II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam ras petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam tipe petelur yang jantan dikenal dengan sebutan ayam jantan tipe medium,

I. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang relatif singkat (Murtidjo, 2001). Menurut Kartasudjana dan Suprijatna

I. PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat dan meningkatkan. kesejahteraan peternak. Masalah yang sering dihadapi dewasa ini adalah

1. PENDAHULUAN. Produktivitas ayam petelur selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga

II. TINJAUAN PUSTAKA. Darah merupakan media transportasi yang membawa nutrisi dari saluran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan bobot tubuh yang dicapai oleh ayam, maka dikenal tiga tipe ayam

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Broiler pertama kali ditemukan pada Pada 1950 para ahli perunggasan

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

I. PENDAHULUAN. Sektor peternakan sangat penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Sumber daya

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan bobot tubuh yang dapat dicapai oleh ayam, maka dikenal tiga tipe

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk

I. PENDAHULUAN. Broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang dapat memenuhi

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan protein hewani,

I. PENDAHULUAN. semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan banyaknya perusahaan baru

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggul dari tetuanya (Sudaryani dan Santosa, 2000). Menurut Suharno (2012)

I. PENDAHULUAN. umur 4 5 minggu. Sifat pertumbuhan yang sangat cepat ini dicerminkan dari. modern mencapai di bawah dua (Amrullah, 2004).

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik

PENGARUH KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PRODUKSI AYAM PETELUR FASE AWAL GROWER

HASIL DAN PEMBAHASAN. Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam penghasil daging dalam jumlah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan dapat meningkatkan rata-rata bobot potong ayam (Gunawan dan

TINJAUAN PUSTAKA. (Setianto, 2009). Cahaya sangat di perlukan untuk ayam broiler terutama pada

[Evaluasi Hasil Produksi Ternak Unggas]

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan jumlah ransum yang tersisa (Fadilah, 2006). Data rataan konsumsi ransum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk diambil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

I. PENDAHULUAN. tinggi. Fakta ini menyebabkan kebutuhan yang tinggi akan protein hewani

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh

PENDAHULUAN. yang berkembang pesat saat ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Ayam Broiler Awal Penelitian

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam

TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam ordo Galliformes, famili Phasianidae, genus Gallus dan

I. PENDAHULUAN. juga mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memilki daya adaptasi yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit terbagi atas 4 yaitu ayam pembibit Pure Line atau ayam

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

PENDAHULUAN. jualnya stabil dan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ayam broiler, tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna, 2006). Karakteristik ayam broiler yang baik adalah ayam aktif, lincah,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan jumlah konsumsi pakan pada setiap perlakuan selama penelitian dapat. Perlakuan R1 R2 R3 R4 R5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Coturnix coturnix japonica yang mendapat perhatian dari para ahli. Menurut

HASIL DAN PEMBAHASAN. sangat berpengaruh terhadap kehidupan ayam. Ayam merupakan ternak

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan kaidah-kaidah dalam standar peternakan organik. Pemeliharaan

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. percobaan, penghasil bulu, pupuk kandang, kulit maupun hias (fancy) dan

KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggul dari tetuanya. Ayam pembibit terbagi atas 4 yaitu ayam pembibit Pure

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

Wajib menjaga kelestarian lingkungan.

Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan. bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam ras adalah jenis ayam-ayam unggul impor yang telah dimuliabiakan

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707

PENDAHULUAN. relatif singkat, hanya 4 sampai 6 minggu sudah bisa dipanen. Populasi ayam

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam

I. PENDAHULUAN. banyak dan menyebar rata di seluruh daerah Indonesia. Sayang, ayam yang besar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki genetik yang dapat menghasilkan produksi baik. Menurut (Rasyaf,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sudah melekat dengan masyarakat, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternakan (telur, daging, dan susu) terus meningkat. Pada tahun 2035

Transkripsi:

7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Berdasarkan bobot maksimum yang dapat dicapai oleh ayam terdapat tiga tipe ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan (Babcock, Hyline, dan Kimber); tipe medium (Dekalb, Kimbrown, dan Hyline B11); dan tipe berat (Hubbard, Starbro, dan Jabro) (Wahju, 2004). Menurut Nataatmaja (1982), jenis bibit ayam yang beredar di pasaran adalah ayam petelur (layer), ayam pedaging (broiler), dan ayam dwiguna yang memiliki fungsi ganda. Menurut Riyanti (1995), ayam jantan tipe medium mempunyai bentuk tubuh dan kadar lemak yang menyerupai ayam kampung, sehingga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang terbiasa menyukai ayam yang kadar lemaknya cenderung seperti ayam kampung. Penelitian yang dilakukan oleh Daryanti (1982), pada ayam petelur jantan Harco dan Decalb menunjukkan bahwa persentase lemak ayam petelur jantan Harco pada umur enam minggu adalah 2,36%; sedangkan ayam petelur jantan Decalb 3,39%. Persentase lemak ini masih lebih rendah daripada persentase lemak broiler, yaitu 6,65%. Wahju (2004) menyatakan bahwa ayam jantan mempunyai kandungan lemak lebih rendah dibandingkan dengan betina. Sizemore dan Siegel (1993) menyatakan bahwa ayam hasil persilangan antara galur Ross dengan galur Arbor

8 acres menghasilkan ayam jantan dengan kandungan lemak sebesar 2,6 %, sedangkan yang betina 2,8%. Menurut Wahju (2004), pada ayam jantan, kelebihan energi digunakan untuk pertumbuhan, sedangkan pada ayam betina digunakan untuk produksi telur. B. Kepadatan Kandang Tingkat kepadatan kandang dinyatakan dengan luas lantai kandang yang tersedia bagi setiap ekor ayam atau jumlah ayam yang dipelihara pada satu satuan luas kandang. Luas lantai kandang untuk setiap ekor ayam antara lain tergantung dari tipe lantai, tipe ayam, jenis kelamin, dan periode produksi (North and Bell,1990). Menurut Meizwarni (1993), ukuran luas kandang yang disediakan tergantung dari beberapa faktor seperti macam kandang, ukuran ayam, suhu lingkungan serta keadaan ventilasi. Fadillah (2005) menyatakan bahwa iklim tropis yang panas secara langsung akan memengaruhi suhu di dalam kandang. Menurut Abidin (2003), kandang merupakan tempat untuk ayam hidup dan bereproduksi yang berfungsi melindungi ayam dari gangguan binatang buas, melindungi dari cuaca yang buruk, membatasi ruang gerak ternak, menghindari resiko kehilangan ternak serta mempermudah pengawasan dan pemeliharaan. Kandang yang umumnya digunakan adalah kandang panggung dan postal. Kandang panggung adalah kandang yang lantainya menggunakan bilah-bilah kayu, logam, dan atau bambu yang disusun memanjang sehingga lantai kandang bercelah-celah (Suprijatna, et al., 2008). Menurut Sudaryani dan Santosa (1999), kandang panggung adalah kandang dengan lantai renggang dan ada jarak dengan tanah serta terbuat dari bilah-bilah bambu atau kayu. Fadillah (2005) menyatakan

9 bahwa kandang panggung merupakan bentuk kandang yang paling banyak digunakan untuk mengatasi temperatur panas. Menurut Suprijatna, et al. (2008), suhu lingkungan ideal pada ayam adalah 21⁰C. Di atas suhu tersebut, ternak menjadi panas dan nafsu makan turun, sehingga konsumsi ransum pun menurun. Dampak selanjutnya adalah pertumbuhan dan produksi menurun. Oleh sebab itu, agar ternak tidak stres kandang harus nyaman. Kelebihan kandang panggung adalah laju pertumbuhan ayam tinggi, efisien dalam penggunaan ransum, dan kotoran mudah dibersihkan, sedangkan kekurangan kandang panggung adalah tingginya biaya peralatan dan perlengkapan, tenaga dan waktu pengolahan meningkat, dan ayam mudah terluka (Suprijatna, et al., 2008). Menurut Fadillah (2005), kandang panggung memiliki ventilasi yang berfungsi lebih baik karena udara bisa masuk dari bawah dan samping kandang. Kepadatan optimal untuk ternak ayam dipengaruhi oleh suhu kandang. Semakin tinggi suhu udara dalam kandang, maka kepadatan kandang optimal semakin rendah dan sebaliknya semakin rendah suhu udara dalam kandang, maka kepadatan kandang optimal semakin tinggi. Kepadatan kandang untuk DOC ayam petelur ringan setiap 1 m² dapat diisi oleh 16 ekor ayam, sedangkan ayam petelur tipe medium setiap 1 m² cukup untuk 11 ekor ayam (Rasyaf, 2005). C. Performan Unggas Daryanti (1982) menyatakan bahwa pertumbuhan hewan dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain spesies, individu, jenis kelamin, pemberian ransum yang cukup, dan jumlah konsumsi ransum. Menurut Sudarsono (1997), performan merupakan prestasi atau segala aktivitas yang menimbulkan sebab akibat dan tingkah laku

10 yang dapat dipelajari atau diamati. Menurut Sudono, et al. (1985), performan adalah istilah yang diberikan kepada sifat-sifat ternak yang bernilai ekonomi (produksi telur, bobot badan, pertambahan bobot badan, konsumsi ransum, persentase karkas, dan lain-lain). a. Konsumsi ransum Menurut Rasyaf (2005), ransum merupakan susunan dari beberapa pakan ternak unggas yang di dalamnya harus mengandung zat nutrisi yang lain sebagai satu kesatuan, dalam jumlah, waktu, dan proporsi yang dapat mencukupi semua kebutuhan. Konsumsi ransum adalah jumlah ransum yang dimakan ayam selama masa pemeliharaan. Konsumsi dipengaruhi oleh bentuk, ukuran, penempatan, dan cara pengisian tempat ransum. Aksi Agraris Kanisius (2003) menyatakan bahwa kebutuhan konsumsi ransum dipengaruhi oleh strain dan lingkungan. Wahju (2004) menyatakan bahwa konsumsi ransum dipengaruhi oleh kandungan energi ransum, kesehatan lingkungan, zat-zat makanan, dan kecepatan pertumbuhan. Menurut Priono (2003), konsumsi ransum juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu besar dan bangsa ayam, suhu lingkungan, tahap produksi, dan energi ransum. Rasyaf (2005) menambahkan bahwa konsumsi ransum juga dipengaruhi oleh tingkat kepadatan kandang, apabila kepadatan kandang semakin tinggi maka suhu dalam kandang akan meningkat sehingga ayam akan lebih banyak mengonsumsi air untuk menstabilkan suhu tubuhnya dan akan lebih sedikit mengonsumsi ransum. Sebaliknya, apabila kepadatan kandang rendah maka ayam akan mengonsumsi ransum lebih banyak dan air lebih sedikit untuk memproduksi

11 panas dalam tubuh. Standar bobot badan dan konsumsi ransum ayam jantan tipe medium disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Standar bobot badan dan konsumsi ransum ayam jantan tipe medium Umur (minggu) Bobot badan (g) Konsumsi ransum (g/ekor/hari) I 65 12 II 120 19 III 200 25 IV 300 31 V 400 37 VI 500 42 VII 590 47 VIII 680 53 Sumber: Rama Jaya Farm (2008) Menurut hasil penelitian Ramayanti (2009), rata-rata konsumsi ransum ayam jantan tipe medium yang dipelihara selama 8 minggu dengan kepadatan kandang 10 ekor berkisar antara 172,97 dan 250,72 g/ekor/minggu. Berdasarkan hasil penelitian Bujung (2010) menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi ransum ayam jantan medium yang dipelihara selama 7 minggu dengan kepadatan kandang 10, 12, 14, dan 16 ekor berkisar antara 202,40 dan 210,16 g/ekor/minggu. Hasil penelitian Anggraini (2011) dengan kepadatan kandang 16, 19, dan 22 ekor, rata-rata konsumsi ransum ayam jantan tipe medium yang dipelihara selama 7 minggu berkisar antara 265,5 dan 288,14 g/ekor/minggu. b. Konsumsi Air Minum Menurut Anggorodi (1994), air merupakan salah satu zat makanan yang terpenting untuk proses metabolisme dalam tubuh. Air minum berfungsi sebagai pengangkut zat-zat makanan, pengatur suhu tubuh, serta membantu proses pencernaan, dan memperlancar reaksi kimia tubuh.

12 Persediaan air untuk ternak didapat dari air minum, air yang terkandung dalam makanan, dan air metabolik. Wahju (2004) menyatakan bahwa air merupakan bahan yang esensial di dalam tubuh ternak untuk fungsi normal dari tubuh, air juga membantu menjaga homeostasis dengan ikut dalam reaksi dan perubahan fisiologis yang mengontrol ph, tekanan osmotis, dan konsentrasi elektrolit di dalam tubuh. Air digunakan dalam ransum untuk efisiensi penggunaan makanan. Kekurangan air dalam ransum menyebabkan lambatnya pergerakan makanan dari tembolok, sedangkan kelebihan mengonsumsi air dapat menurunkan minat ayam untuk makan. Kebutuhan air tergantung dari suhu kandang dan aktivitas ayam. Adapun kebutuhan air untuk ayam pada masa awal sekitar 15--35 ml/hari, sedangkan pada masa akhir sekitar 50--100 ml/hari (Sudaro dan Siriwa, 2000). Sesuai dengan Rasyaf (2007) yang menyatakan bahwa semakin tinggi suhu kandang maka semakin tinggi pula kebutuhan air minum. Menurut Suprijatna, et al. (2008) kekurangan air meskipun sedikit dalam waktu singkat dapat memengaruhi laju pertumbuhan dan produksi. Sarwono (2000) menyatakan bahwa kekurangan air sampai 20% berakibat kematian. Sementara itu menurut Sudaryani dan Santosa (1999), kebutuhan air minum dalam satu hari untuk suhu sampai dengan 25⁰C adalah dua kali konsumsi ransum, sedangkan pada suhu 30--32⁰C konsumsi air minum hampir empat kali konsumsi ransum. Sebagai daerah tropis Indonsia memiliki suhu lingkungan dan kelembaban relatif tinggi. Suhu lingkungan pada siang hari mencapai 29--32⁰C. Suhu dan kelembaban yang tinggi mengakibatkan ayam menderita cekaman panas, sehingga

13 ayam akan mengurangi konsumsi ransum dan meningkatkan konsumsi air minum. Akibatnya, kotoran ayam menjadi cair, sehingga menyebabkan meningkatnya kelembaban kandang dan polusi amonia karena terjadi dekomposisi kotoran yang tidak sempurna (Suprijatna, et al., 2008). Sudaryani dan Santosa (1999) menyatakan bahwa pada suhu 21⁰C untuk 100 ekor ayam memerlukan 27,2 liter air minum setiap hari, sedangkan pada suhu 32--38⁰C konsumsi air minum menjadi 2--3 kali lipat. Menurut hasil penelitian Ramayanti (2009), rata-rata konsumsi air minum ayam jantan tipe medium yang dipelihara selama 8 minggu dengan kepadatan kandang 10 berkisar antara 3,23 dan 3,42 liter/ekor/minggu dengan rata-rata suhu lingkungan 27--29⁰C. Berdasarkan penelitian Bujung (2010), rata-rata konsumsi air minum ayam jantan tipe medium yang dipelihara selama 7 minggu dengan kepadatan kandang 10, 12, 14, dan 16 ekor berkisar antara 815,88 dan 905,05 ml/ekor/minggu. Hasil penelitian Anggraini (2011) menunjukkan rata-rata konsumsi air minum ayam jantan tipe medium yang dipelihara selama 7 minggu dengan kepadatan kandang 16, 19, dan 22 ekor berkisar antara 478,83 dan 518,22 ml/ekor/minggu. c. Pertambahan berat tubuh Pertambahan berat tubuh adalah selisih antara berat badan saat tertentu dengan berat tubuh semula. Pertambahan berat tubuh dipengaruhi oleh faktor genetik dan nongenetik yang meliputi kandungan zat makanan yang dikonsumsi, temperatur lingkungan, keadaan udara dalam kandang, dan kesehatan ayam itu sendiri. Pertumbuhan merupakan perubahan yang terjadi pada sel dan jaringan tubuh suatu individu. Kecepatan pertumbuhan ayam tidak hanya tergantung dari sifat genetik

14 yang diwarisi oleh induknya. Pertambahan berat tubuh dapat digunakan untuk menilai pertumbuhan ternak (Rasyaf, 2005). Menurut Suprijatna, et al. (2008), pertumbuhan kerangka pada unggas berjalan cepat yang kemudian disusul oleh pertumbuhan otot dan lemak. Pada ayam muda yang sedang tumbuh, pengaruh pembatasan pakan terhadap pertumbuhan tulang sangat kecil, tetapi akan menghambat pertambahan berat tubuh. Rasyaf (2005) menyatakan bahwa pertambahan berat tubuh merupakan salah satu indikator keberhasilan pemeliharaan ayam pedaging. Menurut Tillman, et al. (1998), pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan pengukuran bobot badan yang dilakukan dengan penimbangan berulang-ulang dan dinyatakan dengan berat tubuh tiap hari, tiap minggu atau tiap-tiap waktu lain. Pada kondisi lingkungan yang terkendali, bobot ternak muda akan meningkat terus dengan laju pertambahan berat tubuh yang tinggi (Anggorodi, 1994). Dalam keadaan pertumbuhan normal, bila berat tubuh diproyeksikan terhadap umur maka akan diperoleh suatu kurva berbentuk sigmoid. Kurva pertumbuhan ayam jantan medium dapat dilihat pada Gambar 1. Berat badan (g) 800 700 600 500 400 300 200 100 0 I II III IV V VI VII Umur (minggu) Gambar 1. Kurva pertumbuhan ayam jantan tipe medium (berdasarkan hasil penelitian Anggraini, 2011)

15 Menurut hasil penelitian Ramayanti (2009), rata-rata pertambahan berat tubuh ayam jantan tipe medium yang dipelihara selama 8 minggu dengan kepadatan kandang 10 ekor adalah 99,57--117,78 g/ekor/minggu. Hasil penelitian Bujung (2010) menunjukkan rata-rata pertambahan berat tubuh ayam jantan tipe medium selama 7 minggu dengan kepadatan kandang 10, 12, 14, dan 16 ekor berkisar antara 85,01 dan 97,84 g/ekor/minggu. Rata-rata pertambahan berat tubuh ayam jantan tipe medium di kandang panggung berdasarkan penelitian Anggraini (2011) dengan kepadatan kandang 16, 19, dan 22 ekor berkisar antara 93,00 dan 97,63 g/ekor/minggu. d. Konversi ransum Konversi ransum adalah perbandingan jumlah ransum yang dikonsumsi dan pertambahan berat tubuh. Menurut North and Bell (1990) dan Anggorodi (1994), konversi ransum digunakan sebagai gambaran efisiensi produksi. Jika nilai konversi ransum semakin tinggi, maka jumlah ransum yang dibutuhkan untuk menaikkan bobot badan per satuan berat semakin banyak sehingga efisiensi penggunaan ransum menurun. Menurut Card (1982), konversi ransum sangat penting artinya dalam menentukan besar kecilnya biaya produksi. Anggorodi (1994) menyatakan bahwa semakin rendah nilai konversi ransum maka penggunaan ransum semakin efisien, dan semakin tinggi nilai konversi ransum berarti ransum yang dibutuhkan untuk menaikkan berat tubuh persatuan bobot semakin banyak dan efisiensi penggunaan ransum semakin menurun.

16 Menurut Rasyaf (2005), konversi ransum bernilai 1, artinya untuk menghasilkan 1 kg daging diperlukan ransum sebanyak 1 kg. Aksi Agrarius Kanisius (2003) menyatakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi konversi ransum adalah strain atau bangsa ayam, mutu ransum, keadaan kandang, dan jenis kelamin. Menurut North dan Bell (1990), konversi ransum dipengaruhi oleh tipe litter, panjang dan intensitas cahaya, luas lantai per ekor, uap amonia dalam kandang, penyakit, dan bangsa ayam yang dipelihara. Teknik pemberian ransum juga banyak berpengaruh terhadap nilai konversi. Amrullah (2003) menyatakan bahwa teknik pemberian ransum yang baik dapat menekan angka konversi ransum sehingga menambah keuntungan. Menurut hasil penelitian Ramayanti (2009), nilai konversi ransum ayam jantan tipe medium yang dipelihara selama 8 minggu dengan kepadatan kandang 10 ekor berkisar antara 1,74 dan 2,99 lebih baik dibandingkan dengan hasil penelitian Riyanti (1995) yang memperoleh rata-rata konversi ransum sebesar 3,80--4,57. Berdasarkan hasil penelitian Bujung (2010) dengan kepadatan kandang 16, 19, dan 22 ekor, rata-rata konversi ransum ayam jantan tipe medium yang dipelihara di kandang postal selama 7 minggu berkisar antara 2,12 dan 2,52. Hasil penelitian Anggraini (2011) dengan kepadatan kandang 16, 19, dan 22 ekor, rata-rata konversi ransum ayam jantan tipe medium yang dipelihara di kandang panggung selama 7 minggu berkisar antara 2,05 dan 2,09. e. Income over feed cost (IOFC) Income over feed cost (IOFC) adalah perpaduan antara segi teknis dan ekonomis. Semakin efisien ayam mengubah makanan menjadi daging, semakin baik pula

17 nilai IOFC nya. Nilai IOFC yaitu perbandingan antara jumlah penerimaan dari hasil penjualan ayam dan biaya untuk pengeluaran ransum. Semakin tinggi nilai IOFC, berarti penerimaan dari penjualan ayam pun tinggi (Rasyaf, 2005). Nilai IOFC sangat dipengaruh oleh jumlah konsumsi ransum. Semakin meningkatnya jumlah konsumsi ransum menyebabkan biaya yang diperlukan untuk berproduksi juga semakin meningkat. Nilai IOFC akan meningkat apabila nilai konversi ransum menurun dan apabila nilai konversi ransum meningkat maka IOFC akan menurun (Rasyaf, 2010). Yahya (2003) menyatakan bahwa dalam suatu usaha peternakan biaya ransum memegang peranan penting karena merupakan biaya terbesar dari total biaya usaha. Oleh sebab itu, penggunaan ransum yang berkualitas baik dan harga yang relatif murah merupakan suatu tuntunan ekonomis untuk mencapai tingkat efisiensi tertentu. Nilai IOFC sangat dipengaruhi oleh bibit yang digunakan, ransum, dan harga. Faktor pemilihan bibit menjadi penting karena dapat memengaruhi bobot akhir yang nantinya akan memengauhi pendapatan. Semakin efisien ayam mengubah makanan menjadi daging, semakin baik pula nilai IOFC nya. Nilai IOFC sangat dipengaruhi oleh bibit ayam yang digunakan, ransum, dan harga (Nova, 2007). Penelitian Ramayanti (2009) menunjukkan bahwa nilai IOFC ayam jantan tipe medium yang dipelihara selama 8 minggu dengan kepadatan kandang 10 ekor pada perlakuan pemberian ransum 70% dari standar pemberian ransum perusahaan, yaitu sebesar 1,75, artinya bahwa untuk setiap pengeluaran biaya pakan sebesar Rp 1,00 menghasilkan keuntungan sebesar Rp 0,75. Hal ini lebih

18 baik dari Bujung (2010) pada kepadatan 16 ekor m² dengan rata-rata IOFC ayam jantan tipe medium berkisar antara 1,33--1,54. Hasil penelitian Anggraini (2011) pada kepadatan kandang 16, 19, dan 22 ekor yang dipelihara di kandang panggung rata-rata income over feed cost (IOFC) berkisar antara 1,67 dan 1,84.