BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
Landasan Konseptual Perencanaan dan Perancangan. Pengembangan Kawasan Kerajinan Gerabah Kasongan BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. ragam bentuk seni kerajinan yang sudah sangat terkenal di seluruh dunia. Sejak

BAB I PENDAHULUAN. Mada 1990) 1 P4N UG, Rencana Induk Pembangunan Obyek Wisata Desa Wisata Kasongan (Universitas Gajah

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai negara yang berpaham walfare state, Negara Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Rumah produktif atau usaha yang berbasis pada rumah tangga di Indonesia sudah dikenal sejak lama. Hal ini i sejal

LAPORAN AKHIR PROGRAM IPTEKS BAGI MASYARAKAT (I b M)

PERUBAHAN ORIENTASI MATA PENCAHARIAN PENGRAJIN LOGAM DESA CIBATU KECAMATAN CISAAT KABUPATEN SUKABUMI

PENERAPAN TEKNOLOGI IRAT BAMBU DALAM UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN KUALITAS KIPAS PADA MASYARAKAT PENGRAJIN JIPANGAN BANGUNJIWO KASIHAN BANTUL

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Usaha kecil dan menengah (UKM) memiliki peran yang sangat

BAB III GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta. Berbagai produk kerajinan diproduksi oleh perusahaan kerajinan

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Aktivitas Pengrajin Gerabah di Desa Pagelaran

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. agar mampu berkompetisi dalam lingkaran pasar persaingan global. Tidak hanya dengan

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. kebutuhan akan perumahan sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia. Undangundang

BAB I PENDAHULUAAN. 1.1 Latar Belakang

IDENTIFIKASI POLA TATA RUANG RUMAH PRODUKTIF BATIK DI LASEM, JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manufaktur yang bertumpu pada sektor industri. Salah satunya industri kecil dan

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pendapatan di Indonesia. Usaha kecil yang berkembang pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pengembangan industri kecil dan menengah tertuang dalam

POTENSI USAHA KERAJINAN TUMANG BOYOLALI SEBAGAI PENDEKATAN PEMBANGUNAN PEDESAAN YANG BERTUMPU PADA KEGIATAN USAHA KECIL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. industri mendorong perusahaan untuk dapat menghasilkan kinerja terbaik. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kontribusi sektor industri pengolahan memberikan peranan besar

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjamin pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Periode dapat dikatakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sektor industri tetapi banyak berkembangnya sektor industri kecil

BAB I PENDAHULUAN. menyempit membuat petani berpikir bekerja dibidang lain yaitu industri dan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ekonomi masyarakat senantiasa berawal dari adanya target pemenuhan kebutuhan

PENATAAN KORIDOR JALAN KASONGAN DI BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. bagi perekonomian di Indonesia. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UKM)

BAB I PENDAHULUAN. Sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter yang dialami oleh bangsa

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

1 Mundofar_ BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan keterampilan yang mewujud dalam bentuk keahlian tertentu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dan Pertumbuhan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) merupakan salah satu motor pengerak yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan ekonomi

PENGARUH PERSEBARAN LOKASI UMKM BERBASIS RUMAH (HOME BASED ENTERPRISES) TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI KEL. BUGANGAN DAN JL.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan kegiatan-kegiatan yang. dilakukan oleh suatu negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

Metodologi Penelitian (RA ) : Ir. Purwanita Setijanti. M.Sc. Ph.D : Ir. Muhammad Faqih. M.SA.Ph.D. Bagoes Soeprijono Soegiono

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. di Indonesia, pemerintah membuat kebijakan salah satunya

I. PENDAHULUAN. pengembangan ekonomi masyarakat. Usaha mikro selama ini terbukti dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 1997 Perekonomian Indonesia mengalami pasang surut hingga

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU

BAB I PENDAHULUAN. Industri telah mengalami perkembangan pesat baik di kota-kota besar

Gigih Juangdita

DINAMIKA PERKEMBANGAN KLASTER INDUSTRI MEBEL KAYU DESA BULAKAN, SUKOHARJO TUGAS AKHIR. Oleh : SURYO PRATOMO L2D

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TUGAS AKHIR. Dasar Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur ( DP3A )

TUGAS AKHIR DASAR PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (DP3A)

BAB I. PENDAHULUAN. berbagai macam aktivitas dari penghuninya. Namun, pembahasan tentang rumah

Peningkatan Produktivitas Usaha Kerajinan Keramik di Daerah Bantul Guna Mendukung Pengembangan Produk Ekspor Non Migas

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN. Data Bank Indonesia menunjukkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. misalnya Kotabaru yang memiliki citra sebagai kawasan pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro. sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Usaha mikro memiliki

BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL

BAB I PENDAHULUAN. Fokus yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah mengenai pengelolaan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi dan transportasi. Globalisasi berarti menyatukan pasar domestik

BAB I PENDAHULUAN. nilai tambah (value added) yang lebih tinggi pada berbagai. pendapatan masyarakat dan akhirnya mengurangi kemiskinan.

I. PENDAHULUAN. oleh kualitas SDM yang akan memanfaatkan fasilitas tersebut. (Indriati, A. 2015)

PEMETAAN USAHA EKONOMI DESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN. 1. Sejarah singkat Usaha Kecil dan Menengah. pekerjaannya adalah petani penggarap dengan lahan yang sempit.

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Ketahanan ekonomi merupakan syarat mutlak bagi kemakmuran sebuah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan. Youdastyo / Kompleks Wisata Perikanan Kalitirto I- 1

PROSPEK PENGEMBANGAN INDUSTRI CINDERAMATA DAN MAKANAN OLEH-OLEH DI KABUPATEN MAGELANG TUGAS AKHIR TKP Oleh: RINAWATI NUZULA L2D

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang ditawarkannya pun semakin beraneka ragam. Setiap Pelaku usaha saling

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi kreatif di Indonesia. Konsep Ekonomi Kreatif merupakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2007) ekonomi gelombang ke-4 adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. interaksi antara pengembangan teknologi, inovasi, spesialisasi produksi, dan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang seperti di Indonesia, tetapi juga di negara-negara yang sudah

BAB I Pendahuluan 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditambah lagi dengan kebudayaannya, tidak heran jika Yogyakarta mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Istilah industri pada Industri Kreatif menimbulkan banyak penafsiran,

BAB I PENDAHULUAN. satu usaha untuk meningkatkan pembangunan ekonomi adalah pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata di Indonesia merupakan sektor ekonomi yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. kerja harus terus diusahakan agar standar kehidupan yang layak dapat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

AKMENIKA UPY, Volume 2, 2008

KEMITRAAN USAHA DALAM KLASTER INDUSTRI KERAJINAN ANYAMAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat hidup yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengarahkan pendapatan secara merata. Pembangunan dewasa ini tidak bisa lepas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Barat antara Bujur Timur, Sebelah Timur

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dan berkembang begitu pesatnya seiring dengan adanya. mengembangkan ekonomi dan industri di Indonesia yaitu dengan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kecil merupakan salah satu jenis industri yang potensial karena memiliki kontribusi besar dalam pembangunan. Industri kecil mampu menyerap banyak tenaga kerja, berkontribusi secara signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), prospektif untuk ekspor, serta mampu bertahan dalam situasi krisis. Kabupaten Bantul merupakan salah satu daerah yang sejak dulu terkenal dengan potensinya industrinya, terutama industri kecil. Komoditas ekspor unggulan Kabupaten Bantul bahkan seluruhnya merupakan produk industri kecil yang berupa barang kerajinan serta makanan kecil, seperti mebel kayu, keramik, kerajinan kayu, tatah sungging, kerajinan bambu, dan emping mlinjo. Dalam kurun waktu antara tahun 2009 hingga 2011, jumlah usaha di sektor industri kecil semakin bertambah. Pada tahun 2011 jumlah usaha meningkat sebesar 0,21% dibandingkan tahun 2010 (Statistik Daerah Kabupaten Bantul, 2012). Pada saat itu tercatat sebanyak 18.199 usaha industri kecil di Kabupaten Bantul yang meliputi industri pangan, sandang, kimia/bangunan, kerajinan, dan logam (Disperindagkop Kabupaten Bantul, 2012). Lokasi usaha industri kecil cenderung tersebar merata di seluruh kecamatan di Kabupaten Bantul, salah satunya adalah Kecamatan Kasihan. Kasihan, pada tahun 2011 menjadi kecamatan dengan jumlah industri kecil paling banyak di Kabupaten Bantul, yakni sebanyak 5.132 industri kecil atau 28,20% dari total jumlah industri kecil di Bantul (Disperindagkop Kabupaten Bantul, 2012). Dari keempat wilayah desa yang ada di Kecamatan Kasihan, jenis industri yang dominan adalah industri kerajinan dengan jumlah 4.710 unit industri meliputi industri kerajinan bambu, keramik, mebel, patung batu, tatah sungging, pisau batik, dan lain sebagainya. Desa Bangunjiwo merupakan salah satu desa di Kecamatan Kasihan yang memiliki beragam jenis industri kerajinan. Bangunjiwo memiliki 5 sentra industri 1

kerajinan yang beraglomerasi di 5 wilayah dusun yang berbeda. Kerajinan tatah sungging berada di Dusun Gendeng, patung batu di Dusun Lemahdadi, kipas bambu di Dusun Jipangan, pisau batik di Dusun Kalirandu, serta sentra gerabah di Dusun Kajen yang merupakan bagian dari sentra kerajinan gerabah Kasongan. Dari kelima jenis kerajinan tangan tersebut, kipas bambu Jipangan memiliki skala industri yang besar serta karakteristik yang unik. Jika kerajinan tatah sungging, patung batu, serta gerabah dikerjakan dari tahap awal sampai akhir di satu tempat (rumah produksi), kerajinan kipas bambu ini banyak melibatkan rumah-rumah lain selain rumah produksi utama. Sentra industri kerajinan kipas bambu Dusun Jipangan merupakan kawasan industri berbasis rumah tangga dimana terdapat sebanyak 47 pengrajin yang rumah produksinya memiliki spesialisasi pekerjaan tertentu berdasarkan tahapan produksi kerajinan kipas. Antara satu rumah dengan yang lain saling berhubungan membentuk sebuah rantai produksi dalam lingkup kawasan permukiman di Dusun Jipangan. Sejak dirintis untuk pertama kalinya pada tahun 1987, industri kerajinan kipas bambu Jipangan telah berkembang pesat. Mulanya industri kerajinan ini merupakan pekerjaan sampingan bagi para warga Jipangan yang kebanyakan berprofesi sebagai petani, namun seiring berjalannya waktu mulai ditekuni secara serius sehingga kini mampu menjadi produk unggulan Dusun Jipangan. Keterampilan membuat kipas bambu diperoleh secara informal salah satunya proses magang, dimana mereka mencontoh atau mengikuti secara langsung teknik-teknik khusus dalam membuat kipas bambu yang dilakukan oleh pekerja lain maupun pemilik usaha sendiri selama bekerja. Setelah bekerja selama bertahun-tahun dan dirasa telah memiliki keterampilan serta modal yang cukup, mereka kemudian membuka usaha sendiri di rumah. Setiap usaha kerajinan kipas membutuhkan setidaknya 3 orang karyawan dan kebanyakan juga berasal dari Dusun Jipangan (tetangga rumah, saudara, atau teman). Begitulah secara terus menerus sehingga kerajinan kipas bambu berkembang dengan pesat di Jipangan. Jumlah pengrajin kipas bambu pada tahun 2010 yang hanya 28 orang saja, kini telah bertambah menjadi 47 orang atau sekitar 75% dari jumlah kepala keluarga yang ada di Dusun Jipangan. Pemasarannya pun tidak lagi sebatas di wilayah 2

Provinsi Yogyakarta, namun telah merambah ke provinsi lain seperti Bandung, Jakarta, Bali, serta luar negeri seperti Malaysia, Singapura, dan sejumlah negara di Benua Eropa. Manusia hidup dan berkehidupan dalam suatu wadah berupa permukiman. Demikian pula kegiatan industri kerajinan kipas bambu Jipangan tumbuh dan berkembang dalam setting permukiman masyarakat Dusun Jipangan. Suatu permukiman dikatakan terdiri atas the content (isi) yaitu manusia, dan the container atau lingkungan fisik manusia tinggal yang meliputi elemen alam dan buatan manusia (Doxiadis, 1968). Elemen- elemen tersebut saling berinteraksi satu sama lain membentuk sebuah satu kesatuan sistem dimana manusia hidup dan berkehidupan di dalamnya. Seperti apa elemen-elemen permukiman masyarakat saling berinteraksi sehingga menghasilkan ruang produktif yang mendukung perkembangan kegiatan ekonomi di Dusun Jipangan ini menarik untuk dikaji, mengingat bahwa Jipang an memiliki karakteristik kegiatan industri yang unik, yaitu adanya jaringan atau pola hubungan antara rumah produksi utama dengan rumah-rumah lain dalam lingkup dusun yang sama. Dapat dikatakan bahwa ada sebuah sistem keruangan yang lahir dari aktivitas industri yang berlangsung di Jipangan. Kajian mengenai hal tersebut penting terkait dengan pencanangan Dusun Jipangan sebagai desa wisata, karena dapat menjadi salah satu masukan bagi masyarakat dalam menyusun program-program terkait pengembangan desa wisata. Dengan demikian diharapkan nantinya kegiatan pengembangan desa wisata akan berjalan selaras dengan keberlanjutan permukiman serta kegiatan industri kerajinan yang berlangsung di dalamnya. 1.2 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, rumusan pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah seperti apakah sistem spasial permukiman masyarakat Dusun Jipangan yang terbangun oleh kegiatan industri kerajinan kipas bambu? 3

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah mendeskripsikan sistem spasial permukiman masyarakat Dusun Jipangan yang terbangun oleh kegiatan industri kerajinan kipas bambu. 1.4 Sasaran Penelitian Sasaran dari penelitian ini adalah mengkaji sistem spasial permukiman masyarakat Dusun Jipangan yang terbangun oleh kegiatan industri kerajinan kipas bambu, sehingga dapat menjadi masukan terhadap upaya pengembangan lebih lanjut Dusun Jipangan sebagai desa wisata. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian 1.5.1 Ruang Lingkup Substansial Substansi kajian yang akan menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini secara garis besar mencakup tema-tema sebagai berikut: a. Perkembangan kegiatan industri kipas di wilayah Dusun Jipangan sejak awal dirintis hingga saat ini dan bagaimana pengaruhnya terhadap cara masyarakat Dusun Jipangan memanfaatkan ruang fisik wilayah tempat tinggalnya. b. Sistem spasial yang terbangun atau berkembang di Dusun Jipangan sebagai dampak dari berkembangnya kegiatan industri kerajinan kipas bambu. 1.5.2 Ruang Lingkup Spasial Lingkup penelitian secara spasial dibatasi pada wilayah Dusun Jipangan, Desa Bangunjiwo, yang terletak di Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian dilakukan di wilayah Dusun Jipangan yang meliputi 10 rukun tetangga dan terdiri dari 455 kepala keluarga. Obyek penelitian difokuskan kepada kegiatan industri kerajinan kipas bambu yang berkembang di lingkungan permukiman masyarakat Dusun Jipangan. 4

1.6 Keaslian Penelitian Keaslian penelitian dapat dilihat dari tiga aspek yakni fokus, lokus, dan metode penelitian. Dalam penelitian ini ketiga aspek tersebut dijabarkan sebagai berikut: a. Fokus: sistem spasial permukiman yang terbangun oleh kegiatan ekonomi. b. Lokus: Dusun Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. c. Metode: induktif-kualitatif dengan pendekatan fenomenologis, teknik analisis deskriptif. Selain itu untuk mendukung bukti keaslian penelitian, peneliti mencari beberapa judul penelitian sejenis. Topik penelitian mengenai sistem spasial permukiman dan kegiatan-kegiatan yang mempengaruhinya telah cukup banyak dilakukan. Meskipun demikian berdasarkan temuan penulis, masing-masing terdapat perbedaan antara penelitian-penelitian tersebut antara lain terletak pada jenis kegiatan ekonomi (kegiatan ekonomi nelayan, kerajinan logam, industri fashion, dan industri berbasis rumah tangga), cakupan lingkup amatan (ruang pada rumah tinggal dan ruang wilayah tempat tinggal atau permukiman), serta metode penelitian yang digunakan. Home Based Enterprise (HBE) atau industri berbasis rumah tangga memiliki pengertian yang lebih luas dibandingkan industri kerajinan karena mencakup aktivitas ekonomi berbasis rumah tangga secara umum seperti warung makan, angkringan, salon, bengkel, dan sebagainya, sehingga berbeda karakteristiknya dengan industri kerajinan. Sebaliknya, industri kerajinan sendiri dapat termasuk dalam jenis HBE. Sentra industri kerajinan kipas bambu Jipangan merupakan kawasan industri berbasis rumah tangga dimana terdapat sebanyak 47 pengrajin yang masing-masing unit rumah produksinya mengerjakan produksi kipas bambu. Ada pekerja yang mengerjakan secara borongan dengan cara dibawa pulang ke rumah, ada pula yang mengerjakan secara harian di rumah produksi. Bahan baku berasal dari lokal maupun supplier dari luar wilayah Dusun Jipangan. Untuk pemasarannya, konsumen bisa datang langsung ke Jipangan atau melalui reseller yang secara rutin mengambil pesanan kipas ke Dusun Jipangan. Beberapa contoh 5

komponen dalam aktivitas industri tersebut saling berinteraksi membentuk sebuah sistem spasial dalam lingkup kawasan permukiman di Dusun Jipangan. Karakteristik kawasan ini unik karena pada HBE, permukiman nelayan, atau industri kerajinan logam yang diangkat pada penelitian sebelumnya karakteristik semacam ini tidak ditemukan. Berikut adalah tabel yang mendeskripsikan beberapa hal pokok mengenai penelitian sebelumnya. 6

No. Judul Penulis 1. Perubahan Pola Tatanan Ruang Rumah Tinggal sebagai Akibat Kegiatan Industri Rumah Tangga (Studi Kasus Pengrajin Logam Di Desa Ngingas Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo) 2. Sistem Spasial Berbasis Budaya Menghasilkan Ruang Produktif Untuk Industri Kreatif Tabel 1.1 Daftar Penelitian Sebelumnya Taufikurrahman, Muhammad Faqih, Hari Purnomo Jenis/ Tahun Paper Seminar/2010 Metode Induktif-deskriptif eksploratif dengan pendekatan studi kasus Intisari Penelitian ini berfokus pada perubahan pola pemanfaatan/penggunaan ruang rumah tinggal, dan pergeseran fungsi ruang, dampak yang ditimbulkan, serta sejauh mana eksistensi rumah sebagai hunian akibat berkembangnya Usaha yang Bertumpu pada Rumah Tangga (UBR). Heni Suhaeni Jurnal/2011 Deskriptif kualitatif Penelitian ini membahas mengenai bagaimana seorang individu berinteraksi dengan lingkungan fisiknya dalam satu sistem spasial berdasarkan budaya setempat dan mendapatkan manfaat dari situasi tersebut. Obyek penelitian adalah industri fesyen di Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi yang berlangsung diantara masyarakat dalam sistem spasial yang terbangun mampu mendorong lahirnya berbagai aktivitas yang sifatnya produktif secara turun temurun di suatu tempat. Bersambung... 7

... sambungan halaman 6 No. Judul Penulis Jenis/ Tahun Metode 3. Constructing Spatial Capital: Agam Marsoyo Desertasi/2012 Campuran kualitatifkuantitatif Household Adaptation Strategies in Home-Based Enterprises in Yogyakarta 4. Pengaruh Aktivitas Ekonomi, Sosial, dan Budaya pada Sistem Permukiman Nelayan (Kajian Kawasan Nelayan Tasiagung Kabupaten Rembang) Sumber: Analisis peneliti, 2014. Yohanes Dicky Ekaputra Jurnal/2012 Kualitatif dengan pendekatan rasionalistik Intisari Rumah menjadi aset yang potensial sekaligus sarana untuk meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat di perkotaan melalui aktivitas ekonomi yang berbasis rumah tangga (Home Based Enterprise atau HBE). Aktivitas HBE berpengaruh terhadap penggunaan ruang pada rumah tinggal pemiliknya. Perubahan penggunaan ruang oleh aktivitas HBE tersebut merupakan sebuah bentuk strategi adaptasi yang dilakukan dalam upaya mepertahankan kehidupan yang layak. Penelitian ini dilakukan di Kampung Prawirodirjan. Berkembangnya kegiatan masyarakat nelayan, mengakibatkan perkembangan dan perubahan pada kawasan lingkungannya, sehingga pola perumahan dan pemukiman nelayan semakin berkembang menunjukkan kebutuhan ruang yang mendukung kegiatan aktivitas nelayan. 8