APLIKASI ANALISIS KLASTER PADA DATA SIMULASI INDEKS GEOMAGNET LOKAL

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS MULTIVARIAT PADA DATA INDEKS GEOMAGNET GLOBAL

PREDIKSI BINTIK MATAHARI UNTUK SIKLUS 24 SECARA NUMERIK

Analisis Cluster, Analisis Diskriminan & Analisis Komponen Utama. Analisis Cluster

PENENTUAN JUMLAH CLUSTER OPTIMAL PADA MEDIAN LINKAGE DENGAN INDEKS VALIDITAS SILHOUETTE

BAB III K-MEANS CLUSTERING. Analisis klaster merupakan salah satu teknik multivariat metode

PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN BARAT BERDASARKAN INDIKATOR DALAM PEMERATAAN PENDIDIKAN MENGGUNAKAN METODE MINIMAX LINKAGE

PENGGEROMBOLAN SMA/MA DI KOTA PADANG BERDASARKAN INDIKATOR MUTU PENDIDIKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE CLUSTER ENSEMBLE

BAB I PENDAHULUAN. Analisis statistik multivariat adalah metode statistik di mana masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya didasarkan pada

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN TEORI. linier, varian dan simpangan baku, standarisasi data, koefisien korelasi, matriks

BAB III K-MEDIANS CLUSTERING

LABORATORIUM DATA MINING JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA. Modul II CLUSTERING

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI

Analisis Faktor Komponen Bahan Non Makanan pada Klaster Ketiga

Analisis Dan Pembahasan

Tabel 6 Daftar peubah karakteristik

BAB II LANDASAN TEORI

PERAN DIMENSI FRAKTAL DALAM RISET GEOMAGSA

Cluster Analysis. Hery Tri Sutanto. Jurusan Matematika MIPA UNESA. Abstrak

Analisis Klaster untuk Pengelompokan Kemiskinan di Jawa Barat Berdasarkan Indeks Kemiskinan 2016

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 3, No.2, September 2014

PENGELOMPOKAN DESA/KELURAHAN DI KOTA DENPASAR MENURUT INDIKATOR PENDIDIKAN

Klasifikasi Kecamatan Berdasarkan Nilai Akhir SMA/MA di Kabupaten Aceh Selatan Menggunakan Analisis Diskriminan

Anisa Bella Fathia, Dewi Rachmatin, Jarnawi Afgani Dahlan, Departemen Pendidikan Matematika FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia

KOMPARASI ANALISIS GEROMBOL (CLUSTER) DAN BIPLOT DALAM PENGELOMPOKAN

PENENTUAN KEMIRIPAN TOPIK PROYEK AKHIR BERDASARKAN ABSTRAK PADA JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA MENGGUNAKAN METODE SINGLE LINKAGE HIERARCHICAL

PERANCANGAN KONFIGURASI JARINGAN DISTRIBUSI PRODUK BISKUIT MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA (Studi Kasus: PT. EP)

PENGELOMPOKAN PROVINSI DI INDONESIA BERDASARKAN PERSENTASE RUMAH TANGGA MENURUT KUALITAS FISIK AIR MINUM DENGAN MENGGUNAKAN K-MEANS CLUSTER

Perancangan Sistem Pembagian Kelas Kuliah Mahasiswa dengan Kombinasi Metode K-Means dan K-Nearest Neighbors

KLASIFIKASI SISWA KELAS UNGGULAN MENGGUNAKAN FUZZY C-MEANS

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN ISSN : VOL. 2 NO. 1 SEPTEMBER 2010

Jumlah persentase ini tidak harus persis seperti diatas tetapi bisa bervariasi tergantung di perusahaan mana metode ini diterapkan.

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Uji Hipotesis

MODEL EMPIRIS HARI TENANG VARIASI MEDAN GEOMAGNET DI STASIUN GEOMAGNET TONDANO MANADO

Resume Regresi Linear dan Korelasi

Fuzzy C-means Clustering menggunakan Cluster Center Displacement

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya didasarkan pada

BAB II LANDASAN TEORI. yang terdiri dari komponen-komponen atau sub sistem yang berorientasi untuk

KLASTERISASI KOMPETENSI GURU MENGGUNAKAN HASIL PENILAIAN PORTOFOLIO SERTIFIKASI GURU DENGAN METODE DATA MINING

DISTRIBUSI POSISI FLARE YANG MENYEBABKAN BADAI GEOMAGNET SELAMA SIKLUS MATAHARI KE 22 DAN 23

BAB III ANALISIS FAKTOR. berfungsi untuk mereduksi dimensi data dengan cara menyatakan variabel asal

PENENTUAN HUBUNGAN EKSPONEN SPEKTRAL DAN DIMENSI FRAKTAL SINYAL ULF GEOMAGNET

PROSIDING ISSN: M-14 ANALISIS K-MEANS CLUSTER UNTUK PENGELOMPOKAN KABUPATEN /KOTA DI JAWABARAT BERDASARKAN INDIKATOR MASYARAKAT

(M.8) STRATEGI PENILAIAN SAHAM BERDASARKAN UKURAN TINGKAT LIKUIDITASNYA SEBAGAI ACUAN PENDUKUNG INDEKS LQ45

IDENTIFIKASI FAKTOR PENDORONG PERNIKAHAN DINI DENGAN METODE ANALISIS FAKTOR

Uji Hipotesis. Atina Ahdika, S.Si, M.Si. Universitas Islam Indonesia 2015

BAB III PEREDUKSIAN RUANG INDIVIDU DENGAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA. Analisis komponen utama adalah metode statistika multivariat yang

PENGGUNAAN METODE PENGKLASTERAN UNTUK MENENTUKAN BIDANG TUGAS AKHIR MAHASISWA TEKNIK INFORMATIKA PENS BERDASARKAN NILAI

TEMU KEMBALI INFORMASI BERDASARKAN LOKASI PADA DOKUMEN YANG DIKELOMPOKKAN MENGGUNAKAN METODE CENTROID LINKAGE HIERARCHICAL

*Corresponding Author:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konsep-konsep dasar pada QUEST dan CHAID, algoritma QUEST, algoritma

Analisis Perbandingan Algoritma Fuzzy C-Means dan K-Means

Aplikasi Graf pada Deskripsi Sistem Lokalisasi Robot Humanoid dengan Metode Monte Carlo Localization dan K Means Clustering

APLIKASI ALGORITMA FUZZY C-MEANS CLUSTERING UNTUK PENGELOMPOKKAN LULUSAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pengelompokan Data dengan Metode...(Luh Joni Erawati Dewi)

PERBANDINGAN HASIL ESTIMASI PARAMETER GENERALIZED SPACE TIME AUTOREGRESSIVE (GSTAR) DENGAN VARIABEL EKSOGEN BERTIPE METRIK

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KLASTER UNTUK PENENTUAN KARAKTERISTIK KELOMPOK WILAYAH BERDASARKAN INTENSITAS BENCANA ALAM YANG TERJADI DI DESA PESISIR

ANALISIS FNS UNTUK SUATU SINYAL ULF GEOMAGNET

KETEPATAN PENGKLASIFIKASIAN FUNGSI DISKRIMINAN LINIER ROBUST DUA KELOMPOK DENGAN METODE FAST MINIMUM COVARIATE DETERMINANT (FAST MCD)

Ari Kurniawan

ANALISIS FAKTOR RESIKO PADA KEJADIAN BERAT BADAN BAYI LAHIR DI BAWAH NORMAL DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

INDEPT, Vol. 1, Februari 2011 ISSN

Universitas Negeri Malang Kata Kunci: cluster, single linkage, complete linkage, silhouette, pembangunan manusia.

Uji Kebebasan Multivariat Berdasarkan Graf

DETEKSI MAHASISWA BERPRESTASI DAN BERMASALAH DENGAN METODE K- MEANS KLASTERING YANG DIOPTIMASI DENGAN ALGORITMA GENETIKA

Pertemuan 14 HIERARCHICAL CLUSTERING METHODS

STUDI KORELASI STATISTIK INDEKS K GEOMAGNET REGIONAL MENGGUNAKAN DISTRIBUSI GAUSS BERSYARAT

BAB III PEMBAHASAN. survei yang dilakukan BPS pada 31 Oktober Langkah selanjutnya yang

CLUSTERING MENGGUNAKAN K-MEANS ALGORITHM (K-MEANS ALGORITHM CLUSTERING)

Ada beberapa kasus khusus dalam simpleks. Kadangkala kita akan menemukan bahwa iterasi tidak berhenti, karena syarat optimalitas atau syarat

KECENDERUNGAN PENELITI DALAM MEMILIH MEDIA KOMUNIKASI ILMIAH SEBAGAI PUBLIKASI HASIL LITBANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penerapan Hybrid Hierarchical Clustering Via Mutual Cluster dalam Pengelompokan Kabupaten di Jawa Timur Berdasarkan Variabel Sektor Pertanian

BAB III PEMBAHASAN. Analisis cluster merupakan analisis yang bertujuan untuk. mengelompokkan objek-objek pengamatan berdasarkan karakteristik yang

1.2 Rumusan Masalah 1.3 Batasan Masalah 1.4 Tujuan Penelitian

Prediksi Indeks Saham Syariah Indonesia Menggunakan Model Hidden Markov

METODE CLUSTERING DENGAN ALGORITMA K-MEANS. Oleh : Nengah Widya Utami

Semakin besar persentase CCR yang dihasilkan, maka tingkat akurasi yang dihasilkan semakin tinggi (Hair et. al., 1995).

METODE MAX MIN VOGEL S APPROXIMATION METHOD UNTUK MENEMUKAN BIAYA MINIMAL PADA PERMASALAHAN TRANSPORTASI

Penggunaan Kernel PCA Gaussian dalam Penyelesaian Plot Multivariat Non Linier. The Use of Gaussian PCA Kernel in Solving Non Linier Multivariate Plot

PENINGKATAN KINERJA ALGORITMA K-MEANS DENGAN FUNGSI KERNEL POLYNOMIAL UNTUK KLASTERISASI OBJEK DATA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam menyusun skripsi ini menggunakan

Clustering Terhadap Indeks Prestasi Mahasiswa STMIK Akakom Menggunakan K-Means

PERBANDINGAN METODE COEFFICIENT OF DETERMINATION RATIO DAN REGRESI DIAGNOSTIK DALAM MENDETEKSI OUTLIER PADA ANALISIS REGRESI LINIER BERGANDA

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Biplot Biasa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dapat digunakan formulasi sebagai berikut : Letak Letak Letak

BAB III METODE PENELITIAN. Alasan memilih Ciputra Taman Dayu Pandaan dikarenakan Ciputra Taman Dayu

UKDW BAB I PENDAHULUAN

ANALISIS FUNGSI AKTIVASI RBF PADA JST UNTUK MENDUKUNG PREDIKSI GANGGUAN GEOMAGNET

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini penelitian sering kali melibatkan beberapa variabel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. studi yang pernah dilakukan yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu bisa dilihat

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

Seminar Nasional Statistika I Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 7 November 009 APLIKASI ANALISIS KLASTER PADA DATA SIMULASI INDEKS GEOMAGNET LOKAL John Maspupu Pusfatsainsa LAPAN, Jl. Dr. Djundjunan No. 133 Bandung 40173, Tlp. 060160 Pes. 106. Fax. 06014998 E-mail: john_mspp@yahoo.com Abstrak Makalah ini membahas suatu aplikasi analisis pengklasteran pada data simulasi indeks geomagnet lokal dari beberapa tempat observasi (stasion geomagnet-sg). Indeks geomagnet lokal yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah indeks K. Perincian dari indeks K ini dapat dijelaskan sebagai berikut, untuk K = 0 atau 1 ditafsirkan sebagai tingkat gangguan geomagnet yang sangat rendah. Kemudian untuk K = atau 3 atau 4 ini mengindikasi tingkat gangguan geomagnet yang sedang. Selanjutnya untuk K = 5 atau 6 atau 7 atau 8 atau 9, ini berarti tingkat gangguan geomagnet yang sangat tinggi. Adapun tujuan pembahasan makalah ini adalah untuk mengklasifikasi frekuensi-frekuensi observasi atau selang-selang waktu pengamatan indeks K, ke dalam bentuk klaster-klaster yang relatif homogen, sesuai dengan pertimbangan empiris. Pada proses pengelompokkan ini, banyaknya klaster harus lebih sedikit daripada banyaknya frekuensi observasi semula. Namun tidak mengurangi sedikitpun informasi yang terkandung dalam data aslinya (data awal indeks K). Selain itu prosedur yang digunakan untuk merealisasi tujuan di atas ini adalah klaster hirarki (hierarchical clustering), disertai dengan ukuran jarak maupun tahapan metodenya, yaitu jarak yuklidian (Eucledean distance) dan metode Ward (Ward s method) serta metode pusat (centroid method). Hasil yang diperoleh dari aplikasi analisis klaster ini nantinya mempunyai kontribusi didalam analisa kondisi geomagnet lokal (tingkat gangguan geomagnet) di setiap klaster observasi indeks K. Kata kunci : observasi indeks K, Klaster hirarki, Jarak Yuklidian, Metode Ward dan pusat. 1. Pendahuluan Konsep pengklasteran adalah suatu bagian analisis interdependensi yang fokusnya pada objek pengamatan (bukan pada variabel observasi). Selain itu analisis klaster juga merupakan salahsatu teknik statistik multivariat yang digunakan untuk pengelompokkan objek-objek pengamatan, secara homogen atau relatif homogen dalam kelompoknya. Namun sangat heterogen diantara kelompok yang satu dengan lainnya. Selain itu publikasi 1

tentang analisis klaster ini dapat dibaca pada referensi [5], begitu juga peran analisis klaster ini telah diterapkan pada pengamatan dan penelitian data-data atmosfer ( lihat [] ). Selain itu beberapa aplikasi pengklasteran pernah dilakukan oleh Kalkstein dan kawan-kawannya dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan iklim ataupun cuaca ( lihat [3] ). Pada tahun 1993, Cheng dan Wallace juga pernah mengaplikasikan analisis klaster pada data geopotensial untuk mengidentifikasi jenis-jenis aliran fluida di atmosfer ataupun di ruang antar planet ( lihat [1] dan [4] ). Oleh karena itu dengan mempertimbangkan beberapa referensi yang telah dikemukakan di atas, muncul pemikiran untuk mengaplikasikan analisis klaster ini pada data simulasi indeks geomagnet lokal. Dengan demikian tujuan pembahasan makalah ini adalah untuk mengklasifikasi frekuensi-frekuensi observasi atau selang-selang waktu pengamatan indeks K, ke dalam bentuk klaster-klaster yang relatif homogen, sesuai dengan pertimbangan fisis tertentu. Namun yang menjadi masalah adalah bagaimana proses pengklasteran ini dilakukan? Dan berapa banyak klaster yang cocok untuk kasus ini?. Kemudian infomasi seperti apa yang diperoleh dari hasil pengklasteran kasus ini?. Untuk menjawab semua permasalahan di atas ini, perlu disusun suatu metodologi yang tepat serta dapat memberikan solusi secara tuntas dan bermanfaat.. Metodologi Konsep yang digunakan dalam pembahasan makalah ini adalah menyangkut analisa klaster dengan pilihan prosedur dan ukuran jarak pada klaster hirarki (hierarchical clustering) dan jarak yuklidian (Eucledean distance). Sedangkan fokus metodenya pada metode Ward (Ward s method) dan metode pusat (centroid method). Jarak yuklidian maupun kedua metode di atas ini dapat dilihat pada referensi [6]. Selanjutnya tahapan analisis klaster ini dapat dijabarkan dalam beberapa langkah berikut : i). Kompilasi data pengamatan (data asli) dan tentukan variabel yang akan digunakan untuk pengklasteran, dengan syarat variabel yang dipilih harus dapat menyatakan kemiripan antar objek dan juga mempunyai relevansi dengan masalah riset tersebut. ii). Lakukanlah standarisasi data variabel asli dengan menggunakan variabel transformasi ij * = ij S j j, dalam hal ini 1 n n j ij i 1 S 1 n dan ), j = 1,...,K. j n i 1 ( ij j iii). Memilih ukuran jarak yang diperlukan untuk mengakses kemiripan objek-objek tersebut. Pada pembahasan kasus dalam makalah ini dipilih ukuran jarak

yuklidian(antara dua objek x i dan x j ) yang mengikuti formulasi berikut di bawah ini, K ( d ij wk xik xjk) dengan bobot jarak 1 k 1 1 3 wk, untuk setiap k = 1,,..., K. iv). Memilih prosedur pengklasteran, dalam hal ini telah ditentukan klaster hirarki dengan alur klasifikasi prosedurnya sebagai berikut : Hirarki Aturan aglomeratif Metode Ward dan pusat. Pengklasteran dengan aturan aglomeratif artinya dimulai dari setiap objek dalam suatu klaster yang terpisah. Kemudian klaster dibentuk dengan cara mengelompokkan objek- objek tersebut sehingga semakin bertambah banyak objek yang terlibat menjadi anggota klaster. Proses ini diteruskan sampai semua objek menjadi anggota dari suatu klaster tunggal. Selain itu tahapan metode Ward dan pusat dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Bentuklah n klaster sesuai dengan n objek pengamatan dan hitung rata-rata klaster (cluster centroid) yaitu rata-rata variabel dari semua objek dalam setiap klaster dengan formulasi 1 K K i ij j 1, i = 1,..., n dan j = 1,..., K. Dalam hal ini K adalah banyaknya variabel dan n merupakan banyaknya objek (frekuensi observasi). b. Hitung jarak yuklidian dari setiap objek ke rata-rata klaster dengan formulasi ( sebagai berikut, ) ij i, i = 1,..., n dan j = 1,..., K. c. Jumlahkan jarak yuklidian untuk masing-masing klaster dengan formulasi sebagai K berikut, J i = ( ij i), i = 1,...,n. j 1 d. Hitung selisih dari jumlah jarak yuklidian antar masing-masing klaster yaitu J J ij i j dengan i j dan ji ij, i = 1,..., n ; j = 1,..., n. e. Untuk setiap tahap, gabungkan dua klaster menjadi satu klaster baru dengan urutan selisih ij yang terkecil. f. Hitung pusat variabel masing-masing klaster baru dengan formulasi sebagai berikut x gj x hj Gi, i = 1,..., n -1 dan j = 1,..., K. g. Hitung jarak diantara masing-masing klaster yaitu dgi, Gi 1, dgigi,,..., dgigi, n dengan formulasi d Gi Gi 1 Gi Gi 1, dan seterusnya. h. Gabungkan tiap dua klaster menjadi satu klaster baru lagi dengan urutan-urutan

d, yang terkecil., Gi 1 dgigi,,..., d Gi GiGi, n i. Kembali lagi ke langkah f), g), dan h). Proses ini diteruskan sampai diperoleh banyaknya klaster yang diinginkan. Dengan demikian untuk pembentukan klaster baru umumnya diperoleh dari salah satu cara berikut yaitu : dua objek digabung bersama (objek digabung dengan objek) atau satu objek digabung dengan klaster yang telah terbentuk sebelumnya, minimal klaster tersebut sudah memiliki dua anggota (klaster digabung dengan objek) atau dua klaster yang sudah terbentuk digabung bersama (klaster digabung dengan klaster). v).menentukan banyaknya klaster, sesuai dengan kasus atau masalah yang dihadapi. Sebenarnya tidak ada aturan baku untuk menentukan berapa banyak klaster secara eksak yang diperlukan. Namun demikian, beberapa petunjuk yang dapat digunakan sebagai pertimbangan, antara lain : a. Berdasarkan faktor empiris, praktis, teoritis atau konseptual, mungkin dapat disarankan berapa banyak klaster yang cocok untuk kasus-kasus yang dihadapi (misalnya 3 atau 4 atau 5 klaster) dan seterusnya. b.pada prosedur pengklasteran hirarki, jarak minimum untuk penggabungan klaster dapat digunakan sebagai kriteria. c. Pada prosedur pengklasteran non hirarki, rasio jumlah variansi dalam klaster dan jumlah variansi antar klaster dapat diplot melawan (versus) banyaknya klaster. Sehingga banyaknya klaster ditunjukkan oleh absis koordinat titik, di saat terjadinya suatu siku atau lekukan tajam pada hasil ploting tersebut. Selain itu perlu dicatat bahwa pemecahan banyaknya klaster yang menghasilkan klaster dengan satu objek tidak akan bermanfaat. vi). Interpretasi tentang profil klaster, dalam hal ini meliputi pengkajian nilai pusat. Nilai pusat dimaksud adalah rata-rata nilai objek yang terdapat dalam klaster pada setiap variabel. Nilai ini akan memberikan informasi pada setiap variabel dengan cara pemberian suatu nama atau label. Jika program komputasi pengklasteran ini, tidak mencetak informasi tentang pusat(centroid) maka dapat diperoleh melalui analisis diskriminan. 4

3. Hasil dan Pembahasan Data yang digunakan dalam pembahasan makalah ini adalah data simulasi indeks K dari beberapa lokasi SG (Stasion Geomagnet). Data-data ini diamati selama 0 selang waktu dengan pengertian tiap selang waktu adalah 3 jam dan ditabulasikan dalam tabel 1, sebagai berikut: Tabel 1. Data simulasi indeks K dari keenam lokasi stasion geomagnet Observasi Lokasi Lokasi Lokasi Lokasi Lokasi Lokasi ke- n SG 1 SG SG 3 SG 4 SG 5 SG 6 i1 i i3 i4 i5 i6 1. 6 4 7 3 3. 3 1 4 5 4 3. 7 6 4 1 3 4. 4 6 4 5 3 6 5. 1 3 6 4 6. 6 4 6 3 3 4 7. 5 3 6 3 3 4 8. 7 3 7 4 1 4 9. 4 3 3 6 3 10. 3 5 3 6 4 6 11. 1 3 3 5 3 1. 5 4 5 4 4 13. 1 5 4 4 14. 4 6 4 6 4 7 15. 6 5 4 1 4 16. 3 5 4 6 4 7 17. 4 4 7 5 18. 3 7 6 4 3 19. 4 6 3 7 7 0. 3 4 7 Misalkan variabel ij adalah data observasi ke-i di lokasi SG yang ke- j, i = 1,,..,0 dan j = 1,,...,6. Dalam hal ini variabel i1 merupakan indikasi kondisi geomagnet lokal di SG 1 dengan 5

tingkat gangguan umumnya sedang, namun masih terganggu dan kadangkala rendah. variabel i merupakan indikasi kondisi geomagnet lokal di SG dengan tingkat gangguan sering sedang, namun masih terganggu dan tidak pernah rendah. variabel i3 merupakan indikasi kondisi geomagnet lokal di SG 3 dengan tingkat gangguan umumnya sedang, namun masih terganggu dan kadangkala rendah. variabel i4 merupakan indikasi kondisi geomagnet lokal di SG 4 dengan tingkat gangguan sering sedang, namun masih terganggu dan tidak pernah rendah. variabel i5 merupakan indikasi kondisi geomagnet lokal di SG dengan tingkat gangguan umumnya sedang, namun masih sedikit terganggu dan kadangkala rendah. variabel i6 merupakan indikasi kondisi geomagnet lokal di SG 6 dengan tingkat gangguan sering sedang, namun masih terganggu dan tidak pernah rendah. Perlu diketahui bahwa variabel-variabel yang akan dianalisis secara pengklasteran lebih dahulu harus distandarisasi menjadi variabel standar seperti pada langkah ii) di bagian metodologi ( * x 0 dan * sx 1). Hasil dari standarisasi ini ditabulasikan dalam tabel. Tabel. Data simulasi indeks K dari tabel 1, yang telah distandarisasi Observasi Ke- n i * 1 i * i * 3 i * 4 i * 5 i * 6 1. 1,14-0,07 1,5-0,7-0,8-0,91. -0,98-0,78-1,47-0,06 0,88-0,3 3. 1,67-1,49 1,0-0,06-1,39-0,91 4. 0,08 1,35 0,03 0,59-0,6 1,11 5. -1,51-0,78-0,97-1,38 1,45-0,3 6. 1,14-0,07 1,0-0,7-0,6-0,3 7. 0,61-0,78 1,0-0,7-0,6-0,3 8. 1,67-0,78 1,5-0,06-1,39-0,3 9. -0,98-0,07-0,47-0,7 1,45-0,91 10. -0,45 0,64-0,47 1,5 0,31 1,11 6

11. -1,51-0,78-0,97-0,7 0,88-0,91 1. 0,61-0,07 0,5-0,06-0,8-0,3 13. -0,98-1,49-1,47 0,59 0,31-0,3 14. 0,08 1,35 0,03 1,5 0,31 1,78 15. 1,14 0,64 0,03-1,38-1,39-0,3 16. -0,45 0,64 0,03 1,5 0,31 1,78 17. 0,08-0,07 1,5-1,38-0,8 0,44 18. -0,45,06-0,97 1,5 0,31-0,91 19. 0,08 1,35-0,47 1,91-0,8 1,78 0. -0,98-1,49-0,97-0,06,0-1,58 Data simulasi indeks K yang telah distandarisasi ini, awalnya sudah terbentuk dalam dua puluh kelompok sesuai dengan banyaknya observasi dan masing-masing kelompok terdiri dari satu anggota (objek observasi). Kemudian dihitung jarak yuklidian antar masing-masing kelompok dan diseleksi, mulai dari urutan yang terkecil. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Hasil seleksi perhitungan jarak yuklidian dari setiap pasang objek Kombinasi kelompok Tahap K 1 K Jarak yuklidian 1. 14 16 0, 89. 1 6 1,01 3. 3 8 1,10 4. 5 11 1,11 5. 13 1,1 6. 10 14 1,16 7. 7 1 1,3 8. 4 10 1,34 9. 1 7 1,35 10. 5 9 1,39 11. 5 1,61 1. 4 19 1,66 13. 1 3 1,8 7

14. 1 17 1,84 15. 9 0 1,86 16. 1 15 1,99 17. 4 18,57 18. 4 3,38 19. 1 4,1 Selanjutnya dihitung pusat variabel masing-masing kelompok baru yang terbentuk dari dua anggota (objek observasi). Hasilnya dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Pusat variabel masing-masing kelompok baru yang diperoleh dari tabel 3. Kelompok ke- n Objek observasi 1 3 4 5 6 1. 14 & 16 3,5 5,5 4 6 4 7. 1 & 6 6 4 6,5 3,5 3,5 3. 3 & 8 7,5 6,5 4 1 3,5 4. 5 & 11 1 3,5 5,5 3,5 5. & 13,5 1 4,5 4,5 4 6. 10 & 14 3,5 5,5 3,5 6 4 6,5 7. 7 & 1 5 3,5 5,5 3,5,5 4 8. 4 & 10 3,5 5,5 3,5 5,5 3,5 6 9. 1 & 7 5,5 3,5 6,5 3,5 3,5 10. 5 & 9 1,5 3,5,5,5 6 3,5 11. & 5 1,5 3 1,5 3 5,5 4 1. 4 & 19 4 6 3,5 6,5 6,5 13. 1 & 3 6,5 3 6,5 3,5 1,5 3 14. 1 & 17 5 4 7,5 4 15. 9 & 0 3,5,5 3,5 6,5,5 16. 1 & 15 6 4,5 5,5,5 1,5 3,5 17. 4 & 18 3,5 6,5 3 5,5 3,5 4,5 18. & 4 3 4,5,5 4,5 4 5 19. 1 & 4 3,5 4 3,5 3,5 3,5 8

Dari tabel 4 ini dihitung pula jarak diantara kelompok-kelompok yang terkait dengan anggota-anggota didalamnya. Hasil perhitungan ini ditabulasikan dalam tabel 5A, tabel 5B dan tabel 5C. Tabel 5A. Jarak diantara masing-masing kelompok untuk klaster I yang diperoleh dari tabel 4. Kelompok G 1 G 6 G 8 G 1 G 17 G 1 0 0,707 1,33 1,803,958 G 6 0 0,866 1,658,398 G 8 0 1,414 1,871 G 1 0,449 G 17 0 Dalam tabel 5A ini dipilih nilai minimum yang tidak nol menurut masing-masing baris yaitu 0,707 ; 0,866 ; 1,414 ; dan,449. Akibatnya akan terbentuk Klaster I sesuai kelompokkelompok yang terkait dengan nilai-nilai minimumnya yaitu (G 1,G 6 ), (G 6,G 8 ), (G 8,G 1 ) dan (G 1,G 17 ). Dengan demikian Klaster I terdiri dari 6 objek yaitu 4, 10, 14, 16, 18, dan 19. Atau ditulis Klaster I = [4, 10, 14, 16, 18,19]. Tabel 5B. Jarak diantara masing-masing kelompok untuk klaster II yang diperoleh dari tabel 4. Kelompok G 4 G 5 G 10 G 11 G 15 G 4 0,739 1,000 1,000,11 G 5 0 3,16,000 3,40 G 10 0 1,414 1,581 G 11 0,36 G 15 0 Dalam tabel 5B ini dipilih nilai minimum yang tidak nol menurut masing-masing baris yaitu 1,000 ;,000 ; 1,414 ; dan,36. Akibatnya akan terbentuk Klaster II sesuai kelompokkelompok yang terkait dengan nilai-nilai minimumnya yaitu (G 4,G 10 ), (G 5,G 11 ), (G 10,G 11 ) dan (G 11,G 15 ). Dengan demikian Klaster II terdiri dari 6 objek yaitu, 5, 9, 11, 13, dan 0. Atau ditulis Klaster II = [, 5, 9, 11, 13, 0]. Tabel 5C.Jarak diantara masing-masing kelompok untuk klaster III yang diperoleh dari tabel 4. 9

G G 3 G 7 G 9 G 13 G 14 G 16 G 0,549 1,658 0,707 1,658 1,414 1,581 G 3 0,958,549 1,118,784,915 G 7 0 1,33,345 1,936,06 G 9 0 1,658 1,4 1,871 G 13 0,398,179 G 14 0,000 G 16 0 Dalam tabel 5C ini dipilih nilai minimum yang tidak nol menurut masing-masing baris yaitu 0,707 ; 1,118 ; 1,33 ; 1,4 ;,179 dan,000. Akibatnya akan terbentuk Klaster III sesuai kelompok-kelompok yang terkait dengan nilai-nilai minimumnya yaitu (G,G 9 ), (G 3,G 13 ), (G 7,G 9 ), (G 9,G 14 ), (G 13,G 16 ) dan (G 14,G 16 ). Dengan demikian Klaster III terdiri dari 8 objek yaitu 1, 3, 6, 7, 8, 1, 15, dan 17. Atau ditulis Klaster III = [1, 3, 6, 7, 8, 1, 15, 17]. Perlu diketahui bahwa pemilihan nilai minimum pada tabel 5A, tabel 5B dan tabel 5C di atas dapat juga melalui masingmasing kolom. Selanjutnya dihitung nilai pusat dari masing-masing klaster tersebut dan hasilnya dicantumkan dalam tabel 6. Tabel 6. Nilai pusat yang diperoleh dari ketiga jenis klaster terakhir yaitu I, II, III Jenis Klaster i1 i i3 i4 i5 i6 III 5,750 3,65 6,000 3,15 1,750 3,875 II 1,667 3,000 1,833 3,500 5,500 3,333 I 3,500 5,833 3,333 6,000 3,500 6,000 4. Simpulan Dari tabel 6, dapat disimpulkan beberapa interpretasi tentang kalster-klaster tersebut sebagai berikut : Klaster III mempunyai nilai pusat yang tinggi di lokasi-lokasi SG 1 dan SG 3 (variabel-variabel i1 dan i3 ). Namun di pihak lain klaster ini mempunyai nilai pusat relatif rendah di lokasi SG 5 (variabel i5 ). Dengan demikian klaster III disebut sebagai kondisi geomagnet lokal dengan tingkat gangguan sedang dan masih terjadi badai-badai kecil, namun kadangkala tidak ada badai. Sebaliknya Klaster II mempunyai 10

nilai pusat relatif rendah di lokasi-lokasi SG 1 dan SG 3 (variabel-variabel i1 dan i3 ). Sedangkan di pihak lain klaster ini mempunyai nilai pusat yang tinggi di lokasi SG 5 (variabel i5 ). Sehingga dalam hal ini klaster II dapat disebut sebagai kondisi geomagnet lokal dengan tingkat gangguan sedang, namun hampir tidak ada badai. Selain itu Klaster I mempunyai nilai pusat yang tinggi di lokasi-lokasi SG, SG 4 dan SG 6 (variabel-variabel i, i4 dan i6 ). Dengan demikian klaster I dapat dikatakan sebagai kondisi geomagnet lokal dengan tingkat gangguan sering sedang, namun masih terjadi badai. Daftar Pustaka [1]. Cheng. And Wallace J.M., (1993)., Cluster analysis of the northern hemisphere wintertime height field, J. of the Atmospheric Sciences, 50, pp. 674 696. []. Gong and Richman (1995)., On the application of cluster analysis to growing season precipitation data in north America east of the Rockies, Journal of Climate, 8,pp. 897 931. [3]. Kalkstein et.al. (1987)., An evaluation of three clustering procedures for use in synoptic climatological classification, J. of Climate and Applied Meteorology, 6, pp. 717 730. [4]. Mo K.C. and Ghill M. (1988)., Cluster analysis of multiple planetary flow regimes, Journal of Geophysical Research, D93, pp. 1097 1095. [5]. Romesburg (1984)., Cluster analysis for Researchers, wadsworth / lifetime learning Publications, 334pp. [6].Wilks, D.S (006)., Statistical methods in the atmospheric sciences, AP ELSEVIER, Book Aid International Sabre Foundation, New- York. 11