III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi usahatani tomat. Oleh karena itu analisis mengenai usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi haruslah sesuai dengan teori-teorinya, sehingga dibutuhkan suatu kerangka pemikiran teoritis mengenai usahatani dan fungsi produksi, untuk membimbing peneliti serta sebagai batasan agar pembahasan mengenai objek penelitian tidak keluar dari koridor teori yang berlaku. 3.1.1 Konsep Usahatani Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah, 2009). Pada umumnya ciri usahatani di Indonesia adalah berlahan sempit, modal relatif kecil, pengetahuan petani terbatas, kurang dinamis sehingga berakibat pada rendahnya pendapatan usahatani (Soekartawi et al, 1986). Menurut Rahim dan Hastuti (2008), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi produksi pertanian, yaitu : 1) Lahan pertanian Lahan pertanian merupakan penentu dari pengaruh faktor produksi komoditas pertanian. Secara umum dikatakan, semakin luas lahan (yang digarap atau ditanami), semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut. Pengusahaan pertanian selalu didasarkan pada luasan lahan pertanian tertentu, walaupun akhir-akhir ini pengusahaan pertanian tidak semata-mata
didasarkan pada luasan lahan tertentu, tetapi pada sumberdaya lain seperti media air atau lainnya. Pentingnya faktor produksi lahan bukan saja dilihat dari segi luas atau sempitnya lahan, tetapi juga segi yang lain, misalnya aspek kesuburan tanah, macam penggunaan lahan (tanah sawah, tegalan, dan sebagainya) dan topografi (tanah dataran pantai, rendah dan dataran tinggi). 2) Tenaga Kerja Tenaga kerja dalam hal ini petani merupakan faktor penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi komoditas pertanian. Tenaga kerja harus mempunyai kualitas berpikir yang maju seperti petani yang mampu mengadopsi inovasi-inovasi baru, terutama dalam menggunakan teknologi untuk pencapaian komoditas yang bagus sehingga nilai jual tinggi. Penggunaan tenaga kerja dapat dinyatakan sebagai curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Usahatani yang mempunyai ukuran lahan berskala kecil biasanya disebut usahatani skala kecil, dan biasanya pula menggunakan tenaga kerja keluarga. Lain halnya dengan usahatani berskala besar, selain menggunakan tenaga kerja luar keluarga juga memiliki tenaga kerja ahli. Ukuran tenaga kerja dapat dinyatakan dalam hari orang kerja (HOK), dalam analisis ketenagakerjaan diperlukan standarisasi tenaga kerja yang biasanya disebut dengan hari kerja setara pria (HKSP). 3) Modal Setiap kegiatan dalam mencapai tujuan membutuhkan modal, apalagi kegiatan proses produksi komoditas pertanian. Dalam kegiatan proses tersebut, modal dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu modal tetap dan modal tidak tetap. Modal tetap terdiri atas tanah, bangunan, mesin, dan peralatan pertanian dimana biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi tidak habis dalam sekali proses produksi, sedangkan modal yang tidak tetap terdiri dari benih, pupuk, pestisida, dan upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja. Besar kecilnya skala usaha pertanian atau usahatani tergantung dari skala usahatani, macam komoditas dan tersedianya kredit. Skala usahatani sangat menentukan besar kecilnya modal yang dipakai. Makin besar skala usahatani, makin besar pula modal yang dipakai, begitu pula sebaliknya. Macam komoditas
tertentu dalam proses produksi komoditas pertanian juga menentukan besar kecilnya modal yang dipakai. Tersedianya kredit sangat menentukan keberhasilan usahatani. 4) Manajemen Faktor produksi manajemen menjadi semakin penting jika dikaitkan dengan efisiensi. Artinya walaupun faktor produksi tanah, tenaga kerja dan modal cukup baik, tetapi kalau tidak dikelola dengan baik (miss management), maka produksi yang tinggi yang diharapkan juga tidak akan tercapai. Kurang seringnya variabel manajemen dipakai dalam analisa disebabkan karena sulitnya melakukan pengukuran terhadap variabel tersebut. Dalam usahatani modern, peranan manajemen menjadi sangat penting dalam mengelola produksi pertanian, mulai dari perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengendalian (controlling), dan evaluasi (evaluation). 5) Pupuk Seperti halnya manusia selain mengkonsumsi makanan pokok, dibutuhkan pula konsumsi nutrisi vitamin sebagai tambahan makanan pokok. Tanaman pun demikian, selain air sebagai konsumsi pokoknya, pupuk pun sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Jenis pupuk yang sering digunakan adalah pupuk organik dan anorganik. 6) Pestisida Pestisida sangat dibutuhkan tanaman untuk mencegah serta membasmi hama dan penyakit yang menyerangnya. Pestisida merupakan racun yang mengandung zat-zat aktif sebagai pembasmi hama dan penyakit pada tanaman. 7) Bibit Bibit menentukan keunggulan dari suatu komoditas. Bibit yang unggul biasanya tahan terhadap penyakit, hasil komoditasnya berkualitas tinggi dibandingkan dengan komoditas lain sehingga hasilnya dapat bersaing di pasar. 8) Teknologi Penggunaan teknologi dapat menciptakan rekayasa perlakuan terhadap tanaman dan dapat mencapai tingkat efisiensi yang tinggi. Sebagai contoh, tanaman padi dapat dipanen dua kali dalam setahun, tetapi dengan adanya
perlakuan teknologi terhadap komoditas tersebut, tanaman padi dapat dipanen tiga kali setahun. 3.1.1.1 Analisis Pendapatan Usahatani Menurut Suratiyah (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya biaya dan pendapatan sangatlah kompleks. Namun demikian, faktor tersebut dapat dibagi dalam dua golongan. Pertama adalah faktor internal dan eksternal, dan kedua adalah faktor manajemen. Faktor internal dan eksternal akan bersama-sama mempengaruhi biaya dan pendapatan usahatani. Faktor internal yang akan mempengaruhi biaya dan pendapatan usahatani yaitu: (1) umur petani, (2) pendidikan, pengetahuan, pengalaman dan keterampilan, (3) jumlah tenaga kerja keluarga, (4) luas lahan, dan (5) modal. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi dari segi input adalah ketersediaan dan harga input, sedangkan dari segi output adalah permintaan dan harga jual. Menurut Soekartawi (2002), penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi dengan harga jual, biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu usahatani dan pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan pengeluaran. Menurut Soekartawi et al. (1986), terdapat beberapa istilah yang digunakan dalam melihat pendapatan usahatani yaitu pendapatan kotor usahatani dan pendapatan bersih usahatani. Pendapatan kotor usahatani (gross farm income) didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Dalam menaksir pendapatan kotor, semua komponen yang tidak dijual harus dinilai berdasarkan harga pasar. Pendapatan bersih usahatani (net farm income) adalah selisih antara pendapatan kotor dengan pengeluaran total usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi tenaga kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan kedalam usahatani. Pengeluaran total usahatani (total farm expenses) adalah nilai semua input yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai. Pengeluaran tunai adalah pengeluaran berdasarkan nilai uang
sehingga segala pengeluaran untuk keperluan usahatani yang dibayar dalam dalam bentuk benda tidak temasuk dalam pengeluaran tunai. 3.1.1.2 Analisis R-C Rasio Menurut Soekartawi (2002), analisis return cost (R-C) ratio merupakan perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Secara teoritis, apabila nilai R-C rasio lebih dari satu maka usahatani tersebut menguntungkan. Sebaliknya, jika nilai R-C rasio kurang dari satu maka usahatani tersebut tidak menguntungkan, dan apabila nilai R-C rasio sama dengan satu artinya kegiatan usahatani tidak untung dan tidak rugi. 3.1.2 Konsep Fungsi Produksi Suatu proses produksi melibatkan suatu hubungan yang erat antara faktor produksi yang digunakan dengan produk yang dihasilkan, dimana output usahatani yang berupa produk pertanian tergantung pada jumlah dan macam input yang digunakan dalam proses produksi. Hubungan antara input dan output ini dapat dilihat dalam suatu fungsi produksi. Menurut Soekartawi et al. (1986), fungsi produksi adalah hubungan kuantitatif antara masukan dan produksi. Masukan seperti tanah, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim dan sebagainya itu mempengaruhi besar kecilnya produksi yang diperoleh. Apabila bentuk fungsi produksi ini diketahui maka informasi harga dan biaya dapat dimanfaatkan untuk menentukan kombinasi masukan yang terbaik. Namun hal tersebut sulit dilakukan oleh petani karena (1) adanya faktor ketidaktentuan mengenai cuaca, hama dan penyakit tanaman; (2) data yang dipakai untuk melakukan pendugaan fungsi produksi mungkin tidak benar; (3) pendugaan fungsi produksi hanya dapat diartikan sebagai gambaran rata-rata suatu pengamatan; (4) data harga dan biaya yang diluangkan (opportunity cost) mungkin tidak dapat diketahui secara pasti; dan (5) setiap petani dan usahataninya mempunyai sifat yang khusus. Menurut Soekartawi et al. (1986), dalam bentuk matematika sederhana, fungsi produksi dapat dituliskan sebagai berikut : Y = f (X 1, X 2, X 3,, Xm)
Dimana : Y = hasil produksi Xm = faktor-faktor produksi yang digunakan Menurut persamaan diatas dinyatakan bahwa produksi Y dipengaruhi oleh sejumlah m masukan, dimana masukan X 1, X 2, X 3,, Xm dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu (1) yang dapat dikuasai oleh petani seperti luas tanah, jumlah pupuk, tenaga kerja dan lainnya; dan (2) yang tidak dapat dikuasai petani seperti iklim. Menurut Soekartawi (2002), untuk mengukur tingkat produktivitas dari suatu produksi, terdapat dua tolak ukur yaitu: (1) produk marjinal (PM) dan (2) produk rata-rata (PR). Produk marjinal adalah tambahan satu-satuan input yang dapat menyebabkan pertambahan atau pengurangan satu-satuan output, sedangkan produk rata-rata (PR) adalah perbandingan antara produksi total per jumlah input. Kedua tolak ukur ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Untuk melihat perubahan dari produk yang dihasilkan yang disebabkan oleh faktor produksi yang dipakai dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi. Elastisitas produksi menurut Rahim dan Hastuti (2008) adalah persentase perbandingan dari hasil produksi atau output sebagai akibat dari persentase perubahan dari input atau faktor produksi. Elastisitas produksi dapat dirumuskan sebagai berikut: Dimana : Ep = elastisitas produksi Y = perubahan hasil produksi Y = hasil produksi X = perubahan penggunaan faktor produksi X = faktor produksi Berdasarkan elastisitas produksi, fungsi produksi dapat dibagi ke dalam tiga daerah (Gambar 1), yaitu sebagai berikut :
1. Daerah produksi I dengan Ep > 1. Merupakan daerah yang tidak rasional, karena pada daerah ini penambahan input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi yang selalu lebih besar dari satu persen. Pada daerah produksi ini belum tercapai pendapatan yang maksimum karena pendapatan masih dapat diperbesar apabila pemakaian input variabel dinaikkan. 2. Daerah produksi II dengan 0 < Ep < 1. Pada daerah ini penambahan input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi sama dengan satu persen dan paling rendah nol persen. Pada daerah ini akan tercapai pendapatan maksimum. Daerah produksi ini disebut dengan daerah produksi rasional. 3. Daerah produksi III dengan Ep < 0. Pada daerah ini penambahan pemakaian input akan menyebabkan penurunan produksi total. Daerah ini disebut dengan daerah yang tidak rasional. Y Produksi PT X Input Ep>1 1>Ep>0 PM PR Ep<0 X Input Gambar 1. Kurva Produk Total, Marginal dan Rata-Rata Sumber : Lipsey et al. (1993)
3.1.2.1 Fungsi Produksi Cobb-Douglass Fungsi produksi yang digunakan untuk menganalisis fungsi produksi usahatani tomat di Desa Lebak Muncang adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Menurut Soekartawi (2002), fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, variabel yang satu disebut dengan variabel (Y) atau yang dijelaskan dan variabel lain disebut dengan variabel (X) atau yang menjelaskan. Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Fungsi produksi Cobb- Douglas lebih banyak di pakai karena tiga alasan, yaitu : a. Penyelesaian fungsi produksi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi lain, misalnya fungsi kuadratik b. Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas. c. Besaran elastisitas tersebut juga sekaligus menggambarkan tingkat besaran return to scale. Secara matematis, persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas dapat ditulis sebagai berikut : b1 b2 b3 bn Y = ax 1 X 2 X 3... X n e u Dimana: Y = Variabel yang dijelaskan X = Variabel yang menjelaskan a,b = Besaran yang akan diduga u = kesalahan e = Logaritma natural (e = 2,718) Fungsi Cobb-Douglas ditransformasikan kedalam bentuk regresi linier, maka model fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut : Ln Y = ln a + b 1 ln X 1 + b 2 ln X 2 +... + b n ln X n + u Selain kemudahan, fungsi Cobb-Douglas juga memiliki kesulitan yang meliputi : a. Adanya spesifikasi variabel yang keliru, dan hal ini akan menghasilkan elastisitas produksi yang negatif, atau nilainya terlalu besar atau terlalu kecil.
Spesifikasi yang keliru juga mengakibatkan terjadinya multikolinearitas pada variabel independen yang dipakai. b. Kesalahan pengukuran variabel yang terlatak pada validitas data. Kesalahan pengukuran ini akan menyebabkan besaran elastisitas menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah. c. Bias terhadap variabel manajemen, namun variabel ini kadang sulit diukur dan sulit dipakai sebagai variabel independen. d. Multikolinearitas, yang pada umumnya telah diusahakan agar nilai besaran korelasi antara variabel independen tidak terlalu tinggi, namun dalam prakteknya hal ini sulit dihindarkan. Menurut Heady dan Dillon (1964) kelemahan fungsi Cobb-Douglas meliputi : (1) model menganggap elastisitas produksi tetapsehingga tidak mencakup ketiga tahap yang biasa dikenal dalam proses produksi; (2) nilai pendugaan elastisitas produksi yang dihasilkan akan berbias apabila faktor produksi yang digunakan tidak lengkap; (3) model tidak dapat digunakan untuk menduga tingkat produksi apabila ada faktor produksi yang taraf penggunaannya adalah nol; dan (4) apabila digunakan untuk peramalan produksi pada taraf input diatas rata-rata akan menghasilkan nilai duga yang berbias keatas. Untuk menganalisis hubungan faktor produksi (input) dengan produksi (output) digunakan analisis numeric menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Menurut Gujarati (1993), metode ini dapat dilakukan jika dipenuhi asumsi-asumsi bahwa : 1. variasi unsur sisa menyebar normal 2. harga rata-rata dan unsure sisa sama dengan nol, atau bisa dikatakan nilai yang diharapkan bersyarat (conditional expected value) 3. homoskedastisitas atau ragam merupakan bilangan tetap 4. tidak ada korelasi diri (multikolinearitas) 5. tidak ada hubungan linear sempurna antara peubah bebas 6. tidak terdapat korelasi berangkai pada nilai-nilai sisa setiap pengamatan
3.1.2.2 Konsep Skala Ekonomi Usaha (Return to Scale) Menurut Rahim dan Hastuti (2008), skala usahatani dapat diketahui dengan menjumlahkan koefisien regresi atau parameter elastisitasnya, yaitu : β 1 + β 2 +.. + β n Dengan mengikuti kaidah return to scale (RTS), yaitu: 1. Skala ekonomi usaha dengan kenaikan hasil yang meningkat (increasing return to scale), bila β 1 + β 2 +.. + β n >1. Berarti bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar. 2. Skala ekonomi usaha dengan kenaikan hasil yang tetap (constant return to scale), bila β 1 + β 2 +.. + β n = 1. Berarti bahwa dalam keadaan demikian, penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh. 3. Skala ekonomi usaha dengan kenaikan hasil yang menurun (decreasing return to scale), bila β 1 + β 2 +.. + β n < 1. Berarti bahwa proporsi penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksi. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Dinas Pertanian Kabupaten Bandung menyatakan bahwa potensi pertanian dan perkebunan di Kabupaten Bandung cukup besar dengan meliputi tanaman bahan pangan, sayur- sayuran, perkebunan dan buah-buahan pemanfaatan lahan di pegunungan berupa kawasan hutan lindung, hutan produksi, hutan wisata dan perkebunan sedangkan di wilayah kaki bukit dimanfaatkan untuk budi daya tanaman hortikultura (terutama sayuran). Potensi sumber daya alam yang mendukung sektor pertanian tanaman pangan di Kabupaten Bandung hingga saat ini sangat memadai. Tomat adalah salah satu jenis komoditas unggulan di Kabupaten Bandung, yang sentra produksinya terdapat di daerah Kecamatan Pangalengan, Pacet dan Ciwidey. Desa Lebak Muncang adalah salah satu Desa yang berada di Kecamatan Ciwidey, dimana mata pencaharian sebagian besar warganya adalah sebagai petani baik petani padi maupun petani sayuran. Luas desa Lebak Muncang ini
adalah 845 hektar (Ha), merupakan desa yang paling luas di Kecamatan Ciwidey. Namun terdapat permasalahan yang dihadapi oleh para petani di daerah ini, diantaranya adalah kondisi harga yang tidak stabil atau fluktuasi harga yang tidak dapat diprediksi pada komoditas tomat, yang menyebabkan adanya ketidakpastian pendapatan bagi para petani dari usahatani tomat yang dilakukan, dan tidak jarang petani mengalami kerugian pada saat penjual hasil panennya, karena harga jual lebih rendah dibandingkan dengan biaya produksi. Selain itu juga penggunaan faktor-faktor produksi (input-input usahatani) yang dirasakan kurang efisien, sehingga berpengaruh terhadap produksi dan pendapatan usahatani dari petani tomat di Desa Lebak Muncang. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut, maka penelitian ini dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pendapatan usahatani dari petani tomat dan menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi tomat di Desa Lebak Muncang. Analisis yang dilakukan berupa analisis pendapatan dan analisis fungsi produksi. Analisis pendapatan digunakan untuk mengatahui apakah kegiatan usahatani tomat yang dilakukan selama ini menguntungkan bagi petani. Analisis fungsi produksi yang gunakan adalah analisis fungsi produksi Cobb-Douglas. Hasil dari analisis ini dapat digunakan sebagai rekomendasi serta informasi kepada para petani yang berada di Desa Lebak Muncang, Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung. Bagan alur kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 2.
Harga jual tomat di Desa Lebak Muncang, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung cukup berfluktuasi, dan tidak dapat diprediksi sehingga mempengaruhi pendapatan petani tomat. Penggunaan input-input produksi dirasakan kurang efisien, sehingga mempengaruhi biaya dan pendapatan petani dari usahatani tomat. Menganalisis pendapatan petani dari usahatani tomat di Desa Lebak Muncang Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tomat di Desa Lebak Muncang Analisis pendapatan usahatani Analisis usahatani - Penerimaan usahatani - Biaya usahatani - Pendapatan Usahatani - R/C ratio Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tomat: Bibit Tenaga kerja Pupuk kandang Pupuk N, Pupuk P, Pupuk K Pestisida Cair dan Padat Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglas Rekomendasi dan Informasi kepada para petani Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Pendapatan dan Faktor- Faktor Produksi yang mempengaruhi Usahatani Tomat di Desa Lebak Muncang, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung.