1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia merupakan penyebab kematian tersering pada anak di bawah usia lima tahun di dunia terutama pada negara-negara berkembang. Insidensi pneumonia pada anak dibawah usia lima tahun di dunia diperkirakan 120 hingga 160 juta kasus per tahunnya dengan 99% kasus terjadi pada negara-negara dengan sumber daya terbatas (Walker dkk, 2013). Sekitar 74% kasus pneumonia terjadi di 15 negara berkembang di benua Asia dan Afrika, 5 di antaranya ialah India, China, Pakistan, Indonesia, dan Nigeria (Gray dan Zar, 2010). Pneumonia pada balita di Indonesia meningkat dari 7,6% pada tahun 2002 menjadi 11,2% pada tahun 2007. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia (DepKes RI) tahun 2013, lima provinsi di Indonesia yang mempunyai insiden dan prevalensi pneumonia tertinggi untuk semua umur adalah Nusa Tenggara Timur (4,6% dan 10,3%), Papua (2,6% dan 8,2%), Sulawesi Tengah (2,3% dan 5,7%), Sulawesi Barat (3,1% dan 6,1%), dan Sulawesi Selatan (2,4% dan 4,8%). Sedangkan insidensi pneumonia pada balita tertinggi 1
2 terdapat pada Nusa Tenggara Timur (38,5 ), Aceh (35,6 ), Bangka Belitung (34,8 ), Sulawesi Barat (34,8 ), dan Kalimantan Tengah (32,7 ). Insidensi tertinggi pneumonia balita terdapat pada kelompok umur 12-23 bulan (21,7 ). Hasil pemetaan insidensi pneumonia menunjukkan bahwa pneumonia terjadi di seluruh provinsi di Indonesia dengan angka insidensi yang berbeda-beda yang disebabkan oleh perbedaan status gizi, sosial ekonomi, sosial budaya, lingkungan, perilaku masyarakat dalam mencari pengobatan dan kesiapan serta kesiagaan petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan. Sekitar 18% kasus kematian anak di bawah usia lima tahun disebabkan oleh pneumonia (WHO, 2010). Di negara berkembang, setiap tahun terdapat 150 juta kasus dan 2 juta kematian anak di bawah usia 5 tahun akibat pneumonia. Lebih dari 20% kematian akibat pneumonia terjadi di India, yang mengakibatkan lebih dari 370.000 kematian anak setiap tahunnya (Black dkk., 2010). Kematian balita akibat pneumonia paling banyak didapatkan di Afrika dan Asia Selatan (WHO, 2004). Di Indonesia pneumonia juga merupakan masalah kesehatan anak yang penting. Menurut Riskedas 2007, penyebab pertama kematian balita adalah diare (25,2%) dan disusul oleh pneumonia (15,5%) di urutan kedua dan
3 selalu berada pada daftar 10 penyakit terbesar setiap tahunnya di fasilitas kesehatan. Di RSUP Dr.Sardjito, pneumonia merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan anak di rawat inap di Instalasi Kesehatan Anak pada tahun 2004 (48,7%) dan 2005 (48,1%). Beberapa faktor yang meningkatkan risiko terjadinya pneumonia diantaranya ialah kepadatan penduduk, akses mendapatkan air bersih, gizi buruk, ibu yang melahirkan di usia muda, berat badan lahir rendah, dan paparan terhadap asap rokok serta polutan lain di lingkungan (Chang dkk, 2013). Penelitian retrospektif di Bangladesh yang dilakukan oleh Chisti (2013), ditemukan bahwa anak gizi buruk dengan pneumonia memiliki resiko kematian yang tinggi dikarenakan hipoksemia (OR = 23,15; 95% CI = 4,38 122,42), memiliki dehidrasi klinis (OR=9,48; 95% CI = 2,42 37,19), distensi abdomen saat datang (OR =4,41; 95% CI = 1,12 16,52), dan menerima transfusi darah (OR = 5,50; 95% CI = 1,21 24,99). Pencatatan kasus pneumonia secara global maupun regional terbatas dikarenakan insidensi pneumonia hanya dapat dinilai dengan studi berbasis komunitas longitudinal. Diagnosis pneumonia juga dilakukan
4 berdasarkan patologi jaringan, kriteria klinis yang ada untuk mendiagnosis pneumonia seperti batuk atau sulit bernapas serta peningkatan laju respirasi dianggap tidak sepenuhnya akurat. Selain itu, didapatkan perbedaan antara klinisi dan ahli kesehatan masyarakat dalam menilai kasus pneumonia (Rudan dkk, 2013). Penelitian mengenai hubungan antara faktor risiko dengan kematian balita akibat pneumonia di Indonesia masih terbatas. Padahal dengan mengetahui faktor risikonya diharapkan dapat meningkatkan prevensi kematian balita akibat pneumonia. Perbaikan fasilitas kesehatan maupun tenaga medis dalam menangani kasus pneumonia dapat mengurangi angka kematian balita akibat pneumonia. Hal ini dapat mendukung pencapaian target Millenium Development Goals yang keempat yaitu mengurangi angka kematian anak menjadi duapertiga dari tahun 1990 pada tahun 2015. B. Rumusan Masalah 1. Pneumonia merupakan penyebab kematian kedua setelah diare. 2. Beberapa faktor yang meningkatkan risiko kematian pada anak dengan pneumonia yaitu usia muda, berat badan lahir rendah, gizi buruk, umur kehamilan
5 kurang bulan, adanya penyakit penyerta, dan status imunisasi tidak lengkap. C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui apakah usia muda, berat badan lahir rendah, gizi buruk, umur kehamilan kurang bulan, adanya penyakit penyerta, dan status imunisasi tidak lengkap merupakan faktor risiko terjadinya kematian pada anak yang dirawat dengan pneumonia. D. Manfaat Penelitian 1. Bidang Ilmiah Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai faktor risiko kematian pada anak yang dirawat dengan pneumonia sehingga dapat dilakukan prevensi dengan mengontrol faktor-faktor tersebut. 2. Bidang Pengabdian Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu petugas dalam memberikan penyuluhan kepada masyarakat luas mengenai pneumonia serta cara pencegahannya. 3. Bidang Pengembangan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu pertimbangan dalam melakukan penelitian tentang pneumonia pada anak.
6 E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai faktor risiko kematian pada anak dengan pneumonia sudah pernah dilakukan sebelumnya di beberapa negara termasuk Indonesia. Pada tahun 2010, Kisworini dkk di RSUP Dr.Sardjito, meneliti tanda klinis, faktor demografi dan data laboratorium yang dapat digunakan sebagai prediktor mortalitas pada anak dengan pneumonia. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa takikardi dan anemia merupakan prediktor mortalitas yang independen pada anak dengan pneumonia. Pada tahun 1993, Sehgal dkk, melakukan penelitian di rumah sakit tersier di perkotaan untuk mengidentifikasi prediktor mortalitas yang disebabkan infeksi saluran pernapasan bawah akut pada anak usia 2 minggu hingga 5 tahun. Hasil dari penelitian ini menunjukkan usia dibawah 1 tahun, asupan makanan yang kurang, diare, dan malnutrisi berat memerlukan identifikasi lebih dini serta pengawasan dan terapi yang tepat agar kematian akibat infeksi saluran pernapasan bawah akut dapat berkurang. Di Chennai tahun 2010, dilakukan penelitian untuk menentukan persentase kasus dan faktor penyebab kematian pada anak usia 1 bulan hingga 59 bulan yang
7 dirawat di rumah sakit rujukan dengan pneumonia dapatan komunitas. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan penggunaan alat bantu napas menunjukkan peningkatan yang signifikan dengan kematian (Ramachandran dkk., 2012). Uddin dkk melakukan penelitian pada tahun 2006 di Bangladesh dengan tujuan menentukan faktor risiko yang mempengaruhi luaran pada anak usia 2 bulan hingga 12 bulan dengan pneumonia berat. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor risiko yang signifikan menyebabkan kematian pada anak dengan pneumonia berat adalah gizi buruk tingkat 3 dan kelainan jantung kongenital dengan sindrom Down.