Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008

dokumen-dokumen yang mirip
Endah Subekti Pengaruh Jenis Kelamin.., PENGARUH JENIS KELAMIN DAN BOBOT POTONG TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAGING DOMBA LOKAL

Muhamad Fatah Wiyatna Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

PERSENTASE KARKAS, TEBAL LEMAK PUNGGUNG DAN INDEKS PERDAGINGAN SAPI BALI, PERANAKAN ONGOLE DAN AUSTRALIAN COMMERCIAL CROSS

Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton. Abstrak

PENDAHULUAN. dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Menurut

POKOK BAHASAN VII VII. MANAJEMEN PEMASARAN. Mengetahui kelas dan grade ternak potong yang akan dipasarkan

Pertumbuhan dan Komponen Fisik Karkas Domba Ekor Tipis Jantan yang Mendapat Dedak Padi dengan Aras Berbeda

I PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Keadaan ini disebabkan oleh

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

Hubungan antara Umur dengan Berat Karkas Depan (Fore Quarter) Ditinjau dari Potongan Primal Sapi Bali Jantan

Hubungan Umur, Bobot dan Karkas Sapi Bali Betina yang Dipotong Di Rumah Potong Hewan Temesi

PENDAHULUAN. Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan

KUALITAS FISIK DAGING LOIN SAPI BALI YANG DIPOTONG DI RUMAH POTONG HEWAN (RPH) MODEREN DAN TRADISIONAL

KARAKTERISTIK KARKAS DAN BAGIAN-BAGIAN KARKAS SAPI PERANAKAN ONGOLE JANTAN DAN BETINA PADA PETERNAKAN RAKYAT DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA

ANALISIS TUMBUH KEMBANG KARKAS SAPI BALI JANTAN DAN BETINA DARI POLA PEMELIHARAAN EKSTENSIF DI SULAWESI TENGGARA. Oleh: Nuraini dan Harapin Hafid 1)

Pemotongan Sapi Betina Produktif di Rumah Potong Hewan di Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi protein hewani, khususnya daging sapi meningkat juga.

PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin. meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan

KUALITAS DAGING SAPI BALI PADA LAHAN PENGGEMUKAN YANG BERBEDA

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

Hubungan Antara Bobot Potong... Fajar Muhamad Habil

Hubungan Panjang Badan dan Panjang Kelangkang dengan Persentase Karkas Sapi Bali

PROPORSI KARKAS DAN KOMPONEN-KOMPONEN NONKARKAS SAPI JAWA DI RUMAH POTONG HEWAN SWASTA KECAMATAN KETANGGUNGAN KABUPATEN BREBES

EDIBLE PORTION DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN PAKAN RUMPUT GAJAH DAN POLLARD

METODE. Materi. Pakan Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu rumput Brachiaria humidicola, kulit ubi jalar dan konsentrat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

ANALISIS MARGIN HARGA PADA TINGKAT PELAKU PASAR TERNAK SAPI DAN DAGING SAPI DI NUSA TENGGARA BARAT PENDAHULUAN

KARAKTERISTIK KARKAS SAPI JAWA (STUDI KASUS DI RPH BREBES, JAWA TENGAH)

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

PERBANDINGAN KUALITAS KIMIA (KADAR AIR, KADAR PROTEIN DAN KADAR LEMAK) OTOT BICEPS FEMORIS PADA BEBERAPA BANGSA SAPI

ABSTRAK. Kunci: Daging Sapi, Kota Banda Aceh, Manajemen Usaha, Produksi Dendeng ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

STUDI KARAKTERISTIK KARKAS BABI BALI ASLI DAN BABI LANDRACE YANG DIGUNAKAN SEBAGAI BAHAN BAKU BABI GULING

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban

Gambar 2. (a) Kandang Individu (b) Ternak Domba

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Brahman Cross

TINJAUAN PUSTAKA. : Artiodactyla. Bos indicus Bos sondaicus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh

D. Akhmadi, E. Purbowati, dan R. Adiwinarti Fakultas Peternakan Unuversitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas

HUBUNGAN ANTARA BOBOT POTONG DENGAN YIELD GRADE DOMBA (Ovis aries) GARUT JANTAN YEARLING

I PENDAHULUAN. dikonsumsi khususnya anak anak dalam periode pertumbuhan agar tumbuh

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

Animal Agricultural Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p Online at :

Korelasi Antara Nilai Frame Score Dan Muscle Type... Tri Antono Satrio Aji

KEEMPUKAN DAYA MENGIKAT AIR DAN COOKING LOSS DAGING SAPI PESISIR HASIL PENGGEMUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Sapi Potong di Indonesia

KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

PENGARUH BUNGKIL BIJI KARET FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK DAGING DOMBA PRIANGAN JANTAN

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi

IV PEMBAHASAN. yang terletak di kota Bekasi yang berdiri sejak tahun RPH kota Bekasi

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PRODUKSI DOMBA DAN KAMBING IDENTIFIKASI UMUR DAN PERFORMANS TUBUH (DOMBA)

PENGARUH KUALITAS PAKAN TERHADAP KEEMPUKAN DAGING PADA KAMBING KACANG JANTAN. (The Effect of Diet Quality on Meat Tenderness in Kacang Goats)

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli

BAB III MATERI DAN METODE. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karkas domba Lokal Sumatera (Tabel 9) mempunyai koefisien

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK

AGRIPLUS, Volume 18 Nomor : 03 September 2008, ISSN

Distribusi komponen karkas sapi Brahman Cross (BX) hasil penggemukan pada umur pemotongan yang berbeda

Lilis Suryaningsih,Wendry Setiyadi Putranto, dan Eka Wulandari Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

II. TINJAUAN PUSTAKA

PREFERENSI DAN NILAI GIZI DAGING AYAM HASIL PERSILANGAN (PEJANTAN BURAS DENGAN BETINA RAS) DENGAN PEMBERIAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA

HUBUNGAN ANTARA UKURAN-UKURAN TUBUH DENGAN BOBOT BADAN DOMBOS JANTAN. (Correlation of Body Measurements and Body Weight of Male Dombos)

PRODUKTIVITAS KARKAS SAPI BALI DI TIMOR BARAT NUSA TENGGARA TIMUR

HUBUNGAN BUTT SHAPE KARKAS SAPI BRAHMAN CROSS TERHADAP PRODUKTIVITAS KARKAS PADA JENIS KELAMIN YANG BERBEDA

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada

Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancabolang, Bandung. Tempat pemotongan milik Bapak Saepudin ini

UKURAN-UKURAN TUBUH TERNAK KERBAU LUMPUR BETINA PADA UMUR YANG BERBEDA DI NAGARI LANGUANG KECAMATAN RAO UTARA KABUPATEN PASAMAN

PERSENTASE KARKAS SAPI BALI PADA BERBAGAI BERAT BADAN DAN LAMA PEMUASAAN SEBELUM PEMOTONGAN

KAJIAN PERTUMBUHAN KARKAS DAN BAGIAN NON KARKAS KAMBING LOKAL JANTAN PASCA PEMBERIAN ASAM LEMAK TERPROTEKSI

TUMBUH KEMBANG TUBUH TERNAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak

STUDI KASUS TINGKAT PEMOTONGAN DOMBA BERDASARKAN JENIS KELAMIN, KELOMPOK UMUR DAN BOBOT KARKAS DI TEMPAT PEMOTONGAN HEWAN WILAYAH MALANG

Karakteristik Kualitas Daging Sapi Peranakan Ongole yang Berasal dari Otot Longissimus Dorsi dan Gastrocnemius

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan setiap pukul WIB,

IV. POTENSI PASOKAN DAGING SAPI DAN KERBAU

tumbuh lebih cepat daripada jaringan otot dan tulang selama fase penggemukan. Oleh karena itu, peningkatan lemak karkas mempengaruhi komposisi

I. PENDAHULUAN. energi dan pembentukan jaringan adipose. Lemak merupakan sumber energi

PRODUKTIVITAS KARKAS DAN KUALITAS DAGING SAPI SUMBA ONGOLE DENGAN PAKAN YANG MENGANDUNG PROBIOTIK, KUNYIT DAN TEMULAWAK

HASIL DAN PEMBAHASAN

b. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi karkas dan non karkas. a. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi karkas.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... ABSTRACT... UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Lingkungan Eksternal Penggemukan Sapi. diprediksi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Brahman Cross Pertumbuhan Ternak

PROPORSI DAGING, TULANG DAN LEMAK KARKAS DOMBA EKOR TIPIS JANTAN AKIBAT PEMBERIAN AMPAS TAHU DENGAN ARAS YANG BERBEDA

Transkripsi:

PERSENTASE POTONGAN DAGING HAS DALAM (FILLET), HAS LUAR (SIRLOIN), DAN LAMUSIR (CUBE ROLL) PADA SAPI JANTAN BALI DAN FRIES HOLLANDS UMUR 2 3 TAHUN HASIL PENGGEMUKAN (Persentage of Fillet, Sirloin and Cube Roll of Fattened and Fries Hollands Oxen) LILIS SURYANINGSIH Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Bandung 45363 ABSTRACT The objective of this experiment was to investigate the percentage of fillet, sirloin, and cube roll of and Fries Hollands oxen at 2 3 years of age. The data collected was analyzed using T-test. The repetition is ten for each oxen. The result showed that the highest percentage was found in cutting meat cube roll of Fries Hollands oxen and the percentage of cutting meat fillet, sirloin and lamusir of the Fries Hollands oxen were significantly higher than that of oxen at the same age. Key Word: Fillet, Sirloin, Cube Roll,, Fries Hollands, Ox ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan persentase has dalam (fillet), has luar (sirloin, dan lamusir (cube roll) pada jantan dan Fries Hollands umur 2 3 tahun hasil penggemukan. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dihimpun, dianalisa menurut uji t yang tidak berpasangan, diulang sebanyak 10 kali untuk masing-masing bangsa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase tertinggi diperoleh pada potongan daging lamusir (cube roll) jantan Fries Hollands serta persentase potongan daging has dalam (fillet), has luar (sirloin), dan lamusir (cube roll) jantan Fries Hollands nyata lebih tinggi dibandingkan dengan jantan pada umur yang sama. Kata Kunci: Fillet, Sirloin, Cube Roll,, Fries Hollands, Sapi Jantan PENDAHULUAN Sapi merupakan salah satu jenis ternak yang paling giat dikembangbiakan dibandingkan dengan jenis ternak lainnya seperti domba dan kambing. Dari berbagai jenis ternak tersebut, daging paling banyak beredar di pasaran serta paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia yaitu sekitar 75% karena daging mempunyai flavor yang lebih disukai oleh konsumen (BPS, 2004). Sumber daging di Indonesia antara lain, Fries Hollands, Madura, Sumba Ongole, Peranakan Ongole, disamping Bos taurus dan Bos indicus impor dan silangannya (PPSKI, 1989). Daging yang diperoleh umumnya berasal dari - tua dan lepas produksi, namun demikian dengan perkembangannya selera konsumen relatif lebih menyukai yang berumur 2 3 tahun, dimana pada umur tersebut sudah mencapai dewasa tubuh sehingga sudah dimulai pertumbuhan lemak. Daging yang dihasilkan dari seekor ternak sangat ditentukan oleh bangsa atau tipe ternaknya sendiri, umur, jenis kelamin dan bobot karkas, yang pada gilirannya akan mempengaruhi persentase masing-masing jenis potongan daging yang dihasilkan (BOWKER et al., 1978). Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang 146

sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Organ-organ misalnya hati, ginjal, otak, paruparu, jantung, limpa, pankreas, dan jaringan otot termasuk dalam definisi ini (SOEPARNO, 1992). Kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan antara lain genetik (spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin), umur, dan pakan. Faktor setelah pemotongan antara lain metode pelayuan, metode pemasakan, dan bahan tambahan seperti bahan pengempuk daging (ABERLE et al., 2001). Penjualan daging di Indonesia pada umumnya baru dibedakan antara lain daging has dalam (fillet), has luar (sirloin), paha belakang dan lamusir (cube roll). Kelebihan daging jika dibandingkan dengan bahan makanan lain adalah kandungan B kompleksnya yang tinggi, nilai kecernaannya juga tinggi dan mudah diserat tubuh (MUZARNIS, 1982). Daging menurut kelas yang ditetapkan Departemen Perdagangan Indonesia berdasarkan Standar Perdagangan (SP)-155-1982 (DEPERINDAG, 1982) adalah sebagai berikut: Golongan (kelas) I, meliputi bagian daging has dalam (fillet), tanjung (rump), has luar (sirloin), lamusir (cube roll) dan paha belakang. Golongan (kelas) II, meliputi bagian daging paha depan, daging iga (ribmeat), dan punuk (blade), golongan III, meliputi daging lainnya yang tidak termasuk golongan I dan II, antara lain samcan (flank), sandung lamur (brisket) dan daging bagian-bagian lainnya. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbandingan persentase has dalam (fillet), has luar (sirloin) dan lamusir (cube roll) pada sapai jantan dan Fries Hollands umur 2 3 tahun hasil penggemukan. MATERI DAN METODE Penelitian ini menggunakan 20 ekor jantan hasil penggemukan yang terdiri dari dan Fries Hollands hasil acak sederhana dari sejumlah 60 ekor umur 2 3 tahun hasil penggemukan, masing-masing bangsa terdiri dari 10 ekor. Penentuan umur didasarkan pada gigi geligi, dimana gigi seri sulung tengah dalam (I 2 ) telah berganti dengan gigi tetap (SOSROAMIDJOJO, 1985). Metode penelitian yang dilakukan adalah: 1. - ditimbang bobot hidupnya, kemudian dipotong. 2. dikuliti dan dikeluarkan jeroannya 3. karkas dibelah menjadi dua bagian yaitu bagian kiri dan bagian kanan 4. karkas ditimbang baik kiri maupun kanan dan dimasukkan ke dalam ruangan chilling, yang mempunyai suhu (4 7 C) selama satu malam. 5. karkas setelah dichilling ditimbang lagi, kemudian dibelah menjadi empat bagian yaitu dengan memotong karkas pada tulang rusuk ke-12 dan ke-13 dengan menggunakan gergaji. 6. dipisahkan antara tulang dan jenis-jenis potongan daging. Peubah-peubah yang diukur dalam penelitian ini adalah: 1. (kg) yaitu ditimbang sebelum disembelih, setelah diistirahatkan selama 24 jam. 2. Bobot Karkas (kg) karkas yang diperoleh ditimbang dimulai dari karkas kiri lalu karkas kanan. Karkas adalah bagian tubuh setelah pemotongan yang dipisahkan dari kepala, kulit, jeroan, darah, dan kaki-kaki bawahnya. 3. Persentase karkas (%) yaitu angka yang diperoleh dari perhitungan sebagai berikut: Bobot karkas x 100% = persentase karkas 4. Berat potongan daging (kg) yaitu ditentukan berdasarkan berat masingmasing potongan daging yang masih segar. 5. Persentase potongan daging (%) yaitu angka yang diperoleh dari berat masingmasing jenis potongan daging dibagi bobot hidup dikali 100 persen. Analisa data. Data yang diperoleh selama penelitian ini dihimpun, dianalisis menurut uji t yang tidak berpasangan, diulang sebanyak 10 kali untuk masing-masing bangsa (STEEL dan TORRIE, 1995). 147

HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase daging has dalam (fillet), has luar (sirloin), dan lamusir (cube roll) bangsa jantan umur 2 3 tahun hasil penggemukkan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1. Pada Tabel 1, terlihat bahwa bobot hidup jantan berkisar 325,00 kg 363,00 kg dengan rata-rata 335,70 kg, hasil penelitian ini mendekati pendapat DARMADJA (1980), bahwa bobot jantan 300 400 kg. Rata-rata persentase jantan 50,17%. Hasil ini sesuai dengan pendapat BOWKER et al. (1978) mengemukakan persentase karkas rata-rata jantan pada umur dewasa antara 45 55%. Persentase daging has dalam (fillet), has luar (sirloin), dan lamusir (cube roll) bangsa jantan Fries Hollands umur 2 3 tahun hasil penggemukkan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel (2). Tabel 1. Persentase daging has dalam (fillet), has luar (sirloin), dan lamusir (cube roll) bangsa jantan umur 2-3 tahun hasil penggemukkan (kg) Karkas Has dalam (fillet) Has luar (sirloin) Lamusir (cube roll) 1. 325,00 56,52 0,68 1,06 1,32 2. 340,00 56,64 0,67 1,34 1,65 3. 328,00 44,51 0,68 1,19 1,16 4. 330,00 47,48 0,59 1,12 1,11 5. 331,00 47,61 0,63 1,84 1,10 6. 355,00 48,73 0,62 1,29 1,58 7. 330,00 49,69 0,59 1,53 1,27 8. 323,00 50,59 0,65 1,09 1,33 9. 363,00 50,00 0,58 2,09 1,29 10. 332,00 49,94 0,71 1,54 1,42 Total 3357,00 501,71 6,40 14,09 13,23 Rata-rata 335,70 50,17 0,64 1,41 1,32 Tabel 2. Persentase daging has dalam (fillet), has luar (sirloin), dan lamusir (cube roll) bangsa jantan Fries Holland umur 2 3 tahun hasil penggemukan (kg) Karkas Has dalam (fillet) Has luar (sirloin) Lamusir (cube roll) 1. 415,00 51,47 0,84 1,47 1,66 2. 397,00 50,78 0,82 1,42 1,61 3. 436,00 51,00 0,80 1,54 1,34 4. 443,00 50,32 0,78 1,29 2,05 5. 454,00 47,62 0,76 1,74 1,17 6. 430,00 53,26 0,81 1,40 1,73 7. 480,00 50,44 0,78 1,30 1,54 8. 440,00 51,23 0,75 1,50 1,67 9. 475,00 52,61 0,69 1,77 1,51 10. 401,00 53,64 0,75 1,61 1,81 Total 4371,00 512,37 7,78 15,04 16,06 Rata-rata 437,10 51,24 0,78 1,50 1,61 148

Pada Tabel 2, terlihat bahwa bobot hidup jantan Fries Hollands berkisar 397,00 480,00 kg dengan rata-rata 437,00, hasil penelitian ini mendekati pendapat BOWKER et al. (1978), bahwa bobot jantan Fries Hollands 400 570 kg. Rata-rata persentase jantan Fries Hollands 51,24%. Hasil ini sesuai dengan pendapat BOWKER et al. (1978) mengemukakan persentase karkas rata-rata jantan Fries Hollands pada umur 2 3 tahun adalah 51,50%. Perbedaaan bobot badan kemungkinan disebabkan adanya perbedaan seperti yang diungkapkan oleh BUCKLE et al. (1978), yaitu perbedaan lingkungan, tata kelola peternakan yang diterapkan dan tingkat gizi atau kualitas pakan yang diberikan. Rata-rata persentase karkas dari kedua bangsa jantan paling tinggi dicapai oleh bangsa jantan Fries Hollands. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan adanya perbedaan laju pertumbuhan dan pertambahan bobot badan harian yang berbeda dari tiap bangsa, dimana jantan Fries Holllands mempunyai laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan jantan seperti yang diungkapkan oleh HARDJOSUBROTO et al. (1981), laju pertumbuhan dan pertambahan bobot badan harian seekor ternak dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan serta tingkat makanan yang diberikan. Persentase daging has dalam (fillet), has luar (sirloin) dan lamusir (cube roll) jantan dan fries Hollands umur 2 3 tahun hasil penggemukkan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa jantan mempunyai persentase has dalam (fillet) antara 0,58 0,71% dengan rata-rata 0,64%, has luar (sirloin) 1,06 2,09% dengan rata-rata 1,50% dan lamusir (cube roll) antara 1,10 1,65% dengan rata-rata 1,61% sedangkan jantan Fries Hollands mempunyai persentase has dalam (fillet) antara 0,69 0,84% dengan rata-rata 0,78%, has luar (sirloin) 1,29 1,77% dengan rata-rata 1,50% dan lamusir (cube roll) antara 1,17 2,05% dengan rata-rata 1,61%. Hasil penelitian dari kedua bangsa ini menunjukkan adanya perbedaan persentase dari potongan daging has dalam (fillet), has luar (sirloin) dan lamusir (cube roll). Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan bobot hidup, dan persentase karkas. Hasil ini ternyata sesuai dengan pendapat SOEPARNO (1992) bahwa rata-rata persentase daging (potongan daging) dari kedua bangsa tersebut sangat bervariasi tergantung dari variasi pola pertumbuhan komponen utama karkas. Selain itu juga dipengaruhi oleh status gizi, genetik dan status fisiologis ternak serta luas otot mata rusuk. Tabel 3. Persentase daging has dalam (fillet), has luar (sirloin) dan lamusir (cube roll) jantan dan fries Hollands umur 2 3 tahun hasil penggemukkan Has dalam (fillet) Has luar (sirloin) Lamusir (cube roll) Fries Hollands Fries Hollands Fries Hollands ----------------------------------- % --------------------------------------- 1. 0.68 0,84 1,06 1,47 1,32 1,66 2. 0,67 0,82 1,34 1,42 1,65 1,61 3. 0,68 0,80 1,19 1,54 1,16 1,34 4. 0,59 0,78 1,12 1,29 1,11 2,05 5. 0,63 0,76 1,84 1,74 1,10 1,17 6. 0,62 0,81 1,29 1,40 1,58 1,73 7. 0,59 0,78 1,53 1,30 1,27 1,54 8. 0,65 0,76 1,09 1,50 1,33 1,67 9. 0,58 0,69 2,09 1,77 1,29 1,51 10. 0,71 0,75 1,54 1,61 1,42 1,81 Total 6,40 7,78 14,09 15,04 13,32 16,09 Rata-rata 0,64 0,78 1,41 1,50 1,32 1,61 149

Untuk mengetahui besarnya perbedaan persentase masing-masing potongan daging (has dalam, has luar dan lamusir) antara kedua bangsa tersebut, kemudian dianalisis menurut uji-t hasilnya menunjukkan ternyata persentase masing-masing potongan daging (has dalam, has luar dan lamusir) jantan Fries Hollands nyata lebih tinggi (t hit > t 0,05) dari jantan. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan pendapat KEELAWAY (1971) dan MORAN (1979) yang mengemukakan bahwa sifat genetik yang berbeda dari bakalan akan berpengaruh terhapat karkas, dimana karkas ini berhubungan erat dengan potongan daging. Dugaan lain bahwa setiap otot pada tubuh mempunyai tugas yang saling mempengaruhi pada setiap gerakan tubuh dimana pengaruhnya itu bisa antagonis (berlawanan) atau sinergik (bersama-sama). MULLINS et al. (1984) mengatakan bahwa adanya perbedaan dari pada persentase potongan daging tersebut, beberapa peneliti mengemukakan bahwa keseluruhan nilai karkas ditentukan oleh jumlah dari pada lemak, tulang, distribusi dari pada daging yang dapat dijual dengan harga tinggi, dan bentuk pemotongan dari pada daging tersebut. KESIMPULAN Dari uraian dan pembahasan di atas, maka dapat dikemukakan kesimpulan persentase tertinggi diperoleh pada potongan daging lamusir (cube roll) jantan Fries Hollands serta persentase potongan daging has dalam (fillet), has luar (sirloin), dan lamusir (cube roll) jantan Fries Hollands nyata lebih tinggi dibandingkan dengan jantan pada umur yang sama. DAFTAR PUSTAKA ABERLE, E.D., J.C. FORREST, D.E. GERRAND and E.W. MILLS. 2001. Principles of Meat Science. Fourth Ed. Amerika. Kendal/Hunt Publishing Company. BOWKER, W.A.T., R.G. DUMSDAY, J.E. FRISCH, R.A. SWAN and N.M. TULLOH. 1978. Beef Cattle Management and Economics. AVCC-AACC, Camberra. BPS (BADAN PUSAT STATISTIK). 2004a. Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta. BUCKLE, K.A., R.A. EDWARDS, G.H. FLEET and M. WOOTON. 1985. Ilmu Pangan. Terjemahan dari: Food Science. Penerjemah: PURNOMO, H. dan ADIONO. UI Press, Jakarta. DARMADJA, S.G.N.D. 1980. Setengah Abad Peternakan Tradisional Dalam Ekosistim Pertanian di Dalam Disertasi Ilmu Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung. DEPERINDAG INDONESIA. 1982. Mutu dan cara Uji Daging Sapi atau Kerbau. Departemen Perdagangan Indonesia, Jakarta. HARDJOSUBROTO, W., SOEPIYONO dan SUMADI. 1981. Pros. Seminar Peternakan, Jakarta. KEELAWAY, R.C. 1971. The Breed of Beef Cattle. J. Agric. Departemen of Agric. Victoria Australia. MORAN, J.B. 1979. Growth and Carcass Devolepment of indonesia Beef Breed Pros. Seminar Penelitian dan Penunjang Pengembangan Peternakan. Departemen Pertanian Republik Indonesia, Bogor. MULLIS, J.W. 1984. The Cutting of Meat. Mc Graw Hill Book Company, Sydney. PERHIMPUNAN PETERNAKAN SAPI DAN KERBAU INDONESIA. 1989. Perkembangan Ternak ruminansia Besar dan Masalahnya, Bandung. SOSROAMIDJOJO, S.M. 1985. Ternak Potong dan Kerja CV Yasaguna, Jakarta. SOEPARNO. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. STEEL, R.G.D. and J.H. TORRIE. 1984. Principles and Procedures of Statistics 2 th Ed. International Student Edition. McGraw-Hill International Book Company, Singapore-Sydney-Tokyo. 150