BAB 1 INTRODUKSI. Pengakuan merupakan proses pemenuhan kriteria pencatatan suatu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Seluruh pemerintah daerah (pemda) di Indonesia serempak. mengimplementasikan akuntansi berbasis akrual pada tahun 2015.

DAFTAR ISI. HALAMAN DEDIKASI... ii. ABSTRAK... iii. ABSTRACT... iv. PRAKATA... v. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR LAMPIRAN... x. DAFTAR TABEL...

BAB 5 KONKLUSI DAN REKOMENDASI. Kewajiban mengimplementasikan akuntansi akrual untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Idealnya Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) mendapatkan opini

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2015 merupakan tahun pertama implementasi akuntansi berbasis

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. Setelah penulis menggali dan mengganalisis data temuan BPK RI Perwakilan

BAB I PENDAHULUAN. dengan Good Government Governance (GGG). Mekanisme. penyelenggaraan pemerintah berasaskan otonomi daerah tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan laporan keuangan merupakan salah satu kriteria dalam sistem reward. yang dapat menunjukkan kondisi sebenarnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pengelolaan keuangan dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemerintah telah menerbitkan peraturan tentang tingkat pengungkapan

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Artinya bahwa pemerintah pusat memberikan wewenang untuk

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan keuangan. Seiring berjalannya waktu, akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini masyarakat Indonesia semakin menuntut pemerintahan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Rochmansjah (2010) ditandai dengan adanya penyelenggaraan manajemen

BAB I PENDAHULUAN. oleh masyarakat umum (Ritonga, 2012:173). Aset tetap dapat diklasifikasikan

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang ditandai dengan munculnya era New Public Management

Bab 1 PENDAHULUAN. dilanjutkan dengan pertanyaan penelitian, tujuan, motivasi, dan kontribusi

BAB 1 INTRODUKSI. perintah Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945, khususnya pasal 23E yang

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang

BAB I INTRODUKSI. Bab I dalam penelitian ini berisi tentang latar belakang, konteks riset, rumusan

BAB I PENDAHULUAN. Frilia Dera Waliah, 2015 ANALISIS KESIAPAN PEMERINTAH KOTA BANDUNG DALAM MENERAPKAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat luas. Laporan keuangan merupakan salah satu bentuk hasil pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pergantian pemerintahan dari orde baru kepada orde reformasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang. Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan otonomi daerah yang dilandasi oleh Undang-Undang Nomor 32

BAB 1 PENDAHULUAN. berlangsung secara terus menerus. Untuk bisa memenuhi ketentuan Pasal 3. Undang-Undang No.17 tahun 2003 tentang keuangan, negara

dalam pelaksanaan kebijakan otonomi daerah. Sejak diberlakukannya otonomi desantralisasi mendorong perlunya perbaikan dalam pengelolaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan pemerintah merupakan komponen penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Negara/Lembaga (LKKL) berkontribusi terhadap pemberian opini WDP Laporan

BAB I PENDAHULUAN. konteks penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan. penelitian, kontribusi penelitian, dan sistematika penulisan.

Persiapan Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual di Indonesia. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang menitik beratkan pada pemerintah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I INTRODUKSI. Penelitian ini menjelaskan fenomena proses implementasi akuntansi berbasis

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

ANALISIS HASIL AUDIT LAPORAN KEUANGAN KEMENTERIAN/LEMBAGA

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah masih menemukan fenomena penyimpangan informasi laporan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah selaku penyelenggara urusan pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik adalah organisasi yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang menyajikan laporan keuangan diharuskan memberi pernyataan

BAB 1 PENDAHULUAN. hal pengelolaan keuangan dan aset daerah. Berdasarkan Permendagri No. 21 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. yang mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, proses penelitian dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka reformasi di bidang keuangan, pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. audit, hal ini tercantum pada bagian keempat Undang-Undang Nomor 15 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. bersih dan berwibawa. Paradigma baru tersebut mewajibkan setiap satuan kerja

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. mengamanatkan bahwa setiap kepala daerah wajib menyampaikan laporan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi isu yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak Indonesia mulai memasuki era reformasi, kondisi pemerintahan

BAB I BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mulai menerapkan otonomi daerah setelah berlakunya Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang masalah penelitian yang akan dilakukan.

BAB I PENDAHULUAN. XV/MPR/1998 mengenai Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan,

BAB I PENDAHULUAN. melalui UU No. 22 Tahun Otonomi daerah memberikan Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin maju dan terbukanya sistem informasi dewasa ini, isu-isu

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pemeriksa Keuangan ialah lembaga yang dimaksudkan. Selain

BAB I PENDAHULUAN. opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Namun demikian, masih banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. akuntabel, dalam hal ini adalah tata kelola pemerintahan yang baik (good

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan laporan keuangan. Sesuai amanat undang-undang yaitu Pasal 5

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan sejak tahun 1981 sudah tidak dapat lagi mendukung kebutuhan Pemda

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan tuntutan transparansi dan akuntabilitas sebagai

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang tepat, jelas, dan terukur sesuai dengan prinsip transparansi dan

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana tertuang dalam pasal 32 ayat (1) yang berbunyi: UU No. 17 Tahun 2003 juga mengamanatkan setiap instansi pemerintah,

BAB I PENDAHULUAN. pula. Reformasi di bidang keuangan negara menjadi sarana peningkatan performa

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan wilayah yang luas yang terdiri

PEMPROV SULTRA KEMBALI RAIH PENILAIAN KEUANGAN WTP

BAB I PENDAHULUAN. awalnya hanya didasarkan pada Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 23.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat diraih melalui adanya otonomi daerah.indonesia memasuki era otonomi

AKUNTANSI, TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS KEUANGAN PUBLIK (SEBUAH TANTANGAN) OLEH : ABDUL HAFIZ TANJUNG,

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan adanya perubahan masa dari orde baru ke era

BAB 1 PENDAHULUAN. disebut dengan Good Governance. Pemerintahan yang baik merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas,

BAB I PENDAHULUAN. atau memproduksi barang-barang publik. Organisasi sektor publik di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang dipisahkan pada perusahaan Negara/perusahaan daerah. Pemerintah Daerah memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai dasar pengambilan keputusan. Oleh karena itu pemerintah diharuskan

BAB I PENDAHULUAN. dalam satu periode. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No.1

BAB I PENDAHULUAN. transparansi pada laporan keuangan pemerintah daerah. Munculnya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No. 15 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk penyelenggaraan pengelolaan

BABl PENDAHULUAN. Dewasa ini kebutuhan atas informasi keuangan yang informatif

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan seiring

BAB I PENDAHULUAN. pencatatan single-entry. Sistem double-entry baru diterapkan pada 2005 seiring

BAB I PENDAHULUAN. kepedulian dan kemajuan dalam mewujudkan peningkatan kualitas kinerjanya.

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsinya yang didasarkan pada perencanaan strategis yang telah ditetapkan.

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah melakukan reformasi pengelolaan keuangan dengan. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, peran akuntansi semakin dibutuhkan, tidak saja untuk kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik baik di pusat maupun di

BAB I PENDAHULUAN. yang baik (good governance government), telah mendorong pemerintah pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Krisis ekonomi yang terjadi pada awal

BAB I PENDAHULUAN. daerah (Mahmudi, 2011). Laporan keuangan dalam lingkungan sektor publik

BAB I PENDAHULUAN. informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik, yaitu hak untuk mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik yang disebut. dengan laporan keuangan (Mardiasmo, 2006).

BAB. I PENDAHULUAN. Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, bahwa: Pengelolaan Barang Milik Daerah

Transkripsi:

BAB 1 INTRODUKSI 1.1 Latar Belakang Pengakuan merupakan proses pemenuhan kriteria pencatatan suatu transaksi atau peristiwa dalam catatan akuntansi yang akan dimuat dalam laporan keuangan suatu entitas. Basis akuntansi akrual mengakui transaksi atau peristiwa pada saat terjadi, tanpa memerhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayarkan. Pengakuan transaksi inilah yang membedakan antara akuntansi basis kas dengan basis akrual. Penerapan akuntansi akrual diharapkan dapat menghasilkan informasi yang akurat untuk mengukur kinerja pemerintah, terutama untuk menilai efektivitas dan efisiensi sumber daya yang dikelolanya (Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN n.d.). Permasalahan akuntansi untuk pengakuan aset menurut Suwardjono (2005) biasanya berkaitan dengan apakah suatu kos atau jumlah rupiah yang terlibat dalam transaksi, kejadian, atau keadaan tertentu dapat diasetkan. International Federation of Accountants (2003) menyebutkan bahwa salah satu contoh permasalahan akuntansi akrual yang memerlukan kebijakan akuntansi pemerintah ialah definisi dan pengakuan aset. Dalam hal ini terdapat berbagai kendala penerapan akuntansi akrual dikarenakan oleh ketidaksiapan Pemerintah Pusat maupun daerah. Untuk konteks pemerintah daerah (pemda), hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester 1

2 (IHPS) I Tahun 2014 pada 184 pemda mengungkapkan kasus ketidaksiapan pemda dalam menerapkan akuntansi akrual. Aset tetap merupakan salah satu aset atau sumber daya ekonomi yang dikelola pemerintah. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) 07 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2010 merumuskan aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari dua belas bulan yang digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. PSAP 07 menyebutkan bahwa aset tetap sering merupakan bagian utama aset pemerintah. Hal tersebut menyebabkan aset tetap menjadi signifikan dalam penyajian neraca pemda, sehingga dapat memengaruhi opini BPK. Pengelolaan aset tetap di pemda berdasarkan pada PP 27 Tahun 2014, sedangkan akuntansinya berdasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 64 tahun 2013 yang mengacu pada SAP PP 71 Tahun 2010. Pihak-pihak yang terkait dalam pengelolaan aset tetap di pemda yaitu (1) pejabat penatausahaan keuangan, (2) bendahara pengeluaran, (3) pejabat pelaksana teknis kegiatan, dan (4) pejabat pengurus barang. Banyaknya pihak yang terlibat sering menimbulkan masalah pengawasan, pengendalian, dan koordinasi yang berakibat pada pencatatan yang tidak sama antara bagian akuntansi dan bagian aset (BPK RI 2015). Berdasarkan IHPS I Tahun 2015, sebelas pemda di Jawa Tengah memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dan 23 pemda memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) (Lampiran 1). Persentase peningkatan opini sebesar 2,86% pada tahun 2013 yaitu sepuluh

3 pemda WTP dan 24 pemda WDP. Untuk DIY komposisi perolehan opini tahun 2014 masih sama dengan tahun 2013 yaitu empat pemda WTP dan satu pemda WDP (Lampiran 2). Data IHPS I Tahun 2015 juga menyebutkan pengecualian akun LKPD tahun 2014 di Jawa Tengah dan DIY untuk aset tetap dan aset lainnya terjadi pada semua pemda yang memperoleh opini WDP. Pengolahan data LHP BPK RI tahun 2014 di Jawa Tengah menemukan pengecualian atau penambahan penjelasan BPK untuk aset tetap pada LKPD sebesar 68,6%. Khusus permasalahan penatausahaan aset tetap terkait dengan pembukuan 46,5%, inventarisasi 32,4%, dan pelaporan 21,1%. Pengecualian atau tambahan penjelasan BPK terkait aset tetap pada LKPD DIY sebesar 60%, dengan permasalahan penatausahaan aset terkait pembukuan 42,8%, inventarisasi 28,6%, dan pelaporan 28,6%. Temuan BPK tentang aset tetap juga terdapat pada pemda yang memperoleh opini WTP walaupun nilainya tidak material. Jumlah seluruhnya di Indonesia ada 504 LKPD yang diperiksa BPK RI pada semester I tahun 2015. Opini WDP diperolah 230 pemda dan opini Tidak Menyatakan Pendapat (TMP) diperoleh 19 pemda. Selanjutnya, ditemukan 556 pengecualian dengan rincian 230 atau 41,37% pengecualian akun aset tetap dan aset lainnya, 73 atau 13,13% pengecualian akun belanja daerah, 65 atau 11,69% pengecualian akun investasi, 64 atau 11,51% pengecualian akun kas, dan 124 atau 22,3% pengecualian akun lainnya(bpk RI 2015). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa aset tetap menempati posisi pertama pengecualian akun LKPD dan masih merupakan

4 permasalahan utama pemda. Data BPK RI menyebutkan bahwa permasalahan tersebut karena kurangnya kapasitas sumber daya manusia, lemahnya pengawasan dan pengendalian, kurang koordinasi dengan pihakpihak terkait, pemda tidak melakukan perbaikan dan penyesuaian aplikasi pengelolaan barang milik daerah, dan belum optimalnya tindak lanjut rekomendasi BPK tahun sebelumnya. Melihat berbagai fakta tentang aset tetap di atas, penelitian ini memilih akun aset tetap sebagai objek penelitian. Pengakuan akun aset tetap pada neraca bukan hanya berdasarkan nilai uang yang tercatat melainkan juga berdasarkan kesesuaiannya dengan fisik barang yang ada pada pemda. Penatausahaan aset tetap menjadi penting karena 90% komposisi aset dalam neraca pemda merupakan aset tetap (Hermawan 2015). Aset tetap juga masih menjadi pengecualian utama pada pemeriksaan BPK. Fenomena kebijakan dan praktik untuk pengakuan aset tetap di beberapa kabupaten/kota digunakan untuk menggambarkan implementasi akuntansi berbasis akrual di pemda. Pemerintah daerah dipilih karena mempunyai fleksibilitas dalam menetapkan kebijakan akuntansi sendiri sehingga memungkinkan adanya kebijakan dan implementasi yang bervariasi antar daerah. Penelitian ini mengambil objek penelitian pada beberapa kabupaten/kota di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kabupaten/kota yang menjadi objek penelitian ialah Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Magelang, dan Kota Magelang. Kota Yogyakarta telah lima tahun berturut-turut

5 memperoleh opini WTP, Kabupaten Sleman memperoleh empat kali WTP, dan Kabupaten Temanggung memperoleh tiga kali WTP, sehingga dianggap mempunyai kompetensi dan kesiapan dalam melaksanakan akuntansi berbasis akrual. Kabupaten/kota yang masih WDP yaitu Kabupaten Magelang dan Kota Magelang dipilih sebagai komparasi pemda yang sudah WTP. Selama ini, penelitian tentang akuntansi akrual lebih banyak menyoroti manfaatnya bagi sektor publik (Carlin 2005; Connolly & Hyndman 2006; Guthrie 1998; Lye, Perera & Rahman 2005; Paulsson 2006; Pollanen & Loiselle-Lapointe 2012). Penelitian di beberapa negara menemukan akuntansi akrual bermanfaat bagi sektor publik. Namun ada juga penelitian yang menyebutkan sebaliknya. Hasil penelitian Christiaens (2003) serta Jorge, Carvalho, dan Fernandes (2007) mengemukakan bahwa kebijakan akuntansi berbasis akrual yang berbeda-beda menghasilkan laporan keuangan entitas pelaporan yang beragam. Selanjutnya, Chan (2003), Saleh dan Pendlebury (2006) juga mengemukakan bahwa isu utama adopsi akuntansi akrual adalah pengakuan dan penilaian aset dan kewajiban. Pergantian basis akuntansi menuju akuntansi akrual di Malaysia menunjukkan adanya beberapa kesulitan dalam implementasi, misalnya pada pengakuan dan penilaian aset, kompetensi sumber daya manusia, dan tingginya biaya penerapan (Mahadi et al. 2014). Berdasarkan penelitian Molland dan Clift (2008), penggunaan metode akuntansi akrual telah bermanfaat meningkatkan manajemen aset

6 infrastruktur. Sedangkan penelitian Adam, Mussari dan Jones (2011) menemukan perbedaan norma dan praktik akuntansi untuk aset infrastruktur, seni, dan aset bersejarah dibandingkan dengan IPSAS di enam kota di Jerman, Italia, dan Inggris. Sementara Tenovici (2013) yang membandingkan pengakuan aset tetap berdasarkan kebijakan yang diterapkan di Rumania dengan IPSAS menemukan adanya perbedaan dalam pengakuan aset tetap. Penelitian yang bertema akrual di Indonesia, antara lain, dilakukan oleh Adventana dan Kurniawan (2014). Penelitian ini mengidentifikasi variabel yang mempengaruhi kesiapan penerapan SAP berbasis akrual. Selanjutnya, penelitian Purwanto (2015) menemukan bahwa penerapan PSAP PP 71 Tahun 2010 di SKPD pilot project akuntansi akrual Pemda DIY terdapat beberapa ketidaksesuaian, antara lain, pada kriteria pengakuan serta penyajian dan pengungkapan aset tetap. Hasil penelitian tentang akuntansi akrual tersebut menunjukkan bahwa penerapan akuntansi akrual di sektor publik cukup kompleks. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya karena bertujuan untuk menganalisis kebijakan dan praktik untuk pengakuan aset tetap berbasis akrual di lima kabupaten/kota di Jawa Tengah dan DIY. Penelitian ini penting bagi pembuat kebijakan pemda untuk menganalisis penerapan akuntansi aset tetap dan membandingkannya dengan daerah lain. Bagi akademis, penelitian ini dapat memperkaya literatur terkait fenomena penerapan akuntansi berbasis akrual di pemda.

7 1.2 Problem Riset Berdasarkan uraian latar belakang, aset tetap masih merupakan permasalahan utama pemda. Terkait dengan penerapan akuntansi berbasis akrual maka pengakuan aset tetap merupakan salah satu potensi permasalahan. Oleh sebab itu, rumusan masalah dalam penelitian ini ialah pengakuan aset tetap yang diterapkan dan dilaksanakan pemda dibandingkan dengan SAP berbasis akrual. 1.3 Pertanyaan Riset Berdasarkan problem riset di atas dapat dirumuskan pertanyaan riset penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana kebijakan akuntansi untuk pengakuan aset tetap di Pemerintah Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Temanggung, Kota Magelang, dan Kabupaten Magelang? 2. Apakah praktik akuntansi untuk pengakuan aset tetap di Pemerintah Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Temanggung, Kota Magelang, dan Kabupaten Magelang telah sesuai dengan SAP berbasis akrual? 1.4 Tujuan Riset Tujuan penelitian ini yaitu: 1. Menganalisis kebijakan akuntansi untuk pengakuan aset tetap yang diimplementasikan Pemerintah Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Temanggung, Kota Magelang dan Kabupaten Magelang.

8 2. Menganalisis praktik akuntansi untuk pengakuan aset tetap di Pemerintah Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Temanggung, Kota Magelang dan Kabupaten Magelang dibandingkan dengan SAP berbasis akrual. 1.5 Motivasi Riset Penelitian ini dilakukan berdasarkankan motivasi peneliti untuk memperoleh pemahaman mengenai kebijakan dan praktik mengenai pengakuan aset tetap berbasis akrual di pemda. Pengakuan merupakan proses identifikasi dalam akuntansi yang membedakan antara akuntansi berbasis akrual dan berbasis kas. Penelitian-penelitian sebelumnya belum mengkaji tentang pengakuan aset tetap yang masih merupakan permasalahan utama pemda. Kebanyakan pemda tidak memperoleh opini WTP karena pengecualian pada aset tetap. Oleh karena itu peneliti sangat tertarik untuk meneliti aset tetap sebagai topik penelitian. 1.6 Kontribusi Riset Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai berikut. 1. Kontribusi akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmu pengetahuan berupa analisis mendalam terkait pengakuan aset tetap sehingga dapat digunakan sebagai landasan bagi penelitian berikutnya.

9 2. Kontribusi praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan sebagai bahan pertimbangan bagi pemda dalam merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan akuntansi aset tetap berbasis akrual. Selain itu, dapat membantu pemda dalam meningkatkan kualitas penatausahaan aset tetap. 1.7 Sistematika Penulisan Hasil penelitian ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut. BAB 1 Pendahuluan Bab ini menjelaskan tentang latar belakang, problem riset, pertanyaan riset, tujuan riset, motivasi riset, dan kontribusi riset. BAB 2 Kajian Pustaka Bab ini berisi kajian pustaka mengenaiakuntansi keuangan daerah, standar akuntansi pemerintahan berbasis akrual, pengakuan aset tetap, dan hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan. BAB 3 Desain Riset Bab ini menguraikan metode penelitian meliputi rasionalitas penelitian, jenis penelitian, strategi penelitian, jenis dan sumber data, teknis pengumpulan data, teknik analisis data, validitas data, dan realibilitas data yang akan digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian.

10 BAB 4 Analisis dan Diskusi Bab ini memaparkan interpretasi temuan-temuan terkait kebijakan dan praktik pengakuan aset berbasis akrualbagi pemda. BAB 5 Konklusi dan Rekomendasi Bab ini menjelaskan simpulan dan rekomendasi penelitian sesuai hasil analisis dan diskusi.