BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kecil merupakan salah satu jenis industri yang potensial karena memiliki kontribusi besar dalam pembangunan. Industri kecil mampu menyerap banyak tenaga kerja, berkontribusi secara signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), prospektif untuk ekspor, serta mampu bertahan dalam situasi krisis. Kabupaten Bantul merupakan salah satu daerah yang sejak dulu terkenal dengan potensinya industrinya, terutama industri kecil. Komoditas ekspor unggulan Kabupaten Bantul bahkan seluruhnya merupakan produk industri kecil yang berupa barang kerajinan serta makanan kecil, seperti mebel kayu, keramik, kerajinan kayu, tatah sungging, kerajinan bambu, dan emping mlinjo. Dalam kurun waktu antara tahun 2009 hingga 2011, jumlah usaha di sektor industri kecil semakin bertambah. Pada tahun 2011 jumlah usaha meningkat sebesar 0,21% dibandingkan tahun 2010 (Statistik Daerah Kabupaten Bantul, 2012). Pada saat itu tercatat sebanyak 18.199 usaha industri kecil di Kabupaten Bantul yang meliputi industri pangan, sandang, kimia/bangunan, kerajinan, dan logam (Disperindagkop Kabupaten Bantul, 2012). Lokasi usaha industri kecil cenderung tersebar merata di seluruh kecamatan di Kabupaten Bantul, salah satunya adalah Kecamatan Kasihan. Kasihan, pada tahun 2011 menjadi kecamatan dengan jumlah industri kecil paling banyak di Kabupaten Bantul, yakni sebanyak 5.132 industri kecil atau 28,20% dari total jumlah industri kecil di Bantul (Disperindagkop Kabupaten Bantul, 2012). Dari keempat wilayah desa yang ada di Kecamatan Kasihan, jenis industri yang dominan adalah industri kerajinan dengan jumlah 4.710 unit industri meliputi industri kerajinan bambu, keramik, mebel, patung batu, tatah sungging, pisau batik, dan lain sebagainya. Desa Bangunjiwo merupakan salah satu desa di Kecamatan Kasihan yang memiliki beragam jenis industri kerajinan. Bangunjiwo memiliki 5 sentra industri 1
kerajinan yang beraglomerasi di 5 wilayah dusun yang berbeda. Kerajinan tatah sungging berada di Dusun Gendeng, patung batu di Dusun Lemahdadi, kipas bambu di Dusun Jipangan, pisau batik di Dusun Kalirandu, serta sentra gerabah di Dusun Kajen yang merupakan bagian dari sentra kerajinan gerabah Kasongan. Dari kelima jenis kerajinan tangan tersebut, kipas bambu Jipangan memiliki skala industri yang besar serta karakteristik yang unik. Jika kerajinan tatah sungging, patung batu, serta gerabah dikerjakan dari tahap awal sampai akhir di satu tempat (rumah produksi), kerajinan kipas bambu ini banyak melibatkan rumah-rumah lain selain rumah produksi utama. Sentra industri kerajinan kipas bambu Dusun Jipangan merupakan kawasan industri berbasis rumah tangga dimana terdapat sebanyak 47 pengrajin yang rumah produksinya memiliki spesialisasi pekerjaan tertentu berdasarkan tahapan produksi kerajinan kipas. Antara satu rumah dengan yang lain saling berhubungan membentuk sebuah rantai produksi dalam lingkup kawasan permukiman di Dusun Jipangan. Sejak dirintis untuk pertama kalinya pada tahun 1987, industri kerajinan kipas bambu Jipangan telah berkembang pesat. Mulanya industri kerajinan ini merupakan pekerjaan sampingan bagi para warga Jipangan yang kebanyakan berprofesi sebagai petani, namun seiring berjalannya waktu mulai ditekuni secara serius sehingga kini mampu menjadi produk unggulan Dusun Jipangan. Keterampilan membuat kipas bambu diperoleh secara informal salah satunya proses magang, dimana mereka mencontoh atau mengikuti secara langsung teknik-teknik khusus dalam membuat kipas bambu yang dilakukan oleh pekerja lain maupun pemilik usaha sendiri selama bekerja. Setelah bekerja selama bertahun-tahun dan dirasa telah memiliki keterampilan serta modal yang cukup, mereka kemudian membuka usaha sendiri di rumah. Setiap usaha kerajinan kipas membutuhkan setidaknya 3 orang karyawan dan kebanyakan juga berasal dari Dusun Jipangan (tetangga rumah, saudara, atau teman). Begitulah secara terus menerus sehingga kerajinan kipas bambu berkembang dengan pesat di Jipangan. Jumlah pengrajin kipas bambu pada tahun 2010 yang hanya 28 orang saja, kini telah bertambah menjadi 47 orang atau sekitar 75% dari jumlah kepala keluarga yang ada di Dusun Jipangan. Pemasarannya pun tidak lagi sebatas di wilayah 2
Provinsi Yogyakarta, namun telah merambah ke provinsi lain seperti Bandung, Jakarta, Bali, serta luar negeri seperti Malaysia, Singapura, dan sejumlah negara di Benua Eropa. Manusia hidup dan berkehidupan dalam suatu wadah berupa permukiman. Demikian pula kegiatan industri kerajinan kipas bambu Jipangan tumbuh dan berkembang dalam setting permukiman masyarakat Dusun Jipangan. Suatu permukiman dikatakan terdiri atas the content (isi) yaitu manusia, dan the container atau lingkungan fisik manusia tinggal yang meliputi elemen alam dan buatan manusia (Doxiadis, 1968). Elemen- elemen tersebut saling berinteraksi satu sama lain membentuk sebuah satu kesatuan sistem dimana manusia hidup dan berkehidupan di dalamnya. Seperti apa elemen-elemen permukiman masyarakat saling berinteraksi sehingga menghasilkan ruang produktif yang mendukung perkembangan kegiatan ekonomi di Dusun Jipangan ini menarik untuk dikaji, mengingat bahwa Jipang an memiliki karakteristik kegiatan industri yang unik, yaitu adanya jaringan atau pola hubungan antara rumah produksi utama dengan rumah-rumah lain dalam lingkup dusun yang sama. Dapat dikatakan bahwa ada sebuah sistem keruangan yang lahir dari aktivitas industri yang berlangsung di Jipangan. Kajian mengenai hal tersebut penting terkait dengan pencanangan Dusun Jipangan sebagai desa wisata, karena dapat menjadi salah satu masukan bagi masyarakat dalam menyusun program-program terkait pengembangan desa wisata. Dengan demikian diharapkan nantinya kegiatan pengembangan desa wisata akan berjalan selaras dengan keberlanjutan permukiman serta kegiatan industri kerajinan yang berlangsung di dalamnya. 1.2 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, rumusan pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah seperti apakah sistem spasial permukiman masyarakat Dusun Jipangan yang terbangun oleh kegiatan industri kerajinan kipas bambu? 3
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah mendeskripsikan sistem spasial permukiman masyarakat Dusun Jipangan yang terbangun oleh kegiatan industri kerajinan kipas bambu. 1.4 Sasaran Penelitian Sasaran dari penelitian ini adalah mengkaji sistem spasial permukiman masyarakat Dusun Jipangan yang terbangun oleh kegiatan industri kerajinan kipas bambu, sehingga dapat menjadi masukan terhadap upaya pengembangan lebih lanjut Dusun Jipangan sebagai desa wisata. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian 1.5.1 Ruang Lingkup Substansial Substansi kajian yang akan menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini secara garis besar mencakup tema-tema sebagai berikut: a. Perkembangan kegiatan industri kipas di wilayah Dusun Jipangan sejak awal dirintis hingga saat ini dan bagaimana pengaruhnya terhadap cara masyarakat Dusun Jipangan memanfaatkan ruang fisik wilayah tempat tinggalnya. b. Sistem spasial yang terbangun atau berkembang di Dusun Jipangan sebagai dampak dari berkembangnya kegiatan industri kerajinan kipas bambu. 1.5.2 Ruang Lingkup Spasial Lingkup penelitian secara spasial dibatasi pada wilayah Dusun Jipangan, Desa Bangunjiwo, yang terletak di Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian dilakukan di wilayah Dusun Jipangan yang meliputi 10 rukun tetangga dan terdiri dari 455 kepala keluarga. Obyek penelitian difokuskan kepada kegiatan industri kerajinan kipas bambu yang berkembang di lingkungan permukiman masyarakat Dusun Jipangan. 4
1.6 Keaslian Penelitian Keaslian penelitian dapat dilihat dari tiga aspek yakni fokus, lokus, dan metode penelitian. Dalam penelitian ini ketiga aspek tersebut dijabarkan sebagai berikut: a. Fokus: sistem spasial permukiman yang terbangun oleh kegiatan ekonomi. b. Lokus: Dusun Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. c. Metode: induktif-kualitatif dengan pendekatan fenomenologis, teknik analisis deskriptif. Selain itu untuk mendukung bukti keaslian penelitian, peneliti mencari beberapa judul penelitian sejenis. Topik penelitian mengenai sistem spasial permukiman dan kegiatan-kegiatan yang mempengaruhinya telah cukup banyak dilakukan. Meskipun demikian berdasarkan temuan penulis, masing-masing terdapat perbedaan antara penelitian-penelitian tersebut antara lain terletak pada jenis kegiatan ekonomi (kegiatan ekonomi nelayan, kerajinan logam, industri fashion, dan industri berbasis rumah tangga), cakupan lingkup amatan (ruang pada rumah tinggal dan ruang wilayah tempat tinggal atau permukiman), serta metode penelitian yang digunakan. Home Based Enterprise (HBE) atau industri berbasis rumah tangga memiliki pengertian yang lebih luas dibandingkan industri kerajinan karena mencakup aktivitas ekonomi berbasis rumah tangga secara umum seperti warung makan, angkringan, salon, bengkel, dan sebagainya, sehingga berbeda karakteristiknya dengan industri kerajinan. Sebaliknya, industri kerajinan sendiri dapat termasuk dalam jenis HBE. Sentra industri kerajinan kipas bambu Jipangan merupakan kawasan industri berbasis rumah tangga dimana terdapat sebanyak 47 pengrajin yang masing-masing unit rumah produksinya mengerjakan produksi kipas bambu. Ada pekerja yang mengerjakan secara borongan dengan cara dibawa pulang ke rumah, ada pula yang mengerjakan secara harian di rumah produksi. Bahan baku berasal dari lokal maupun supplier dari luar wilayah Dusun Jipangan. Untuk pemasarannya, konsumen bisa datang langsung ke Jipangan atau melalui reseller yang secara rutin mengambil pesanan kipas ke Dusun Jipangan. Beberapa contoh 5
komponen dalam aktivitas industri tersebut saling berinteraksi membentuk sebuah sistem spasial dalam lingkup kawasan permukiman di Dusun Jipangan. Karakteristik kawasan ini unik karena pada HBE, permukiman nelayan, atau industri kerajinan logam yang diangkat pada penelitian sebelumnya karakteristik semacam ini tidak ditemukan. Berikut adalah tabel yang mendeskripsikan beberapa hal pokok mengenai penelitian sebelumnya. 6
No. Judul Penulis 1. Perubahan Pola Tatanan Ruang Rumah Tinggal sebagai Akibat Kegiatan Industri Rumah Tangga (Studi Kasus Pengrajin Logam Di Desa Ngingas Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo) 2. Sistem Spasial Berbasis Budaya Menghasilkan Ruang Produktif Untuk Industri Kreatif Tabel 1.1 Daftar Penelitian Sebelumnya Taufikurrahman, Muhammad Faqih, Hari Purnomo Jenis/ Tahun Paper Seminar/2010 Metode Induktif-deskriptif eksploratif dengan pendekatan studi kasus Intisari Penelitian ini berfokus pada perubahan pola pemanfaatan/penggunaan ruang rumah tinggal, dan pergeseran fungsi ruang, dampak yang ditimbulkan, serta sejauh mana eksistensi rumah sebagai hunian akibat berkembangnya Usaha yang Bertumpu pada Rumah Tangga (UBR). Heni Suhaeni Jurnal/2011 Deskriptif kualitatif Penelitian ini membahas mengenai bagaimana seorang individu berinteraksi dengan lingkungan fisiknya dalam satu sistem spasial berdasarkan budaya setempat dan mendapatkan manfaat dari situasi tersebut. Obyek penelitian adalah industri fesyen di Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi yang berlangsung diantara masyarakat dalam sistem spasial yang terbangun mampu mendorong lahirnya berbagai aktivitas yang sifatnya produktif secara turun temurun di suatu tempat. Bersambung... 7
... sambungan halaman 6 No. Judul Penulis Jenis/ Tahun Metode 3. Constructing Spatial Capital: Agam Marsoyo Desertasi/2012 Campuran kualitatifkuantitatif Household Adaptation Strategies in Home-Based Enterprises in Yogyakarta 4. Pengaruh Aktivitas Ekonomi, Sosial, dan Budaya pada Sistem Permukiman Nelayan (Kajian Kawasan Nelayan Tasiagung Kabupaten Rembang) Sumber: Analisis peneliti, 2014. Yohanes Dicky Ekaputra Jurnal/2012 Kualitatif dengan pendekatan rasionalistik Intisari Rumah menjadi aset yang potensial sekaligus sarana untuk meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat di perkotaan melalui aktivitas ekonomi yang berbasis rumah tangga (Home Based Enterprise atau HBE). Aktivitas HBE berpengaruh terhadap penggunaan ruang pada rumah tinggal pemiliknya. Perubahan penggunaan ruang oleh aktivitas HBE tersebut merupakan sebuah bentuk strategi adaptasi yang dilakukan dalam upaya mepertahankan kehidupan yang layak. Penelitian ini dilakukan di Kampung Prawirodirjan. Berkembangnya kegiatan masyarakat nelayan, mengakibatkan perkembangan dan perubahan pada kawasan lingkungannya, sehingga pola perumahan dan pemukiman nelayan semakin berkembang menunjukkan kebutuhan ruang yang mendukung kegiatan aktivitas nelayan. 8