BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan hukum bagi konsumen 1 bertujuan untuk melindungi hak-hak

dokumen-dokumen yang mirip
KEKUATAN HUKUM PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) SEBAGAI LEMBAGA SMALL CLAIM COURT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

Lex Administratum, Vol. V/No. 3/Mei/2017

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu Badan/Lembaga independent, badan publik yang mempunyai

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. dari aktivitas yang dilakukan. Tetapi beberapa di antara resiko, bahaya, dan

ANALISIS MENGENAI CARA PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN Oleh : Hj. MUSKIBAH, S.H., M.H. 1. Keywords:. Penyelesaian, Sengketa Konsumen.

JURNAL. Peran BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) dalam Menyelesaikan Sengketa Konsumen Melalui Proses Mediasi di Yogyakarta

PENGATURAN UPAYA HUKUM DAN EKSEKUSI PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK)

POLITIK HUKUM PEMBENTUKAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) HAERANI. Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar

J U R N A L H U K U M A C A R A P E R D A T A ADHAPER

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan dan analisa mengenai penerapan alternatif

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terbukti turut mendukung perluasan

PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN APABILA TIDAK HANYA SATU KONSUMEN YANG MERASA TELAH DIRUGIKAN OLEH PRODUK YANG SAMA

BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK

BAB I PENDAHULUAN. konsekuensi perubahan-perubahan yang begitu cepat di masyarakat ditandai

BAB IV. A. Kekuatan Hukum Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Dalam Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Konsumen

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian normatif (dokcrinal research) yaitu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan

BAB II MEKANISME PERMOHONAN PENYELESAIAN DAN PENGAMBILAN PUTUSAN SENGKETA KONSUMEN. A. Tata Cara Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. berbasiskan internet yaitu pelaksanaan lelang melalui internet.

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017. PERBUATAN MELAWAN HUKUM OLEH PRODUSEN TERHADAP MAKANAN DALUWARSA 1 Oleh: Yunia Mamarama 2

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kekuatan Hukum Putusan BPSK Dalam Menjamin Perlindungan

BAB III FINAL DAN MENGIKAT DALAM PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAB II PERAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SEBAGAI LEMBAGA PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi dapat memperluas ruang gerak transaksi barang dan/atau jasa. Kondisi

BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kegiatan perekonomian, ada 2 (dua) pemain utama yang

BAB V PENUTUP. 1. Berdasarkan tugas dan wewenang yang diberikan oleh UUPK, BPSK Kota Semarang

J U R N A L H U K U M A C A R A P E R D A T A ADHAPER

Oleh : Made Dwi Pranata A.A. Sri Indrawati Dewa Gede Rudy Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Pajak menurut Pasal 1 Undang-Undang No 28 Tahun 2007 tentang

I. PENDAHULUAN. menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alternative Dispute Resolution (ADR). 3 Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

METODE PENELITIAN. menjawab permasalahan sesuai dengan fakta atau data yang ada dan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin

KETERBATASAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Produsen/Pelaku Usaha dan satu subjek hukum berperan sebagai pihak yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. efektif hanya dalam kondisi jika Pelaku Usaha dan Konsumen mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan kehadiran manusia yang lain. Pada masa dahulu ketika kehidupan manusia

No. 42 Tahun 1999, TLN No. 3821, ps. 6 huruf a. Perlindungan hukum..., Dea Melina Nugraheni, FHUI, 2009 Universitas Indonesia

PENTINGNYA PENCANTUMAN KETIDAKBERHASILAN UPAYA PERDAMAIAN (DADING) DALAM BERITA ACARA SIDANG DAN PUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan

ANALISIS YURIDIS UPAYA KEBERATAN TERHADAP PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM KAITANNYA DENGAN PERLINDUNGAN KONSUMEN GABRIEL SIALLAGAN

BAB I PENDAHULUAN. pesat, sehingga produk yang dihasilkan semakin berlimpah dan bervariasi.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dan daya tawar. Oleh karena itu sangatlah dibutuhkan adanya undang-undang yang

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

Peran BPSK Sebagai Lembaga Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

BAB I PENDAHULUAN. yang menghabiskan uangnya untuk pergi ke salon, klinik-klinik kecantikan

BAB II PROSES PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MENURUT UU NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999

PELAKSANAAN PENGAWASAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI

PERLINDUNGAN KONSUMEN PENUMPANG PESAWAT TERBANG TERHADAP KEHILANGAN BARANG BAGASI

III. METODE PENELITIAN. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi bervariasi, baik produk dalam negeri maupun produk luar negeri.

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2)

A. F. F. Badawi. et al., Tinjauan Yuridis kekuatan Hukum Putusan Badan Penyelesaian Sengketa...

PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN. Karakteristik Pengadilan Negeri. Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi 11/8/2014

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM TRANSAKSI ONLINE. Oleh : Rifan Adi Nugraha, Jamaluddin Mukhtar, Hardika Fajar Ardianto,

RATIO LEGAL PEMBENTUKAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) DI DAERAH PADIMUN LUMBAN TOBING ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan

TUGAS KELOMPOK HUKUM ASURANSI

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha dalam perkembangan dunia yang semakin. pesat membutuhkan suatu hukum guna menjamin kepastian dan memberi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang telah didaftarkan di kepaniteraan pengadilan agama. Pencabutan gugatan

BAB I PENDAHULUAN. membuat keseimbangan dari kepentingan-kepentingan tersebut dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum kepada instansi

KEDUDUKAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) SEBAGAI LEMBAGA PENYELESAIAN PERKARA PELAKU USAHA DAN KONSUMEN 1 Oleh: Billy Christian Antouw 2

METODOLOGI PENELITIAN. sesuatu yang teratur (sistematis), sedangkan logi artinya ilmu yang berdasarkan

2015, No tidaknya pembuktian sehingga untuk penyelesaian perkara sederhana memerlukan waktu yang lama; d. bahwa Rencana Pembangunan Jangka Mene

Volume 1, Number 2, December 2016 ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nurmardjito (Erman Rajagukguk, dkk,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

Peran Penting Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam Rangka Perlindungan Hak-Hak Konsumen. Oleh : Taufik Yahya 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB IV PENUTUP. 1. Berdasarkan dari data-data yang telah penulis peroleh dari penelitian ini,

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban debitor untuk membayar kembali utang sesuai jangka waktu yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

PELAKSANAAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KOTA DENPASAR

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PENUTUP. A. Kesimpulan BAB III. Berdasarkan hasil dari pembahasan dapat diambil suatu kesimpulan:

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan hukum bagi konsumen 1 bertujuan untuk melindungi hak-hak konsumen yang seharusnya dimiliki dan diakui oleh pelaku usaha 2. Oleh karena itu, akhirnya naskah akademik Undang-Undang Perlindungan Konsumen disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada tanggal 20 April 1999. 3 Undang-undang perlindungan konsumen (yang selanjutnya akan disebut UUPK) memberikan jaminan atas hak-hak konsumen. Sehingga kedudukan konsemen dengan pelaku usaha yang sebelumnya tidak seimbang sekarang menjadi setara. Walaupun demikian, pelaku usaha dalam menjalankan aktivitas ekonominya untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan modal yang seminimal mungkin terkadang masih mengesampingkan hak-hak konsumen yang telah tercantum dalam UUPK. Aktifitas demikian mengakibatkan konsumen mengalami kerugian. Meskipun mengalami kerugian, konsumen tidak pernah melakukan gugatan kepada pihak pelaku usaha karena jumlah nominal 1 Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahkluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan (Pasal 1 angka (2) UUPK). 2 Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, bik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi (Pasal 1 angka (3) UUPK). 3 Kelik Wardiono, Hukum Perlindungan Konsumen Aspek Substansi Hukum, Struktur Hukum Dan Kultur Hukum Dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Yogyakarta: Penerbit Ombak,2014, h. 36. 1

2 kerugian yang dialami tidak sebanding dengan biaya yang akan dikeluarkan untuk melakukan gugatan ke pengadilan. UUPK memberikan pilihan kepada para pihak secara sukarela untuk menyelesaian sengketa melalui 2 (dua) cara, yaitu : pertama, melalui luar pengadilan. penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan dapat dilakukan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dengan cara konsiliasi atau mediasi atau arbitrase (choice of forum). 4 Kedua, penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Proses beracara dalam penyelesaian sengketa konsumen itu diatur dalam UUPK. Karena UUPK ini hanya mengatur beberapa pasal ketentuan beracara, maka secara umum peraturan hukum acara seperti dalam Herziene Indonesische Reglement (HIR) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, tetap berlaku. 5 BPSK sangat sesuai untuk menyelesaikan sengketa konsumen dengan nilai kerugian yang kecil karena penyelesaian sengketa yang dilakukan secara cepat, mudah dan biaya murah. Cepat karena penyelesaian sengketa melalui BPSK harus sudah diputuskan dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja setelah gugatan diterima. 6 Mudah karena prosedur administrasi dan proses pengambilan keputusan yang sangat sederhana, dan dapat dilakukan sendiri oleh para pihak tanpa diperlukan kuasa hukum. Murah karena biaya persidangan yang dibebankan 4 Pasal 52 huruf (a) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen 5 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Grasindo, Jakarta, 2004, h. 165. 6 Pasal 55 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen

3 sangat ringan dan dapat terjangkau oleh konsumen. 7 berdasarkan hal tersebut BPSK dapat dikatakan mirip dengan lembaga Small Claim Court. 8 Secara umum Small Claim Court dipergunakan untuk menyebutkan lembaga penyelesaian perkara perdata (civil claims) bersekala kecil dengan cara sederhana, tidak formal, cepat dan biaya murah. Small Claim Court pada umumnya terdapat di negara-negara yang memiliki latar belakang tradisi hukum common law. 9 Di berbagai negara, perkara-perkara konsumen merupakan perkara yang diselesaikan oleh lembaga yang disebut sebagai Small Claim Court (USA), Small Claim Tribunal (New Zealand, Hong Kong), The Consumer Claim Tribunal (Australia), dan The Market Court (Finlandia, Swedia). 10 Prosedur penyelesaian sengketa konsumen yang ada pada negara-negara di atas juga seperti BPSK, yaitu sederhana, mudah, dan cepat. Jika putusan BPSK dapat diterima oleh kedua pihak maka putusan tersebut bersifat final dan mengikat, sehingga perkara tersebut tidak perlu diajukan ke pengadilan. 11 7 Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya, Jakarta: kencana, 2008, h. 75 dikutup dari Yusuf Shofie dan Somi Awan, Sosok Peradilan Konsumen Mengungkap Berbagai Persoalan Mendasar Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), Penerbit: Piramedia, Jakarta tahun 2004, hlm. 17. Dijelaskan lebih lanjut oleh Aman Sinaga, proses penyelesaian sengketa di BPSK adalah sangat sederhana karena di BPSK hanya dikenal surat Pengaduan Konsumen dan Jawaban Pelaku Usaha, kecuali untuk sengketa yang diselesaiakan dengan cara arbitrase pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk mengajukan pembuktian. Kesederhanaan proses tersebut paling menonjol dapat dilihat jika sengketa konsumen diselesaikan dengan cara konsiliasi dan mediasi. Aman Sinaga, BPSK Tempat Menyelesaiakan Sengketa Konsumen Dengan Cepat dan Sederhana, Media Indonesia, 27 Agustus 2004, Sumber: Kumpulan Kliping Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. 8 Vide Bab II D. 9 Ibid., h. 86 dikutip dari Diklat pengembangan SDM bagi anggota BPSK tingkat pemula, Jakarta 30 September-1 Oktober 2003, yang dikutip oleh J. Widijantoro dan Al Wisnubroto laporan hasil penelitian Fakultas Hukum Universitas Atma jaya Yogyakarta tahun 2004, h. 43. 10 Ibid., h. 92 dikutip dari Munir Fuady, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktik, Buku Ketiga, Penerbit: PT Citra Aditya Bakti, Bandung, Tahun 1994, h. 396. 11 Ibid.

4 Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen (selanjutnya disingkat dengan BPSK). 12 Selain bertugas menyelesaikan masalah sengketa konsumen BPSK juga bertugas memberikan konsultasi perlindungan konsumen. 13 BPSK dibentuk oleh pemerintah di daerah tingkat II (kabupaten/kota) untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan. 14 Anggota BPSK terdiri dari tiga unsur yaitu unsur pemerintah, unsur konsumen, dan unsur pelaku usaha. 15 Putusan majelis BPSK sebagai hasil penyelesaian sengketa konsumen dengan menggunakan mekanisme Alternatif Dispute Resolution, yaitu konsiliasi atau mediasi atau arbitrase, bersifat final dan mengikat. 16 Final mengandung arti bahwa penyelesaian sengketa telah selesai dan berakhir, sedangkan mengikat mengandung arti memaksa dan sebagai sesuatu yang harus dijalankan oleh pihak yang diwajibkan untuk itu. 17 Prinsip res judicata pro veritate habetur, menyatakan bahwa suatu prinsip yang tidak mungkin lagi untuk dilakukan upaya hukum, dinyatakan sebagai putusan yang mempunyai kekuatan hukum pasti. Berdasarkan prinsip tersebut, putusan BPSK harus dipandang sebagai putusan yang mempunyai kekuatan hukum yang pasti (in kracht van gewijsde). 18 12 Pasal 1 angka 11 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen 13 Abdul Halim Barkatulah, Hak-Hak Konsumen, Bandung: Nusa Media, 2010 (selanjutnya disebut Abdul Halim Barkatullah I), h. 90. 14 Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen 15 Pasal 49 ayat (3) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen 16 Pasal 54 ayat (2) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen 17 Antonius Sahadi, Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui Mekanisme Konsiliasi, Mediasi, Arbitrase Pada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), Penelitian Mandiri, Universitas Sriwijaya, April 2009, h. 73 18 Susanti Adi Nugroho, Op.Cit., h. 18

5 Menurut penjelasan pasal 54 ayat (3) UUPK yang dimakud dengan putusan majelis bersifat final dan mengikat adalah bahwa dalam Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen tidak ada upaya banding dan kasasi. Maksudnya para pihak tidak dapat mengajukan banding dan kasasi di BPSK, akan tetapi dengan menafsirkan secara sistematis dengan pasal 56 ayat (2) UUPK para pihak dapat melakukan upaya hukum atas putusan BPSK melalui Pengadilan Negeri dan wajib mengeluarkan putusan atas keberatan tersebut paling lambat 21 (dua puluh satu) hari. 19 Hal ini memperlihatkan bahwa pembuat undang-undang memang menghendaki campur tangan pengadilan untuk menyelesaikan sengketa konsumen ini. 20 Artinya kekuatan putusan dari BPSK secara yuridis masih digantungkan pada supremasi pengadilan sehingga tidak benar-benar final 21 dan mengikat. Putusan BPSK tidak benar-benar mengikat, menurut penulis berdasarkan pasal 56 ayat (1)UUPK menyatakan bahwa dalam waktu paling lambat 7 hari kerja sejak putusan BPSK sebagaimana dimaksud pasal 55 pelaku usaha wajib melaksanakan putusan tersebut. Namun pada pasal 56 ayat (2) UUPK masih dimungkinkannya para pihak untuk mengajukan keberatan kepada PN paling lambat 14 setelah menerima putusan pemberitahuan putusan tersebut. Atas putusan BPSK dapat diajukan upaya keberatan jika memenuhi syarat-syarat yang telah diatur pada Pasal 6 ayat (3) PERMA No. 1 Tahun 2006. 22 19 Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen 20 Ibid., h. 262. 21 Muskibah, Analisis Mengenai Cara Penyelesaian Sengketa Konsumen, http://download.portalgaruda.org/article.php?article=11871&val=873, diunduh pada tanggal 19 Juni 2015 pukul 08:02:16. 22 Vide Bab III

6 BPSK memiliki kewenangan mengeluarkan suatu putusan yang menyatakan ada atau tidaknya kerugian yang timbul dan mengharuskan pihak yang memenuhi isi putusan karena sifat putusan BPSK final dan mengikat. Namun kedudukan BPSK pada sistem peradilan di Indonesia tidak termasuk dalam 4 lingkungan peradilan yang diatur pada Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karenanya muncul isu terkait kedudukan BPSK. Akan tetapi dari perluasan sistem peradilan sehingga dapat diketahui kedudukan BPSK berada pada posisi sebagai lembaga negara bantu dalam bidang peradilan atau quasi peradilan. Berkaitan dengan itu sifat putusan BPSK final dan mengikat pada hakekatnya tidak final dan mengikat karena tidak memiliki kekuatan eksekutorial. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis merumuskan isu pokok sebagai berikut: Pertentangan antara sifat putusan BPSK yang final dan mengikat dengan kemungkinan mengajukan upaya keberatan atas putusan BPSK tersebut ke Pengadilan Negeri. Berdasarkan isu pokok diatas dapat diuraikan menjadi beberapa isu sebagai berikut: 1. Apakah sifat dan kewenangan BPSK termasuk sebagai quasi peradilan dalam sistem peradilan nasional? 2. Apakah BPSK sama dengan Small Claim Court? 3. Apakah makna final dan mengikat dalam putusan BPSK sesuai dengan makna putusan pengadilan?

7 C. Tujuan Memperhatikan latar belakang, rumusan masalah seperti yang telah dikemukakan terdahulu, maka penelitian ini bertujuan untuk: Untuk mengetahui dan memahami mengenai sifat dan kewenangan BPSK sebagai quasi peradilan dalam sistem peradilan nasional. Untuk mengetahui dan memahami mengenai makna final dan mengikat dalam putusan BPSK berdasarkan makna putusan pengadilan D. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat: Diharapkan dapat menemukan preskripsi mengenai kedudukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen sebagai quasi peradilan dan sifat putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. E. Metode Penelitian Untuk melakukan penelitian yang baik dan terarah, maka penulis akan menggunakan metode penelitian untuk mendapatkan informasi yang tepat dari berbagai aspek dan sumber mengenai permasalahan yang hendak dijawab. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum. Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin hukum guna menjawab isu

8 hukum yang dihadapi. 23 Di dalam penelitian terdapat beberapa pendekatanpendekatan. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekan undang-undang (statute approach), Pendekatan ini dilakukan untuk mempelajari dan memahami mengenai kandungan filosofis yang ada dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tetang Perlindungan Konsumen, yaitu keadilan. Pendekatan komparatif (comparaative approach), pendekatan ini dilakukan untuk membandingkan pengaturan hukum di Indonesia dengan di negara-negara lain yang berkaitan dengan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan ini dilakukan untuk mempelajari tentang konsep final dan mengikat atas suatu putusan dari pandangan para sarjana dan doktrin hukum. pendekatan-pendekatan di atas oleh penulis digunakan untuk memberikan pemahaman yang tepat sebagaimana seharusnya sifat final dan mengikat atas putusan BPSK terkait dapat dilakukannya upaya keberatan. Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dikelompokkan berdasarkan: 1. Bahan hukum primer, merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan 2006, h. 35. 23 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

9 perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. 24 Berdasarkan masalah di atas bahan hukum primer adalah sebagai berikut: a) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. b) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan penyelenggaraan Perlindungan Konsumen. c) Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 301/MPP/Kep/10/2001 tentang pengangkatan, Pemberhentian Anggota Sekretariat BPSK. d) Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK. 2. Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang memberikan penjelsan mengenai bahanbahan hukum primer, meliputi buku-buku teks, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan. 25 F. Sistematika Penulisan Penulisan ini dibagi secara sistematis dalam 4 (empat) bab. Masingmasing bab memuat penjelasan ruang lingkup dan permasalahan yang diteliti. Urutan tata letak masing-masing bab serta pokok pembahasannya adalah sebagai berikut. 24 Ibid., h. 141. 25 Ibid.

10 I. BAB I PENDAHULUAN Akan ditulisn mengenai latar belakang permasalahan yang akan dibahas yakni menjelaskan mengenai permasalahan pada BPSK. Selain itu, dalam bab ini juga akan membahas mengenai rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan metode penelitian. II. BAB II SIFAT DAN KEWENANGAN BPSK SEBAGAI QUASI PERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN NASIONAL Akan diuraikan mengenai BPSK dengan lebih mendalam menggunakan beberapa pendekatan untuk menganalisis kewenangan BPSK yang bersifat mengadili dengan sistem peradilan. Sehingga dapat diketahui kedudukan BPSK sebagai quasi peradilan dalam sistem peradilan. pada bab ini juga melakukan pendekatan perbandingan antara BPSK dengan Small Claim Court. III. BAB III FINAL DAN MENGIKAT DALAM PUTUSAN BPSK Akan menguraikan mengenai konsep final dan mengikat secara teoritis dengan mengacu pada hukum acara yang berlaku dan atas dasar itu akan diketahui hakekat sifat final dan mengikat putusan BPSK.

11 IV. BAB IV PENUTUP Akan menguraikan kesimpulan dan saran penulisan ini yang mengafirmasi tesis atau argumentasi penulis bahwa BPSK merupakan lembaga quasi peradilan dan pada hakekatnya sifat putusannya tidak final dan mengikat. Penulis juga memberikan rekomendasi supaya menegaskan kedudukan BPSK dalam sistem peradilan dan merevisi Pasal-Pasal pada UUPK, terutama terkait putusan BPSK yang bersifat final dan mengikat.