Abstract. ROTASI Volume 3 Nomor 1 Januari Gambar 1.2. Lay-out mesin yang tidak efisien. Gambar 1.1. Penerapan umum yang salah dari konveyor

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SISTEM PRODUKSI TEPAT WAKTU (JUST IN TIME-JIT)

BAB 9 MANAJEMEN OPERASIONAL SISTEM PRODUKSI TEPAT WAKTU (JUST IN TIME-JIT)

BAB I PENDAHULUAN. lama, maka kesalahan di dalam analisis dan perencanaan layout akan

Manajemen Persediaan. Material Handling. Dinar Nur Affini, SE., MM. Modul ke: 14Fakultas Ekonomi & Bisnis. Program Studi Manajemen

ALAT PENGANGKAT CRANE INDRA IRAWAN

SISTEM PRODUKSI JUST-IN-TIME

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan jasa angkutan laut semakin lama semakin meningkat, baik

Konsep Just in Time Guna Mengatasi Kesia-Siaan dan Variabilitas dalam Optimasi Kualitas Produk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai penghasil nilai (value creator), baik industri manufaktur maupun

Definisi ilmu seni memindahkan menyimpan melindungi mengontrol/ mengawasi material

BAB II TINJUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN DEFINISI, RUANG LINGKUP, TUJUAN, DAN PROSEDUR PERANCANGAN FASILITAS

PERBAIKAN SISTEM KERJA DAN ALIRAN MATERIAL PADA PT. M MOTORS AND MANUFACTURING

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dengan hadirnya persaingan global di bidang bisnis sekarang ini, dunia

Perancangan Belt Conveyor Pengangkut Bubuk Detergent Dengan Kapasitas 25 Ton/Jam BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Tugas Akhir Latar Belakang Masalah. Pada produksi yang mempunyai tipe produksi massal, yang melibatkan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

MENGENAL SISTEM PRODUKSI TEPAT WAKTU (JUST IN TIME SYSTEM)

1. Biaya Investasi: - Harga pembelian - Harga komponen alat bantu - Biaya instalasi 2. Biaya operasi: - Biaya perawatan - Biaya bahan bakar - Biaya

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

MATERIAL HANDLING. Materi Kuliah Ke-7 PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS. Dimas Yuwono Wicaksono, ST., MT.

LUAS LANTAI KEGIATAN PRODUKSI & NON PRODUKSI/PELAYANAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengoptimalkan setiap proses produksi (Dionisius Narjoko, 2013). Sistem pergudangan yang baik adalah sistem pergudangan yang mampu

Tantangan Industri Manufaktur

VI. TOYOTA PRODUCTION SYSTEM. A. Pengertian Toyota Production System (TPS)

Pembahasan Materi #10

PENENTUAN LUAS LANTAI PERTEMUAN #9 TKT TAUFIQUR RACHMAN PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS

MAKALAH E BISNIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

AUDIT MANAJEMEN. AUDIT ATAS KETERLAMBATAN PRODUKSI di Pabrik Tekstil Milik PT Serat Sutra

PENGARUH PROFIL POROS PENGGERAK TERHADAP GERAKAN SABUK DALAM SUATU SISTEM BAN BERJALAN. Ishak Nandika G., Adri Maldi S.

BAB 1 BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Penanganan material adalah salah satu proses kunci dalam sebuah rantai

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS PERTEMUAN #2 TKT TAUFIQUR RACHMAN PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS

SISTEM PRODUKSI JUST IN TIME (SISTEM PRODUKSI TEPAT WAKTU) YULIATI, SE, MM

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

METODE PELAKSANAAN PENGECORAN PROYEK SUDIRMAN PALACE [MARET 2004]

SISTEM PRODUKSI JUST IN TIME (SISTEM PRODUKSI TEPAT WAKTU) YULIATI, SE, MM

B A B 5. Ir.Bb.INDRAYADI,M.T. JUR TEK INDUSTRI FT UB MALANG 1

ONGKOS MATERIAL HANDLING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PROSES PERANCANGAN ROLLER CONVEYOR DI PT. MUSTIKA AGUNG TEKNIK

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang mempengaruhi daya saing perusahaan dalam bersaing dengan

MEMPELAJARI PERSEDIAAN BAHAN BAKU ALUMUNIUM INGOT AC4B DI PT. SUZUKI INDOMOBIL MOTOR PABRIK CAKUNG

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

BAB II LANDASAN TEORI

Prepared by Yuli Kurniawati

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Strategi Peningkatan Produktivita s

BAB III METODE PENGUJIAN

AKTIFITAS GUDANG & PENANGANAN BAHAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. penumpang, bus kecil, bus sedang,dan bus besar.

DAFTAR ISI. Daftar Isi... BAB I KONSEP PENILAIAN Bagaimana Instruktur Akan Menilai Tipe Penilaian... 1

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan industri di bidang manufaktur khususnya di Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

Abstrak. Sakijo 1, Abdullah Merjani 2

PENERAPAN METODE RETAD UNTUK MENGURANGI WAKTU SET UP PADA MESIN MILLING P1 DAN P2 DEPARTEMEN MACHINING PT. KUBOTA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi dapat dipandang sebagai suatu sistem yang mengolah masukan

Manajemen startegik Dosen: Prof DR Ir Rudy C Tarumingkeng

BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SISTEM PENANGANAN MATERIAL

PERTEMUAN #7 SISTEM KONTROL CONTINUE & DISKRIT 6623 TAUFIQUR RACHMAN TKT312 OTOMASI SISTEM PRODUKSI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah

ELEKTRO-PNEUMATIK (smkn I Bangil)

BAB XIII MANAJEMEN OPERASI/PRODUKSI. PAB -Manajemen Operasi dan Persediaan. M.Judi Mukzam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Perbaikan Sistem Kerja Dan Aliran Material Pada Pt. M Motors and Manufacturing

ANALISIS PERBAIKAN TATA LETAK FASILITAS PADA GUDANG BAHAN BAKU DAN BARANG JADI DENGAN METODE SHARE STORAGE DI PT. BITRATEX INDUSTRIES SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. entah jabatan strukturalnya atau lebih rendah keahliannya.

Perancangan Tata Letak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. lokasi konstruksi, lokasi industri, tempat penyimpanan, bongkaran muatan dan

BAB II LANDASAN TEORI

Perancangan Tata Letak

METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Corrective Action, Preventive Action and Continuous Improvement

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Keberadaan supply chain atau rantai pasok dalam proses produksi

Transkripsi:

SISTEM PERBAIKAN TRANSPORTASI (MATERIAL HANDLING) PADA INDUSTRI YANG MENGACU PADA PERUMUSAN ULANG BAN BERJALAN (BELT KONVEYOR) DAN SARANA TRANSPORTASI LAIN Gunawan Dwi Haryadi Abstract It still finds such the belt konveyor, truck, just the Material Handling, to move the material, components, and good from a place to another place. The thing just it can implement the system, is not changeable from that system. That s correct, because need the coordination such a function to move it. But it can learn by simpleable, jointable, and eraseable is three steps (basic) to forward the improvement. 1. BAN BERJALAN Konveyor adalah barang yang telah dianggap sebagai sarana yang dapat dipakai untuk memindahkan material dan membantu proses produksi menjadi efisien. Tetapi jika konveyor tidak digunakan secara cermat, hal ini akan menjadi sumber masalah (pemborosan). Hal ini dapat dilihat banyak waktu yang terbuang oleh operator untuk mengambil dan meletakkan komponen pada ban berjalan itu. Dan dapat dilihat pula banyak benda kerja yang ternyata disimpan di sepanjang konveyor. Lebih jauh lagi, konveyor dapat menjadi sumber pemborosan karena menyita tempat lebih banyak dan waktu serta lintasan jalan operator yang lebih banyak, tambah lagi menyulitkan koordinasi antar proses dan pos. Ada dua jenis ban berjalan, jenis pertama adalah ban berjalan stasioner yang tidak dilengkapi sumber pengenal untuk memindahkan barang. Jenis lain dilengkapi dengan sumber penggerak, umumnya berupa sebuah motor listrik yang dapat memindahkan benda kerja dengan kecepatan tertentu. Berikut ini contoh salah satu pemakaian yang sering terjadi di banyak pabrik. Terlalu banyak praktek seperti digambarkan pada peraga dibawah ini, yang ditemukan di berbagai pabrik. Pada gambar ditunjukkan empat operator berturut-turut pada mesin A, B, C dan D. Pada konveyor benda kerja ditaruh dalam kontainer. Lay-out ini memang lebih baik dari pada empat mesin, masing-masing diletakkan pada lokasi yang berbeda, sehingga memerlukan jalur transportasi panjang dan menyulitkan koordinasi kegiatan (lihat gambar 1.2.). Namun, penataan semacam ini mengakibatkan penumpukkan persediaan yang banyak di lantai, pemborosan transportasi maupun gerakan yang terbuang untuk mengambil dan meletakkan benda kerja. 1.1. Konveyor Stasioner Konveyor semacam ini sering kali disalah gunakan untuk penempatan komponen persediaan dan menciptakan berbagai masalah yang tidak perlu terjadi. Gambar 1.2. Lay-out mesin yang tidak efisien Gambar 1.1. Penerapan umum yang salah dari konveyor Gambar 1.1. dianggap sebagai perbaikan atas gambar 1.2, tetapi masih menemukan pemborosan sebagai berikut : 1. Menghabiskan banyak waktu mendorong dan menarik container komponen dan konveyor, mengambil dan meletakkan komponen, dan berjalan diantara konveyor dan mesin. 2. Pemasangan konveyor sering menyulitkan koordinasi berbagai kegiatan. ROTASI Volume 3 Nomor 1 Januari 2001 18

3. Operator sering terlambat menemukan cacat produksi yang berasal dari pos kerja karena sering terhalang akibat dari terakumulasinya sejumlah persediaan. 4. Akumulasi persediaan mengganggu komunikasi antar operator. Untuk membatasi banyaknya pemborosan, dapat menggunakan jalur formasi U seperti pada gambar. 1.2. Konveyor Bermotor (Motor- Driver Conveyor) Ciri utama konveyor bermotor adalah sbb : a. Kecepatannya dapat digunakan untuk menetapkan irama kerja b. Dapat digunakan pada beberapa kecepatan c. Dapat dimungkinkan terjadinya kegiatan pemindahan benda kerja sekaligus Dalam menerapkan pemanfaatan konveyor sesuai just-in-time, harus dipenuhi beberapa kondisi : a. Penyaluran benda kerja hanya dilakukan sejumlah tertentu sesuai kebutuhan. b. Penyaluran benda kerja dilakukan pada tiap selang waktu tertentu. c. Jika ada masalah, konveyor harus dapat dimatikan segera. Gambar 1.3. Penataan kembali ke lay-out formasi U Tujuannya adalah untuk mencapai arus produksi satu demi satu. Dalam hal ini, dua operator mengikuti satu sama lain, setiap orang menjalankan 4 mesin. Persediaan dalam proses sekarang dikurangi menjadi hanya satu unit per mesin. Gambar 1.5. Penggunaan konveyor berpenggerak di jalur perakitan Pada gambar 1.5. benda kerja dipindahkan dengan kecepatan tetap. Selang waktu antar benda kerja diusahakan agar selalu sama, dan digambarkan dengan garis putus-putus pada ban berjalan. Contoh berikut menggambarkan kasus dimana benda kerja disalurkan melalui konveyor dengan pola Stop and Go. Gambar 1.4. Penggunaan konveyor stasioner untuk jalur perakitan Suatu pendekatan perbaikan dapat dilakukan dengan mengurangi persediaan dalam proses antar pos, misal kemaksimuman dua saja. Dengan metode ini, kita dapat menemu-kenali masalah dengan melihat tingkat persediaan diatas konveyor dan waktu tunggu operator yang berlebihan. Pendekatan lain yang lebih ampuh adalah arus produksi satu demi satu (one piece). Dengan menyederhanakan operasi, dan menerapkan posisi operator berdiri, dapat dicapai suatu perbaikan besar. Gambar 1.6. Penggunaan konveyor silinder putar ROTASI Volume 3 Nomor 1 Januari 2001 19

2. TRANSPORTASI Transportasi benda kerja untuk produksi seyogyanya dianggap sebagai proses produksi. Pada transportasi yang terjadi dalam pabrik maupun antar pabrik dan pemasok, seringkali ditemukan kerancuan dan pemborosan yang tercipta karena kurangnya perhatian terhadap pengelolaan transportasi. Pada gambar 2.1., kegiatan transportasi pabrik dapat dibuat analogi sebagai katub penghubung genangan persediaan yang terpisah pada berbagai jalur produksi. 2.2. Transportasi Antar Pabrik Pada gambar 2.3., menunjukkan keuntungan pola transportasi muatan campur ke berbagai pabrik dibandingkan dengan pola transportasi tunggal dari satu pabrik ke pabrik satunya lagi. Gambar 2.1. Transportasi sebagai katub aliran air 2.1. Transportasi Dalam Pabrik Jika proses dipisahkan oleh jarak yang jauh, seringkali timbul kesulitan dalam menjalin mereka guna tingkat komunikasi yang baik. Dalam kasus seperti ini, harus mencari pola transportasi yang dapat berperan seperti konveyor. Adapun syarat yang harus dicapai untuk sasaran / pola transportasi tersebut : a. Frekuensi pengiriman yang sering b. Infornasi umpan-balik dari proses berikutnya c. Tidak terdapat tempat penyimpanan antar proses d. Muatan campur material ditransportasikan sesuai kebutuhan yang telah ditentukan e. Usaha untuk mengurangi biaya transportasi Gambar 2.3. Manfaat transportasi antar pabrik dengan muatan campur 2.3. Metoda Penerimaan Material Pengiriman langsung ke lokasi pemakai sangat ideal untuk membatasi penanganan material berganda yang tidak perlu. Pada gambar 2.4. tempat duduk mobil dibawa oleh truk langsung ke lokasi pos pemasangan pada jalur perakitan di Jepang. Gambar 2.2. Penanganan Muatan Campuran Gambar 2.4. Pengiriman barang langsung ke jalur ROTASI Volume 3 Nomor 1 Januari 2001 20

Dengan menggunakan konveyor gravitasi, hanya diperlukan beberapa menit untuk membongkar tiga puluh set tempat duduk. Pengiriman dilakukan setiap 30 menit dari pabrik pemasok yang berdekatan. Faktor utama dalam kegiatan penerimaan yang efisien adalah jadwal penerimaan yang merata. Pada gambar 2.5, kegiatan penerimaan tidak merata. Meskipun proses produksi yang akan menggunakan kiriman itu berikutnya menganut jadwal merata dan selaras, dan dapat disimpulkan bahwa persediaan yang tidak perlu akan tertumpuk pada proses produksi. Kegiatan penerimaan barang yang tidak merata membutuhkan lebih banyak pekerja pada periode pengiriman puncak, juga tambahan tempat penyimpanan, pallet, forklift, demikian juga waktu tunggu sopir truk. Pendekatan yang biasanya digunakan untuk mengembangkan jadwal penerimaan merata, pertama menetapkan jadwal pengiriman truk yang berasal dari jauh, baru ditetapkan jadwal penerimaan jarak dekat. Gambar 2.7. Pemanfaatan waktu sopir yang lebih baik Akhirnya, untuk melaksanakan kegiatan penerimaan secara cepat dan efisien, penataan tempat kerja di dok penerimaan menjadi sangat penting. Sebagai contoh, kode warna dan penentuan kode alamat lokasi yang berbeda menjadi langkah pertama menuju perbaikan. Gambar 2.5. Muatan tak merata mengurangi efisiensi kegiatan penerimaan Metoda diatas dapat diterapkan dengan papan pengendalian penerimaan, (kebalikan dari papan kontrol produksi) seperti terlihat pada gambar 2.6. 2.4. Contoh Penerapan : Pengurangan Biaya Transportasi Pada lokasi pabrik dan pada lokasi pemasok B (gambar 2.7) masing-masing terdapat sebuah truk (nomor 3 dan 6) yang menunggu dan siap untuk diberangkatkan menempuh perjalanan berikutnya. Ketika truk no.2 dan 5 datang pada lokasi itu, mereka akan meninggalkan truk yang dikemudikan sebelumnya di lokasi tersebut dan pindah mengemudikan truk no.3 dan 6. Kemudian truk no.2 dan 5 dilakukan pembongkaran muatan atau dimuati lagi sehingga mereka siap untuk perjalanan selanjutnya. Gambar 2.6. Papan Kontrol Penerimaan 3. RINGKASAN a. Ketidak efisienan yang seringkali disebabkan oleh penggunaan konveyor. Konveyor seringkali digunakan sebagai tempat penyimpanan persediaan. Kegiatan mengambil, meletakkan benda kerja pada konveyor dapat menghabiskan waktu operator, disamping gerakan material yang tidak efisien. ROTASI Volume 3 Nomor 1 Januari 2001 21

b. Dengan meninjau kembali peran transportasi, didapati bahwa banyak orang yang terlibat langsung pada kegiatan transportasi tidak seharusnya mengoptimasi kegiatan mereka tanpa memperhatikan kegiatan total produksi. Transportasi harus dianggap sebagai konveyor maya yang tak terlihat guna melancarkan aliran barang melewati berbagai proses. Untuk itu harus mengembangkan pengelolaan transportasi berpola kerap/sering, bermuatan campuran, terjadwal merata dan dengan biaya minimum. DAFTAR PUSTAKA 1. Deming, W.E., Out of The Crisis, Mass : Massachusetts Institute of Technology, Cambridge, 1986. 2. Fukuda, R., Managerial Engineering, Connecticut : Productivity, Stanford, Inc. 1983. 3. Hayes, R. and Wheelwright, S., Restoring Our Comptetitive Edge : Competing Throuh Manufacturing, John Wiley, New York, 1984. 4. Schonberger, R., Japanese Manufacturing Technique, The Free Press, New York, 1982. 5. World Clas Manufacturing, The Free Press, New York, 1986. 6. Rudenko, Pesawat Angkat, 1987. ROTASI Volume 3 Nomor 1 Januari 2001 22