1 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA DAN HUBUNGAN KERJA 2.1 Perlindungan Hukum Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek-subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Perlindungan Hukum Preventif Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundangundangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan sutu kewajiban. b. Perlindungan Hukum Represif Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran. Menurut Philipus M. Hadjon, bahwa sarana perlindungan Hukum ada dua macam, yaitu : 1. Sarana Perlindungan Hukum Preventif
2 Subyek hukum pada perlindungan hukum preventif ini diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Tujuannya adalah mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi. Di indonesia belum ada pengaturan khusus mengenai perlindungan hukum preventif. 2. Sarana Perlindungan Hukum Represif Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Penanganan perlindungan hukum oleh pengadilan umum dan pengadilan administrasi di Indonesia termasuk kategori perlindungan hukum ini. Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut sejarah dari barat, lahirnya konsep- konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasan-pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah. Prinsip kedua yang mendasari perlindungan hukum terhadap tindak pemerintahan adalah prinsip negara hukum. Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan dengan tujuan dari negara hukum.
3 2.1.1 Pengertian Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Beberapa tulisan dibidang ketenagakerjaan sering kali dijumpai adagium yang berbunyi pekerja/buruh adalah tulang punggung perusahaan 1, pekerja/buruh dikatakan sebagai tulang punggung karena memang dia mempunyai peranan yang penting. Tanpa adanya pekerja/buruh perusahaan tersebut tidak akan pula bisa ikut berpartisipasi dalam pembangunan nasional. Menyadari akan pentingnya pekerja/buruh bagi perusahaan, pemerintah, dan masyarakat, maka perlu dilakukan pemikiran agar pekerja dapat menjaga keselamatan dalam menjalankan pekerjaan. Guna menjaga keselamatan dan menjalankan pekerjaan pekerja/buruh wajib mendapatkan perlindungan terhadap tenaga kerja, perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan, kesempatan, serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha. 2 Perlindungan kerja dapat dilakukan baik dengan jalan memberikan tuntunan, santunan, maupun dengan jalan meningkatkan pengakuan hak-hak asasi manusia, perlindungan fisik dan sosial ekonomi melalui norma yang berlaku di perusahaan. 1 Zaeni Asyhadie, 2008, Hukum Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, Rajawali Pers, Jakarta, Hal. 83. 2 Rachmat Trijono, 2014, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan, papas Sinar Sinanti, Jakarta, Hal. 53.
4 2.1.2 Jenis-Jenis Perlindungan Kerja Perlindungan kerja dapat dilakukan baik dengan jalan memberikan tuntunan, santunan, maupun dengan jelas meningkatkan pengakuan hak-hak asasi manusia, perlindungan fisik dan sosial ekonomi melalui norma yang berlaku dalam perusahaan, dengan demikian, secara teoritis dikenal dengan tiga jenis perlindungan kerja, yaitu sebagai berikut : 1. Perlindungan sosial, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha kemasyarakatan, yang tujuannya untuk memungkinkan pekerja/buruh mengenyam dan mengembangkan perikehidupannya sebagaimana manusia pada umumnya, dan khususnya sebagai anggota masyarakatdan anggota keluarga. Perlindungan ini disebut juga dengan kesehatan kerja. 2. Perlindungan teknis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk menjaga pekerja/buruh terhindar dari bahaya kecelakaan yang dapat ditimbulkan oleh alat-alat kerja atau bahan yang dikerjakan. Perlindungan ini lebih sering disebut sebagai keselamatan kerja. 3. Perlindungan ekonomis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk memberikan kepada pekerja/buruh suatu penghasilan yang cukup guna memenuhi keperluan sehari-hari baginya dan keluarganya,
5 termasuk dalam hal pekerja/buruh tidak mampu bekerja karena sesuatu diluar kehendaknya. Perlindungan jenis ini biasanya disebut dengan jaminan sosial. 3 Ketiga jenis perlindungan kerja diatas akan diuraikan sebagai berikut. 1. Kesehatan Kerja Kesehatan kerja sebagaimana telah dikemukakan diatas termasuk jenis perlindungan social karena ketentuan-ketentuan mengenai kesehatan kerja ini berkaitan dengan sosial kemasyarakatan yaitu aturan-aturan yang bermasud mengadakan pembatasan-pembatasan terhadap kekuasaan pengusaha untuk memperlakukan pekerja/buruh semaunya tanpa memperhatikan norma-norma yang berlaku, dengan tidak memandang pekerja/buruhnya sebagai makhluk tuhan yang mempunyai hak asasi. Hal ini disebabkan beberapa alasan sebagai berikut : a. Aturan-aturan yang termuat didalamnya bukan bermaksud melindungi kepentingan seorang saja, melainkan bersifat aturan masyarakat. b. Pekerja/buruh Indonesia umumnya belum mempunyai pengertian atau kemampuan untuk melindungi hak-haknya sendiri. Jadi dalam hal ini jelas kesehatan kerja bermasud melindungi atau menjaga pekerja/buruh dari kejadian atau keadaan hubungan kerja yang merugikan kesehatan dan kesusilaanya dalam hal pekerja/buruh melakukan pekerjaanya. 3 Zaeni Asyhadie, op.cit., Hal. 84
6 2. Keselamatan Kerja Keselamatan kerja termasuk dalam apa yang disebut perlindungan teknis, yaitu perlindungan terhadap pekerja/buruh agar selamat dari bahaya yang dapat ditimbulkan oleh alat kerja atau bahan yang dikerjakan. Berbeda dengan perlindungan kerja lain yang umumnya ditentukan untuk kepentingan pekerja/buruh saja, keselamatan kerja ini tidak hanya memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh, tetapi kepada pengusaha dan pemerintah. - Bagi pekerja/buruh, adanya jaminan perlindungan keselamatan kerja akan menimbulkan suasana kerja yang tentram sehingga pekerja/buruh dapat memusatkan perhatian pada pekerjaannya semaksimal mungkin tanpa khawatir sewaktu-waktu akan tertimpa kecelakaan kerja. - Bagi pengusaha, adanya pengaturan keselamatan kerja di dalam perusahaannya akan dapat mengurangi terjadinya kecelakaan yang dapat mengakibatkan pengusaha harus memberikan jaminan sosial. - Bagi pemerintah dan masyarakat, dengan adanya dan ditaatinya peraturan keselamatan kerja, maka apa yang direncanakan pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat akan tercapai dengan meningkatnya produksi perusahaan baik kualitas maupun kuantitas. 3. Jaminan Sosial Jaminan sosial dapat diartikan secara luas dan dapat pula diartikan secara sempit. Pengertiannya dalam arti luas jaminan sosial ini meliputi berbagai usaha yang dapat dilakukan oleh masyarakat dan/atau pemerintah yaitu:
7 Usaha-usaha yang berupa pencegahan dan pengembangan, yaitu usaha-usaha dibidang kesehatan, keagamaan, keluarga berencana, pendidikan, bantuan hukum, dan lain-lain yang dapat dikelompokan dalam pelayanan sosial. Usaha-usaha yang berupa pemulihan dan penyembuhan seperti bantuan untuk bencana alam, lanjut usia, yatim piatu, penderita cacat dan berbagai ketunaan yang dapat disebut sebagai bantuan sosial. Usaha-usaha yang berupa pembinaan, dalam bentuk perbaikan gizi, perumahan, transmigrasi, koperasi, dan lain- lain yang dapat dikategorikan sebagai sarana sosial Usaha-usaha dibidang perlindungan ketenagakerjaan yang khusus ditunjuk untuk masyarakat tenaga kerja yang merupakan inti tenaga pembangun dan selalu menghadapi resiko-resiko sosial ekonomis, digolongkan dalam asuransi sosial. 4 Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tangung jawab dan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat. Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan Negara, Indonesia seperti halnya berbagai Negara berkembang lainnya, mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan funded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal. 4 Zaeni Asyhadie, op.cit., Hal. 119.
8 Jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia. Undang-Undang Jaminan Sosial Tenagakerja No. 3 Tahun 1992 Pasal 10. Pengertian diatas jelaslah bahwa jaminan sosial tenaga kerja adalah merupakan perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang (jaminan kecelakaan kerja, kematian, dan tabungan hari tua), dan pelayanan kesehatan yakni jaminan pemeliharaan kesehatan. 2.1.3 Macam- Macam Hak Pekerja 1. Hak atas Pekerjaan Hak atas pekerjaan merupakan suatu hak asasi manusia, maka sebagaimana halnya tubuh dan kehidupan merupakan salah satu hak asasi manusia. 2. Hak atas upah yang adil Merupakan hak legal yang diterima dan dituntut seseorang sejak mereka mengikat diri untuk bekerja pada suatu perusahaan. 3. Hak untuk berserikat dan berkumpul Mereka harus dijamin haknya untuk membentuk serikat pekerja dengan tujuan bersatu memperjuangkan hak dan kepentingan semua anggota mereka. 4. Hak atas perlindungan keamanan dan kesehatan
9 Dalam bisnis modern sekarang ini semakin dianggap penting bahwa pekerja dijamin keamanan, keselamatan, dan kesehatannya. 5. Hak untuk diproses hukum secara sah Hak ini terutama berlaku ketika seorang pekerja dituduh dan diancam dengan hukuman tertentu karena di duga melakukan pelanggaran atau kesalahan tertentu. 6. Hak untuk diperlakukan secara sama Hak ini menegaskan bahwa semua pekerja, pada prinsipnya harus diperlakukan sama, secara fair, artinya tidak boleh ada diskriminasi dalam perusahaan. 7. Hak atas rahasia pribadi Kendati perusahaan punya hak tertentu untuk mengetahui riwayat hidup dan data pribadi tertentu dari setiap karyawan, karyawan punya hak untuk dirahasiakan data pribadinya. 8. Hak atas kebebasan suara hati Hak ini menuntut agar setiap pekerja harus dihargai kesadaran moralnya 5, sedangkan menurut peraturan hukum ketenagakerjaan di Indonesia para pekerja diberikan hak-hak sebagai berikut: a. Cuti Tahunan 5 Basani situmorang et. Al., 2012, Compendium Hukum Bidang Ketenagakerjaan, Badan Pembina Hukum Nasional Kementrian Hukum Dan Hak Asasi Manusian RI, Jakarta, Hal. 44.
10 Cuti tahunan diberikan pada setiap pekerjanya yang telah bekerja selama 12 bulan berturut-turut. b. Istirahat Panjang Pekerja yang telah bekerja 6 tahun terus menerus pada perusahaan yang sama berhak mendapatkan istirahat panjang selama 2 bulan. c. Cuti Haid Cuti yang diberikan kepada pekerja perempuan yang merasa sakit pada hari pertama dan hari kedua waktu haid. d. Cuti Hamil Cuti yang diberikan pada pekerja perempuan selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan. e. Cuti karena alasan mendesak Pengusaha wajib memberikan cuti pada pekerja karena alasan mendesak f. Berhak atas jaminan sosial tenaga kerja Jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dan penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayan sebagai akibat dari peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan pekerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meniggal dunia. Jamsostek terdiri dari: 1. Jaminan Kecelakaan Kerja 2. Jaminan Kematian
11 3. Jaminan Hari Tua 4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan 6 2.2 Hubungan Kerja Hubungan kerja ini pada dasarnya adalah hubungan antara buruh dan manjikan setelah adanya perjanjian kerja, yaitu suatu perjanjian dimana pihak kesatu, si buruh mengikatkan dirinya pada pihak lain, si majikan untuk bekerja dengan mendapatkan upah; dan majikan menyatakan kesanggupan untuk mempekerjakan si buruh dengan membayar upah. 7 menetapkan hubungan hukum apakah bersifat publik atau privat yang menjadi indikator bukanlah subyek hukum yang melakukan hubungan hukum itu, melainkan hakikat hubungan itu atau hakikat transaksi yang terjadi (the nature of transaction). 8 2.2.1 Pengertian Hubungan Kerja Hubungan kerja adalah hubungan antara pekerja dengan pengusaha yang terjadi setelah adanya perjanjian kerja. Pasal 1 angka 15 UU Ketenagakerjaan disebutkan bahwa hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsure pekerjaan, upah, 6 Surayin, 2004, Tanya Jawab Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,Yrama Widya, Bandung, Hal.15 7 H. Zainal Asikin et. Al., 2008, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, Hal.65 8 Peter Mahmud Marzuki, 2009, Pengantar Ilmu Hukum, kencana, Jakarta, Hal. 254.
12 dan perintah. Dengan demikian, jelaslah bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. 9 Dari pengertian tersebut jelaslah bahwa hubungan kerja sebagai bentuk hubungan hukum lahir atau tercipta setelah adanya perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha. 1. Subjek Hukum Dalam Hubungan Kerja Subjek hukum dalam hubungan kerja pada dasarnya adalah pengusaha/pemberi kerja dengan pekerja/buruh. UU Ketenagakakerjaan membedakan pengertian pengusaha, perusahaan, dan pemberi kerja. Subjek hukum yang terkait dalam perjanjian kerja pada dasarnya adalah buruh dan majikan. Subjek hukum mengalami perluasan yaitu dapat meliputi perkumpulan majikan, gabungan perkumpulan majikan atau APINDO untuk perluasan majikan. Selain itu terdapat serikat pekerja/buruh, gabungan serikat pekerja atau buruh sebagai perluasan dari buruh. 10 2. Objek Hukum Dalam Hubungan Kerja Objek hukum dalam hubungan kerja adalah pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja. Degan kata lain tenaga yang melekat pada diri pekerja merupakan objek hukum dalam hubungan kerja. Objek hukum dalam perjanjian kerja, yaitu hak dan kewajiban masing-masing pihak secara timbal balik yang meliputi syarat-syarat kerja Hal.61. 9 Lalu Husni, 2014, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan, PT RajaGraFindo Persada, Jakarta, 10 Asri Wijayanti, 2009, op.cit.,hal.36
13 atau hal lain akibat adanya hubungan kerja. Syarat-syarat kerja selalu berkaitan dengan upaya peningkatan kesejahteraan oleh buruh. Antara kepentingan pengusaha dengan kepentingan pekerja pada hakikatnya adalah bertentangan. Objek hukum dalam hubungan kerja tertuang di dalam perjajian kerja, peraturan perusahaan dan kesepakatan kerja bersama/perjanjian kerja bersama. Kedudukan perjanjian kerja adalah dibawah peraturan perusahaan, sehingga apabila ada ketentuan dalam perjanjian kerja yang bertentangan dengan peraturan perusahaan maka yang berlaku adalah peraturan perusahaan. Peraturan perusahaan yang membuat adalah majikan secara keseluruhan. 11 Adapun kewajiban pekerja dan pengusaha yang dapat di lihat yaitu : a. Kewajiban Pekerja Suatu hubungan kerja harus ada pekerjaan yang diperjanjikan dan pekerjaan itu wajib dilakukan sendiri oleh pekerja/buruh. Secara umum yang dimaksud dengan pekerjaan adalah segala perbuatan yang harus dilakukan oleh pekerja/buruh untuk kepentingan pengusaha sesuai isi perjanjian kerja. Pekerja/buruh yang baik adalah buruh yang menjalankan kewajiban-kewajibannya dengan baik. 1. Pekerja/buruh wajib melakukan pekerjaan, melakukan pekerjaan adalah tugas utama dari seorang pekerja yang harus dilakukan sendiri, meskipun demikian dengan seizin pengusaha dapat diwakilkan. 11 Asri Wijayanti, 2009, op.cit.,hal. 40
14 2. Pekerja/buruh wajib mentaati aturan dan petunjuk majikan/pengusha; dalam melakukan pekerjaan buruh/pekerja wajib menaati petunjuk yang diberikan oleh pengusaha. 3. Kewajiban membayar ganti rugidan denda jika pekerja/buruhmelakukan perbuatan yang merugikan perusahaan baik karena kesengajaan atau kelalaian. 12 B. Kewajiban Pengusaha 1. Pengusaha berkewajiban memberikan upah terhadap pekerja. Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada buruh atau suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku 2. Kewajiban memberikan istirahat cuti; pihak majikan/ pengusaha diwajibkan memberikan istirahat kepada pekerja seperti istirahat antara jam kerja sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja. 13 12 Lalu Husni, 2014, op.cit.,hal. 68 13 Lalu Husni, 2014, op.cit.,hal. 68
15 2.2.2 Terjadinya Hubungan kerja Menurut Hartono Widodo dan Judiantoro, hubungan kerja adalah kegiatankegiatan pengerahan tenaga/jasa seseorang secara teratur demi kepentingan orang lain yang memerintahnya (pengusaha/majikan) sesuai dengan perja njian kerja yang telah disepakati. 14 Hubungan kerja pada dasarnya meliputi hal-hal mengenai: 1. Pembuatan Perjanjian Kerja (merupakan titik tolak adanya suatu hubungan kerja) 2. Kewajiban Pekerja (yaitu melakukan pekerjaan, sekaligus merupakan hak dari pengusaha atas pekerjaan tersebut) 3. Kewajiban Pengusaha (yaitu membayar upah kepada pekerja, sekaligus merupakan hak dari si pekerja atas upah) 4. Berakhirnya Hubungan Kerja 5. Cara Penyelesaian Perselisihan antara pihak-pihak yang bersangkutan Pada dasarnya Perjanjian Kerja harus dibuat berdasarkan kesepakatan antara buruh dengan pengusaha dalam kedudukannya yang setara, dalam keadaan bebas dari segala bentuk tekanan untuk membuat perjanjian kerja tersebut, memuat hak dan kewajiban yang seimbang antara buruh dengan pengusaha. Perjanjian Kerja yang dibuat tidak berdasarkan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 52 tersebut diatas 14 Hartono, Judiantoro, 1992, Segi Hukum Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, Rajawali Pers, Jakarta,hal.10
16 dengan sendirinya batal demi hukum atau dapat dibatalkan. Perjanjian Kerja tidak dapat ditarik kembali/dibatalkan dan/atau diubah kecuali atas persetujuan buruh dengan pengusaha.pada dasarnya, hubungan kerja yaitu hubungan antara pekerja dan pengusaha, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh pekerja dengan pengusaha, di mana pekerja menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada pengusaha dengan menerima upah dan di mana pengusaha menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan pekerja dengan membayar upah. Perjanjian yang sedemikian itu disebut perjanjian kerja. Dari pengertian tersebut jelaslah bahwa hubungan kerja sebagai bentuk hubungan hukum lahir atau tercipta setelah adanya perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha. Hubungan kerja antara buruh dengan pengusaha terjadi apabila kedua belah pihak sepakat untuk mengikatkan diri satu sama lain yang tertuang dalam perjanjian kerja. Hubungan kerja dalam peraturan perundang-undangan telah jelas diatur sedemikian rupa sehingga dalam membuat perjanjian kerja, kedua belah pihak harus mengacu pada peraturan yang berlaku. Demikian juga halnya dengan waktu kerja dan waktu istirahat, sehingga buruh dan pengusaha mengetahui hak dan kewajibannya. 2.2.3 Pengertian Perjanjian Kerja Perjanjian kerja diatur dalam Bab IX Pasal 1 angka 14 UU Ketenagakerjaan, yang menyebutkan bahwa perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Perjanjian kerja juga dapat dibuat secara lisan dan tertulis.
17 1. Perjanjian kerja dibuat secara lisan Menurut ketentuan dalam Pasal 52 UU Ketenagakerjaan, syarat-syarat sahnya perjanjian kerja dibuat atas dasar yaitu : a. Kesepakatan kedua belah pihak, b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan d. Pekerjaan yang dijanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Asas konsensualisme yang berarti tercapainya persesuaian kehendak diantara pihak-pihak yang memunculkan kata sepakat merupakan dasar dan hal yang paling penting dari suatu perjanjian, karena yang pada dasarnya perjanjian dan perikatan itu telah dilahirkan sejak tercapainya kata sepakat. 2. Perjanjian Kerja Secara Tertulis Pasal 51 UU Ketenagakerjaan ditentukan bilamana peraturan perundangundangan menentukan bahwa suatu bentuk perjanjian tertulis harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hidayat Muharam dalam bukunya yang berjudul Panduan Memahami Hukum Ketenagakerjaan serta Pelaksanaanya di Indonesia menyebutkan beberapa hal yang harus ada dalam suatu perjanjian kerja tertulis sesuai dengan Pasal 54 UU Ketenagakerjaan yakni: a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha; b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh; c. jabatan atau jenis pekerjaan; d. tempat pekerjaan; e. besarnya upah dan cara pembayarannya;
18 f. syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerh. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan g. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja. 15 2.2.4 Syarat Sahnya Perjanjian Kerja Syarat sahnya perjanjian kerja diatur dalam Bab IX tentang Hubungan Kerja, yaitu pada Pasal 52 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menentukan perjanjian kerja dibuat atas dasar : a. Kesepakatan kedua belah pihak; b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum; c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 16 Apabila syarat pada poin a dan b tidak dipenuhi dalam membuat perjanjin kerja, maka terhadap perjanjian kerja yang telah dibuat dapat dibatalkan, sedangkan jika poin c dan d yang tidak dipenuhi maka perjanjian kerja yang dibuat menjadi batal demi hukum. 15 Hidayat Muharam, 2006, Panduan Memahami Hukum Ketenagakerjaan serta Pelaksanaannya di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Hal 5. 16 Sentosa Sembiring, 2005, Himpunan Peraturan Perundang-Undangang Republik Indonesia Tentang Ketenagakerjan, CV Nuansa Aulia, bandung, Hal. 37
19 2.2.5 Jenis-Jenis Perjanjian Kerja Berdasarkan jangka waktu (sementara atau terus meneru s) dan jenis suatu pekerjaan (berulang -ulang atau selesainya suatu pekerjaan tertentu) hubungan kerja dapat di buat dalam suatu perjanjian kerja waktu tertentu dan perjanjian kerja waktu tidak tertentu. 1. Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) Perjanjian kerja waktu tertentu adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu. Pada dasarnya perjanjian kerja untuk waktu tertentu (PKWT) diatur untuk memberikan perlindungan bagi tenaga kerja, dengan dasar pertimbangan agar tidak terjadi dimana pengangkatan tenaga kerja dilakukan melalui perjanjian dalam bentuk perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) untuk pekerjaan yang sifatnya terus-menerus atau merupakan pekerjaan tetap/permanen suatu badan usaha. 2. Perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) Perjanjian kerja waktu tidak tertentu adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap. Perjanjian kerja waktu tertentu dapat mempersyaratkan masa percobaan selama tiga bulan selama masa percobaan tersebut pengusaha dilarang membayarkan upah minimum yang berlaku. 17 17 Ibid, Hal. 10.
20 Perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara lisan, apabila pekerja telah selesai melalui masa percobaan maka pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja yang bersangkutan. Surat pengangkatan tersebut sekurang-kurangnya memuat Pasal 63 UU No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yaitu : a. nama dan alamat pekerja; b. tanggal mulai bekerja; c. jenis pekerjaan; dan d. besarnya upah. 2.2.6 Unsur-Unsur Perjanjian Kerja Berdasarkan pengertian perjanjian kerja diatas, dapat ditarik beberapa unsur dari perjanjian kerja yakni: a. Adanya unsur work atau pekerjaan suatu perjanjian kerja harus ada pekerjaan yang diperjanjikan (objek perjanjian), pekerjaan tersebut haruslah dilakukan sendiri oleh pekerja, hanya dengan seizin majikan dapat menyuruh orang lain. b. Adanya unsur perintah Manifestasi dari pekerjaan yang diberikan kepada pekerja oleh pengusaha adalah pekerja yang bersangkutan harus tunduk pada perintah pengusaha untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diperjanjikan.
21 c. Adanya upah Upah memegang peranan penting dalam hubungan kerja (perjanjian kerja), bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan utama seorang pekerja bekerja pada pengusaha adalah untuk memperoleh upah. Sehingga jika tidak ada unsur upah, maka suatu hubungan tersebut bukan merupakan hubungan kerja. 18 2.2.7 Berakhirnya Perjanjian Kerja Pada umumnya suatu perjanjian dapat berakhir dengan beberapa alasan. Adapun beberapa alasan-alasan dapat berakhirnya perjanjian kerja yakni : 1. Pekerja meninggal dunia; 2. Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja; 3. Adanya putusan pengadilan dan atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselsihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. 4. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubunga kerja. 19 18 Lalu Husni, op.cit, Hal. 66 19 Lalu Husni, op.cit, Hal.11