BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. maka penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Cinta. kehilangan cinta. Cinta dapat meliputi setiap orang dan dari berbagai tingkatan

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan romantis. Hubungan romantis (romantic relationship) yang juga

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN (ATTACHMENT) DAN INTIMACY PADA MAHASISWA YANG BERPACARAN. : Elfa Gustiara NPM : : dr. Matrissya Hermita, M.

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI

HUBUNGAN ANTAR PRIBADI

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. hakikatnya Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan, antara pria dan

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan dalam. mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Purwadarminta (dalam Walgito, 2004, h. 11) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan impian setiap manusia, sebab perkawinan dapat membuat hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini akan dijelaskan mengenai definisi, tahapan, dan faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H / 2010 M

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tingkat perceraian di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

1.PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

INTUISI Jurnal Ilmiah Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dengan lingkungan sosial yang lebih luas di masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak dapat hidup tanpa berelasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih besar, sebab seiring dengan bertambahnya usia seseorang maka

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tiba diriku di penghujung mencari cinta Hati ini tak lagi sepi Kini aku tak sendiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan membutuhkan interaksi dengan sesama. Ketergantungan dengan

Komunikasi Antar Pribadi Pada Pasangan Romantis Pasca Perselingkuhan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja,

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. penting menuju kedewasaan. Masa kuliah akan menyediakan pengalaman akademis dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang baru terbentuk inilah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Attachment menurut Bowlby (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) adalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Beberapa dekade lalu, orang tua sering menjodohkan anak mereka dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ketika seseorang memasuki tahapan dewasa muda, menurut Erickson

HUBUNGAN ANTAR PRIBADI

BAB I PENDAHULUAN. rentang usia dewasa awal. Akan tetapi, hal ini juga tergantung pada kesiapan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu memiliki beberapa tahap dalam kehidupannya, salah satunya adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi individu untuk dapat mengambil bagian dalam tujuan hidup yang telah dipilih dan menentukan kedudukan dirinya dalam kehidupan. Salah satu tantangan dalam mencapai tujuan dan menemukan kedudukan dirinya dalam kehidupan ialah merealisasikan tugas perkembangan usia dewasa muda. Tugas perkembangan pada masa dewasa muda adalah, menjalin hubungan intim baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis (Papalia dkk, 1995), memilih jodoh, belajar hidup dengan suami atau istri, mulai membentuk keluarga, mengasuh anak, mengemudikan rumah tangga, menemukan kelompok sosial, menerima tanggung jawab sebagai warga negara dan mulai bekerja ( Monks, Knors, & Haditono, 1996). Salah satu aspek- aspek perkembangan dewasa muda menurut Santrock (2005) yaitu perkembangan sosio-emosional yang sangat erat hubungannya dengan masalah pernikahan dan hidup bekeluarga, dimana individu melangkah dalam siklus kehidupan untuk membangun identitas serta membentuk keluarga baru. Dalam dunia pernikahan individu akan menemukan banyak sekali hal-hal baru yang tidak ditemukan pada masa sebelum menikah. Seperti yang dikatakan 1

2 Flavell (dalam Peterson, 2004) bahwa perubahan yang paling signifikan dan abadi dalam kehidupan individu dewasa adalah dengan menikah dan menjadi orang tua, yang terdiri dari perubahan nyata individu mengenai pendapat tentang diri, orang lain, dan kondisi manusia secara umum. Flavell juga menambahkan bahwa pernikahan akan merangsang perkembangan kognitif individu dewasa dengan adanya tantangan, konflik dan kesenangan baru dalam kehidupannya. Selain itu, Sarwono (2002) juga menyatakan bahwa pernikahan merupakan puncak dari hubungan intim yang dijalin antar individu. Tidak heran jika banyak orang yang menilai bahwa salah satu tolak ukur keberhasilan dewasa muda adalah dapat atau tidaknya individu mencapai jenjang pernikahan. Pernikahan adalah sebuah perjanjian ikatan yang biasanya dilandasi oleh cinta. Pada awal-awal usia pernikahan, umumnya pasangan suami istri mengalami masa-masa romantisme, disaat bersamaan, mereka juga mengalami masa adaptasi terhadap perbedaan individual. Pernikahan menyatukan dua individu yang berbeda, baik perbedaan dari segi karakter maupun latar belakang. Seiring dengan berjalannya usia pernikahan, masing-masing individu akan mengenal siapa sebenarnya pasangannya dan melihat seberapa besar perbedaan yang ada di antara kedua individu. Cinta dan perbedaan tersebut dapat memperkuat ikatan pernikahan atau malah sebaliknya menjadi prahara yang berkepanjangan dalam rumah tangga. Data dari kementrian agama (Kemenag) Sa adi Anwar mengatakan pada tahun 2009 jumlah masyarakat yang menikah sebanyak 2.162.268 sementara itu ditahun yang sama, terjadi angka perceraian sebanyak 10 persen dari jumlah

3 pernikahan yang terjadi pada tahun itu. Sementara itu ditahun berikutnya yakni pada 2010, peristiwa pernikahan di Indonesia sebanyak 2.207.364. Adapun peristiwa perceraian ditahun tersebut meningkat tiga persen dari tahun sebelumnya, dan juga pada tahun 2011 terjadi peristiwa pernikahan sebanyak 2.319.821, sementara peristiwa cerai semakin meningkat. Dari sekian banyak jumlah perceraian yang terjadi salah satu penyebab yang di datakan oleh Kemenag adalah tidak adanya keharmonisan yang dirasakan dari kedua belah pihak sehingga akhirnya memutuskan untuk bercerai. Banyak kasus yang terjadi pada usia pernikahan yang telah melewati usia pernikahan yang tak muda lagi seperti setelah usia enam hingga tujuh tahun pernikahan rasa cinta yang terjadi sudah tidak lagi bergelora seperti saat-saat awal pernikahan. Seperti hasil wawancara peneliti terhadap salah seorang istri yang berlokasi di Kampar. F salah satu subjek yang peneliti wawancarai oleh mengaku suaminya tidak lagi mesra seperti awal pernikahan, saat ini suaminya menjadi acuh tak acuh terhadap subjek. Saat ini F merasa tidak ada lagi cinta yang dirasakannya seperti di awal-awal pernikahan yang dulu begitu dirasakan F. S seorang istri yang tinggal di tinggal di kompleks yang sama juga memiliki masalah yang sama dengan yang dialami oleh F, wanita usia 32 tahun ini merasa sudah tidak ada lagi cinta diantara dia dan suaminya, hubungan yang mereka rasakan sudah terasa dingin dan menjenuhkan. Hal yang dialami oleh S dan F sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Cuber dan Harof (1965) mengungkapkan bahwa pernikahan yang paling banyak terjadi adalah pernikahan yang pada awalnya romantis, namun lama

4 kelamaan keromantisan tersebut memudar. Hal ini dapat dilihat dari kehidupan sehari-hari, dimana pasangan yang usia pernikahannya sudah menginjak puluhan tahun kebanyakan tidak lagi berjalan mesra dan bergandengan tangan. Berbeda dengan pasangan yang baru saja menikah, dimana mereka berjalan sambil bergandengan mesra atau berangkulan. Sementara sangat jarang ditemukan pasangan yang sudah menikah lama berjalan dengan mesra atau masih saja merasakan getar-getar cinta seperti awal mereka berjumpa. Hal ini sejalan dengan pendapat Cuber & Harof (1965) bahwa bentuk pernikahan sangat sedikit terjadi adalah yang dapat mempertahankan cinta mereka seperti awal-awal pernikahan dan kemudian berkembang menjadi cinta sejati. Cinta sejati menyertakan rasa hormat diantara pasangan, adanya pengertian antar pasangan. Cinta sejati juga disertai oleh adanya perasaan saling menyayangi terhadap pasangan dan juga perasaan untuk tetap bertahan dan saling setia terhadap pasangan masing-masing hingga maut memisahkan. Stenberg (1988) mengungkapkan tidak hanya cinta sejati yang ditemukan pada pernikahan saat ini, namun ada juga beberapa jenis cinta lainnya yang ditemukan pada pernikahan. Ada beberapa hal yang memperngaruhi cinta pada pernikahan. Salah satunya adalah tipe attachment khususnya tipe attachment orang dewasa, yang menyatakan adanya perbedaan pandangan keistimewaan dari suatu hubungan yang akrab/intim (Shapsteen & Krikpatrick, 1997). Dalam teori Attachment cinta terlihat sebagai bentuk dasar Attachment, kedekatan, ikatan emosional yang terus-menerus, yang berakar semenjak masa bayi (Hazan & Shaver, 1987), para peneliti menganggap bahwa cinta romantis dan

5 attachment antara bayi dan pengasuh memiliki kesamaan dinamika emosi (Strong, 2005). Attachment merupakan ikatan emosional yang terus menerus, termasuk kecendrungan untuk mencari dan memelihara kedekatan pada orang tertentu, terutama ketika mendapat tekanan. (Potter -Efron, 2005). Sedangkan tipe attachment pada orang dewasa didefiniskan sebagai kecenderungan yang stabil pada individu untuk berusaha keras mencari dan memelihara kedekatan dengan seseorang atau orang tertentu/khusus yang memberikan potensi subjektif rasa aman dan terlindungi terhadap fisik maupun psikis (Bernan & Sperling; dalam Potter-Efron, 2005). Hendrick menambahkan attachment pada dewasa sebagai attachment romantis yang diartikan sebagai perilaku yang melibatkan kedekatan dan ikatan dengan seorang pasangan romantis (McGuirk & Pettijhon, 2008). Bowbly ( dalam Brush, 1991) menyatakan bahwa fungsi dari attachment adalah memelihara kedekatan pada figur attachment. Hasil observasinya mengatakan bahwa ketika figur attachment ada, individu merasa senang dan merasa aman. Jika hubungan attachment terancam maka timbul kecemasan, protes, dan berusaha membangun kembali hubungan (Bush, 1991). Selain itu attachment juga berperan dalam kehidupan emosi manusia. Dimana kebanyakan emosi yang biasanya timbul terjadi selama pembentukan, pemeliharaan, ketidak teraturan dan pembaharuan pada hubungan attachment. Pembentukan pada ikatan dijabarkan sebagai jatuh cinta, pemeliharaan ikatan sebagai mencintai seseorang, dan kehilangan pasangan sebagai kesengsaraan berlebih seseorang. Kesamaannya pada ancaman kehilangan meningkatkan

6 kecemasan dan benar-benar kehilangan memberikan penderitaan ketika pada situasi ini menimbulkan kemarahan (Fraley & Shaver, 2000). Mikulincer dan Horesh (1999) mengasumsikan bahwa orang-orang yang berbeda tipe Attachmentnya memiliki kecendrungan berpikir, merasakan, dan bertindak secara spesifik didalam hubungan mereka. Sehingga paling tidak sebagian tipe attachment seseorang memiliki efek pada perilaku yang disebabkan oleh perbedaan dalam persepsi sosial dan perbedaan kemampuan mengatur efek (Mikulincer dan Sheffi, 2000; dalam Baron dan Byrne, 2005). Dengan kata lain tipe attachment didefinisikan sebagai suatu tingkah laku hubungan antara dua orang dan bukan suatu sifat yang diberikan kepada bayi oleh orang yang memberi perhatian. Tipe attachment ini merupakan jalan dua arah antara bayi dan orang yang memberi perhatian yang harus responsif satu sama lain dan masing-masing harus mempengaruhi tingkah laku orang lain (Semiun, 2006). Perbedaan utama antara antara attachment pada orang dewasa dengan attachment pada bayi adalah bahwa sistem perilaku lekat pada orang dewasa saling timbal balik. Dengan kata lain pasangan orang dewasa tidak ditugaskan atau menset aturan mengenai figur attachment, kedua perilaku dan pelayanan attachment sebagai figur attachment seharusnya (Crowel & Treboux, 1995). Dipengaruhi oleh berbagai permasalahan yang ada dalam hubungan romantis, pasangan-pasangan akan mengembangkan attachment satu sama lain yang dapat berbeda-beda antara pasangan yang satu dengan yang lain. Tipe attachment ini akhirnya menentukan keberhasilan atau kegagalan suatu hubungan romantis. Studi tentang tipe attachment orang dewasa secara umum partisipan

7 dikelompokkan kedalam salah satu dari tiga kategori, berdasarkan laporan self mereka yairu secure, avoidant, dan ambivalent. Partisipan juga ditanyai tentang pengalaman masa anak-anak mereka dengan orang tua,, masa lalu mereka dengan sejarah hubungan romantis mereka serta kepuasan. Penelitian mencoba menghubungkan laporan self tipe attachment responden untuk melaporkan tentang hubungan personal mereka (Mischel dkk, 2004). Hazan dan Shaver (1987), memaparkan t iga tipe attachment yang terdiri dari secure dengan cirri memiliki kesiapan untuk berhubungan erat, merasa nyaman bergantung terhadap pasangan, dan tidak ada kekhawatiran bahwa pasangan akan meninggalkannya. Kemudian avoidant dengan ciri tidak nyaman dalam kedekatan/keintiman dan kurang percaya terhadap pasangan, sulit mengizinkan diri sendiri untuk bergantung pada pasangan, gugup ketika orang lain terlalu dekat. Dan ambivalent memiliki ciri-ciri mempersepsikan pasangan terlalu jauh, bahwa pasangan tidak mencintai, dan ingin meninggalkan, ingin meleburkan diri sepenuhnya dengan pasangan, merasa pasangan tidak menginginkan kedekatan sebesar keinginannya. Ketiga tipe tersebut merupakan adaptasi dari ketiga kategori yang dikemukakan Ainsworth yang dibuat sebagai dasar gambaran dari pengaturan perbedaan individu dalam hal bagaimana orang dewasa berpikir, merasa, dan bertindak dalam suatu hubungan romantis. Utamanya mereka berpendapat bahwa ketiga tipe tersebut mempunyai kualifikasi untuk membedakan tipe romantis atau ikatan yang diperbaharui (Fraley dan Shaver, 2000). Sekitar 56% orang dewasa yang memiliki tipe secure attachment ditemukan memiliki kepuasan yang paling besar dan paling berkomitmen terhadap

8 hubungan disbanding dengan tipe attachment lain, 24% orang dewasa bertipe avoidant attachment dan sebanyak 20% orang dewasa diidentifikasi sebagai tipe ambivalent attachment (Shaver dkk, 1988; dalam Pistole, Clark, & Tubbs 1995; dalam Strong, 2003). Adelaida Monteoliva (2005) meneliti tentang adult attachment dan efeknya pada kualitas hubungan romantis pada siswa di Spanyol, yang hasilnya subjek yang dengan secure attachment lebih puas dengan hubungan mereka dan lebih banyak yang seimbang dan rukun. Subjek dengan avoidant attachment menunjukkan level terendah dibanding dengan tipe attachment lainnya. Pada subjek dengan secure attachment memperlihatkan sedikit kemungkinan untuk berpisah. Diantara dua tipe lainnya, avoidant attachment dan ambivalent attachment, subjek dengan tipe avoidant attachment memperlihatkan kemungkinan berpisah lebih tinggi dalam rentang waktu 6 bulan, dan untuk tipe Ambivalent dilaporkan memiliki kemungkinan yang kecil untuk berpisah dibanding dengan tipe avoidant attachment. Untuk tipe secure attachment hubungan yang berakhir pada pernikahan lebih besar dibandingkan dengan tipe lainnya. Hasil dari penelitian-penelitian mengenai tipe attachment pada orang dewasa diatas dapat ditarik kesimpulan umum yaitu, pertama tipe attachment pada masa anak-anak memiliki manfaat untuk menjelaskangaya interaksi sosial pada masa dewasa. Kedua, orang dewasa denga tipe attachment yang berbeda akan memiliki kualitas hubungan romantis yang berbeda pula. Ketiga, perbedaan tipe attachment berakar dari model kognisi diri dan orang lain.

9 Berdasarkan paparan teori dan permasalahan diatas, maka peneliti tertarik mengadakan penelitan mengenai Hubungan tipe attachment dengan cinta pada individu dewasa yang telah menikah. B. RUMUSAN MASALAH Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara attachment dengan cinta pada individu dewasa yang telah menikah?. C. TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan penelitian yang dilakukan adalah ingin mengetahui signifikansi hubungan tipe attachment dengan cinta pada individu dewasa yang telah menikah. D. KEASLIAN PENELITIAN Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya tentang attachment dilakukan oleh Nenden Damayanti pada tahun 2010 dengan judul Hubungan antara tipe kelekatan dengan kecemburuan pada pasangan berpacaran mahasiswa fakultas psikologi Universitas Islam negeri Syarif Hidayatullah. Selain itu penelitian lain yang pernah dilakukan mengenai attachment dilakukan oleh Sri Hartini pada tahun 2011 dengan judul Bagaimana gambaran tipe attachment pada dewasa muda yang belum mempunyai pasangan dan mempunyai pasangan di Jakarta Barat. Penelitian lainnya pada tahun 2012 dengan judul pengaruh gaya kelekatan romantis dewasa terhadap kecenderungan untuk melakukan kekerasan

10 dalam pacaran yang dilakukan oleh Nesia Ragil Trifiani. Kesamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas bagaimana tipe attachment yang yang ada pada individu dewasa, perbedaannya terletak pada variabel lain yang digunakan, dimana penelitian Nenden Damayanti menggunakan variabel lain yaitu kecemburuan sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Nesia Ragil Trifiani menggunakan variabel kecendrungan melakukan kekerasan sementara itu pada penelitian ini digunakan variabel cinta. Perbedaan lainnya terletak pada subjek penelitian. Dimana penelitian ini menggunakan subjek individu dewasa yang telah menikah, sedangkan penelitian sebelumnya dilakukan pada mahasiswa yang berpacaran. E. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi dalam ilmu pengetahuan khususnya mengenai tipe attachment dengan cinta pada individu dewasa yang telah menikah, dengan meneliti tipe attachment dengan cinta akan memberikan tambahan informasi dibidang perkembangan mengenai attachment dan cinta. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapar memberikan sumbangan pemikiran bagi individu dewasa akan pentingnya mengetahui tipe attachment dan mampu memahami tipe attachment yang ada pada setiap individu sehingga diharapkan

11 individu dewasa dapat meminimalisir konflik-konflik yang disebabkan oleh tipe attachment yang mempengaruhi cinta yang terjadi pasca pernikahan.