STADIA PERTUMBUHAN TETUA PADI HIBRIDA UNTUK SINKRONISASI PEMBUNGAAN DAN DALAM RANGKA MEMAKSIMUMKAN PRODUKSI BENIH HIBRIDA MAPAN P 02

dokumen-dokumen yang mirip
Padi hibrida merupakan tanaman F1 yang berasal dari

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. subdivisio Angiospermae, digolongkan ke dalam kelas Monocotyledonae,

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan tanaman dari famili Gramineae. Padi memiliki akar serabut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

HASIL DAN PEMBAHASAN

POTENSI PRODUKSI BENIH GALUR MANDUL JANTAN BARU TIPE WILD ABORTIVE, GAMBIACA DAN KALINGA

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

3. METODE DAN PELAKSANAAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

III. METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sesuai Prioritas Nasional

BAB III METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE

TINJUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Berdasarkan literatur Grist (1960), tanaman padi dalam sistematika

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Morfologi Tanaman Padi

II. Tinjauan Pustaka. dikonsumsi oleh setengah dari penduduk yang ada di bumi ini. Menurut Chevalier

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36,

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS GALUR HARAPAN PADI (ORYZA SATIVA L.) HIBRIDA DI DESA KETAON KECAMATAN BANYUDONO BOYOLALI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan sebagai berikut :

HASIL. memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Politeknik Negeri Lampung yang berada pada

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman padi merupakan tanaman dari suku rumput-rumputan yang

Persyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang

TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari 3 golongan ecogeographic yaitu Indica, Japonica, dan Javanica.

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA. Botani tanaman. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan

Penelitian ini dilaksanakan pada Juni sampai Oktober 2014 di Rumah Kaca. Lapangan Terpadu dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman pangan

PT. PERTANI (PERSERO) UPB SUKASARI

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

BAHAN DAN METODE. Penapisan ketahanan 300 galur padi secara hidroponik 750 ppm Fe. Galur terpilih. Galur terpilih

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

III. BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

Sumber : Nurman S.P. (

KAJIAN PERBENIHAN TANAMAN PADI SAWAH. Ir. Yunizar, MS HP Balai Pengkajian Teknologi Riau

PELAKSANAAN PENELITIAN. dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau.

BAB III METODOLOGI DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

TINJUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan ke dalam divisio Spermatophytae dengan

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

PERSEMAIAN CABAI. Disampaikan Pada Diklat Teknis Budidaya Tanaman Cabai. Djoko Sumianto, SP, M.Agr

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman semusim, termasuk golongan rumputrumputan.

ISBN PUSAT PENELITIAN DAN PEN GEMBANGAN TANAMAN PANGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Batang padi berbentuk bulat, berongga, dan beruas-ruas. Antar ruas

KERAGAMAN GENETIK DAN TINGKAT STERILITAS TEPUNG SARI PADA 50 GENOTIP PADI CALON GALUR MANDUL JANTAN

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

STUDI TINGGI PEMOTONGAN PANEN TANAMAN UTAMA TERHADAP PRODUKSI RATUN. The Study of Cutting Height on Main Crop to Rice Ratoon Production

TINJAUAN PUSTAKA. kelas : Monocotyledoneae, ordo : poales, famili : poaceae, genus : Zea, dan

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro,

TINJAUAN PUSTAKA Botani

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAHAN DAN METODE. Faktor kedua adalah jumlah bibit per lubang yang terdiri atas 3 taraf yaitu : 1. 1 bibit (B 1 ) 2. 2 bibit (B 2 ) 3.

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV METODE PENELITIAN. (RAK) faktor tunggal dengan perlakuan galur mutan padi gogo. Galur mutan yang

3. METODE PENELITIAN. Tabel 3.1 Nama Tiga Belas Genotipe Gandum

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Saccharum officinarum

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

KETAHANAN PADI (WAY APO BURU, SINTA NUR, CIHERANG, SINGKIL DAN IR 64) TERHADAP SERANGAN PENYAKIT BERCAK COKLAT (Drechslera oryzae) DAN PRODUKSINYA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Gunung Terang, Jalan Swadaya IV,

BAHAN DAN METODE. 1. Studi Radiosensitivitas Buru Hotong terhadap Irradiasi Sinar Gamma. 3. Keragaan Karakter Agronomi dari Populasi M3 Hasil Seleksi

KAJIAN PADI VARIETAS UNGGUL BARU DENGAN CARA TANAM SISTEM JAJAR LEGOWO

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penampilan dan Produktivitas Padi Hibrida Sl-8-SHS di Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan

BAB I PENDAHULUAN. pangan yang berasal dari biji, contohnya yaitu padi. Dalam Al-Qur'an telah

PENGEMBANGAN BENIH DAN VARIETAS UNGGUL PADI SAWAH

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. I. Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera.

Transkripsi:

Stadia Pertumbuhan Tetua Padi Hibrida untuk Sinkronisasi Pembungaan (Puji Agustine A., Djoko Murdono, dan Suprihati) STADIA PERTUMBUHAN TETUA PADI HIBRIDA UNTUK SINKRONISASI PEMBUNGAAN DAN DALAM RANGKA MEMAKSIMUMKAN PRODUKSI BENIH HIBRIDA MAPAN P 02 THE GROWTH STAGE OF HYBRID RICE PARENTS TO FLOWERING SYN- CHRONIZATION AND TO HYBRID RICE SEED PRODUCTION MAXIMUM OF MAPAN P 02 VARIETY Puji Agustine Andreani 1, Djoko Murdono 2*, dan Suprihati 2 Diterima 25 April 2012, disetujui 31 Juli 2012 PENDAHULUAN Salah satu tantangan paling besar di sektor pertanian saat ini adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan beras nasional dari produk dalam negeri. Konsumsi beras akan terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan penduduk, karena saat ini upaya diversifikasi pangan pokok (sumber karbohidrat) belum membuahkan hasil sebagaimana yang diharapkan (Lakitan, 2008). Untuk meningkatkan produksi padi nasional antara lain dapat ditempuh dengan merakit varietas padi yang berdaya hasil tinggi, salah satunya dengan memanfaatkan heterosis pada populasi F1, yaitu dengan membentuk varietas hibrida (Prihantono, 2008). Pengembangan teknologi padi hibrida secara komersial sangat tergantung pada kemampuan untuk memproduksi benih. Keberhasilan beberapa negara, termasuk Cina, dalam mengembangkan teknologi padi hibrida telah mendorong pemerintah untuk meningkatkan upaya pengembangan padi hibrida di Indonesia. Dengan adanya benih padi hibrida, diharapkan para petani mampu menghasilkan padi dalam kuantitas dan kualitas yang baik (Suwarno, 2004). Satoto (2005, lihat Sukirman dkk.,2006) menyebutkan bahwa hal yang paling penting dalam memproduksi benih F1 hibrida adalah sinkronisasi pembungaan antara tetua mandul jantan (tetua A) dan tetua pemulih kesuburan (tetua R). Sinkronisasi pembungaan memberikan kontribusi yang besar terhadap keberhasilan produksi benih F1 hibrida. Kegagalan dalam mencapai sinkronisasi pembungaan berarti kegagalan dalam memproduksi benih F1 hibrida (Satoto, 2006). 1 Alumni Fakultas Pertanian & Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana, email: indriandreani@yahoo.co.id 2 Dosen Fakultas Pertanian & Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga 50714 53

AGRIC Vol.24, No. 1, Juli 2012: 53-61 Menurut Dalmacio (1985, lihat Munarso dkk., 2001), perbanyakan Cytoplasmic Male Sterility merupakan satu langkah penting dalam pengembangan padi hibrida. Cytoplasmic Male Sterility tidak dapat menghasilkan biji sendiri sehingga perlu disilangkan dengan B untuk menghasilkan CMS atau tetua A lagi. Padi hibrida varietas Mapan P 02 sudah dipasarkan di Indonesia, namun produksi benih masih dilakukan di Cina. Dewasa ini, varietas ini akan diusahakan dapat diproduksi di Indonesia. Pengetahuan tentang umur masing-masing stadia pertumbuhan tananaman tetua A dan R akan sangat membantu penangkar benih padi hibrida dalam mendapatkan bunga-bunga padi yang sinkron untuk disilangkan. Permasalahannya adalah pengetahuan umur dari masing-masing stadia pertumbuhan antara tetua A dan tetua R di lokasi produksi (Indonesia) belum diketahui. Perlu diketahui bahwa tetua A dan tetua R merupakan tetua yang mempunyai sifat homogeny fenotipnya dan homozigot genotipnya, sehingga tetua A dan tetua R dapat disebut sebagai galur A dan galur R atau A line dan R line, atau lini A dan lini R Untuk menunjang suksesnya sinkronisasi yang tepat, maka perlu dikenali terlebih dahulu proses pertumbuhan tanaman padi. Ada tiga stadia umum yaitu stadia vegetatif berawal dari perkecambahan sampai terbentuknya bulir yaitu stadia 0 sampai stadia 3, stadia reproduktif berawal dari terbentuknya bulir sampai pembungaan yaitu stadia 4 sampai stadia 6 dan stadia pembentukan gabah atau biji berawal dari pembungaan sampai pemasakan biji yaitu stadia 6 sampai stadia 9 (Sudarmo, 1991). Berdasarkan latar belakang maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui umur stadia pertumbuhan masing-masing tetua padi hibrida untuk sinkronisasi pembungaan dalam rangka memaksimumkan produksi benih hibrida Mapan P 02 antara tetua-tetua padi hibrida varietas Mapan P 02. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di sawah dusun Kaliglagah, desa Kalibeji, kecamatan Tuntang, kabupaten Semarang pada tanggal 25 Februari 2009 sampai tanggal 16 Juli 2009. Lokasi penelitian memiliki ketinggian tempat ± 450 m dpl, dengan luas lahan 98,56 m 2. Ukuran per unit petak penelitian adalah 2,2 m x 1,4 m. Jarak tanam adalah 20 cm x 20 cm, jarak antar per unit petak 40 cm dan jarak antar ulangan adalah 40 cm. Bahan yang dipakai dalam penelitian ini adalah benih tetua A P 02, benih tetua R P 02, SP 18, Urea, dan KCl. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK). Untuk mengetahui perbedaan tinggi tanaman dan jumlah anakan tiap tetua dilakukan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan taraf beda nyata 99% dan 95%. Penelitian ini terdiri dari dua perlakuan dan dari setiap perlakuan di ulang sebanyak enam belas kali. Perlakuan tersebut adalah tetua A P 02 dan tetua R P 02. Pengamatan yang dilakukan adalah umur setiap stadia dari masing-masing tetua padi hibrida Mapan P 02, dari stadia 0 (pembentukan plumula), stadia 1 (pertunasan), stadia 2 (pembentukan anakan), stadia 3 (pemanangan batang), stadia 4 (bunting), stadia 5 (keluarnya malai), stadia 6 (pembungaan), stadia 7 (gabah masak susu), stadia 8 (gabah masak matang) dan stadia 9 (gabah matang sepenuhnya), tinggi tanaman dan jumlah anakan tetua A dan tetua R. HASIL DAN PEMBAHASAN Umur dan Lamanya Stadia Masing-masing Tetua Padi Hibrida Varietas Mapan P 02 Dilihat dari Masing-masing Umur Stadia Pertumbuhan Umur masing-masing tetua padi hibrida diamati berdasarkan hari setelah sebar (HSS) benih. Kriteria saat pindah stadia adalah jika sudah lebih dari 50% populasi masuk ke stadia berikutnya, dengan satuan hari. Umur dan lama stadia masingmasing tetua padi hibrida dapat dilihat pada Tabel 54

Stadia Pertumbuhan Tetua Padi Hibrida untuk Sinkronisasi Pembungaan (Puji Agustine A., Djoko Murdono, dan Suprihati) Tabel 1. Umur (HSS) dan Lama Stadia (Hari) Stadia Pertumbuhan Masing-Masing Tetua Padi Hibrida Varietas Mapan P 02 Tetua A Tetua R No Stadia Pertumbuhan Tanaman Padi Umur Lama Umur Lama (HSS) (hari) (HSS) (hari) 1 Stadia 0 Pembentukan Plumula 0-2 2 0-4 4 2 Stadia 1 Pertunasan 2-14 12 4-14 10 3 Stadia 2 Pembentukan anakan 14-46 32 14-51 37 4 Stadia 3 Pemanjangan batang 25-68 43 25-95 70 5 Stadia 4 Bunting 40-62 22 54-80 26 6 Stadia 5 Keluar malai 62-68 6 80-89 9 7 Stadia 6 Pembungaan 65-72 7 89-98 9 8 Stadia 7 Gabah masak susu 0 0 98-105 7 9 Stadia 8 Gabah masak matang 0 0 105-116 11 10 Stadia 9 Gabah matang sepenuhnya 0 0 116-123 7 Keterangan : HSS : hari setelah sebar Stadia 0 (Pembentukan plumula) Stadia awal tanaman padi mulai berkecambah sampai plumula pada tetua A sepanjang 1,19 cm sedangkan pada tetua R sepanjang 1,56 cm. Pada stadia 0 masing-masing tetua mengalami perkecambahan, radikula (akar) dan plumula (tunas) akan menonjol keluar menembus kulit gabah (sekam). Hal ini terjadi pada umur 2 HSS dan umur 4 HSS pada tetua R. Stadia ini diawali dari stadia benih berkecambah sampai dengan anakan pertama muncul. Pada stadia 1 masing-masing tetua akan terus tumbuh dan daun akan terus berkembang selama stadia pertumbuhan. Stadia 1 pada tetua A terjadi pada umur 2-14 HSS sedangkan pada tetua R terjadi pada umur 4-14 HSS. Stadia 2 (Pembentukan anakan) Stadia 2 diawali dari munculnya anakan pertama sampai pembentukan anakan maksimum. Pada tetua A terjadi pada umur 14-46 HSS sedangkan pada tetua R terjadi pada umur 14-51 HSS. Stadia 3 (Pemanjangan batang) Stadia 3 terjadi pertambahan ruas batang yang memanjang (pemanjangan batang). Pada tetua A terjadi pada umur 25-68 HSS sedangkan pada tetua R terjadi pada umur 25-95 HSS. Stadia 4 (Bunting) Stadia 4 terjadi pada primordia bunga pertama kali, yang mana terlihat berbentuk silinder yang berbulu putih pada sisi silinder tersebut. Semakin lama primordia bunga akan meningkat ukurannya dan berkembang ke atas di dalam pelepah daun bendera. Pada tetua A rata-rata panjang primordia bunga adalah 1,77 cm pada umur 49 HSS sedangkan pada tetua R rata-rata panjang primordia bunga adalah 0,24 cm pada umur 62 HSS dan 8,64 cm pada umur 74 HSS. Pada stadia ini tetua A terjadi pada umur 40-62 HSS sedangkan pada tetua R terjadi pada umur 54-80 HSS. Stadia 5 (Keluar malai) Pada stadia ini semakin lama malai akan menonjol keluar dari pelepah daun yang membungkus primordia mulai dari bagian atas. Heading tetua A terjadi pada umur 62-68 HSS, sedangkan pada tetua R terjadi pada umur 80-89 HSS. Stadia 6 (Pembungaan) Stadia 6 dimulai dengan membukanya spikelet (sudut antara lemma dan palea ± 200) pada saat membuka akan terlihat anther yang menonjol keluar. Pada tetua A terjadi pada umur 65-72 HSS, sedangkan pada tetua R terjadi pada umur 89-98 HSS. 55

AGRIC Vol.24, No. 1, Juli 2012: 53-61 Stadia 7 (Gabah masak susu) Pada stadia ini gabah tanaman tetua R mulai terisi dengan cairan putih seperti susu. Malai padi akan mulai merunduk. Pada tetua R terjadi pada umur 98-105 HSS. Stadia 8 (Gabah masak setengah matang) Pada stadia 8, gabah akan berubah menjadi gumpalan lunak dan akan mulai mengeras. Malai padi semakin lama akan semakin merunduk. Pada tetua R terjadi pada umur 105-116 HSS. Stadia 9 (Gabah masak sepenuhnya) Stadia ini ditunjukkan dengan semua gabah tanaman tetua R terlihat matang, berisi penuh dan keras. Semua malai padi akan merunduk. Pada tetua R terjadi pada umur 116-123 HSS. Pada stadia 7, stadia 8 dan stadia 9 hanya diamati pada tetua R. Penentuan Saat Tanam Tetua A line dan Tetua R line Berdasarkan Saat Memasuki Stadia Reproduktif Hasil pengamatan umur setiap stadia pertumbuhan antar tetua padi hibrida, digunakan sebagai panduan dalam sinkronisasi terutama sinkronisasi pembungan antar tetua A dan tetua R. Pada penelitian ini, penanaman antara tetua A dan tetua R dilakukan bersamaan.pada tabel 2 terlihat bahwa selisih saat tanaman berbunga 50% antara tetua R dan tetua A adalah 26 hari, sedangkan pada tabel 3 terlihat rata-rata selisih stadia 6 adalah 25 hari yaitu (24+26):2. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Prihantono (2008) kegiatan sinkronisasi yang dilakukan sebanyak 4 kali di Salatiga selisih rata-rata pembungaan antara tetua R dan tetua A adalah 25 hari. Di samping itu, umur tetua A line lebih pendek dari tetua R line. Ini berarti untuk keperluan sinkronisasi tetua A dan tetua R, maka tetua R harus disemai dahulu, kemudian 25-26 hari berikutnya disemai tetua A. Jika dalam menentukan waktu saat tanam antara tetua A dan tetua R (berdasarkan saat masuk stadia reproduksi) tidak tepat (sinkron), maka penyerbukan gagal, sehingga benih yang dihasilkan akan hampa. Dengan kata lain tidak ada hasil benih yang didapatkan pada saat panen. Bila penanaman tetua R line sudah dilakukan 25 hari sebelum penanaman tetua A, tetapi tetua R masih mengalami percepatan dalam pembungaan maka tetua R harus dihambat dengan memberikan penyemprotan larutan Urea 2%, sedangkan untuk mempercepat pembungaan tetua A dengan memberikan penyemprotan larutan pupuk Fosfat 1% (Satoto, 2006). Tabel 2. Penanaman Tetua A dan Tetua R Tetua Saat Saat Saat Pindah Bunga 50% Rendam Peram Semai Tanam Tanggal HSS Selisih A 25/02/09 26/02/09 28/02/09 21/03/09 04/05/09 65 26 R 25/02/09 26/02/09 28/02/09 21/03/09 30/05/09 91 Keterangan: Saat rendam : Perendaman benih selama 24 jam sebelum diperam. Saat peram : Pemeraman benih selama 48 jam sebelum disemai. Saat semai : Penanaman benih yang sudah berkecambah untuk menghasilkan bibit. Pindah tanam : Pemindahan bibit saat berumur 21 HSS ke lahan. Bunga 50% : Saat tanaman mulai berbunga rata-rata ada 50% Dalam sinkronisasi tetua A dan tetua R dapat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Satoto (2006) menyatakan bahwa secara umum karakter lingkungan yang mendukung persilangan alami antara tetua A dan tetua R adalah suhu 24-280C, perbedaan suhu siang-malam 8-100C, kelembaban relatif 70-80%, cukup sinar, kecepatan angin 10-15 km/jam atau 3-5 m/detik dan kondisi lahan yang sesuai seperti tanah subur serta irigasi dan sistem drainasi baik. 56

4 (Bunting) Stadia Pertumbuhan Tetua Padi Hibrida untuk Sinkronisasi Pembungaan (Puji Agustine A., Djoko Murdono, dan Suprihati) Pada penelitian ini, keadaan cuaca pada saat penelitian terlihat bahwa, kisaran suhu lingkungan adalah 27,2 0 C - 29,5 0 C, selisih suhu rata-rata maksimum-minimum dalam penelitian ini adalah 35,70C. Kelembaban udara antara 62,6-66,9%. Dalam keadaan lingkungan penelitian ini, ternyata tanaman tetua A dan tetua R masih dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Penentuan Saat Tanam Tetua A dan Tetua R dalam rangka Memaksimumkan Produksi Benih Menurut Harjadi (1989, lihat, Suketi 2010), mengungkapkan bahwa stadia reproduktif terjadi pada pembentukan dan perkembangan kuncupkuncup bunga dan biji atau pada pembesaran dan pendewasaan struktur penyimpanan makanan, akar-akar dan batang. Stadia ini berhubungan dengan beberapa proses yaitu pembuatan selsel yang secara relatif sedikit, pendewasaan jaringan, penebalan serabut, pembentukan hormon untuk perkembangan kuncup bunga. Untuk manifestasi dari stadia ini membutuhkan suplai karbohidrat berupa pati dan gula, sehingga ada beberapa stadia yang dapat digunakan dalam rangka memaksimumkan produksi benih. Stadia yang paling tepat digunakan adalah stadia reproduktif seperti pada tabel 3. Stadia Tetua Awal Akhir 5 (Keluar malai) 6 (Pembungaan) Dari tabel 3 terlihat bahwa, tetua A memiliki waktu stadia 4 (bunting) 22 hari, sedangkan tetua R memiliki waktu 26 hari pada stadia 4 (bunting) sehingga antara tetua-tetua A dan tetua-tetua R pada stadia ini terdapat selisih periode waktu bunting 4 hari. Pada stadia 5 (keluar malai), tetua A memiliki waktu 6 hari, sedangkan tetua R memiliki waktu 9 hari sehingga antara tetua A dan tetua R terdapat selisih waktu keluar malai 3 hari. Pada stadia 6 (Pembungaan), tetua A memiliki waktu 7 hari, sedangkan tetua R memliki waktu 9 hari sehingga antara tetua A dan tetua R terdapat selisih waktu berbunga 2 hari. Berdasarkan selisih waktu stadia 4, stadia 5, dan stadia 6 antara tetua A dan tetua R, dapat diperoleh rata-rata selisih waktu 3 hari. Selanjutnya rata-rata selisih waktu ini digunakan untuk mengatur saat semai tetua R menjadi, R2 dan dimana tetua R2 harus disemai 25-26 HSS sebelum tetua A, untuk tetua harus disemai 22-23 HSS sebelum tetua A dan tetua harus semai 28-29 HSS sebelum tetua A. Hal ini dilakukan untuk menjamin ketersediaan serbuk sari segar tetua R ketika tetua A siap diserbuki (reseptif). Ketika serbuk sari tetua sudah berkurang pada saat perkawinan maka akan disusul oleh tetua R2 dan seterusnya oleh tetua. Tabel 3. Sinkronisasi dan Selisih Umur Antar Tetua Berdasarkan Umur Stadia Reproduktif Selisih awal (hari) Selisih akhir (hari) Lamanya stadia A 40 62 22 14 18 R 54 80 26 A 62 68 6 18 21 R 80 89 9 A 65 72 7 24 26 R 89 98 9 Selisih hari 4 3 2 Penentuan Tata Letak Tetua, R2 dan Bagaimanapun juga, tata letak tetua, R2 dan dengan tetua A harus diatur sedemikian rupa, sehingga ketika tetua A reseptif, tetua R tetap menyediakan serbuk sari. Tata letak, R2 dan dengan tetua A adalah sebagai berikut: jarak tanam antara tetua R dan tetua A adalah 20 cm, jarak tanam antar tetua R adalah 20 cm sedangkan jarak tanam antar tetua A adalah 16 cm. Tata letak penanaman tetua, R2 dan, dengan tetua A lihat pada gambar 1. 57

AGRIC Vol.24, No. 1, Juli 2012: 53-61 Gambar 1. Tata letak penanaman tetua, R2 dan dengan tetua A Keterangan: A : Tanaman tetua A R : Tanaman tetua R Faktor Tinggi Tanaman dan Jumlah Anakan dari Tetua A dan Tetua R dalam Menentukan Keberhasilan Persilangan dan Produksi Benih Berdasarkan hasil analisis tinggi tanaman tetua A dan tetua R pada Tabel 4 terlihat bahwa tinggi tanaman tetua R lebih tinggi secara nyata daripada tanaman tetua A. Ini berarti potensi keberhasilan penyilangan antara tetua A dan tetua R relatif tinggi. Tabel 4. Tinggi tanaman dan tinggi batang tetua A dan tetua R Purata Perlakuan Tinggi Tanaman Tinggi Batang (cm) (cm) A 90 a 46 a R 108 b 68 b Tanaman tetua R memiliki malai yang posisinya lebih tinggi daripada malai tanaman tetua A. Ini berarti, tanaman tetua R mudah menyerbuki tanaman tetua A, karena serbuksari dari tetua R yang anthesis akan mudah jatuh dan menyerbuki kepala putik tetua A. Pemotongan daun bendera tanaman tetua R juga sangat membantu dalam proses penyerbukan. Dalam proses stadia pengisian benih yang telah diserbuki, satu tangkai malai yang terdiri atas banyak spikelet, secara internal akan terjadi kompetisi dalam menarik fotosintat. Spikelet yang terletak pada ujung malai akan keluar terlebih dahulu dan tumbuh lebih vigor, sehingga cenderung mendominasi dalam menarik fotosintat. Sementara spikelet yang terletak pada pangkal malai akan keluar terakhir dan pertumbuhannya cenderung lemah, sehingga kalah dalam berkompetisi menarik fotosintat (Sumardi dkk, 2007). Akibatnya pengisian benih F1 hibrida pada spikelet tetua A tidak sepenuhnya rata. Untuk mengantisipasi hal tersebut perlu dilakukan tindakan agronomis tertentu seperti pemupukan yang tepat menjelang berbunga agar tidak terjadi kompetisi, baik lewat tanah atau lewat daun. Tabel 5. Jumlah anakan tetua A dan tetua R Perlakuan A R KESIMPULAN Purata Jumlah Anakan 16 a 17 a 1. Untuk keperluan sinkronisasi tanaman tetua A dan tanaman tetua R maka, tetua R harus disemai 25-26 hari sebelum tetua A disemai. 2. Tinggi tanaman dan jumlah anakan merupakan faktor yang mendukung dalam rangka memaksiumkan produksi benih padi hibrida. 58

Stadia Pertumbuhan Tetua Padi Hibrida untuk Sinkronisasi Pembungaan (Puji Agustine A., Djoko Murdono, dan Suprihati) Stadia 4 Stadia 3 Stadia 2a Stadia 2b Stadia 1 Stadia 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 Gambar 2. Bagan Stadia Pertumbuhan Tanaman Tetua A Keterangan: Stadia 0: Pembentukan plumula (germination) Stadia 1: Pertunasan (seedling) Stadia 2: Pembentukan anakan (tillering) Stadia 3: Pemanjangan batang (steam elongation) Stadia 4: Bunting (booting) Stadia 5: Keluar malai (heading) Stadia 6: Pembungaan (flowering) 59

AGRIC Vol.24, No. 1, Juli 2012: 53-61 Stadia 7 Stadia6 Stadia 5 Stadia 4 Stadia 3 Stadia 2a Stadia 2b Stadia 1 Stadia 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69707172737475767778798081828384858687888990919293949596979899100101102103104 Gambar 3. Bagan Stadia Pertumbuhan Tanaman Tetua R Keterangan: Stadia 0: Pembentukan plumula (germination). Stadia 1: Pertunasan (seedling). Stadia 2: Pembentukan anakan (tillering). Stadia 3: Pemanjangan batang (stem elongation). Stadia 4: Pembentukan primordia bunga - bunting (panicle initiation to booting). Stadia 5: Keluarnya malai (heading). Stadia 6: Pembungaan (flowering). Stadia 7: Gabah masak susu (the milk grain stage). Stadia 8: Gabah masak setengah matang (the dough grain stage). Stadia 9: Gabah matang sepenuhnya (the mature grain stage) 60

Stadia Pertumbuhan Tetua Padi Hibrida untuk Sinkronisasi Pembungaan (Puji Agustine A., Djoko Murdono, dan Suprihati) DAFTAR PUSTAKA Lakitan, B. 2008. Padi hibrida: Apakah ini jawabnya? Bertenaga by KerSip Open Source.http:// www.drn.go.id/index2.php?option=isi&do pdf=1&id=110. hlm1-2. Munarso, Y.P., Sutaryo, B. dan Suwarno. 2001. Kemandulan tepungsari dan kehampaan gabah beberapa tetua mandul jantan padi intoduksi dari IRRI. Zuriat 12(1):6-14. Prihantono, D. 2008. Teknologi produksi benih padi hibrida. Makalah Seminar Ilmiah How to produce hybrid rice and the problems in producing hybrid rice seed yang diselenggarakan oleh Fakultas Pertanian UKSW pada tanggal 8 Maret 2008 di Salatiga. Salatiga. hlm 1-9. Sudarmo, S. 1991. Pengendalian serangga hama penyakit dan gulma padi. Kanisius: Yogyakarta. Satoto. 2006. Teknologi produksi benih padi hibrida dan permasalahannya. Makalah dipresentasikan pada tanggal 19 September 2006. Balai Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi: Jawa Barat. hlm 1-14. Suketi, K. 2010. Bahan kuliah minggu ke 11 bab X: perimbangan dan pengendalian fase pertumbuhan (vegetatif-reprodukif). Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Sukirman, Warsono dan Maulana. 2006. Teknik produksi benih untuk keperluan uji daya hasil padi hibrida. Buletin Teknik Pertanian 11(2):84-88. Sumardi, Kasli, M. Kasim, A. Syarif dan N. Akhir. 2007. Aplikasi zat pengatur tumbuh untuk meningkatkan kekuatan sink tanaman padi sawah. Jurnal Akta Agrosia Edisi Khusus (1):26-35. Suwarno. 2004. Prospek kemanfaatan padi hibrida dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional. Seminar Nasional Padi Hibrida 2004. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. *** 61

AGRIC Vol.24, No. 1, Juli 2012: 53-61 62