WEWENANG DIREKSI DAN AKIBAT HUKUMNYA BAGI PERSEROAN TERBATAS

dokumen-dokumen yang mirip
BATAS-BATAS WEWENANG DIREKSI DALAM MENGURUS PERSEROAN

KEDUDUKAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN MENURUT UU NO. 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1.

DAFTAR PUSTAKA. Budirto, Agus, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Mataram : Ghalia Indonesia, 2009

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk

EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Raffles, S.H., M.H.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Tanggungjawab terbatas..., Ronald U.P. Sagala, FH UI, 2010.

TUGAS DAN WEWENANG SERTA TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UU NO. 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Frankiano B.

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Chidir, 2005, Badan Hukum, cet ke 3, Alumni, Bandung.

DAFTAR PUSTAKA. Amanat, Anisitus, 1996, Pembahasan Undang-Undang Perseroan Terbatas 1995

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari segi kegiatannya, lebih tampak sebagai lembaga sosial. Sejak awal. dan meningkatkan kesejahteraan orang lain.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Doktrin piercing the corporate veil ditransplantasi ke dalam sistem hukum

SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN

Analisis pemahaman..., Kristanto, FH UI, BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia

KAJIAN YURIDIS KEDUDUKAN KOMISARIS DALAM MELAKUKAN KEPENGURUSAN PERSEROAN TERBATAS

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dan harta kekayaan para pendiri atau pemegang sahamnya. 3. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah

D A F T A R R E F E R E N S I

BAB I PENDAHULUAN. Grafindo Persada, Jakarta, 2000 hal 1. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terelakkan lagi, dimana Indonesia berada di tengah dan dalam kancah

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan Badan Hukum Yayasan cukup pesat dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. selalu memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya.

Direksi mempunyai tugas dan wewenang ganda yaitu melakukan pengurusan dan menjalankan perwakilan perseroan Direksi yang mengurus dan mewakili

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan: 1. Batasan Kewenangan dan Intervensi yang Dimiliki Komisaris

e) Hak Menghadiri RUPS... 55

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 5/Mei/2016

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah

I. PENDAHULUAN. kemampuan dan keahlian masing-masing serta cara yang berbeda-beda dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Dasar Hukum dan Pengertian Perseroan Terbatas (PT) a. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

TINJAUAN YURIDIS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS JOHN EDONG / D

TANGGUNG JAWAB DIREKSI BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY DUTIES DALAM PERSEROAN TERBATAS

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Jenis penelitian Dilihat dari sifat permasalahannya, jenis penelitian ini tergolong dalam jenis

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI

BAB I PENDAHULUAN. Analisa yuridis..., Yayan Hernayanto, FH UI, Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA., 2011, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Refika Aditama, Bandung.

KARYA TULIS ILMIAH AKIBAT HUKUM TINDAKAN PENGURUS YAYASAN DALAM MELAKUKAN PENYERTAAN MODAL KE DALAM UNIT USAHANYA

TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP AKTIVITAS PERSEROAN TERBATAS YANG BELUM BERSTATUS BADAN HUKUM

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.

Oleh : Griyo Mandraguna I Ketut Westra Anak Agung Sri Indrawati Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS

METODE PENELITIAN. sistematika, dan pemikiran tertentu dengan jalan menganalisisnya. Metode

perubahan Anggaran Dasar.

B A B I PENDAHULUAN. Sasaran utama pembangunan ekonomi nasional diarahkan pada pengingkatan

AGUSTINO SANDY PERMANA NIM

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Perusahaan dan Bentuk Hukum Perusahaan. pengertian perusahaan secara jelas. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor

Lex Privatum, Vol. IV/No. 5/Juni/2016. Kata kunci: Tanggungjawab, Direksi, Kepailitan, Perseroan Terbatas

BAB I. Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan. demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan,

BAB V PENUTUP. penelitian yang dilakukan beserta dengan pembahasan yang telah diuraikan, dapat

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar

PERANAN, KEWENANGAN DAN KEDUDUKAN DEWAN KOMISARIS DALAM PERSEROAN TERBATAS SANGANA TIMOR LUMBAN SIANTAR ABSTRACT

BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN. A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS

FAJAR EKO PRABOWO WENNY SETIAWATI FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM KEKHUSUSAN HUKUM TENTANG KEGIATAN EKONOMI DEPOK JANUARI 2013

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian tersebut dipergunakan dalam upaya memperoleh data yang benar-benar

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

DAFTAR PUSTAKA. Amiruddin, et all., 2006, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

DAFTAR REFERENSI. Permasalahan hukum..., Ellen Mochfiyuni Adimihardja, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut PT) menjadi badan hukum yang ideal di

BAB I P E N D A H U L U A N

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Chidir. Badan Hukum Bandung: Alumni. Amos, Abraham. Legal Opinion Jakarta:Raja Grafindo Persada

BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007

BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan modal atau tambahan modal perusahaan itu sangatlah

TANGGUNG JAWAB YURIDIS PENYELENGGARAAN DAFTAR PEMEGANG SAHAM MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN1995

BAB I PENDAHULUAN. Hukum positif di Indonesia pada pokoknya mengenal bentuk-bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Badan hukum Yayasan adalah badan hukum yang banyak dipergunakan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

TANGGUNG JAWAB PERBUATAN DIREKSI YANG DILAKUKAN ATAS NAMA PERSEROAN TERBATAS YANG BELUM MEMPEROLEH STATUS BADAN HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. separate entity dan limited liability yang dikenal di dalam Perseroan Terbatas.

Lex Privatum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

TANGGUNG JAWAB ANGGOTA DEWAN KOMISARIS DALAM PERSEROAN ATAS KELALAIAN MELAKSANAKAN TUGAS PENGAWASAN

DAFTAR REFERENSI. Asikin, Zainal. Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001.

Eksistensi RUPS sebagai Organ Perseroan Terkait Dengan Pasal 91 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Oleh: Pahlefi 1

DAFTAR PUSTAKA. Adami,Chazawi,Kejahatan Terhadap Pemalsuan, Jakarta: Raja Grafindo

DAFTAR PUSTAKA. Amiruddin dan Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta:

KEWENANGAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN BADUNG

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris sebagai pejabat umum. Notaris sebagai


PENERAPAN PRINSIP KEADILAN DALAM GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP PEMENUHAN HAK-HAK PEMEGANG SAHAM MINORITAS DIAN APRILLIANI / D

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Menurut Undang-Undang RI No. 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY RELATIONSHIP

DAFTAR PUSTAKA A. Buku-buku Adjie, Habib, 2015, Penafsiran Tematik Hukum Notaris Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang

BAB III METODE PENELITIAN

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

DAFTAR PUSTAKA , 2010, Majelis Pengawas Notaris Sebagai Pejabat Tata Usaha Negara, PT. Refika Aditama, Bandung.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

Transkripsi:

WEWENANG DIREKSI DAN AKIBAT HUKUMNYA BAGI PERSEROAN TERBATAS (Dipublikasikan dalam Jurnal Al-Buhuts, ISSN: 1410-184 X, Seri B, Vol. 6 No. 1, September 2001, Lembaga Penelitian Universitas Islam Malang, h. 10-16) Abdul Rokhim 1 Abstrak Penelitian ini mengkaji mengenai wewenang direksi dan akibat hukumnya bagi Perseroan Terbatas (PT) menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan secara konseptual mengenai tindakan-tindakan direksi yang secara hukum dikualifikasi sebagai tindakan perseroan dan tindakan-tindakan direksi yang hanya dipandang sebagai tindakan pribadi. Di samping itu, penelitian ini juga mengkaji tentang akibat hukum atau tanggung jawab yang timbul berkaitan dengan tindakantindakan direksi tersebut. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, dengan menggunakan bahan-bahan hukum berupa peraturan perundangundangan dan anggaran dasar perseroan (yang formatnya sudah dibakukan oleh Menteri Kehakiman), termasuk pula ajaran-ajaran dari para ahli hukum (doktrin) dan putusan-putusan hakim (yurisprudensi) yang isinya terkait dengan pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Analisis terhadap norma-norma hukum tersebut dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan metode interpretasi hukum. Hasil penelitian ini secara garis besar dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya PT adalah suatu badan hukum yang mempunyai eksistensi dan tanggung jawab sendiri, terlepas dari eksistensi dan tanggung jawab organ-organnya. Hal ini membawa konsekuensi hukum bahwa pada dasarnya segala tindakan yang dilakukan oleh organ perseroan, khususnya yang dilakukan oleh direksi, secara hukum dikualifikasi sebagai tidakan perseroan, bukan tindakan pribadi direksi. Dengan demikian, segala akibat hukum yang timbul berkenaan dengan tindakan-tindakan tersebut manjadi tanggung jawab PT yang bersangkutan, bukan tanggung jawab pribadi direksi yang melakukan tindakan hukum tersebut, sepanjang hal itu dilakukan untuk dan atas nama PT. Kata Kunci: Tindakan Direksi; Akibat Hukum Pendahuluan Perseroan Terbatas (PT) sebagai salah satu badan hukum, menurut Pasal 1 angka 2 UUPT, memiliki organ perseroan yang dinamakan direksi, komisaris, dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Direksi adalah organ perseroan yang bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar (Pasal 1 angka 4 UUPT). Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus serta memberikan nasihat kepada direksi dalam menjalankan perseroan (Pasal 1 angka 5 1 Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang

UUPT). Sedang, RUPS adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi atau komisaris (Pasal 1 angka 3 UUPT). Berdasarkan ketentuan di atas, UUPT menganut prinsip distribution of power (pembagian kekuasaan), artinya kewenangan organ PT itu didistribusikan kepada direksi, komisaris, dan RUPS. Dengan demikian, apabila suatu kewenangan telah dialokasikan kepada direksi atau komisaris, maka RUPS menjadi tidak berwenang terhadap hal itu. Namun demikian, sebagai pemegang kekuasaan tertinggi menurut visi UUPT, kekuasaan RUPS juga merupakan kekuasaan residu (sisa), dalam arti apabila ada kekuasaan yang tidak termasuk ke dalam kewenangan direksi atau komisaris, dan tidak tegas pula disebut kewenangan RUPS, maka kekuasaan tersebut menjadi kewenangan RUPS. Dengan demikian, terhadap kekuasaan direksi dan komisaris, UUPT menganut doktrin limitative power (pembatasan kekuasaan), yang berarti pada prinsipnya mereka hanya mempunyai kewenangan sejauh yang diberikan oleh undang-undang dan atau anggaran dasar, sedang sisanya merupakan kewenangan RUPS. Tulisan ini memfokuskan kajiannya pada kewenangan direksi dalam melakukan tindakan pengurusan perseroan dalam arti luas, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 4 dan Pasal 82 UUPT, yang meliputi tugas pengurusan (manajemen) perseroan dan tugas perwakilan, serta akibat hukumnya bagi perseroan yang bersangkutan. Pengertian pengurusan (manajemen) perseroan pada prinsipnya berarti: (1) mengerjakan segala sesuatu yang harus dikerjakan demi tercapai-nya maksud dan tujuan perseroan; (2) mengerjakan segala sesuatu yang ditentukan dalam akta pendirian atau anggaran dasar perseroan; (3) mengerjakan segala sesuatu yang diha-ruskan oleh hukum; dan (4) melaksanakan kebijaksanaan perseroan yang ditentukan oleh RUPS. Sedangkan, menjalankan perwakilan berarti mewakili perseroan dalam segala tindakan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Pasal 82 UUPT menegaskan bahwa direksi bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan. Tujuan perseroan ini tentu seperti yang tercantum dalam anggaran dasarnya. Persoalannya adalah UUPT tidak menyebutkan secara tegas apa akibat hukumnya jika ketentuan dalam anggaran dasar disimpangi oleh direksi atau direksi melakukan tindakan di luar batas kewenangannya (ultra vires)? Dalam hubungan ini, apakah tidakan direksi tersebut dapat dipandang merupakan tindakan perseroan, sehingga akibatnya menjadi tanggungjawab perseroan? Pada prinsipnya, segala tindakan direksi yang dilakukan secara sah, dalam arti sesuai dengan kewenangannya, untuk dan atas nama perseroan, bukan untuk kepentingan pribadi, maka tindakan yang demikian itu merupakan tindakan perseroan. Oleh karena itu, segala konsekuensi yuridis atas tindakan perseroan itu, baik atau buruk, untung atau rugi, akan dipikul sendiri oleh perseroan. Dengan demikian, segala pertanggungjawaban yang timbul dari perbuatan tersebut hanya dapat dibebankan kepada badan hukum (PT) itu sendiri, terlepas dari (harta kekayaan) pribadi orang yang melakukan perbuatan itu. Hal ini sesuai dengan karakteristik PT yang kedudukannya mandiri dan pertanggung-jawabannya terbatas. Namun demikian, ada yang mengatakan bahwa tidak selalu tindakan direksi itu mengikat PT yang bersangkutan. Dalam arti, sungguhpun hal itu merupakan tindakan perseroan, dalam beberapa hal (kasus) masih terbuka kemungkinan bagi perseroan untuk melepaskan tanggungjawabnya, dalam arti yang harus bertang-gungjawab atas tindakan tersebut adalah pihak direksi secara pribadi, bukan perseroan. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, pokok masalah yang akan diteliti dan dianalisis dalam tulisan ini adalah: apakah tindakan direksi selalu dipandang sebagai tindakan PT, sehingga menjadi tanggungjawab PT?

Metode Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum normatif, yang meneliti dan mempelajari norma yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perseroan, khususnya peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tindakan direksi dan akibat hukumnya bagi perseroan. Di samping itu, meneliti pula tulisan-tulisan para ahli dalam kepustakaan, dengan tujuan untuk melengkapi, mendukung atau memperjelas analisis terhadap peraturan perundang-undangan dimaksud. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis, dengan pembahasan secara deskriptifanalitik. Dengan pendekatan yuridis akan ditelaah peraturan perundang-undangan, anggaran dasar PT, yurisprudensi dan pendapat para ahli hukum berupa ajaran-ajaran hukum (doktrin) yang berkaitan dengan tindakan direksi dan akibat hukumnya bagi perseroan. Dalam penelitian hukum normative ini, analisis hukum juga dilakukan dengan menggunakan metode interpretasi hukum, baik secara autentik, gramatikal, sistematis, maupun penafsiran sejarah undang-undang atau hukum (wet en rechtshistorie interpretatie). Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil penelitian dan pembahasan masalah dalam penelitian ini secara garis besar dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Pada prinsipnya, baik menurut ajaran hukum (doktrin) yang sudah secara umum diterima (hersende leer) maupun menurut undang-undang (i.ci. Pasal 1 angka 1 jo. Pasal 7 ayat (6) UUPT), PT merupakan suatu badan hukum yang mempunyai eksistensi dan tanggung jawab tersendiri, terlepas dari tanggung jawab pribadi organ-organnya (direksi, komisaris, dan RUPS). Kemandirian PT untuk bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukan oleh organ-organnya membawa konsekuensi bahwa pada dasarnya segala tindakan yang dilakukan oleh organ PT secara hukum dipandang sebagai tindakan perseroan itu sendiri. Dengan demikian, segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh direksi yang merupakan organ eksekutif perseroan secara hukum dipandang sebagai perbuatan hukum perseroan, bukan tindakan pribadi direksi. b. Konsekuensi lebih lanjut dari prinsip tersebut di atas adalah bahwa pada dasarnya segala akibat hukum yang timbul dari tindakan direksi, baik yang membawa keuntungan maupun kerugian pada perseroan, semuanya secara hukum menjadi tanggung jawab perseroan selaku badan hukum, bukan tanggung jawab pribadi direksi yang melakukan tindakan. c. Meskipun demikian, dala hal-hal tertentu, baik menurut doktrin maupun undang-undang, ada beberapa perkecualian terhadap berlakunya prinsip tanggung jawab badan hukum tersebut di atas. Dalam arti, ada beberapa tindakan direksi yang tidak dapat dikualifikasi sebagai tindakan perseroan, melainkan hanya merupakan tindakan pribadi direksi. Oleh karena itu, segala akibat hukum yang timbul dari tindakan tersebut bukan semata-mata tanggung jawab perseroan selaku badan hukum, melainkan direksi juga harus (ikut serta) memikul tanggung jawab secara pribadi dari harta kekayaannya sendiri. Hal-hal tertentu dimana direksi (ikut serta) bertanggung jawab secara pribadi atas perbuatan yang dilakukannya itu, menurut UUPT, antara lain: (1) Anggaran dasar PT belum mendapatkan pengesahan dari Menteri Kehakiman; (2) Anggaran dasar PT belum didaftarkan dan diumumkan;

(3) Direksi melanggar anggaran dasar perseroan; (4) Direksi bersalah atau lalai dalam mengurus PT; (5) Direksi melanggar ketentuan dalam pembelian kembali saham oleh perseroan; (6) Direksi melanggar ketentuan sehubungan dengan terjadinya penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan PT; serta (7) Direksi terbukti melakukan kesalahan yang menyebabkan PT dinyatakan pailit oleh pengadilan. d. Di samping itu, menurut doktrin direksi juga harus (ikut serta) bertanggung jawab secara pribadi terhadap perbuatan-perbuatan hukum yang secara hukum dikategorikan sebagai tindakan-tindakan: (1) Penyalahgunaan badan hukum (misbruik van rechtspersoon; abuse of the corporation); (2) Melanggar prinsip fiduciary duties; (3) Melanggar doktrin ultra vires. Oleh karena UUPT tidak mengatur secara tegas mengenai pelanggaran-pelanggaran hukum ini, maka hal itu seringkali hanya dikualifikasi berdasarkan extensive interpretation sebagai perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) berdasarkan ketentuan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Penafsiran luas semacam ini meskipun dapat dilakukan, tentu saja sangat tidak memuaskan, karena unsur-unsurnya terlalu umum dan serba meliputi (over generality). Simpulan Simpulan dan Saran Baik menurut UUPT maupun doktrin, PT adalah suatu badan hukum yang mempunyai eksistensi dan tanggung jawab sendiri. Karena itu, segala tindakan yang dilakukan oleh organ PT (khususnya direksi) sepanjang hal itu dilakukan untuk dan atas nama perseroan sesuai dengan batas-batas kewenangannya, dalam arti tidak melanggar undang-undang dan anggaran dasar PT yang bersangkutan serta tidak bertentangan dengan batas-batas kewajaran yang semestinya dilakukan oleh seorang direksi menurut doktrin yang berlaku umum, maka tindakannya tersebut secara hukum dapat dikualifikasi sebagai tindakan perseroan. Akibatnya, perseroanlah yang bertanggung jawab, bukan pribadi direksi. Saran Bagi penegak hukum (khususnya hakim) yang kebetulan dihadapkan pada kasus-kasus tertentu yang menyangkut criteria apakah tindakan direksi itu termasuk tindakan perseroan atau tindakan pribadi, hendaklah tidak semata-mata melihat pada norma UUPT secara legal formal, ttpi juga harus memperhatikan anggaran dasar PT yang bersangkutan serta doktrin yang berlaku saat ini.

Daftar Bacaan Abdulkadir Muhammad, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, cet. III, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995. Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, cet. IV, Alumni, Bandung, 1986. Anisitus Amanat, Pembahasan Undang-undang Perseroan Terbatas dan Penerapannya dalam Akta Notaris, cet. I, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1996. Apeldoorn, L.J. van, Pengantar Ilmu Hukum, Terj. Oetarid Sadino, cet. XXII, Pradnya Paramita, Jakarta, 1985. Arifin Kadarisman, Direksi sebagai Pekerja pada Perseroan Terbatas, Makalah dalam Konferensi tentang Direktur Perusahaan di Indonesia, Centre for Management Technology, Jakarta, 20-21 Juni 1989. Black, Henry Cambell, Black s Law Dictionary, ed. VI, West Publishing Co., St. Paul- Minnesota, 1990. Curzon, L.B., Dictionary of Law, ed. IV, Pitman Publishing, London, 1993. Fungkong, Victor, Hukum Perusahaan dan Bentuk-bantuk Perusahaan, Makalah dalam Konferensi tentang Direktur Perusahaan di Indonesia, Centre for Management Technology, Jakarta, 20-21 Juni 1989. Hardijan Rusli, Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya, cet. I, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996. Morse, Geoffrey, Charlesworth s Company Law, ed. XIII, ELBS ed., London, 1987. Munir Fuady, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek: Buku Ketiga, cet. I, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996. Philipus M. Hadjon, Pengkajian Ilmu Hukum Dokmatik (Normatif), Yuridika, No. 6 Th. IX, November-Desember 1994, FH-Unair, Surabaya, 1994. Rochmat Soemitro, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Wakaf, cet. I, Eresco, Bandung, 1993. Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, cet. IV, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990.

Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, cet. II, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, cet. IV, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1995. Sumantoro, Hukum Ekonomi, cet. I, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986. Varia Peradilan, No. 160 Th. XIV, Januari 1999.