DAMPAK IMPLEMENTASI PERMEN KP No. 1 TAHUN 2015 TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI NELAYAN DI JAWA TENGAH

dokumen-dokumen yang mirip
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

ANALISIS BIOEKONOMI RAJUNGAN (Portunus pelagicus) MENGGUNAKAN PENDEKATAN SWEPT AREA DAN GORDON-SCHAEFER DI PERAIRAN DEMAK

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN)

RANCANG BANGUN KEREKAYASAAN ALAT PENGUKUR KARAPAS RAJUNGAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Jl. Raya Jakarta Serang Km. 04 Pakupatan, Serang, Banten * ) Korespondensi: ABSTRAK

PENGARUH UMPAN DAN LAMA PERENDAMAN ALAT TANGKAP JEBAK (BUBU LIPAT) TERHADAP HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI DESA SEMAT, JEPARA

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Perbandingan Hasil Tangkapan Rajungan Pada Alat Tangkap Bubu Kerucut dengan Umpan yang Berbeda

Moch. Prihatna Sobari 2, Diniah 2, dan Danang Indro Widiarso 2 PENDAHULUAN

BAB III BAHAN DAN METODE

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.)

Aspek Biologi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Sebagai Landasan Pengelolaan Teknologi Penangkapan Ikan di Kabupaten Kendal

Pemberdayaan masyarakat nelayan melalui pengembangan perikanan tangkap di Desa Majakerta, Indramayu, Jawa Barat

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA)

BAB III BAHAN DAN METODE

ANALISIS BIOEKONOMI SUMBERDAYA RAJUNGAN

MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN RAJUNGAN DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN NELAYAN DI KABUPATEN PANGKEP

5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN BUBU LIPAT KOTAK DENGAN BUBU LIPAT KUBAH TERHADAP HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

BAB III BAHAN DAN METODE

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN SIDAT DENGAN MENGGUNAKAN BUBU DI DAERAH ALIRAN SUNGAI POSO SULAWESI TENGAH

Kebijakan Pembangunan Kelautan & Perikanan di Indonesia

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

KELOMPOK SASARAN. 1. Nelayan-nelayan yang telah mempunyai pengalaman dan keterampilan dalam pengoperasian jaring trammel.

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

ANALISIS BIOEKONOMI RAJUNGAN (Portunus pelagicus) MENGGUNAKAN PENDEKATAN SWEPT AREA DAN GORDON-SCHAEFER DI PERAIRAN DEMAK

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

STATUS PERIKANAN LOBSTER (Panulirus spp.) DI PERAIRAN KABUPATEN CILACAP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

GUBERNURJAWATENGAH, PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH 33 TAJW1~2011 TENTANG PENGELOLAANPERIKANANLOBSTER, KEPITING DAN RAJUNGAN DI PROVINSI JAWATENGAH

Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2013, hlm ISSN

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2/Permen-KP/2015. Tanggal 08 Januari 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).

I. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim

CAPAIAN IMPLEMENTASI 4 FOKUS AREA RENCANA AKSI Gerakan Nasional Penyelamatan Sektor Kelautan Indonesia Di Provinsi Jawa Tengah

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN ALAT CANTRANG DI PERAIRAN TELUK JAKARTA

USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI SADENG, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Small Scale Fisheries Effort At Sadeng, Yogyakarta Province)

8 AKTIVITAS YANG DAPAT DITAWARKAN PPI JAYANTI PADA SUBSEKTOR WISATA BAHARI

SALURAN PEMASARAN USAHA PENANGKAPAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI DESA PACIRAN KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

BAB I PENDAHULUAN. dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL. Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal

MENGAPA PRODUKSI KEPITING RAJUNGAN MENURUN DAN KEBIJAKAN APA YANG PERLU DILAKUKAN MENGANTISIPASINYA. Oleh. Wayan Kantun

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. juta km2 terdiri dari luas daratan 1,9 juta km2, laut teritorial 0,3 juta km2, dan

5 TINGKAT KEBUTUHAN ES UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PPS CILACAP

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

PENGARUH POSISI UMPAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN BUBU LIPAT (Effect of bait position on catch of collapsible pot)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol 1. No. 1, Desember 2010: 24-31

ANALISA POLA PEMBIAYAAN USAHA PENANGKAPAN IKAN DENGAN MENGGUNAKAN ALAT TANGKAP JARING INSANG (GILL NET) NELAYAN BULAK KOTA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Rikza Danu Kusuma *), Asriyanto, dan Sardiyatmo

CAPAIAN IMPLEMENTASI 4 FOKUS AREA RENCANA AKSI Gerakan Nasional Penyelamatan Sektor Kelautan Indonesia Di Provinsi Kalimantan Tengah

BAB III DESKRIPSI AREA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

POTENSI UDANG DOGOL (Metapenaeus ensis) DI KABUPATEN KEBUMEN JAWA TENGAH. Abstrak

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

ANALISIS TEKNIS DAN FINANSIAL USAHA PENANGKAPAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DENGAN ALAT TANGKAP BUBU LIPAT (TRAPS) DI PERAIRAN TEGAL

ESTIMASI PRODUKSI PERIKANAN DAN KUNJUNGAN KAPAL DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI WONOKERTO, KABUPATEN PEKALONGAN

ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P.

4 HASIL. Gambar 8 Kapal saat meninggalkan fishing base.

MAKSUD DAN TUJUAN DAPAT DIGUNAKAN SEBAGAI PEDOMAN DALAM RANGKA MEWUJUDKAN PERAN SERTA POKMASWAS DALAM MEMBANTU KEGIATAN PENGAWASAN

PENGARUH PEMBERIAN WARNA PADA BINGKAI DAN BADAN JARING KRENDET TERHADAP HASIL TANGKAPAN LOBSTER DI PERAIRAN WONOGIRI

Gagasan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Nelayan melalui Pendekatan Sistem

Trammel Net Fishermen Revenue Analysis in the village of Siklayu, Batang, Central Java.

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara optimal dapat menjadi penggerak utama (prime mover)

WAKTU PENANGKAPAN KEPITING BAKAU (Scylla serrata) DI PERAIRAN LONTAR KABUPATEN SERANG BANTEN

ANALISIS KERAMAHAN LINGKUNGAN BUBU RAJUNGAN MODIFIKASI CELAH PELOLOSAN DI PERAIRAN KABUPATEN REMBANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PENDAPATAN, BIAYA DAN KEUNTUNGAN BOTTOM GILL NET DENGAN ATRAKTOR UMPAN DAN ATRAKTOR UMPAN DI PERAIRAN JEPARA JAWA TENGAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Poduksi perikanan Indonesia (ribu ton) tahun

ANALISIS BIOEKONOMI MODEL COPES PERIKANAN DEMERSAL PESISIR REMBANG. Bioeconomic Analitic Copes Mode Demersal Fish in Rembang Water

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

MAKALAH PENYULUHAN PERIKANAN PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN PELARANGAN ALAT TANGKAP CANTRANG DI JUWANA, PATI

ANALISIS POTENSI TANGKAP SUMBERDAYA RAJUNGAN (BLUE SWIMMING CRAB) DI PERAIRAN DEMAK

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS DAERAH PENANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN JARING INSANG DASAR (BOTTOM GILLNET) DI PERAIRAN BETAHWALANG, DEMAK

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN Pelabuhan Perikanan. Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan

PERBANDINGAN PENERIMAAN NELAYAN YANG MENANGKAP RAJUNGAN DENGAN BUBU DAN ARAD DI BETAHWALANG, DEMAK

Transkripsi:

Available online at Indonesian Journal of Fisheries Science and Technology (IJFST) Website: http://ejournal.undip.ac.id/index.php/saintek Saintek Perikanan Vol.12 No.1: 60-66, Agustus 2016 DAMPAK IMPLEMENTASI PERMEN KP No. 1 TAHUN 2015 TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI NELAYAN DI JAWA TENGAH Impacts of Implementation PERMEN KP No. 1 Tahun 2015 to Social Economic Fisher Condition in Central Java Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto, SH, Tembalang, Semarang, Jawa Tengah 50275, Telp/fax. +6224 747698 Email: imam_triarso@yahoo.com Diserahkan tanggal 8 Juni 2016, Diterima tanggal 5 Agustus 2016 ABSTRAK Diberlakukannya Permen KP No. 1 Tahun 2015 tentang Penangkapan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp) dan Rajungan (Portunus pelagicus) dengan tujuan untuk mengelola potensi sumberdaya Crustacea, disebabkan adanya fenomena semakin turunnya produksi Crustacea dan semakin kecilnya ukuran yang ditangkap. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak implementasi Permen KP No. 1/2015 tersebut terhadap kondisi sosial ekonomi nelayan di sentra penangkapan Lobster di Kabupaten Kebumen dan sentra penangkapan Rajungan di Kabupaten Demak dengan menggunakan metoda skoring. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi Permen KP No. 1/2015 ternyata berdampak positif terhadap nelayan Lobster di Kabupaten Kebumen dilihat dari segi nilai ekonomi nilai sosial. Namun, berbeda halnya dengan nelayan Rajungan di Kabupaten Demak, dimana kurang berdampak positif, baik nilai ekonomi maupun nilai sosial. Kondisi yang terjadi di Kabupaten Demak tersebut dikarenakan oleh ulah para bakul pengumpul/pengepul yang masih tetap membeli Rajungan, meskipun kondisinya bertelur dan ukurannya kecil. Selain itu, tidak diimbanginya pengawasan atau tindakan hukum bagi para pelanggar Permen KP No. 1/2015 tersebut sehingga telah menimbulkan adanya kecemburuan sosial antar nelayan setempat dan luar daerah. Kata kunci: Dampak, Permen KP No. 1/2015, Nelayan Lobster dan Rajungan ABSTRACT The implementation of the PERMEN KP No. 1 Tahun 2015 with the aim to review manage resource potential Crustaceans, due to the phenomenon of the decline in production Crustaceans and captured the increasingly smaller sizes. Research objectives to know impact of implementation Permen KP No. 1/2015 to Socio-Economic Fisher Conditions in Central of Java, especially at the center catching Lobster fishers in Kebumen District and center catching Crab in Demak District with using scoring method. The results showed that the implementatioo of Permen KP No. 1/2015 turned positive impact Lobster fishers in Kebumen District, seen view of economic value and social value. However,with different well ascrab in Demak District, that negaitive impact. In Demak District is caused by that remains buying Crabs, although the condition is laying andsmall size. Keywords: Impacts, Permen KP No. 1/2015, Crustaceans Fishers PENDAHULUAN Produksi perikanan yang termasuk kelompok Crustacea di Indonesia diperkirakan mencapai 23% dari produksi perikanan total dunia. Produksi Crustacea sebesar ini senilai kurang lebih 2.5-6 Milyar USD, dan menduduki rangking pertama dalam perdagangan perikanan dunia (BPS, 2014). Berdasarkan data BPS tersebut, perikanan Crustacea Indonesia diperkirakan telah mencapai nilai kurang lebih 800 juta USD. Jepang, Hongkong, USA, Taiwan dan beberapa negara Eropa merupakan tujuan ekspor berbagai jenis Crustacea tersebut. Sejalan dengan tingginya permintaan produk jenis Crustacea sehingga semakin meningkatkan intensitas penangkapan Crustacea, terutama Lobster dan Rajungan. Hal ini telah mendorong nelayan Jawa Tengah untuk menangkap sebanyak-banyaknya dan cenderung mengabaikan kondisi perkembangbiakan maupun ukuran yang tertangkap. Berdasarkan fenomena tersebut, maka KKP telah menerbitkan Permen KP No. 1 Tahun 2015 tentang Penangkapan Lobster (Panulirus spp), Kepiting ( Scylla spp) dan Rajungan (Portunus pelagicus) dengan tujuan untuk mengelola potensi sumberdaya Crustacea. Permen KP No. 1/ 2015 pada Pasal 2 disebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan penangkapan Lobster, Kepiting dan Rajungan dalam kondisi 60

61 Saintek Perikanan Vol.12 No.1: 60-66, Agustus 2016 bertelur, selajutnya Pasal 3 (ayat 1) dijelaskan bahwa penangkapan Lobster, Kepiting, dan Rajungan dapat dilakukan dengan ukuran: a. Lobster ( Panulirus spp ) dengan ukuran panjang karapas > 8 cm (di atas delapan sentimeter); b. Kepiting ( Scylla spp) dengan ukuran lebar karapas >15 cm (di atas limabelas sentimeter); dan c. Rajungan (Portunus pelagicus) dengan ukuran lebar karapas >10 cm (di atas sepuluh sentimeter). Dengan terbitnya Permen KP No. 1/2015 tersebut, maka perlu diteliti seberapa jauh dampaknya terhadap kondisi sosial ekonomi nelayan di Jawa Tengah yang selama ini menggantungkan hidupnya dari hasil tangkapan Lobster, dan Rajungan. METODE PENELITIAN Kajian ini tergolong sebagai penelitian terapan (applied research). Menurut Kuncoro (2003), penelitian terapan merupakan penelitian yang menyangkut aplikasi teori untuk memecahkan masalah tertentu. Masalah penelitian ini adalah bagaimana dampak implementasi Permen KP No. 1/2015 tersebut terhadap kondisi sosial ekonomi nelayan saat ini. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian di Kabupaten Kebumen yang merupakan sentra penangkapan Lobster di pansela Jateng dan di Kabupaten Demak yang merupakan sentra penangkapan Rajungan di pantura Jateng. Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diambil berdasarkan wawancara dengan nelayan Lobster dan Rajungan, sedangkan data sekunder diperoleh dari DKP dan TPI di 2 kabupaten setempat. Analisa Data Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif pada masing-masing lokasi penelitian, terutama yang terkait dengan dampak implementasi Permen KP No. 1/ 2015 terhadap kondisi sosial ekonomi nelayan setempat. Penilaian kondisi ekonomi dan sosial nelayan dilakukan dengan metoda skoring (Tim BPP FPIK Universitas Brawijaya, 2015 dengan modifikasi) sebagai berikut: a. Nilai Ekonomi: +2 = Permen KP No.1/2015 berdampak positif yang sangat bagi rumah tangga perikanan maupun nelayan. +1 = Permen KP No. 1/2015 berdampak positif namun tidak begitu nyata terhadap rumah tangga perikanan maupun nelayan. 0 = Permen KP No.1/2015 tidak berdampak netral bagi penghasilan rumah tangga perikanan maupun nelayan. -1 = Permen KP No.1/2015 kadang menyebabkan kerugian bagi rumah tangga perikanan maupun nelayan. -2 = Permen KP No.1/2015 menyebabkan kerugian ekonomi bagi rumah tangga perikanan maupun nelayan. b. Nilai Sosial: +2 = Permen KP No.1/2015 tidak pernah menimbulkan kecemburuan sosial dari komoditas penangkap Lobster, Rajungan dan Kepiting. +1 = Permen KP No.1/2015 tidak menimbulkan kecemburuan sosial dari komunitas nelayan penangkap Lobster, Rajungan dan Kepiting, namun tidak disertai dengan dukungan oleh nelayan lain maupun instansi terkait. 0 = Permen KP No.1/2015 berdampak netral secara sosial bagi rumah tangga perikanan maupun nelayan. -1 = Permen KP No.1/2015 dirasakan merugikan nelayan atau rumah tangga perikanan sehingga menimbulkan kecemburuan sosial. -2 = Permen KP No.1/ 2015 dirasa sangat merugikan sebagian besar nelayan lainnya sehingga terjadi konflik antar nelayan. HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi perikanan tangkap di Jawa Tengah pada tahun 2012 tercatat sebesar 275.552,60 ton, termasuk didalamnya adalah produksi Crustacea. Produksi udang di 13 kabupaten/kota di Jawa Tengah pada tahun 2011 untuk udang Putih sebesar 123,6 ton, udang Krosok sebesar 848,0, udang lainnya (antara lain Lobster) 601,4 ton serta Ra jungan sebesar 134,2 ton. Karakteristik Perikanan Lobster di Kabupaten Kebumen Kabupaten Kebumen mempunyai luas wilayah sebesar 158.111, 50 ha atau 1.581, 11 km² dengan kondisi beberapa wilayah merupakan daerah pantai dan pegunungan, namun sebagian besar merupakan dataran rendah. Jumlah Nelayan Kabupaten Kebumen terdapat 5 (lima) TPI, di mana 3(tiga) di antaranya merupakan TPI yang relatif cukup besar, yaitu TPI Karangduwur, TPI Argopeni, dan TPI Pasir. Ketiga TPI tersebut memiliki aktivitas yang tinggi dalam hal pendaratan hasil tangkapan Lobster. Hal ini dikarenakan TPI Karangduwur, TPI Pasir, dan TPI Argopeni berbatasan langsung dengan Samudera Hindia yang memiliki potensi sumberdaya Lobster yang cukup tinggi. Tabel 1 di bawah ini menunjukkan jumlah nelayan di 3 TPI terbesar di Kabupaten Kebumen. Tabel 1. Jumlah nelayan di Kabupaten Kebumen No. TPI Jumlah Nelayan (Orang) 1 TPI Karangduwur 694 2 TPI Pasir *) 3 TPI Argopeni 463 Sumber: Hasil Survey, 2016

Saintek Perikanan Vol.12 No.1: 60-66, Agustus 2016 Dampak Implementasi Permen Kp No. 1 Tahun 2015 terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Nelayan di Jawa Tengah 62 *) data tidak tersedia Jenis dan Jumlah Kapal Motor/Motor Tempel/Perahu Para nelayan di Kabupaten Kebumen umumnya menggunakan motor tempel untuk operasi penangkapan ikan/lobster maupun untuk wisata bahari. Ciri khas motor tempel/perahu di Kabupaten Kebumen adalah memiliki katir yang terbuat dari papan yang dipasang di sebelah kanan kiri kapal yang berfungsi sebagai penyeimbang kapal agar kapal tidak mudah terbalik dihantam oleh gelombang besar. Motor tempel/perahu ini terbuat dari bahan fiber glass dengan menggunakan mesin Yamaha 15 PK. Bahan bakar yang digunakan adalah bensin campur dengan pemakaian minimal sebanyak 5 liter/trip (oneday fishing). Jenis dan Jumlah Alat Tangkap Mayoritas alat tangkap yang digunakan untuk menangkap Lobster di Kabupaten Kebumen adalah jaring Sirang ( Trammel net) yang dioperasikan secara pasif, artinya jaring dipasang dalam laut (setting) dan ditinggal dengan lama perendaman ( immersing) selama 6-12 jam baru diangkat dan diambil hasil tangkapannya. Alat tangkap jaring Sirang di Kabupaten Kebumen ini berbeda dengan yang digunakan oleh nelayan Wonogiri. Menurut Sobari, M.P. dkk, (2008) untuk menangkap Spiny Lobster para nelayan di Wonogiri menggunakan alat tangkap jaring Krendet dan jaring Hampara yang sifatnya memuntal ( entangling). Jaring Sirang menurut nelayan Kebumen biasanya tidak dapat bertahan lama, pemakaian 2 hingga 3 kali alat tangkap tersebut umumnya sudah rusak dikarenakan operasi penangkapan Lobster di daerah berkarang sehingga dengan adanya ombak dan arus yang besar seringkali jaring ini tersangkut pada karang. Selain jaring Sirang, alat tangkap yang digunakan untuk menangkap Lobster adalah Bubu pintur ( Trap). Bubu pintur adalah alat tangkap yang tergolong alat tangkap jebak. Kerangka dari Bubu pintur terbuat dari besi, dan bahan jaring yang digunakan umumnya memakai potongan jaring bekas monofilament dengan ukuran mesh size 3-5 inch. Oleh karena itu, tidak ada spesifikasi khusus dalam pembuatannya. Pemasangan Bubu pintur dilakukan pada saat pagi, siang, atau sore hari sebelum matahari terbenam dan diambil ( hauling) pagi hari, dan kemudian dipasang kembali ( setting) setelah alat tangkap ini dipasangi umpan. Produksi dan Pemasaran Hasil Tangkapan Lobster di Kabupaten Kebumen Musim penangkapan Lobster di Kabupaten Kebumen saat ini menurut nelayan sulit ditentukan. Hal ini disebabkan adanya perubahan musim yang tidak menentu. Gelombang dan angin besar di laut terjadi pada saat bertiup angin Timur sehingga biasanya nelayan akan mengurangi aktivitas melautnya. Kondisi seperti itu menjadi pertanda musim paceklik, karena selain nelayan sulit melaut, Lobster juga tidak akan keluar dari tempat persembunyiannya ketika gelombang dan arus lautnya kuat. Pada saat musim penghujan tiba, maka hal ini menandakan akan terjadinya musim puncak penangkapan Lobster, karena Lobster biasanya akan mengalami stress apabila terkena air tawar sehingga Lobster keluar dari tempat persembunyiaannya untuk berpindah ke tempat yang tidak terkena air tawar.pada umumnya daerah penangkapan Lobster di perairan Kabupaten Kebumen berada di daerah karang yang hanya berjarak 1 hingga 2 mil dari bibir pantai. Dari ketiga TPI yang ada di Kabupaten Kebumen, yaitu TPI Karangduwur, TPI Pasir, dan TPI Argopeni, produksi Lobster didominasi oleh TPI Karangduwur. Pada Tabel 2 menunjukan bahwa pada bulan Januari tahun 2015 produksi Lobster sebanyak 673,7 kg. Namun, pada bulan Februari didapati hasil tangkapan Lobster sebanyak 289,4 kg, kemudian pada bulan Maret didapati 622,05 kg. Jadi setiap bulannya hasil tangkapan Lobster mengalami naik turun atau fluktuatif setiap bulannya, yang kemungkinan disebabkan oleh kondisi cuaca. Tabel 2. Produksi Lobster di TPI Karangduwur tahun 2015 No. Bulan Produksi (Kg) 1. Januari 673,70 2. Februari 289,40 3. Maret 622,05 4. April 669,40 5. Mei 839,20 6. Juni 1.606,50 7. Juli 66,50 8. Agustus 70,00 9. September 346,05 Jumlah 5.182,80 Gambar 1.Produksi Lobster di TPI Karangduwur Kab. Kebumen Tahun 2015

63 Saintek Perikanan Vol.12 No.1: 60-66, Agustus 2016 Gambar 2. Produksi Lobster Tahun 2015 di Kab. Kebumen Produksi Lobster juga terdapat di TPI Argopeni dan TPI Pasir, meskipun tidak sebanyak yang didaratkan di TPI Karangduwur. Berdasarkan hasil survei lapangan didapatkan bahwa data hasil produksi Lobster di TPI Argopeni pada bulan Januari September 2015 sebanyak 1.518,8 Kg, sedangkan di TPI Pasir 390 Kg, relatif lebih sedikit daripada produksi Lobster di TPI Karangduwur yang mencapai sebanyak 5.182,8 Kg. Kondisi ini disebabkan oleh banyaknya permintaan Lobster di TPI Karangduwur daripada permintaan Lobster di TPI Pasir dan TPI Argopeni sehingga banyak nelayan nelayan pendatang yang menjual hasil tangkapannya di TPI Karangduwur. Sistem pemasaran Lobster di TPI se-kabupaten Kebumen, yakni Lobster yang tertangkap oleh nelayan dijual langsung ke bakul pengumpul/pengepul, kemudian pengepul tersebut yang nantinya melaporkan kepada pengelola TPI seberapa banyak Lobster yang dibelinya dari nelayan beserta nilai belinya untuk menentukan besaran retribusi yang harus dibayarkan ke TPI. Karakteristik Perikanan Rajungan di Kabupaten Demak Perairan Kabupaten Demak yang membentang 34,1 km cukup potensial sumberdaya perikanan lautnya. Dasar perairan pantai Demak hampir seluruhnya berupa lumpur berpasir sehingga tidak ditemui adanya gugus karang. Dengan kondisi seperti ini, maka perairan Betahwalang di Kabupaten Demak merupakan salah satu habitat Rajungan yang potensial untuk dilakukan penangkapan sepanjang tahun. Biasanya dalam setahun hanya pada bulan Agustus saja sebagian nelayan mengurangi aktivitas penangkapan Rajungan dikarenakan diprediksi tidak begitu banyak menghasilkan Rajungan. Bahkan Rajungan yang tertangkap pada bulan Agustus tersebut umumnya masih berukuran terlalu kecil. Pendataan perikanan Rajungan di Betahwalang sangat minim, karena disini belum ada Tempat Pendaratan Rajungan yang resmi, maka hampir seluruh nelayan Betahwalang melakukan pendaratan Rajungan di shelter dari bakul masing-masing. Jumlah Nelayan Nelayan di Kabupaten Demak, khususnya di Desa Betahwalang mayoritas bekerja sebagai nelayan. Pada umumnya nelayan Desa Betahwalang tergolong nelayan kecil dengan menggunakan sarana penanangkapan yang dioperasikan di perairan pantai oleh 1 atau 2 orang nelayan. Sebagian besar nelayan pemilik atau juragan kapal biasanya ikut melaut. Jumlah nelayan di Desa Betahwalang Kabupaten Demak tercatat sebanyak 940 orang yang tersebar di 4(empat) RW, yaitu di RW I tercatat jumlah nelayannya 122 orang nelayan, RW II sebanyak 296 orang nelayan, RW III sebanyak 211 orang nelayan, dan RW 4 sebanyak 312 orang nelayan. Jenis dan Jumlah Kapal Motor/Motor Tempel/Perahu Kapal/Motor Tempel/Perahu yang digunakan nelayan di Desa Betahwalang berupa motor tempel yang mayoritas disandarkan di bantaran/tanggul Sungai Dero. Motor tempel yang digunakan nelayan untuk pengoperasian alat tangkap Rajungan terbuat dari bahan kayu dengan ukuran rata-rata Panjang 7 m, Lebar 2,6 m, dan Tinggi 0,95 m. Mesin yang digunakan adalah mesin Donfeng dengan kekuatan mesin 15-20 PK, dalam sekali pengoperasian membutuhkan bahan bakar solar dengan nilai ± Rp 150.000,-/trip. Jenis dan Jumlah Alat Tangkap Alat tangkap yang umumnya digunakan oleh nelayan Rajungan di Desa Betahwalang Kabupaten Demak adalah Bubu lipat (Trap = Jebak Rajung) dan Jaring Rajungan (Bottom set gillnet). Metode pengoperasian Bubu dimulai dari persiapan meliputi pemeriksaan kondisi kapal dan mencari umpan dan menyiapkan perbekalan untuk operasi penangkapan. Umpan yang digunakan yaitu ikan Petek atau ikan rucah dengan ukuran 5 cm. Setelah umpan terpasang di dalam Bubu lipat, maka siap untuk dimasukkan ke dalam laut ( setting), dimana pada tahap setting ini dimulai dengan menurunkan Bubu beserta main line sampai berakhir di ujung pelampung tanda. Adapun Jaring Rajungan atau Bottom set gillnet yang digunakan nelayan memiliki mata jaring berukuran 3,5-4 inch terbuat dari bahan PA Monofilament No.20. Produksi dan Pemasaran Hasil Tangkapan Rajungan di Kabupaten Demak Musim penangkapan Rajungan di Desa Betahwalang Kabupaten Demak dengan masa puncak antara bulan Desember Februari, sedangkan musim paceklik pada bulan

Saintek Perikanan Vol.12 No.1: 60-66, Agustus 2016 Dampak Implementasi Permen Kp No. 1 Tahun 2015 terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Nelayan di Jawa Tengah 64 Agustus Oktober. Meskipun demikian ketika berlangsung musim paceklik, sebagian kecil nelayan masih melakukan operasi penangkapan. Daerah penangkapan Rajungan biasanya mulai dari Tanjung Mas Semarang hingga paling jauh sampai di perairan Jepara. Hasil produksi Rajungan di Desa Betahwalang Kabupaten Demak langsung dijual kepada bakul pengumpul/pengepul atau tengkulak. Sebagai pelaku pemasaran utama didalam produksi dan pemasaran hasil tangkapan Rajungan, maka bakul atau tengkulak ini mempunyai buruh, yang dalam hal ini buruh tersebut sebenarnya adalah nelayan buruh itu sendiri. Para bakul atau tengkulak ini terkadang memiliki sarana penangkapan dan atau hanya membiayai operasi penangkapan sehingga para bakul atau tengkulak dianggap sebagai pemecah solusi ekonomi di kalangan nelayan setempat, khususnya dalam hal pinjaman uang ketika nelayan kekurangan biaya melaut dan sebagai timbal baliknya, maka nelayan menjual hasil tangkapannya langsung kepada bakul atau tengkulak tersebut dengan harga yang ditentukan secara sepihak oleh bakul atau tengkulak. Dengan kondisi seperti ini,maka mengakibatkan sulitnya mendapatkan data jumlah produksi Rajungan di Desa Betahwalang Kabupaten Demak. Menurut keterangan bakul setempat, kunci kesuksesan seorang bakul adalah mempunyai banyak buruh nelayan. Hasil tangkapan Rajungan yang tertangkap oleh nelayan dengan alat tangkap Bubu dan atau jaring Rajungan dijual kepada bakul dengan harga Rp 45.000,- Rp 47.000,-/kg. Namun apabila Rajungan ditangkap dengan alat tangkap jaring Arad, maka harganya lebih rendah sebesar Rp. 5.000,-/ kg-nya sehingga menjadi Rp. 40.000 Rp 43.000/kg, dikarenakan Rajungan yang tertangkap dengan jaring Arad biasanya daging atau tekstur Rajungan tersebut rusak atau jelek. Jumlah bakul pengumpul/pengepul Rajungan di Desa Betahwalang Kabupaten Demak sebanyak 12 orang. Produksi rata-rata yang diterima oleh salah seorang bakul sekitar 3 4 keranjang. Namun, ketika musim panen Rajungan hingga 9 basket per hari. Dalam 1 basket biasanya mempunyai berat 32 kg dengan berat bersih sebanyak 29 kg/basket. Proses pengolahan daging Rajungan di Desa Betahwalang umumnya dilakukan oleh bakul sendiri, yaitu dengan cara merebus/mengukusnya kemudian dilanjutkan dengan pengupasan sebelum dijual ke pabrik pengolahan Rajungan. Pabrik ( miniplant) menerima produk Rajungan tersebut sudah dalam bentuk daging Rajungan. Untuk 1 kg daging bersih memerlukan 3,3 kg Rajungan atau dengan perbandingan 1 : 3. Setelah proses pengupasan, maka bakul atau tengkulak di Desa Betahwalang Kabupaten Demak menjualnya ke-miniplant di daerah Rembang, Pati dan Jepara, dengan harga daging bersih Rajungan adalah Rp 160.000/kg. Persepsi Masyarakat Nelayan Lobster dan Rajungan di Jawa Tengah Terhadap Permen KP No. 1/2015 kelestarian habitat Lobster ( Panulirus spp) di perairan Kabupaten Kebumen agar anak cucunya kelak masih dapat menikmati sumberdaya alam hayati berupa Lobster tersebut, yaitu dengan cara melepaskan Lobster yang berukuran kecil atau panjang karapasnya dibawah 10 cm dan melepaskan Lobster yang sedang dalam keadaan bertelur. Hal ini bertujuan agar Lobster dapat berkembang biak. Persepsi Masyarakat Nelayan Rajungan di Kabupaten Demak Nelayan pantura Jawa Tengah, khususnya yang melakukan penangkapan Rajungan di Kabupaten Demak telah mengetahui adanya Permen KP No.1/2015. Sosialisasi Permen tersebut dilakukan oleh DKP setempat melalui pertemuan atau penyuluhan bersama nelayan yang telah diprogramkan oleh DKP satu bulan sekali yang biasanya diselenggarakan di Balai Pertemuan Nelayan di tiap-tiap PPP/PPI, termasuk di Desa Betahwalang. Persepsi nelayan Rajungan di Betahwalang mengenai Permen KP No. 1/2015 tersebut dikatakan sulit untuk diterapkan oleh kalangan nelayan. Hal ini dikarenakan bakul pengumpul/pengepul masih bersedia membeli Rajungan dalam segala kondisi, baik yang sedang bertelur maupun yang tidak bertelur, dan ukuran lebar karapasnyapun < 10 cm. Namun, ada beberapa nelayan yang telah sadar akan tujuan ditetapkannya Permen KP No.1 /2015 yaitu untuk menjaga kelestarian sumberdaya Rajungan di perairannya. Oleh karena, masih belum semuanya menyadari dan mematuhi Permen KP No. 1/2015 tersebut sehingga terkadang telah menimbulkan kecemburuan sosial antar nelayan setempat maupun luar daerah. Hal ini dikarenakan belum adanya tindakan maupun sanksi yang tegas untuk menindak para pelaku pelanggaran peraturan tersebut. Dampak Sosial Ekonomi Nelayan Dampak Sosial Ekonomi Nelayan Lobster di Kabupaten Kebumen Dampak implementasi Permen KP No. 1/2015 terhadap kondisi sosial ekonomi nelayan Lobster di Kabupaten Kebumen dapat dilihat pada Tabel 3. Pada Tabel 3 terlihat bahwa dengan ditetapkannya Permen KPNo.1/2015 ternyata berpengaruh terhadap pendapatan nelayan, karena pendapatan mereka cenderung malah lebih meningkat. Hal ini disebabkan bahwa nelayan di Kabupaten Kebumen (TPI Pasir, TPI Karangduwur, dan TPI Argopeni) hanya menangkap Lobster yang berukuran besar atau menurut Permen KP tersebut berukuran panjang karapas > 10 cm sehingga harga Lobster menjadi tinggi daripada yang berukuran kecil. Data hasil produksi di tahun 2015 mengalami penurunan disebabkan oleh faktor alam yang kurang mendukung untuk menangkap Lobster. Dampak Sosial Ekonomi Nelayan Rajungan di Kabupaten Demak Persepsi Masyarakat Nelayan Lobster di Kabupaten Kebumen Nelayan pansela Jawa Tengah, khususnya di Kabupaten Kebumen pada umumnya telah mengetahui adanya Permen KP No. 1/2015 yang bersumber dari adanya kegiatan penyuluhan dan sosialisasi yang dilakukan oleh DKP Kab. Kebumen maupun oleh DPC HNSI setempat yang diadakan minimal 1 kali/bulan. Menurut nelayan setempat dengan adanya Permen KP No.1/2015, nelayan menjadi sadar akan perlunya menjaga Dampak implementasi Permen KP No. 1/2015 terhadap kondisi sosial ekonomi nelayan di Kabupaten Demak juga dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini. Dampak imlementasi Permen KP No. 1 Tahun 2015 bagi nelayan Rajungan di Kabupaten Demak nampaknya tidak ada, hal ini dapat dilihat dari produksi Rajungan dari tahun 2014 sebelum ditetapkannya Permen tersebut dan tahun 2015 setelah ditetapkan Permen menunjukkan bahwa produksi Rajungan pada tahun 2014

65 Saintek Perikanan Vol.12 No.1: 60-66, Agustus 2016 adalah 197.310 kg lebih tinggi daripada tahun 2015 (bulan Januari September) yaitu sebesar 104.654 kg. Meski demikian dari data produksi tersebut dapat diketahui bahwa potensi sumberdaya Rajungan di perairan Demak telah berkurang. Hal ini terbukti dari hasil penelitian Istikasari dkk (2015), bahwa eksploitasi sumberdaya Rajungan di perairan Demak mengindikasikan telah overfishing. Berdasarkan hasil survei di Kabupaten Kebumen dan Kabupaten Demak pada Tabel 3 di bawah ini dapat dilihat jenis permasalahan dan dampak implementasi terhadap nilai ekonomi dan nilai sosial sebelum dan setelah ditetapkannya Permen KP No.1/2015. Tabel 3. Hasil skoring nilai ekonomi dan nilai sosial menurut nelayan lobster di kabupaten kebumen dan nelayan rajungan di kabupaten demak Jenis Permasalahan Tinjauan Kebijakan Nilai Ekonomi Kebijakan tentang larangan penangkapan Lobster yang sedang bertelur, dan ukuran panjang karapas > 8 cm di Kabupaten Kebumen Kebijakan tentang larangan penangkapan Rajungan yang sedang bertelur, dan ukuran lebar karapas > 10 cm di Kabupaten Demak. Kebijakan tentang larangan penangkapan Kepiting yang bertelur dan ukuran lebar karapas > 15 cm di Kabupaten Demak Kebijakan tentang larangan alat tangkap yang merusak lingkungan atau tidak ramah lingkungan (yang menyangkut habitat Lobster, Rajungan dan Kepiting) di Kabupaten Demak. *) Ketentuan Penilaian (berdasarkan hasil survey, 2016) Nilai Sosial Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. 1 Tahun 2015. +1 +2 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. 1 Tahun 2015. 0 0 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. 1 Tahun 2015. 0 0 Undang Undang Perikanan UU no 45 Tahun 2009, Permen KP No.42 Tahun 2014 Pasal 29 ayat 2, Permen KP No.2 Tahun 2015-1 -1 Dampak yang dihadapi oleh nelayan Lobster di Kabupaten Kebumen dari nilai ekonomi ternyata mempunyai dampak positif, karena pendapatan nelayan lebih tinggi dibanding waktu yang lalu. Dari segi sosial juga tidak menimbulkan keresahan dan konflik di kalangan nelayan, karena nelayan di Kabupaten Kebumen telah menyadari bahwa perlunya menjaga kelestarian habitat maupun sumberdaya Lobster sehingga akan dapat dinikmati sampai anak cucunya kelak. Kondisi in ternyata berbeda dengan yang terjadi di daerah Kabupaten Demak. Menurut nelayan setempat, nelayan belum mengindahkan atau menaati Permen KP No. 1/2015, karena dirasa sangat merugikan, baik dari segi ekonomi maupun sosial. Dari segi ekonomi jelas merugikan, karena pendapatan yang didapat menjadi berkurang, sedangkan dilihat dari segi sosial bahwa nelayan di daerah Kabupaten Demak hampir sebagian besar belum menyadari akan pentingnya memelihara habitat dan sumberdaya Rajungan. Menurut hasil wawancara dengan nelayan, terdapat kecemburuan sosial antar nelayan, hal ini dikarenakan tidak adanya pengawasan dan tindakan dari instasi terkait terhadap nelayan yang masih melanggar Permen KP No. 1/2015 tersebut sehingga muncul kecemburuan sosial antar nelayan lokal maupun antar nelayan daerah. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Dengan diberlakukannya Permen KP No. 1/2015dilihat dari nilai ekonomi dan dari nilai sosial, ternyata berdampak positif terhadap nelayan Lobster di pansela Jawa Tengah, khususnya di Kabupaten Kebumen. Pendapatan yang diperoleh nelayan Lobster justru semakin meningkat, karena dengan menangkap Lobster seperti yang diamanatkan Permen KP No.1/2015 harga yang diterima nelayan dari para bakul pengumpul/pengepul menjadi lebih tinggi. Selain itu secara sosial tidak pernah menimbulkan kecemburuan dikarenakan semua nelayan di Kabupaten Kebumen telah mengerti dan mentaati tujuan ditetapkannya Permen KP No. 1/2015 tersebut. 2. Adapun bagi nelayan Rajungan di pantura Jawa Tengah, khususnya di Kabupaten Demak dengan adanya Permen KP No. 1/2015 ternyata tidak berdampak positif, terutama dari nilai ekonomi. Hal ini karena permintaan Rajungan masih tetap tinggi, walaupun kondisi bertelur tidaknya Rajungan maupun ukurannya kecil masih dibeli oleh para bakul pengumpul/pengepul. Sedangkan dari nilai sosial ternyata berdampak negatif, karena pemberlakuan Permen KP No.1/2015tersebut tidak diimbangi dengan adanya pengawasan atau tindakan hukum bagi para pelanggar Permen KP No. 1/2015sehingga justru telah menimbulkan kecemburuan sosial antar nelayan setempat dan luar daerah. 3. Dengan diberlakukannya Permen KP No. 1/2015 bagi pihak miniplant maupun pabrik pengolahan Rajungan sebenarnya disambut dengan positif, karena kualitas dan ukuran daging Rajungan akan menjadi semakin baik dan meningkatkan harganya. Namun, mengingat bahwa hasil tangkapan Rajungan yang diperoleh nelayan umumnya semakin berkurang sehingga pihak pabrik pengolahan masih memberikan toleransi menerima Rajungan maupun daging Rajungan yang telah dikupas meskipun ukurannya masih di bawah standar yang diatur dalam Permen KP No. 1/2015 tersebut.

Saintek Perikanan Vol.12 No.1: 60-66, Agustus 2016 Dampak Implementasi Permen Kp No. 1 Tahun 2015 terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Nelayan di Jawa Tengah 66 UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dinas Kelautan Perikanan Provinsi Jawa Tengah yang telah membantu pembiayaan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Indonesia, 2014. Ekspor-Impor. Badan Pusat Statistik Indonesia, Jakarta. Isitikasari, I., A. K. Mudzakir dan D. Wijayanto, 2015. Analisis Bioekonomi Rajungan ( Portunus pelagicus) Menggunakan Pendekatan Swept Area dan Gordon- Scaefer di Perairan Demak. Journal of Fisherie Resources Utilization Management and Technology. Vol. 4 No. 1, Tahun 2015, Hlm 29-38. FPIK - Universitas Diponegoro, Semarang. Kuncoro, M., 2003. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi. Penerbit Erlangga Jakarta. Perikanan Kebumen dalam Angka, 2015. Dinas Peternakan, Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kebumen, Kebumen. Perikanan Demak dalam Angka, 2015. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Demak, Demak. Perikanan Rembang dalam Angka, 2015. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Rembang, Rembang. Permen KP No. 1 Tahun 2015 tentang Penangkapan Lobster (Panulirus spp), Kepiting ( Scylla spp) dan Rajungan (Portunus pelagicus). Sobari, M.P., Diniah dan Danang I.W., 2008. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan indonesia. Juni 2008, Jilid 15, Nomor I: 35-40. IPB Bogor. Tim BPP FPIK-Universitas Brawijaya, 2015. Tinjauan Akademis Terhadap Permen KP No. 2/2015 Tentang Pelarangan Penggunaan Beberapa Alat Penangkapan Ikan di WPP NRI. Universitas Brawijaya, Malang.