BAB I PENDAHULUAN. bagian tepi lempeng Eurasia. Batas lempeng ini merupakan tempat bertemunya tiga

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dengan udara terbuka. Salah satu metode pertambangan bawah tanah yang sering

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sebagai negara kepulauan tergabung kedalam rangkaian sirkum

BAB I PENDAHULUAN. administratif termasuk ke dalam provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Di Pulau

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian.

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan dunia terhadap mineral logam semakin tahun semakin

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. komplek yang terletak pada lempeng benua Eurasia bagian tenggara (Gambar

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI REGIONAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB II GEOLOGI REGIONAL

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6-7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem bijih porfiri berasal dari fluida magmatik hidrotermal bertemperatur tinggi,

Gambar 1. Lokasi kesampaian daerah penyelidikan di Daerah Obi.

BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. pertemuan diantara tiga lempeng besar, yaitu lempeng pasifik, lempeng Indo-

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. tiga Lempeng bumi (Bellier et al. 2001), yaitu Lempeng Eurasia (bergerak

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

KARAKTERISTIK GEMPABUMI DI SUMATERA DAN JAWA PERIODE TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989).

Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam aktivitas tektonik sejak akhir zaman Tersier. Dinamika tektonik

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah

Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. BAB I PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lampung Selatan tepatnya secara geografis, terletak antara 5 o 5'13,535''-

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Sumberboto dan Sekitarnya, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur 1

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. bijih besi, hal tersebut dikarenakan daerah Solok Selatan memiliki kondisi geologi

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB IV KONDISI GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian

lajur Pegunungan Selatan Jawa yang berpotensi sebagai tempat pembentukan bahan galian mineral logam. Secara umum daerah Pegunungan Selatan ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. serentak aktif (Gambar 1). Pada saat ini, Lempeng Samudera Pasifik - Caroline

GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA 1

PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH PRONGGO DAN SEKITARNYA, KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA. SARI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. lempeng besar (Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik) menjadikannya memiliki

3.8 Tipe Urat pada Endapan Porfiri... 25

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Bayat merupakan salah satu daerah yang menarik sebagai obyek penelitian

BAB. I PENDAHULUAN. Judul penelitian Studi Karakteristik Mineralogi dan Geomagnetik Endapan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan emas biasanya digunakan sebagai standar

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 2 TATANAN GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas subduksi antara lempeng Indo-Australia dengan bagian selatan dari

BAB I PENDAHULUAN I.1

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. tatanan tektonik terletak pada zona pertemuan lempeng lempeng tektonik. Indonesia

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

BAB II TINJAUAN GEOLOGI. yaitu Lempeng Pasifik, Lempeng Indo - Australia, dan. dilihat pada Gambar 1.

BAB I PENDAHULUAN. lempeng besar, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia dan Lempeng

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah Indonesia memiliki tatanan tektonik yang aktif yang berada pada bagian tepi lempeng Eurasia. Batas lempeng ini merupakan tempat bertemunya tiga lempeng besar, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Australia, dan lempeng Pasifik. Dimulai dari bagian barat Indonesia, yaitu zona subduksi di sepanjang Sumatera bagian barat, menuju ke Jawa bagian selatan merupakan pertemuan antara lempeng samudra Australia dengan lempeng benua Asia, Laut Banda ke arah utara, bagian utara dan timur Pulau Sulawesi merupakan pertemuan lempeng Eurasia dengan lempeng Pasifik, dan dibagian utara Pulau Papua merupakan pertemuan lempeng Pasifik dengan lempeng Australia. Menurut Cloos, dkk (2005), bagian tengah Pulau Papua, Pegunungan Tengah Papua, memiliki panjang 1300 km dengan luas 100 150 km (Cloos, dkk, 2005). Pegunungan ini terbentuk karena pertemuan antara dua lempeng yaitu lempeng Pasifik dengan lempeng Australia. Bagian tepi pasif lempeng Australia menunjam zona subduksi lempeng Pasifik pada kala Miosen Tengah. Berdasarkan siklus Wilson (Allaby dan Allaby, 1999), aktivitas subduksi akan berlajut pada proses prakolisi kemudian menjadi proses kolisi. Penunjaman terus berlanjut hingga terjadi pra-kolisi dimana bagian utara lempeng Australia mengalami perubahan lingkungan menjadi lebih dangkal, dilanjutkan dengan proses kolisi membentuk lipatan dan sesar sehingga membentuk Pegunungan Tengah Papua. Pada saat 1

2 pembentukan lipatan dan sesar ini, terjadi perubahan sudut penunjaman secara horizontal sehingga membentuk sesar dengan ukuran yang besar. Kemudian sesarsesar ini membentuk rekahan yang menyebabkan magmatisme. Pada daerah Pegunungan Tengah Papua, terdapat dua magmatisme yang penting, yaitu magmatisme Grasberg dan magmatisme Ertsberg. Kedua magmatisme ini menghasilkan alterasi dan mineralisasi yang menghasilkan endapan-endapan ekonomis, yaitu endapan porfiri dan endapan skarn. Pada magmatisme Grasberg, mineralisasi yang terbentuk berhubungan dengan mineralisasi tipe porfiri, sedangkan magmatisme Ertsberg menghasilkan mineralisasi yang berhubungan dengan tipe skarn. Daerah Kasuang Tunnel merupakan bagian dari Pegunungan Tengah Papua. Daerah ini terletak disebelah selatan dari intrusi Ertsberg sehingga mendapat pengaruh yang cukup signifikan. Daerah ini memiliki anomali berupa batuan yang sudah terubahkan oleh fluida hidrotermal. Kontak antara fluida hidrotermal dengan batuan asal akan mengubah sebagian atau seluruh komposisi batuan asal. Proses ini disebut alterasi hidrotermal. Tipe dan distribusi alterasi yang terbentuk dapat diketahui dengan melakukan zonasi alterasi dan mineralisasi yang ada, tetapi pada daerah Kasuang Tunnel, tipe dan distribusi alterasi dan mineralisasi belum diketahui secara rinci. Tipe dan distribusi alterasi dan mineralisasi dipengaruhi oleh kondisi geologi. Kondisi geologi daerah Kasuang Tunnel belum diteliti secara rinci. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai kondisi geologi yang mengontrol tipe dan distribusi alterasi dan mineralisasi daerah Kasuang Tunnel.

3 1.2 Lokasi Penelitian Secara astromomis, daerah penelitian berada di Pulau Papua pada UTM 733719-734719 BT dan 9547575-9546575 LS, dengan luas daerah 1x1 km. Daerah ini termasuk kedalam lembar RBI no. 3211-53 Tembagapura (Gambar 1.1). Secara administratif, daerah Kasuang Tunnel berada pada kawasan Gunung Bijih (Ertsberg) Mining District (selanjutnya akan dituliskan GBMD), PT. Freeport Indonesia, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua wilayah Kontrak Karya A PT. Freeport Indonesia (Gambar 1.2). Daerah penelitian dapat ditempuh ± 3 jam dari kota Timika menuju Mill 68 Tembagapura dan dari Mill 68 Tembagapura menuju Kasuang Tunnel ditempuh selama ± 30 menit. Kedua perjalanan ini menggunakan kendaraan darat. Gambar 1.1 Peta Pulau Papua (atas) (de Jong dan Sunyoto, 2012), Lembar RBI 3211-53 Tembagapura(bawah) (Badan Informasi Geospasial, 2013).

4 Gambar 1.2 Foto udara GBMD dalam wilayah Kontrak Karya A PT. Freeport Indonesia dengan insert daerah Kasuang Tunnel (Geoservice PT. Freeport Indonesia). 1.3 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah yang diteliti adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana tipe alterasi dan mineralisasi serta distribusinya pada daerah penelitian? 2. Bagaimana kondisi geologi yang mengontrol alterasi dan mineralisasi pada daerah penelitian?

5 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui tipe dan distribusi alterasi dan mineralogi daerah penelitian. 2. Mengetahui kondisi geologi yang mengontrol proses alterasi hidrotermal dan mineralisasi di daerah penelitian. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Pemahaman tentang kondisi geologi, alterasi dan mineralisasi di daerah Kasuang Tunnel, sehingga dapat digunakan sebagai pustaka pada penelitian selanjutnya. 2. Pemahaman tentang distribusi skarn dan mineralogi di daerah penelitian. 1.6 Penelitian Terdahulu dan Keaslian Penelitian Daerah penelitian belum pernah diteliti secara rinci, tetapi secara regional daerah Kontrak Karya A PT. Freeport Indonesia telah diteliti beberapa kali oleh peneliti terdahulu, antara lain: 1. Colijin, dkk (1936) Penelitian geologi pertama dilakukan oleh Colijin, Dozy, dan Wissel pada tahun 1936. Mereka melakukan ekspedisi Puncak Jaya, atau yang sering disebut Piramida Cartenz (Dozy, 1939 dalam Ufford, 1996). Dozy memberi nama daerah yang kaya akan mineralisasi tembaga kedalam bahasa Belanda, yaitu Ertsberg yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi Gunung Bijih. Penelitian didasarkan pada 16 sampel foraminifera bentonik yang diambil dari batugamping Tersier, sekarang disebut

6 kelompok batugamping New Guinea. Selain batugamping New Guinea, Dozy juga menemukan batupasir abu-abu yang kemungkinan disebut Formasi Sirga. 2. Soejono, dkk (1975). Pada tahun 1975, Martodjojo Soejono, Sudradjat, Subandio dan Lukman dari Institut Teknologi Bandung menyelesaikan penampang stratigrafi sepanjang jalan akses tambang Freeport, tetapi hanya bagian bawah formasi New Guinea yang dapat diteliti. 3. Parris (1994). Keith Parris pada tahun 1994 melakukan pengambilan data geologi di daerah Irian Jaya, yaitu daerah Timika (peta RBI no 3211) dengan skala 1:250.000, mulai dari formasi yang paling tua yaitu formasi Nerewip, formasi Otomona, formasi Otomona, formasi Modio, formasi Aiduna, formasi Tipuma, formasi Kelompok Kembelangan, formasi Kelompok Batugamping New Guinea, formasi Buru, endapan kuarter, Diabas, dan Vulkanik Ilaga. Keith Parris juga menjelaskan tentang geologi struktur daerah GBMD. 4. Quarles van Ufford (1996). Ufford melakukan penelitian untuk memenuhi syarat studinya di Universitas Texas, Austin berupa disertasi. Disertasi tersebut berisi tentang stratigrafi, geologi struktur, dan tektonik pada kolisi kerak benua, pegunungan tengah, Irian Jaya.

7 5. Cloos, dkk (2005). Mark Cloos, dkk menjelaskan tentang geotektonik yang terjadi pada daerah New Guinea. Penelitian ini mencakup tentang sejarah tektonik yang pernah terjadi mulai dari pergerakan lempeng Australia hingga pada patahnya kerak benua Australia dibawah kerak Pasifik. Kemudian kejadiankejadian tersebut direkonstruksi berdasarkan perubahan kondisi geologinya. 6. Sapii dan Cloos (2009). Pada tahun 2009, Sapii dan Mark Cloos melakukan penelitian pada daerah Kontrak Karya PT. Freeport Indonesia tentang tektonik yang menjadi pengontrol kondisi geologi daerah tersebut. Mereka menyebutkan bahwa daerah tersebut mengalami 2 fase tektonik, yaitu yang pertama terjadi pada 12-4 juta tahun yang lalu yang membentuk sesar dengan skala besar, sedangkan pada tahap kedua, terjadi pada 4-2 juta tahun yang lalu dan membentuk sesar-sesar dengan skala ratusan meter hingga 1 kilometer. Berdasarkan studi pustaka terhadap peneliti terdahulu, daerah penelitian ini belum pernah diteliti secara detail, sehingga penelitian ini dapat dilakukan. Penelitian ini akan mengacu kepada peta geologi regional dari peneliti terdahulu.