breathing, dengan dosis yaitu melakukan pengulangan 6 kali dengan jeda 2 detik setiap pengulangan, latihan ini dilakukan setiap hari selama 3 hari Pada kelompok perlakuan. Kelompok kontrol tidak diberikan intervensi. Sebelum intervensi, dilakukan pemeriksaan pengukuran Forced Expiratory Volume In One Second (FEV1) dengan alat Spirolab MIR III tahun 2009 pada kedua kelompok. Intervensi dimulai tanggal 16 Januari 2015 dan berakhir tanggal 13 Februari 2015. Pengambilan evaluasi pengukuran nilai Forced Expiratory Volume In One Second (FEV1) setelah intervensi terakhir. Hasil analisa menunjukan adanya peningkatan nilai Forced Expiratory Volume In One Second (FEV1) lebih tinggi pada kelompok perlakuan dibandingkan pada kelompok kontrol. Pada uji statistik menggunkan uji wilcoxon pada kedua kelompok terlihat hasilnya signifikan. Subjek pada kelompok kontrol tidak diberikan intervensi Purced Lips Breathing tetapi subjek pada kedua kelompok ini baik kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol tetap mendapat perawatan sesuai prosedur. Tindakan perawatan yang diberikan antara lain medika mentosa. Hal ini menunjukkan bahwa perawatan yang diberikan dapat memperbaiki fungsi paru penderita PPOK melalui peningkatan nilai Forced Expiratory Volume In One Second (FEV1). Latihan menghirup dan menghembuskan udara secara perlahan dan dalam yang dilakukan secara periodik atau terus-menerus merupakan kegiatan yang terpola antara kontrol pusat pernapasan dengan kombinasi kemampuan kinerja otot pernapasan, compliance paru, dan struktur rangka dada yang dapat menghasilkan adaptasi terhadap ritme dan kecepatan pernapasan (Guyton & Hall, 2006). Penderita PPOK mengurangi aktifitas dan membuat penderita tidak aktif. Penderita PPOK akan jatuh ke dalam kondisi fisik yang merugikan akibat aktifitas 9

yang rendah dan dapat mempengaruhi sistem respirasi, kardiovaskuler dan lainnya. Pada saat fungsi paru menurun, maka penderita untuk melakukan aktifitas sehari-hari akan menurun, keadaan ini menyebabkan kapasitas fungsional menjadi menurun dan kualitas hidup juga menurun. Jika fungsi paru menurun maka akan mempengaruhi nilai Forced Ekspiratory Volume in One Second (FEV1) juga akan menurun. Akibat dari penurunan FEV1 maka akan mempengaruhi derajat berat atau tingkat keparahan pada penderita PPOK semakin meningkat. Dengan melihat fakta tersebut dibutuhkan usaha untuk memperbaiki permasalahan pada penderita PPOK. Sebagai salah satu metode latihan pernapasan Pursed lips Breathing dapat menjadi alternatif dalam proses penatalaksanaan PPOK.Pursed lips Breathing merupakan latihan pernapasan dengan teknik bernafas secara perlahan dan dalam, menggunakan otot dada, sehingga memungkinkan dada mengembang penuh (Yunus,2005). Komponenkomponen partikel dan gas beracun merangsang terjadinya peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang paru. Akibat hilangnya daya elastisitas paru pada PPOK menyebabkan hiperinflasi dan obstruksi jalan nafas kronik yang mengganggu proses ekspirasi sehingga volume udara yang masuk dan keluar tidak seimbang dan terdapat udara yang terjebak/air trapping (Gold, 2007). Dengan Pursed lips Breathing akan terjadi peningkatan tekanan pada rongga mulut, kemudian tekanan ini akan diteruskan melalui cabang-cabang bronkus sehingga dapat mencegah air trapping dan kolaps saluran nafas kecil pada waktu ekspirasi dan nilai Forced Ekspiratory volumeinone second (FEV1) meningkat (Smeltzer et al.,2008). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dari penelitian ini bahwa ada pengaruh Pursed Lips Breathing (PLB) terhadap nilai Forced Ekspiratory Volume in One Second (FEV1) pada penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis di RS Paru DR Ario Wirawan salatiga 10

Saran dalam penelitian ini adalah: Pada penderita PPOK diberikan saran untuk mengontrol PPOK dengan kenali PPOK anda termaksud jenis yang ringan atau berat, kenali pencetusnya, kenali obat-obatan yang biasa dipakai secara benar dan sesuai resep dokter, dan kontrol ke dokter jangan hanya saat kambuh. Pursed Lips Breathing dapat digunakkan sebagai penangulangan kesehatan terutama untuk penderita PPOK. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sempel yang lebih banyak dan variabel lain yang diteliti untuk penelitian yang lebih baik sehingga dapat diraih hasil yang luas dan lebih bervariatif. Penyeragaman sempel dalam kelompok untuk penelitian berikutnya. 11

DAFTAR PUSTAKA Alsagaff, H. 2004. COPD Overview. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Penyakit Paru Naskah lengkap Chronis Obstructive Pulmonary Disease Amin, M. 2005. Patogenesis dan Pengobatan Pada Penyakit Paru Obstruksi Kronis. kongres Nasional X PDPI Bahar, A. 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronik Pedoman Penatalaksaan Global Terbaru. Dalam: Pertemuan Ilmiah Nasional I (PB PAPDI) 2003. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI, pp: 34-46 Depkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan kementrian kesehatan RI. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management and Prevention. USA, GOLD 2007, p:http://www.goldcopd.com/guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intid=989. (10 2009) Pehimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2001. PPOK Pedoman Diagnosa dan Penatalaksanaan di Indonesia. PDPI, 2001 Pehimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2003. PPOK Pedoman Diagnosa dan Penatalaksanaan di Indonesia. PDPI, 2003 Pehimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2004. PPOK Pedoman Diagnosa dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI 2004, pp: 1-18 Soriano, J.B., Visick, G.T., Muellerova, H., Payvandi, N., Hansell, A.L. 2005. Patterns of comorbidities in newly diagnosa COPD and asthma in primary care. CHEST 2005; 128:2099-2107 Standford, A.J., Silverman, E.K. 2002. Chronic obstruktive pulmonary disease. 1. Susceptibility factors for COPD the genotype-environtment interaction. Thorax 2002; 57: 736-41 Suradi.2009. Pengaruh Rokok pada Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) tinjauan phatogenesis klinis dan sosial. Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret. Diakses dari http:www.uns.ac.id/dev/web Yunus,Faisal.2000.Jurnal Internasional Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruksi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Dinkes DIY. (2007) Penyakit Degeneratif di provinsi DIY tahun 2004-2006. Yogyakarta: Dinas Kesehatan Propinsi DIY Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI).(2004) pedoman Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan PPOK di Indonesia Revisi Juni 2004.Jakarta:PDPI 12